Kompas/Moch. S. Hendrowijono
Suasana dalam kereta pasar antara Jember-Kalisat-Panarukan yang menggunakan KA bekas zaman Belanda, yang justru suspensinya lebih lembut dari KA buatan mutakir.
Fakta Singkat
-
Balai Besar Kereta Api Bandung berhasil diambil alih Indonesia pada tanggal 28 September 1945. Tanggal ini selanjutnya diperingati sebagai Hari Kereta Api hingga sekarang.
-
Pada tanggal 14 September 1945 tentara Sekutu yang diwakili oleh Inggris tiba di Jakarta yang ternyata diboncengi oleh NICA (Netherlands Indies Civil Administration) yang berupaya menegakkan kembali kekuasaan Belanda di Indonesia.
-
Kereta api memegang peran penting sebagai alat perjuangan, antara lain sebagai sarana pemasok senjata, sarana transportasi rahasia bagi pejuang dan petinggi negara, serta menjadi sarana penyebaran ORI (Oeang Republik Indonesia).
-
Pada tahun 1950, perusahaan kereta api Indonesia DKARI diubah menjadi DKA (Djawatan Kereta Api) digabung dengan perusahaan kereta api Belanda.
-
Setelah Belanda sepenuhnya hengkang dari Indonesia, DKA diubah menjadi PNKA (Perusahaan Negara Kereta Api) pada tahun 1963.
Artikel terkait
Setelah kabar menyerahnya Jepang terhadap Sekutu diumumkan oleh Presiden Amerika Serikat Truman dan Perdana Menteri Inggris Attle tanggal 14 Agustus 1945, semangat memproklamasikan kemerdekaan membara di dada para pejuang Indonesia. Dengan berbagai upaya, akhirnya tanggal 17 Agustus 1945 kemerdekaan Indonesia berhasil diproklamasikan oleh Bung Karno dan Bung Hatta.
Namun, ternyata perjuangan mempertahankan kemerdekaan Indonesia tak berakhir sampai di situ saja. Tentara Jepang masih dengan sengaja mempersulit para pejuang Indonesia untuk mengambil alih kekuasaan khususnya di perkeretaapian. Perkeretaapian sebagai transportasi vital penduduk Indonesia kala itu, menjadi target utama pengambilalihan kekuasaan oleh para pemuda.
Kompas/Ratiman Sutardjo
Anak-anak Bandung, terutama yang rumahnya terletak di pinggir jalan kereta api, pada umumnya punya “hobby” tersendiri untuk mengisi waktu luang mereka. Dalam masa liburan sekolah seperti sekarang ini, mereka bisa bermain-main sesukanya hingga sore hari, sambil menunggu berbuka puasa.
Semangat memperjuangkan pengalihan kekuasaan perkeretaapian ke negara sendiri tercermin pada pemuda-pemuda Bandung, kota yang menjadi pusat perkeretaapian. Dua hari setelah proklamasi kemerdekaan, yaitu 19 Agustus 1945, dibentuk kelompok Dewan Pimpinan bayangan yang siap mengambilalih perkeretaapian dari tangan Jepang. Dewan Pimpinan bayangan ini diketuai oleh Moh. Ismangil yang dibantu oleh Mr. Suwahyo dan Ir. Moh Effendi Saleh.
1945–1950: Kereta Api Sebagai Alat Perjuangan Pengambilalihan Kantor-Kantor Kereta Api
1. Jakarta
Meskipun pusat perkeretaapian ada di Bandung, namun gerakan pemuda di Jakarta sedikit lebih cepat. Pada tanggal 2 September 1945 diadakan pertemuan di rumah Bandero di jalan Manggarai Utara Nomor 23 yang dihadiri oleh angkatan Pemuda Indonesia kelompok Menteng 31 dan juga angkatan muda yang lain seperti Jatmiko, Kusto, Gunari, dan Ir Abdul Kadir.
Pada pertemuan itu, dibahas mengenai pemindahan kekuasaan kereta api tanpa harus menunggu pengambil alihan kantor pusat di Bandung yang sudah diputuskan dilaksanakan di 28 September 1945.
Pada pertemuan tersebut ditetapkan tanggal 3 September 1945 kereta api di Jakarta harus sudah diambil alih dari pimpinan orang Jepang. Pada hari yang ditentukan pegawai dari semua unit kereta api di Jakarta dan masa Pemuda Menteng 31 mengambil alih Kantor Eksploitasi Barat atau Shinju Riquyushoku yang dipimpin oleh Sugandi. Pengambil alihan ini ternyata berjalan mulus. Pejabat Jepang mengikuti keinginan massa demi keselamatan dirinya. Dengan diiringi pekik “merdeka”, maka berkibarlah bendera merah putih di Kantor Eksploitasi Barat (Stasiun Kota) yang juga merupakan Kantor Inspeksi 1 Jakarta.
Peristiwa pengambilalihan kekuasaan di lingkungan kereta api Jakarta ini langsung dilaporkan pada Presiden Soekarno. Presiden akhirnya menyetujui Sugandi menjadi pimpinan kereta api di Jawa Barat.
2. Bandung
Selaras dengan keputusan Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) di Bandung untuk segera mengambil alih kekuasaan Jepang di kantor-kantor dan instansi-instansi pemerintah, maka diputuskan tanggal 28 September 1945, ambil alih harus dilaksanakan. Pada hari itu, beribu-ribu pegawai Kereta Api telah siap berkumpul di halaman depan Balai Besar kereta api Bandung untuk menguasai kantor tersebut.
Pada hari itu, pejabat Jepang yang ada di kantor Balai Besar Kereta Api hanya seorang Perwira sebagai kepala Tetsudo Kyokucho bernama Yotis Matsu. Di hadapan massa yang banyak ini, para anggota dewan pimpinan kereta api dan beberapa pemuda bekas Seinendan menemui dan menyampaikan pernyataan pengambil-alihan kantor pada perwira Jepang tersebut. Disampaikan bahwa mulai hari itu kekuasaan akan berada pada bangsa Indonesia dan orang Jepang tidak lagi diperkenankan turut campur dalam urusan Perkeretaapian di Indonesia.
Dinyatakan pula agar segala inventaris dan peralatan milik perkeretaapian yang mereka gunakan agar segera dikembalikan. Pengambilalihan berjalan cukup mulus karena pihak Jepang perlu mencari aman di tengah kondisinya yang telah kalah perang.
Sudarmadi dibantu oleh Abu Sofyan dan Harun segera menurunkan bendera Jepang dan menggantinya dengan bendera merah putih. Mereka merupakan orang pertama yang mengibarkan bendera Indonesia di halaman Balai Besar Kereta Api di Bandung.
Selesai pengibaran bendera, secara spontan mereka yang hadir menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia, sehingga menggemalah lagu “Indonesia Raya” yang diakhiri pekik gempita kata “merdeka”. Peristiwa pengambilalihan Balai Besar Kereta Api tanggal 28 September 1945 itu kemudian ditetapkan sebagai Hari Kereta Api yang diperingati setiap tahun hingga sekarang.
Dua hari kemudian para pemimpin pegawai kereta api di Bandung mengadakan pertemuan. Salah satu keputusannya ialah menetapkan nama perusahaan, yaitu Djawatan Kereta Api Republik Indonesia yang disingkat DKARI.
Kemudian, dengan segera dibentuklah Dewan Pimpinan Pusat Kereta Api yang terdiri dari ketua Mr. Suwahyo Sumodilogo dan wakil ketua Ir. Muhammad Effendi Saleh. Dewan Pimpinan Pusat Kereta Api akan mengemudikan sampai ada ketentuan atau penunjukan lebih lanjut tentang pejabat yang akan ditetapkan oleh pemerintah Republik Indonesia.
3. Jawa Tengah dan Jawa Timur
Pengambilalihan kantor-kantor kereta api di Jawa Tengah dan Jawa Timur juga serupa. Komite Perjuangan yang dibantu oleh Angkatan Muda berhasil menguasai kantor kereta api di Semarang pada tanggal 26 September 1945. Sejalan dengan kebijakan Balai Besar kereta api di Bandung, maka Komite Perjuangan diubah namanya menjadi Dewan Pimpinan Eksploitasi Tengah.
Di Jawa Timur, tanggal 30 September 1945 dengan bantuan pejuang arek-arek Suroboyo pemindahan kekuasaan atas kantor kereta api di Surabaya berikut bengkel-bengkel dan gudang persediaan pun berhasil dilakukan.
4. Pulau Sumatera
Berbeda dengan di Pulau Jawa, pengambil alihan perkeretaapian di pulau Sumatera cukup tertinggal. Berita menyerahnya Jepang pada Sekutu tidak sontak didengar di Pulau Sumatera. Hal ini dikarenakan penyebaran berita di Pulau Sumatera hanya berlangsung dari mulut ke mulut. Di Sumatera Selatan pengambilalihan kantor kereta api berhasil dilakukan tanggal 1 Oktober 1945. Sebagai tindak lanjutnya, Sudarmadi diangkat sebagai pimpinan jawatan kereta api Sumatera Selatan, sedangkan sebagai kepala eksploitasi ditunjuk Pramono.
Di Sumatera Barat, Kota Padang menjadi pusat Perkeretaapian. Pengambilalihan perkeretaapian di Padang dilakukan oleh angkatan muda kereta api di bawah pimpinan Sidi Bakaruddin. Kemudian masih di Sumatera Barat, di kota Bukittinggi, stasiun kereta api dan kantor-kantor kereta api proses pengambil alihannya cukup menantang. Kepala Stasiun Bukittinggi masih diduduki orang Jepang dan tidak memperkenankan bangsa Indonesia menaikkan bendera merah putih di depan stasiun. Ternyata, para pemuda bertindak nekat. Terjadilah naik turun bendera beberapa kali. Para pemuda akhirnya mengikat mati tali bendera tersebut agar tidak bisa diturunkan.
Pengambilalihan kekuasaan atas kereta api di Sumatera Utara terjadi tanggal 3 Oktober 1945 di bawah pimpinan Ajid dan Moh Irun. Proses pengambilalihan kuasa kereta api di Sumatera Utara cukup unik. Para pejuang berusaha untuk mendapatkan stempel dan tanda tangan keuangan pada kesempatan pertama. Hal itu dimaksudkan untuk memudahkan penguasaan dana milik perusahaan kereta api di bank.
Melawan Belanda Kembali
Pada tanggal 14 September 1945, tentara Sekutu yang diwakili oleh pasukan Inggris tiba di Jakarta. Pasukan pertama ini dipimpin oleh Mayor Greenhalgh yang segera disusul oleh pasukan yang lebih besar lagi jumlahnya. Mereka mendarat di Pelabuhan Tanjung Priok pada tanggal 29 September 1945. Pasukan Sekutu yang ke Indonesia itu merupakan bagian dari South East Asia Command (SEAC) yang diberi nama Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI).
Pasukan ini bertugas menerima penyerahan dari pihak Jepang, membebaskan tawanan perang, melucuti, serta mengumpulkan orang Jepang untuk dipulangkan ke negerinya. Pasukan ini juga seharusnya mempertahankan keadaan damai lalu menyerahkan kekuasaan kepada pemerintah sipil. Namun, ternyata pasukan ini diboncengi oleh NICA (Netherlands Indies Civil Administration) yang berisi orang-orang Belanda. NICA secara terang-terangan ingin menegakkan kembali kekuasaan Hindia Belanda.
Keadaan Perkeretaapian Selama Serangan NICA
Dengan bantuan Tentara Sekutu, pasukan Belanda berhasil menguasai kota Jakarta. Di daerah Stasiun Kranji, mereka mendirikan pos penjagaan. Pendudukan Belanda ini mengakibatkan perjalanan kereta api antara Jakarta-Cikampek hanya berlangsung dua kali sehari dengan melewati pemeriksaan di dua stasiun, yaitu di Kranji oleh tentara Belanda dan di Bekasi oleh pihak RI.
Setiap hari kereta api di Jakarta penuh oleh penduduk Jakarta yang akan mengungsi ke luar kota termasuk ke Jawa Tengah. Karena situasi di Jakarta semakin gawat, Stasiun Jakarta Kota terpaksa dipindah ke Stasiun Manggarai. Sementara itu, di beberapa daerah terjadi pertempuran yang mengakibatkan rusaknya sarana dan prasarana kereta api. Misalnya, di lintasan Jatinegara-Bekasi dan lintasan Tanah Abang-Merak, rel, wesel, alat-alat sinyal dan telekomunikasi semuanya rusak.
Mengingat pentingnya angkutan kereta api, Menteri Perhubungan RI kala itu, Abikusno mengadakan perundingan dengan pihak Sekutu agar DKARI dapat memperbaiki kerusakan jaringan kereta api.
Lambat laun tentara NICA memperluas kekuasaan mereka ke daerah-daerah sekeliling Jakarta. Tujuannya, untuk memperkuat posisi dan pertahanan juga untuk menguasai daerah-daerah pertanian subur pemasok bahan pangan bagi Jakarta. Daerah yang dikuasai, antara lain, Banten, Bogor, Bekasi, dan Karawang. Pekerjaan perbaikan kereta api oleh DKARI seringkali terganggu oleh pertempuran-pertempuran yang masih terjadi.
Pada masa yang kembali memanas ini Menteri Penerangan, Amir Syarifudin secara rahasia memerintahkan DKARI untuk ikut aktif membantu ketentaraan dalam menyelundupkan senjata-senjata dari Jakarta ke daerah pedalaman untuk melengkapi persenjataan pasukan tentara Republik Indonesia. Hal inilah salah satu perjuangan pegawai-pegawai DKARI yang sangat berani. Meskipun para pegawai ini mengetahui akan digeledah di Stasiun Kranji oleh Belanda, mereka tetap berjuang untuk menyelundupkan senjata-senjata tersebut.
Selain untuk menyelundupkan senjata, perkeretaapian juga dimanfaatkan untuk mengangkut korban pertempuran. Kereta-kereta penumpang diubah menjadi kereta-kereta yang dapat digunakan untuk melayani para korban pertempuran yang harus dioperasi. Kereta-kereta dan gerbong-gerbong tersebut dipakai sebagai unit operasi mobil dan ditempatkan di pos Palang Merah Indonesia darurat di stasiun kereta api Tenjo di sebelah barat stasiun Parung Panjang.
Semakin gencarnya aksi militer Belanda mengakibatkan jaringan penting kereta api jatuh ke tangan Belanda. Bahkan di pulau Sumatera Belanda sudah menguasai kota-kota penting seperti Lahat Baturaja dan Palembang. Akibatnya, praktis kereta api hanya melayani kepentingan militer.
Pada tanggal 19 Desember 1948 Belanda menyerang dan menguasai ibukota Republik Indonesia Yogyakarta. Beberapa lintas DKARI pun terputus. Perjalanan menggunakan kereta api harus dilakukan pada malam hari karena serangan musuh sangat gencar. Parahnya, pemerintah Belanda akhirnya menguasai perkeretaapian.
Kereta Api Sebagai Alat Juang
1. Alat Transportasi Kepindahan Ibukota Ke Yogyakarta
Karena sejak akhir Oktober 1945 situasi di Jakarta semakin gawat akibat tindakan Serdadu NICA, maka diputuskan bahwa Presiden, Wakil Presiden, dan beberapa Menteri kecuali Perdana Menteri dan Menteri Luar Negeri terpaksa harus dipindah ke daerah yang cukup aman yaitu ke Yogyakarta. Kepindahan ini direncanakan pada awal Januari 1946 dengan menggunakan kereta api.
Pada tanggal 1 Januari 1946 Kepala Eksploitasi Barat, Sugandi mendapat perintah untuk menghadap presiden guna membicarakan kepindahan tersebut. Dalam pembicaraan tersebut ditegaskan agar kepindahan Presiden, Wakil Presiden, beserta beberapa menteri ke Yogyakarta harus benar-benar dirahasiakan. Dalam pelaksanaannya keamanan perjalanan sepenuhnya diserahkan kepada pihak DKARI.
Lewat pukul 18.00 WIB pada tanggal 3 Januari 1946 kereta dengan semua pintu dan jendela tertutup bergerak langsir ke Manggarai, lanjut ke arah barat melewati terowongan Pasar Rumput dan berhenti di Pegangsaan tepat di belakang rumah Bung Karno. Penerangan tidak digunakan agar naiknya rombongan ke dalam kereta tidak terlihat oleh pihak lain.
Setelah rombongan Presiden berada dalam kereta, Sugito memberikan aba-aba berangkat tidak dengan peluit melainkan dengan kata ‘oke’ dan dengan nada pelan. Para petugas kereta api meneruskan aba-aba tersebut secara berantai kepada masinis, Husein. Kereta bergerak perlahan ke arah timur Menuju Stasiun Manggarai dan Jatinegara. Sampai di Stasiun Jatinegara kereta berjalan seperti gerak langsir melalui lintasan yang diapit oleh barikade.
Setelah melewati stasiun Jatinegara gerak kereta dipercepat. Di Stasiun Kranji terlihat serdadu NICA berjaga. Namun rupanya mereka tidak mengira akan ada kereta lewat sehingga mereka bersikap acuh. Selepas Stasiun Bekasi kereta berjalan dengan kecepatan penuh karena sudah berada di luar wilayah yang dikuasai musuh. Lampu kereta dinyalakan dan beberapa jendela dibuka. Tanggal 4 Januari 1946 Kereta Luar Biasa (KLB) Presiden tiba di Yogyakarta dengan selamat.
2. Alat Transportasi Pengungsian
Kota-kota besar di pulau Jawa dan Sumatera telah diduduki oleh tentara Belanda sehingga terjadi pengungsian penduduk ke kota-kota lain. Di masa ini kereta api menjadi sarana angkutan yang paling diandalkan untuk mengungsi.
3. Alat Transportasi Konferensi Pamong Praja Solo
Pada tanggal 6 Februari 1946 pemerintah RI mengadakan konferensi pamong praja seluruh Indonesia di Solo. Untuk menghadiri acara tersebut Perdana Menteri Sutan Syahrir meminta kepada pimpinan DKARI untuk menyediakan kereta guna mengangkut rombongan perdana menteri dari Jakarta ke Solo.
4. Alat Transportasi Inspeksi Panglima Besar Sudirman Ke Jawa Barat
Setelah Belanda menyatakan akan mendatangkan 27 Batalyon ke Indonesia maka tanggal 7 Juni 1946 pemerintah RI mengumumkan bahwa seluruh Jawa dan Madura dinyatakan dalam keadaan bahaya. Maka pada akhir Juni 1946 Panglima Besar Jenderal Sudirman mengadakan inspeksi ke daerah Jawa Barat. Perjalanan tersebut menggunakan kereta api luar biasa atau KLB. Kunjungan ini bersifat militer yaitu kunjungan ke pusat-pusat kesatuan tentara dan tempat-tempat perjuangan di Jawa barat terutama yang terlewati lintasan kereta api.
5. Alat Transportasi Utusan Pemerintah Kerajaan Belanda
Pada tanggal 7 September 1946 juru bicara Konsulat Jenderal Inggris di Jakarta menyatakan kepada pers bahwa pasukan Sekutu (Inggris) akan meninggalkan Indonesia pada tanggal 30 November 1946 karena tugasnya sudah dianggap selesai. Sehubungan dengan hal tersebut maka tanggal 14 September 1946 pemerintah kerajaan Belanda mengirim komisi Jenderal ke Indonesia di bawah pimpinan Dr Koets. Karena pada saat itu kondisi pertikaian antara Indonesia dengan Belanda sudah mencapai tahap penyelesaian, maka pemerintah Indonesia memutuskan untuk membantu kelancaran misi kerajaan Belanda itu dengan menyediakan angkutan kereta api.
6. Alat Transportasi Panglima Besar Sudirman Ke Jakarta
Menjelang berakhirnya tugas pasukan Inggris di Indonesia, mereka menawarkan menjadi penengah atas pertikaian Indonesia dan Belanda. Inggris mengusulkan adanya gencatan senjata, sehingga pada tanggal 9 sampai 14 Oktober 1946 dibentuk Komite Gencatan Senjata. Kereta api turut memainkan perannya sebagai pengantar rombongan Panglima Besar Sudirman dari Yogyakarta ke Jakarta untuk menghadiri perundingan gencatan senjata serta untuk berkeliling ke pos pejuang dan tentara agar selalu siap siaga. Kesiap siagaan diperlukan meskipun dalam masa gencatan senjata karena pihak Belanda tetap melakukan tindakan licik yaitu mendatangkan bantuan tentara ke Indonesia.
Kompas/Dudi Sudibyo
Suadi mengawal Jenderal Sudirman waktu bergerilya pada tahun 1948
7. Alat Transportasi Sutan Syahrir Ke Yogjakarta
Kereta api juga memegang peranan penting bagi pertemuan Sutan Syahrir dengan Presiden di Yogyakarta. Dari hasil pertemuan itu, Presiden memutuskan untuk mengirim Sutan Syahrir ke dewan keamanan PBB di Amerika.
8. Penyebaran Uang Republik Indonesia Ori
Dua bulan setelah proklamasi kemerdekaan tepatnya tanggal 30 Oktober 1945, pemerintah Indonesia untuk pertama kalinya menerbitkan Oeang Republik Indonesia (ORI). Semula ORI dicetak oleh percetakan Balai Pustaka di Jakarta. Namun Jakarta kemudian dikuasai oleh Belanda sehingga percetakan ORI dilanjutkan di pedalaman seperti Yogyakarta, Surakarta, Malang, dan Ponorogo. DKARI berperan mengedarkan ORI ke pelosok-pelosok di sepanjang jalur kereta api yang dimulai pada bulan November 1946. Pendistribusian ini dilakukan secara rahasia, hanya pejabat tertentu, pegawai bank, kondektur kereta api, dan petugas pengawal yang mengetahuinya.
9. Alat Transportasi Perlengkapan Perjuangan
Selain berguna untuk mengangkut para pejuang perang, kereta api juga sangat bermanfaat untuk mengangkut perlengkapan perjuangan seperti persenjataan. Gerbong kereta api dimodifikasi sedemikian rupa agar dapat menciptakan ruangan tersembunyi yang cukup untuk menyimpan peralatan perang.
Di bengkel stasiun manggarai sebuah gerbong kereta api direkayasa sedemikian rupa, menciptakan dinding palsu yang berjarak 0,75 m dari dinding asli sehingga menciptakan ruangan tersembunyi yang cukup untuk menyimpan barang perlengkapan perjuangan.
Agar kedua dinding palsu itu tidak terlihat, ruangan gerbong selebihnya diisi dengan karung-karung kosong dan juga dibuat surat angkutan kiriman dinas yang menyatakan bahwa gerbong karung kosong tersebut dimaksudkan untuk mengangkut beras.
1950-1959: Masa Konsolidasi dan Rehabilitasi
Pada akhir tahun 1949 satu tahap perjuangan bangsa Indonesia tercapai yaitu diakhirinya konflik senjata, serta diakuinya kemerdekaan dan kedaulatan bangsa Indonesia oleh pemerintah kerajaan Belanda. Hal ini sampai setelah seluruh kekuatan TNI dikerahkan melalui strategi perang gerilya dan sistem pertahanan wilayah dalam menghadapi aksi militer Belanda, serta perjuangan diplomatik melalui Konferensi Meja Bundar pada November 1949.
Konferensi Meja Bundar menyepakati terbentuknya Republik Indonesia Serikat (RIS). DKARI yang dikuasai Republik Indonesia terpaksa harus bergabung dengan perusahaan kereta api yang dikuasai oleh kolonial Belanda baik tenaga kerjanya, kelengkapannya, maupun kelembagaannya. Bergabungnya DKARI dengan perusahaan kereta api Belanda membuat namanya diubah menjadi Djawatan Kereta Api (DKA).
Kompas/Kartono Ryadi
Beberapa petugas membenahi jalur kereta Jatinegara – Kota, agar bisa dilalui lagi kereta listrik. Sejak 1965 jalur ini memang sudah tidak digunakan. Akibatnya, kabel penghantar arus banyak yang karatan. Untuk itulah beberapa petugas dilengkapi dengan kereta dorong, tangga dan gerinda mulai membersihkan kabel-kabel tersebut
Setelah melewati masa perjuangan dan masa tak menentu selama revolusi kemerdekaan, perkeretaapian Indonesia harus melakukan konsolidasi dan rehabilitasi untuk menyembuhkan luka-luka akibat revolusi kemerdekaan itu. Dunia perkeretaapian pun melakukan perbaikan dan pemeliharaan prasarana dan sarana yang mengalami kerusakan dan terbengkalai selama zaman pendudukan militer Jepang dan masa revolusi kemerdekaan. Proses Ini membutuhkan persiapan kembali sumber daya manusia organisasi dan administrasi agar kereta api tetap melaksanakan tugasnya sebagai alat angkut orang dan barang yang vital.
1960-1965: Kereta Api di Tengah Politik Negeri
Setelah masa konsolidasi dan rehabilitasi yang panjang, pada tahun 1959 hingga 1965 politik di Indonesia mengalami gejolak. Indonesia diwarnai gerakan komunis dan pemberontakan di daerah-daerah, dunia perkeretaapian pun turut terguncang dan menjadi salah satu korban di zaman tersebut. Namun, berkat kegigihan dan keuletan berbagai pihak di perusahaan kereta api selama periode konsolidasi dan rehabilitasi maka perkeretaapian tetap bisa beroperasi sebagai alat angkut. Di sisi lain, banyak sarana dan prasarana kereta api seperti lokomotif kereta atau gerbong dan juga suku cadang, serta peralatan lainnya yang rusak dan dikorbankan.
Kompas/JB Suratno
Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) Pelita IV ini akan melakukan rehabilitasi besar-besaran, tidak cuma dalam soal pengadaan gerbong dan pelayanan yang lebih baik, tetapi juga rehabilitasi bantalan rel. Bantalan kayu yang mempunyai daya tahan paling tinggi 20 tahun secara bertahap diganti oleh bantalan beton yang lebih kuat dan tahan lama.
Perusahaan Kereta Api DKA yang belum sepenuhnya perusahaan milik negara karena kala itu digabung dengan perusahaan-perusahaan swasta oleh Belanda menjadi DKA. Namanya kemudian diubah menjadi Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) berdasarkan PP nomor 22 tahun 1963.
Dalam mempertahankan perkeretaapian sebagai alat angkut orang dan barang selama 20 tahun pasca kemerdekaan 1945 sampai 1965 banyak sekali kendala yang dihadapi di dunia perkeretaapian di Indonesia. Tak jarang kendala itu sangat sulit. Beberapa kendala dalam dunia perkeretaapian sepanjang 20 tahun itu antara lain:
- Kekurangan tenaga ahli dan tenaga terampil akibat disingkirkannya mereka terutama orang Belanda oleh militer Jepang.
- Kekurangan dana yang memadai baik untuk biaya pemeliharaan perbaikan dan pembaharuan prasarana dan sarana maupun biaya untuk meningkatkan sumber daya manusia.
- Mundurnya produksi perkebunan dan pabrik serta kegiatan ekonomi lainnya yang semula menjadi andalan Sumber penghasilan kereta api juga rendahnya tingkat pendapatan masyarakat
- Sangat sulitnya diperoleh suku cadang dan bahan-bahan bagi pemeliharaan dan perbaikan prasarana dan sarana kereta api
- Gangguan keamanan akibat terjadinya pemberontakan di daerah-daerah seperti Aceh Sumatera Barat Jawa Barat dan lainnya.
Perusahaan Negara Kereta Api (PNKA) yang dibentuk di tahun 1963 akhirnya diubah menjadi Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) pada tahun 1971, lalu diubah menjadi Perusahaan Umum Kereta Api (PERUMKA) di tahun 1991. Kemudian, menjadi PT Kereta Api Indonesia (PT KAI) dari tahun 1998 hingga sekarang. (LITBANG KOMPAS)
Artikel terkait
Referensi
- Sejarah: Peran KA di Masa Kemerdekaan. KOMPAS, 31 Agustus 2005.
- Kereta Api dan Kewajiban Angkutan Publik. KOMPAS, 14 Mei 2001.
- Kereta api “Tempo Doeloe”. KOMPAS, 18 Oktober 1976.
-. (1997) Sejarah Perkeretaapian Indonesia: Jilid 2. Angkasa: Bandung.
Laman PT KAI: Sejarah Perkeretaapian
Penulis
Agustina Rizky Lupitasari
Editor
Santi Simanjuntak
Artikel terkait