Paparan Topik | Politik dan Demokrasi

Keterwakilan Menteri Perempuan dalam Kabinet dari Masa ke Masa

Perempuan cenderung lebih peka terhadap isu-isu yang sering luput dalam pemerintahan. Sayangnya, keterwakilan perempuan dalam kabinet sejak Indonesia merdeka hingga kini terbilang masih kecil.

KOMPAS/MAWAR KUSUMA WULAN

Para menteri dari Kabinet Indonesia Maju berfoto bersama sebelum Sidang Kabinet Paripurna yang dipimpin Presiden Joko Widodo dan dihadiri Wakil Presiden Maruf Amin, Rabu (9/8/2023), di Istana Negara, Jakarta. Sidang kabinet yang berlangsung tertutup ini membahas tentang Nota Keuangan dan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2024.

Fakta Singkat

Keterwakilan Menteri Perempuan

  • S.K Trimurti terpilih sebagai Menteri Perburuhan sekaligus menteri perempuan pertama dalam kabinet era Orde Lama.
  • Dalam sejarah pemerintahan, porsi menteri perempuan terbanyak ada di Kabinet Kerja yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo dengan sembilan orang.
  • Keterwakilan perempuan dalam kabinet dari Indonesia merdeka hingga kini masih terbilang kecil.

Menurut sejarah, setelah kemerdekaan pemerintahan bangsa Indonesia mengalami beberapa periode yang dibagi menjadi tiga, yakni Orde Lama, Orde Baru, dan Reformasi. Namun, proporsi perempuan di kabinet sejak Indonesia merdeka hingga kabinet Merah Putih terbilang masih kecil.

Pada masa pemerintahan Orde Lama, proporsi keterwakilan perempuan dalam kabinet hanya mencapai dua persen. Pada masa ini, keterwakilan perempuan dalam kabinet dimulai sejak pemerintahan periode tahun 1947-1948, saat S.K Trimurti terpilih sebagai Menteri Perburuhan.

Dalam Kabinet Dwikora I yang berlangsung tahun 1964-1966, hanya ada dua orang menteri perempuan yang menjabat sebagai Menteri Sosial dan Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan.

Pada era Orde Baru, proporsi peran perempuan mencapai 7,5 persen dalam Kabinet Pembangunan IV yang berlangsung tahun 1983-1988 dan Kabinet Pembangunan VII mencapai 7,7 persen. Dengan keterwakilan tiga perempuan yang menjabat sebagai Menteri Sosial dan Menteri Muda Urusan Peranan Wanita.

Pada masa pemerintahan pascareformasi, Kabinet Kerja yang dipimpin Presiden Joko Widodo memiliki porsi menteri perempuan terbanyak dalam sejarah pemerintahan. Dari total 34 kementerian, sembilan (26 persen) kementerian dipimpin oleh menteri perempuan.

Dalam pemerintahan presiden sebelumnya, rata-rata hanya ada 2-3 perempuan yang duduk dalam kabinet. Kehebatan, ketelitian, ketangguhan, dan kesiapan dalam bekerja menjadi alasan Presiden Joko Widodo menunjuk sembilan menteri perempuan dalam kabinet yang dipimpinnya.

Berbeda dengan pemerintahan Joko Widodo, dalam Kabinet Merah Putih yang dipimpin oleh Presiden Prabowo Subianto proporsi menteri perempuan hanya 2,4 persen. Dari total 48 kementerian, hanya lima kementerian yang dipimpin oleh menteri perempuan.

Proporsi perempuan di kabinet ini mencakup satu petahana dari pemerintahan Presiden Joko Widodo dan empat pendatang baru. Meskipun dalam Kabinet Merah Putih ada tambahan 56 wakil menteri, namun rasio keterwakilan perempuan juga hanya diwakili delapan orang saja (14 persen).

Keterwakilan perempuan dalam kabinet menunjukkan komitmen yang kuat terhadap peran kunci perempuan dalam tujuan pembangunan berkelanjutan.  Perempuan sering membawa perspektif, pengalaman, dan pendekatan yang berbeda dalam menangani masalah. Seperti isu-isu kesehatan, pendidikan, hak-hak keluarga, dan kesejahteraan sosial.

Tak hanya itu, representasi perempuan yang lebih tinggi di kabinet juga dapat memberikan inspirasi terhadap generasi muda perempuan. Hal ini dapat mendorong partisipasi mereka dalam politik dan pemerintahan.

Dengan meningkatkan jumlah perempuan dalam kabinet, pemerintah tidak hanya mencerminkan prinsip kesetaraan, tetapi juga memperkuat kemampuan dalam merespons kebutuhan masyarakat dengan cara lebih beragam, efektif, dan inklusif.

Perempuan dinilai lebih peka terhadap isu-isu yang sering terabaikan. Dengan kehadiran perempuan dalam kekuasaan diharapkan dapat meningkatkan kepercayaan publik terhadap pemerintahan.

KOMPAS/ALIF ICHWAN

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Amalia Sari, Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Mari Elka Pangestu, dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Armida Alisjahbana (dari kiri ke kanan) berfoto bersama di bawah foto mantan Presiden Megawati Soekarnoputri sebelum acara pelantikan menteri dan wakil menteri baru di Istana Negara, Jakarta, Rabu (19/10/2011).

Orde Lama

Pemerintahan Orde Lama yang berlangsung sejak Indonesia merdeka hingga tahun 1966 di bawah kepemimpinan Presiden Soekarno dan Mohammad Hatta sebagai Wakil Presiden mengalami beberapa kali perubahan susunan kabinet. Pada era Orde Lama ini, keterwakilan perempuan dalam kabinet dimulai sejak pemerintahan periode tahun 1947-1948, untuk pertama kali S.K Trimurti terpilih sebagai Menteri Perburuhan.

Kemudian pada periode 1962-1966, Rusiah Sardjono terpilih sebagai Menteri Sosial sebagai satu-satunya perempuan dalam pemerintahan. Menyusul Artati Marzuki Sudirdjo yang menjabat sebagai Menteri Pendidikan Dasar dan Kebudayaan tahun 1964-1966.

Pada periode 24 Februari-28 Maret 1966, Presiden Soekarno memecahkan rekor dengan jumlah anggota kabinet terbanyak. Hal ini berlangsung dalam Kabinet Dwikora II yang dijuluki sebagai Kabinet Seratus Menteri terdiri dari 132 menteri. Akan tetapi, tak ada satu pun perempuan yang menjabat menteri dalam kabinet tersebut.

Dari sekian banyak jabatan menteri yang ada di pemerintahan era Orde Lama, hanya tiga perempuan yang berhasil mengambil peran dan tanggung jawab.

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi, dari kiri, Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan Fahmi Idris, Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, Menteri Koordinator Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, serta Staf Khusus Presiden Johan Budi saat memberikan keterangan kepada wartawan di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis (10/3). Pemerintah berkomitmen menjaga kesinambungan BPJS Kesehatan serta program KIS, KIP, dan program lain.

Orde Baru

Lahirnya Orde Baru diawali dengan dikeluarkannya Surat Perintah 11 Maret 1966 (Supersemar) oleh Presiden Soekarno kepada Letjen Soeharto. Supersemar menjadi titik awal berkembangnya kekuasaan Orde Baru.

Perombakan kabinet juga sering terjadi pada pemerintahan Orde Baru setelah Soeharto resmi diangkat sebagai presiden pada tanggal 27 Maret 1968. Masa jabatan Presiden Soeharto berlangsung hingga tahun 1998.

Pada pemerintahan yang dipimpin oleh Presiden Soeharto untuk pertama kalinya pula terbentuk Kementerian Urusan Peranan Wanita atas rekomendasi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Lasijah Soetanto menjadi Menteri Muda Urusan Peranan Wanita pertama, yang menjabat sejak tahun 1978 hingga 1987. Kemudian perannya digantikan oleh Anindyati Sulasikin Murpratomo hingga tahun 1988. Menteri Sosial dijabat oleh Nani Soedarsono. Pada periode 1983-1988, untuk pertama kalinya dalam kabinet terdapat tiga perempuan yang menjabat sebagai menteri.

Pada periode 1988-1993, hanya dua perempuan yang menjadi perwakilan dalam kabinet. Anindyati Sulasikin Murpratomo kembali berhasil menjabat sebagai Menteri Muda Urusan Peranan Wanita dan Haryati Soebadio yang ditunjuk sebagai Menteri Sosial.

Seperti pada periode sebelumnya, pada periode 1993-1998 juga hanya dua perempuan yang berhasil mengambil peran penting dalam kabinet. Endang Kusuma Inten Soeweno sebagai Menteri Sosial dan Mien Sugandhi sebagai Menteri Muda Urusan Peranan Wanita.

Pada akhir masa jabatan Presiden Soeharto hingga pertengahan tahun 1998 sebelum mengundurkan diri, dalam Kabinet Pembangunan VII ada tiga wakil perempuan. Yang pertama Justika Sjarifudin Baharsjah sebagai Menteri Pertanian, kedua Siti Hardiyanti Rukmana sebagai Menteri Sosial dan ketiga Tutty Alawiyah A.S sebagai Menteri Negara Peranan Wanita.

Proporsi perempuan dalam pemerintahan masih kecil sama seperti Orde Baru. Namun pada periode 1983-1988 dan akhir masa jabatan Presiden Soeharto Mei 1998 terdapat tiga perempuan yang mengambil peran penting dalam kabinet.

Reformasi

Masa reformasi yang berlangsung sejak tahun 1998, dimulai dari kepemimpinan presiden BJ Habibie yang menggantikan Presiden Soeharto yang mengundurkan diri. Pada era reformasi ini, Presiden B.J. Habibie membuat reformasi besar-besaran di sistem pemerintahan.

Pada era kepemimpinan Presiden B. J. Habibie yang berlangsung selama periode 1998-1999, ada dua perempuan yang mewakili Kabinet Reformasi Pembangunan. Tutty Alawiyah A.S sebagai Menteri Negara Peranan Wanita dan Justika Sjarifudin Baharsjah sebagai Menteri Sosial.

Pada masa pemerintahan Presiden K.H. Abdurrahman Wahid (1999-2001), juga hanya ada dua menteri perempuan. Erna Witoelar sebagai Menteri Permukiman dan Pengembangan Wilayah dan Khofifah Indar Parawansa sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan/Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN).

Saat Indonesia untuk pertama kali dipimpin oleh presiden perempuan yaitu Megawati Soekarnoputri pada periode 2001-2004, jumlah perwakilan perempuan juga hanya dua orang dari 33 jabatan yang tersedia. Rini M.S Soewandi sebagai Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan Sri Redjeki Sumaryoto sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan.

Namun dalam kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono selama dua periode 2004-2014, tercatat ada enam menteri perempuan yang diangkat dari 36 jabatan yang tersedia. Periode pertama 2004-2009 dalam Kabinet Indonesia Bersatu ada tiga keterwakilan perempuan.

Sri Mulyani Indrawati memiliki dua peran penting sebagai Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Plt) dan Menteri Keuangan, Mari Elka Pangestu sebagai Menteri Perdagangan dan Meutia Farida Hatta Swasono sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan.

Pada periode kedua kepemimpinan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tahun 2009-2014, Mari Elka Pangestu terpilih kembali menjadi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Endang Rahayu Sedyaningsih sebagai Menteri Kesehatan, Linda Amalia Sari sebagai Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan, Armida Alisjahbana sebagai Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas.

Sementara itu, di era kepemimpinan Presiden Joko Widodo selama dua periode, pada awal Kabinet Kerja tercatat sembilan menteri perempuan yang diangkat. Sedangkan pada Kabinet Indonesia Maju jumlah menteri perempuan lebih sedikit yakni hanya enam orang. Kabinet Kerja merupakan kabinet dengan jumlah perwakilan perempuan terbanyak.

Pada kabinet yang dipimpin oleh Presiden Joko Widodo, ada tiga sosok perempuan yang  dipercaya menjabat selama dua periode. Sosok pertama Retno L.P Marsudi sebagai Menteri Luar Negeri, sosok kedua Sri Mulyani Indrawati sebagai Menteri Keuangan, dan sosok ketiga Siti Nurbaya sebagai Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan.

Pada 20 Oktober 2024, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan para menteri dalam kabinetnya yang bernama Kabinet Merah Putih, di Istana Merdeka, Jakarta. Dari 48 menteri yang ada di dalam Kabinet Merah Putih, terdapat lima menteri perempuan.

Di bidang Ekonomi, Sri Mulyani Indrawati kembali dipercaya menjadi Menteri Keuangan. Kepiawaiannya dalam mengelola kebijakan fiskal diharapkan mampu menjaga stabilitas ekonomi Indonesia, terutama di tengah dinamika global yang menantang.

Di bidang komunikasi dan media, Meutya Hafid dipercaya sebagai Menteri Komunikasi dan Digital. Sebagai mantan jurnalis, politisi Partai Golkar ini memiliki rekam jejak di bidang politik dan komunikasi.

Di bidang birokrasi, Rini Widyantini yang memulai kariernya dari internal Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi (PANRB) dianggap memiliki kemampuan dan pengalaman mumpuni. Kariernya semakin cemerlang sejak 2022 bertugas sebagai Sekretaris Kementerian PANRB. Sehingga, ia dipercaya sebagai Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB).

Putri Wardhani yang dikenal sebagai pengusaha sukses ditunjuk sebagai Menteri Pariwisata. Ia memiliki latar belakang pendidikan dan keluarga yang mumpuni di bidang pertambangan melalui berbagai perusahaan seperti PT Indika Energy Tbk hingga Teladan Group.

Arifatul Choiri Fauzi dikenal sebagai aktivis sosial yang juga menjabat sebagai Sekretaris PP Muslimat NU. Ia dipilih untuk menjabat sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Arifatul dianggap membawa perspektif kuat tentang pemberdayaan perempuan dan pembangunan berkelanjutan dalam lingkup komunitas muslim di Indonesia.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Suasana jalannya upacara pelantikan menteri oleh Presiden Joko Widodo di Istana Negara, Jakarta, Rabu (23/10/2019). Hari itu, Presiden mengumumkan susunan kabinet pemerintahannya yang diberi nama Kabinet Indonesia Maju.