Paparan Topik

Hari Toleransi Internasional

Hari Toleransi Internasional diperingati setiap 16 November untuk mengingatkan dunia terhadap pentingnya nilai-nilai toleransi dalam kehidupan sosial.

KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO

Ibu-ibu pengajian pulang dari Masjid Al-Azhar yang dibangun dengan dinding yang sama dengan Gereja Kalimantan Evangelis (GKE) Nasaret, Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Senin (16/12/2019). Gereja dan masjid satu dinding ini menjadi salah satu simbol kerukunan umat beragama di Kalteng.

Fakta Singkat

Hari Toleransi Internasional:

  • Penetapan oleh PBB: Hari Toleransi Internasional ditetapkan oleh Majelis Umum Perserikatan Bangsa – Bangsa (PBB) pada tahun 1996.
  • Latar Belakang: Peringatan ini muncul sebagai respons terhadap berbagai konflik rasial dan budaya.
  • Deklarasi Prinsip Toleransi: UNESCO mengadopsi Deklarasi Prinsip Toleransi pada tahun 1995.
  • UNESCO-Madanjeet Singh Award: UNESCO juga memberikan penghargaan setiap dua tahun kepada individu atau organisasi yang berkontribusi dalam mempromosikan toleransi dan non-kekerasan. 

Resolusi 51/95 menyoroti pentingnya toleransi sebagai landasan untuk perdamaian dan kemajuan sosial, mendorong negara-negara anggota untuk mempromosikan pemahaman antarbudaya, menghargai keberagaman, dan menolak diskriminasi. Resolusi tersebut bertujuan untuk memperkuat kerja sama dalam memerangi intoleransi melalui pendidikan dan kampanye kesadaran di seluruh dunia.

Resolusi tersebut kemudian diikuti oleh Deklarasi Prinsip – Prinsip tentang Toleransi yang diadopsi oleh negara-negara anggota UNESCO pada tahun 1995. Deklarasi tersebut menekankan bahwa toleransi bukan sekadar sikap pasif, melainkan suatu kewajiban untuk menghormati dan menghargai keragaman budaya, agama, dan pandangan hidup.

Hari Toleransi Internasional bertujuan untuk mengingatkan dunia akan nilai-nilai toleransi dalam kehidupan sosial. Toleransi bukan hanya soal menerima perbedaan, tetapi juga menghormati hak asasi dan kebebasan mendasar setiap individu. Melalui peringatan ini, diharapkan masyarakat dapat lebih menghargai keberagaman yang ada.

Peringatan ini juga mendorong masyarakat mengembangkan rasa hormat terhadap keragaman budaya dunia. Deklarasi Prinsip-Prinsip Toleransi UNESCO menegaskan bahwa toleransi bukan hanya sebuah sikap pasif, tetapi melibatkan komitmen aktif untuk menghormati orang lain. Dengan mengakui bahwa setiap individu memiliki hak dan kebebasan yang sama, peringatan ini mengajak kita untuk membangun dunia yang lebih harmonis.

Selain itu, Hari Toleransi Internasional bertujuan mencegah terjadinya konflik dan diskriminasi. Intoleransi sering kali memicu kekerasan dan marginalisasi kelompok tertentu, sehingga toleransi perlu diajarkan dan dilestarikan. Melalui pengembangan sikap saling menghormati, masyarakat dapat bersama-sama menciptakan lingkungan yang aman dan adil bagi semua.

Secara keseluruhan, Hari Toleransi Internasional berfungsi sebagai momentum penting untuk mengingatkan dunia akan pentingnya menghormati perbedaan. Melalui peringatan ini, masyarakat global didorong untuk memperkuat sikap saling menghormati, bekerja sama dalam keragaman, dan membangun dunia yang damai, inklusif, serta harmonis bagi setiap orang.

KOMPAS/KRISTIAN OKA PRASETYADI

Para peserta aksi solidaritas antarumat beragama bersiap di depan Katedral Hati Yesus yang Mahakudus Makassar, Sulawesi Selatan, pada perayaan Minggu Paskah (4/4/2021). Aksi itu adalah respons terhadap serangan teror bom bunuh diri yang terjadi pekan lalu.

Nilai Toleransi di Indonesia

Di Indonesia, nilai-nilai toleransi merupakan landasan penting dalam kehidupan bermasyarakat dan tercermin dengan jelas dalam semboyan nasional, “Bhinneka Tunggal Ika.” Semboyan ini, yang berarti “Berbeda-beda tetapi tetap satu”, menggambarkan keberagaman luar biasa yang ada di negeri ini, berbagai suku, agama, bahasa, dan budaya yang hidup berdampingan. Toleransi, sebagai nilai inti, menjadi kunci utama dalam menjaga persatuan dan keharmonisan di tengah-tengah perbedaan tersebut.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Wijaksono (2023) dalam artikel berjudul “Ethnic and Religious Tolerance in Indonesia,” faktor yang memengaruhi sikap toleransi di Indonesia mencakup lokasi tempat tinggal, pendidikan, usia, dan interaksi sosial. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang tinggal di perkotaan dan memiliki pendidikan tinggi cenderung lebih toleran. Hal ini dikarenakan tingginya tingkat interaksi sosial di perkotaan, yang mempertemukan masyarakat dari berbagai latar belakang dan memperkuat sikap saling menerima perbedaan.

Namun, tantangan terhadap toleransi di Indonesia masih ada, terutama terkait dengan isu agama dan politik. SETARA Institute melaporkan bahwa diskriminasi dan kebijakan yang diskriminatif masih sering terjadi, khususnya terhadap minoritas agama di beberapa wilayah. Sementara itu, kebencian dan intoleransi sering kali meningkat pada periode pemilu, ketika perbedaan agama dan suku digunakan untuk kepentingan politik.

Toleransi juga terbentuk dari interaksi yang aktif antar masyarakat. Individu yang sering berinteraksi dengan orang yang berbeda agama atau suku memiliki sikap lebih terbuka dalam menerima pemimpin atau teman dari latar belakang berbeda. Dengan adanya komunikasi yang terjalin baik antar komunitas, pada akhirnya membentuk harmoni sosial.

SETARA Institute mempublikasikan Indeks Kota Toleransi 2023 yang mengukur kinerja kota dalam mengelola keberagaman, toleransi, dan inklusi sosial dengan melibatkan pemerintah dan masyarakat. Menggabungkan hak konstitusional, standar HAM internasional, dan tata kelola inklusif, IKT bertujuan mendorong kebijakan toleransi yang inklusif, pencegahan intoleransi, dan kolaborasi dalam keberagaman.

Dalam laporan tersebut, SETARA Institute melakukan pemeringkatan 94 kota di Indonesia. Kemudian merilis 10 kota dengan skor toleransi tertinggi dan 10 kota dengan skor toleran terendah. Kota Singkawang menjadi kota dengan skor toleransi tertinggi, sedangkan Kota Depok menjadi kota dengan skor toleransi terendah.

Dalam penilaiannya, Indikator Kota Toleran mencakup integrasi dalam RPJMD, ketiadaan kebijakan diskriminatif dan peristiwa intoleransi, dinamika masyarakat sipil, pernyataan dan tindakan nyata pemerintah kota, serta heterogenitas agama dan inklusi sosial keagamaan. Setiap indikator diberi bobot persentase berbeda yang digabungkan untuk menentukan nilai akhir kota toleran.

KOMPAS/DIAN DEWI PURNAMASARI

Anak-anak muda dari berbagai latar belakang berkumpul dan berbuka bersama di Vihara Dharma Jaya “Sin Tek Bio” Pasar Baru, Jakarta Pusat, Minggu (20/5/2018). Mereka sengaja mengadakan buka bersama di tempat ibadah agama lain sebagai simbol toleransi dan merawat keberagaman di Indonesia.

Keberhasilan Singkawang dalam membangun toleransi mendapat perhatian dan apresiasi, tidak hanya di Indonesia tetapi juga dari komunitas internasional. Kota ini telah menjadi model dalam mewujudkan harmoni sosial melalui kebijakan inklusif dan tata kelola yang baik.

Grafik:

 

INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO

Kota Singkawang terus mempertahankan posisinya sebagai Kota Toleran nomor satu di Indonesia, membuktikan bahwa kebinekaan dapat dikelola dengan kuat dan konsisten. Keberhasilan Singkawang dalam membangun toleransi mendapat perhatian dan apresiasi, tidak hanya di Indonesia tetapi juga dari komunitas internasional. Kota ini telah menjadi model dalam mewujudkan harmoni sosial melalui kebijakan inklusif dan tata kelola yang baik.

Keberhasilan ini didorong oleh kepemimpinan politik yang tegas, birokrasi yang solid, dan peran aktif para pemimpin sosial dalam menanamkan nilai-nilai toleransi. Singkawang terus mengedepankan inklusi sosial, sehingga seluruh elemen kota merasa bertanggung jawab dalam menjaga keberagaman. Di tingkat internasional, Singkawang bahkan telah menjadi juru bicara toleransi, menegaskan komitmen kotanya dalam memperjuangkan perdamaian dan kerukunan.

Grafik:

 

INFOGRAFIK: ALBERTUS ERWIN SUSANTO

Di sisi lain, Kota Depok yang sudah tiga tahun berturut-turut menyandang sebagai kota intoleran, dinilai tidak melakukan perubahan. Berdasarkan laporan tersebut, kota-kota yang memiliki skor toleransi rendah stagnan dari tahun sebelumnya.

Kota Depok menghadapi tantangan serius dalam aspek kepemimpinan politik dan birokrasi yang kurang mendukung keberagaman. Kebijakan di Kota Depok masih cenderung mengutamakan kelompok agama mayoritas. Formalisme keberagamaan yang dijalankan melalui berbagai peraturan berbasis agama memperkuat diskriminasi yang terlembaga, sesuai yang pernah disebutkan oleh Komnas Perempuan.

Akibat kebijakan ini, kelompok-kelompok minoritas di Depok sering kali mengalami keterbatasan dalam menjalankan aktivitas keagamaan mereka. Peraturan Wali Kota No. 9 Tahun 2011 tentang Larangan Kegiatan Jemaat Ahmadiyah, misalnya, mengakibatkan penyegelan Masjid Al-Hidayah dan melarang kegiatan Ahmadiyah sejak 2011.

Berlarut-larutnya kebijakan diskriminatif di Depok menciptakan iklim yang kurang kondusif bagi toleransi. Hambatan terhadap pembangunan rumah ibadah, seperti yang dialami jemaat GBI Cinere Bellevue pada 2023, menjadi bukti adanya pembatasan administratif dan sosial.

Toleransi Pilar Keberagaman

Toleransi adalah pilar utama bagi keberagaman Indonesia yang kaya akan suku, agama, dan budaya. Refleksi terhadap pentingnya toleransi bagi bangsa kita menunjukkan bahwa sikap ini tidak hanya memupuk kerukunan, tetapi juga menjaga persatuan di tengah perbedaan yang ada. Toleransi memungkinkan masyarakat Indonesia untuk hidup berdampingan meskipun memiliki latar belakang yang berbeda-beda, dan itulah yang menjadikan Indonesia kuat.

Ke depan, sangat penting bagi kita untuk terus meningkatkan sikap toleransi di setiap lapisan masyarakat. Pendidikan yang mengedepankan penghargaan terhadap keberagaman, kebijakan yang melindungi hak-hak kelompok minoritas, serta inisiatif sosial yang mempererat interaksi antar kelompok, adalah langkah-langkah nyata yang dapat memperkokoh kohesi sosial bangsa ini.

Sebagai warga negara, sudah sepatutnya kita terus menumbuhkan nilai-nilai toleransi dalam kehidupan kita. Menghargai perbedaan, menjaga saling pengertian, serta menjadikan semboyan “Bhinneka Tunggal Ika” sebagai pedoman hidup sehari-hari, adalah langkah konkret yang bisa kita ambil. Dengan cara ini, kita turut berperan dalam mewujudkan Indonesia yang damai, inklusif, dan penuh harmoni. Sebuah bangsa yang meskipun berbeda, tetap teguh dalam persatuan. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Arsip Kompas
  • “Potret Toleransi di Tengah Pluralisme”, Kompas.id, 14 November 2022
  • “Saat Depok Berkali-kali Jadi Kota Intoleran tapi Tak Berbenah, Wali Kota Justru Denial” 13 April 2023
Laporan
Internet
  • “International Day for Tolerance”, UNESCO
  • “International Day for Tolerance: 16 November”, United Nations

Artikel terkait