Paparan Topik | Transportasi

Sejarah Perkeretaapian Indonesia di Masa Pendudukan Jepang

Semasa pendudukan militer Jepang, perkeretaapian Indonesia mengalami masa kemunduran. Demi kebutuhan perang, banyak lintas kereta api dibongkar. Namun, beberapa lintas baru juga dibangun yang pada akhirnya memakan banyak korban jiwa.

Jalur “kereta api kecil” yang menghubungkan Karawang-Rengasdengklok di bagian utara Kabupaten Karawang, Jawa Barat (7/2/1981). Lintas kereta api ini adalah salah satu lintas yang dihilangkan.

Foto: Kompas/Her Suganda.

Fakta Singkat

  • Pendudukan Jepang di Indonesia secara resmi berlangsung sejak Belanda menyerah tanpa syarat pada tanggal 8 Maret 1942 di Kalijati, Subang.

  • Akibat Suasana Perang Dunia semakin genting, sifat perkeretaapian berubah menjadi dinas militer dengan sebutan tetsudo kyoku.

  • Sejak bulan Juni 1942, sepur lebar NISM dipersempit dari lebar 1435 mm menjadi 1067 mm.
  • Penggunaan angkutan kereta api lebih diprioritaskan bagi kepentingan militer Jepang agar menang melawan Sekutu. Akibatnya, perjalanan kereta api tak lagi mengikuti jadwal pasti. 
  • Sebanyak 27 lintas kereta api dibongkar dan 2 lintas kereta api baru dibangun selama pendudukan militer Jepang.  
  • Pembangunan lintas baru dikerjakan dengan mengerahkan tenaga kerja paksa (Romusha) yang memakan banyak korban meninggal dunia.  
  • Setelah didera kekalahan, Jepang mulai mengisi posisi kepegawaian di perkeretaapian Indonesia dengan golongan pribumi hingga sekitar 80.000 orang. 
  • Pada tanggal 7 September 1944, Jepang berjanji akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia di kemudian hari.

Artikel terkait

Pendudukan Jepang di Indonesia secara resmi berlangsung sejak Belanda menyerah tanpa syarat pada tanggal 8 Maret 1942 di Kalijati, Subang. Akibat peristiwa ini, sistem pengelolaan perkeretaapian mengalami perubahan besar-besaran pula.

Pada masa akhir pendudukan Belanda di Indonesia, Staatspoorwegen (SS), perusahaan pemerintah Belanda yang mengelola perkeretaapian, gencar memperbaiki perkeretaapian di Indonesia yang sedang mengalami kemunduran di sisi peralatan dan suku cadang. SS merancang program kerja 10 tahun untuk membenahi hal ini. Selain itu, SS juga meregenerasi personil di pos-pos penting dengan penduduk pribumi. Namun, setelah Jepang resmi menduduki Indonesia, semua rencana dan program pemerintah Belanda atas perkeretaapian di Indonesia gagal.

Pada awal Jepang berkuasa, Jepang mengeluarkan dua dokumen pokok, yaitu nampo senryochi gyosei jisshi yoryo (asas-asas mengenai pemerintahan di wilayah yang diduduki) dan nampo senryochi gunsei jisshi ni kansuru riku-kaigun chou kyotei (persetujuan pokok antara militer di wilayah-wilayah yang diduduki).

Berdasarkan dokumen-dokumen tersebut, pemerintahan atas wilayah-wilayah di Indonesia dibagi sebagai berikut:

Wilayah Sumatera dan Jawa masuk wewenang angkatan darat, yang masing-masing dilaksanakan oleh tentara ke-25. Markas wilayah ini berada di Sumatera. Wilayah Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Nusa Tenggara, dan Irian masuk wewenang angkatan laut. Pemerintah militer oleh Angkatan Laut dijalankan oleh armada ke-3 atau armada wilayah barat daya (nansei homenkantai). Sedangkan aparat pemerintahnya disebut minseifu dengan markas besar di Ujung Pandang. Markas besar ini membawahi 3 aparat pemerintahan (minseibu), yaitu, Kalimantan dengan markas besar di Balikpapan, Malu dan Nusa Tenggara dengan markas besar di Ambon.

Sejalan dengan perubahan struktur pemerintahan di atas, perkeretaapian pun memiliki sistem pembagian wilayah baru. Perkeretaapian di Sumatera dimasukkan ke dalam wilayah perkeretaapian Singapura sehingga hubungannya dengan Pulau Jawa terputus sama sekali. Adapun pembagian wilayah ini antara lain:

  1. Sumatera Selatan (nanbu sumatora tetsudo)
  2. Sumatera Barat (seibu sumatora tetsudo)
  3. Sumatera Utara (kiaya sumatora tetsudo)

Perkeretaapian di Jawa juga dibagi dalam 3 wilayah besar.

  1. Jawa Barat (seibu kyoku)
  2. Jawa Tengah (chubu kyoku)
  3. Jawa Timur (tobu kyoku)

Selanjutnya, tiap-tiap wilayah baik yang ada di Jawa maupun Sumatera dibagi lagi dalam beberapa inspeksi (zimusho) dan tiap-tiap inspeksi dipimpin oleh kepala inspeksi (zimusho-tyo).

Dalam struktur organisasi yang lebih tinggi perkeretaapian dimasukkan dalam jawatan negeri (guisanku) dengan sebutan ryuku shokyoku. Akibat suasana Perang Dunia semakin genting, sifat perkeretaapian berubah menjadi dinas militer dengan sebutan tetsudu kyoku.

Kereta Api sebagai Alat Militer

Dikarenakan sifat perkeretaapian yang berubah menjadi dinas militer, para ahli kereta api Jepang mulai menyeragamkan aturan teknis ketera api menurut tata cara Jepang. Penomoran armada kereta api dilakukan dalam urutan secara menyeluruh, sehingga setelah selesai penataan tersebut tidak dapat dibedakan lagi ciri-ciri peninggalan NIS, SS, SCS, dan lain-lain. Terlebih lagi, sebelum diadakan penomeran di atas, sistem perkeretaapian peninggalan Belanda yang terdiri dari 1 perusahaan milik negara dan 11 perusahaan swasta disatukan dengan kantor pusat di Bandung.

Terhitung sejak bulan Juni 1942 sepur lebar bekas NIS dipersempit dari lebar 1435 mm menjadi 1067mm, yang merupakan ukuran sepur normal di Indonesia. Sedangkan berbagai peralatan bekas milik NIS dipindahkan melalui pelabuhan Tanjung Priok dan Semarang ke tempat lain.

Sesuai dengan sifat pemerintahannya, penggunaan angkutan kereta api diprioritaskan bagi kepentingan militer Jepang untuk perang melawan sekutu. Akibatnya, perjalanan kereta api tidak lagi mengikuti jadwal yang pasti, sehingga sering mengecewakan penumpang. Sementara jalan raya praktis terhenti sama sekali.

Bengkel-bengkel kereta api dibebani pembuatan peralatan militer, selain tugas rutin memperbaiki armada angkutan. Bahkan, gedung-gedung persediaan pembuat kertas dan alat-alat kantor sudah tidak lagi diperuntukkan bagi perkeretaapian semata.

Penghapusan Lintas Lama dan Pembangunan Lintas Baru

Pemerintahan pendudukan militer Jepang juga banyak melakukan penghapusan beberapa lintas lama lalu membangun lintas baru. Dalam bidang instalasi tetap banyak rel pada sepur-sepur simpang dan sepur ganda yang dibongkar. Operasi kereta api pun secara otomatis ditutup.

Beberapa lintas lama yang dihapus atau dibongkar jalan relnya, antara lain adalah:

  1. Bekas NISM
    • Brumbung – Semarangtawang, 15km, dibongkar tahun 1942
    • Palbapang – Sawegalur, 15km, dibongkar tahun 1943
    • Ngaben – Pundung, 27 km, dibongkar tahun 1943
    • Sumari – Gresik, 15 km, dibongkar tahun 1943
    • Purwosari – Boyolali, 109 km, dibongkar tahun 1943
    • Solo – Semarang, 109 km, dibongkar tahun 1942
  2. Bekas SS
    • Ponorogo – Badegan, 17 km, dibongkar tahun 1943
    • Dayeuhkolot – Majalaya, 18 km, dibongkar tahun 1942
    • Rancaekek – Tanjungsari, 12 km, dibongkar tahun 1942
  3. Bekas SJS
    • Mayon – Welahan, 6 km, dibongkar tahun 1942
  4. Bekas SCS
    • Mundu – S. Laut – Lokasari, 40 km, dibongkar tahun 1942
    • Losari – Mundu, 28 km, dibongkar tahun 1943
    • SJS – SCS pelabuhan Semarang, 1 km, dibongkar tahun 1943
  5. Bekas OJS
    • Sepanjang-Krian, 7 km, dibongkar tahun 1943
    • Mojokerto – Ngoro, 34 km, dibongkar tahun 1943
    • Gemakan – Dinoyo, 8 km, dibongkar tahun 1943
    • Mojokerto – Wates, 3 km, dibongkar tahun 1943
  6. Bekas KSM
    • Pesanten – Wates, 14 km, dibongkar tahun 1943
    • Palem – Papar, 14 km, dibongkar tahun 1943
    • Gurah – Kuwarasan, 3 km, dibongkar tahun 1943
  7. Bekas MS
    • Gondanglegi – Dampit, 15 km, dibongkar tahun 1943
    • Gondanglegi – Kepanjen, 17 km, dibongkar tahun 1943
    • Sedayu – Turen, 1 km, dibongkar tahun 1943
  8. Bekas PsSM
    • Pasuruan – Bekasi, 17 km, dibongkar tahun 1943
    • Pasuruan – Bekasi, 2 km, dibongkar tahun 1943
  9. Bekas PbSM
    • Jabung – Pationg, 5km, dibongkar tahun 1943
    • Probolinggo – Sumberkareng, 3 km, dibongkar tahun 1943
Monumen kereta api dan makam pahlawan kerja di kawasan Simpangtiga, Pekanbaru (12/12/2015). Monumen tersebut dibuat untuk mengenang kisah pembangunan jalur kereta api Muaro-Pekanbaru dan para romusha yang menjadi korban kekejaman saat pembangunannya.
Kompas/Totok Wijayanto (TOK)

Sementara itu, beberapa lintas baru yang dibangun pemerintah Jepang antara lain:

  1. Lintas Bayas – Cikara sepanjang 83 km di Jawa Barat yang pembangunannya untuk pabrik pengolahan batu bara.
  2. Lintas Muaro – Pekanbaru di Sumatera sepanjang 220 km yang ditujukan untuk mempercepat angkutan batu bara Sawahlunto melalui Selat Malaka ke Singapura.

Selain digunakan untuk membangun lintas baru di Indonesia, berbagai material kereta api hasil bongkaran banyak juga yang diangkut ke luar negeri. Sebagian diantara bekas material tersebut digunakan untuk membangun jalan rel Thailand – Birma sepanjang 420 km.

Kisah Romusha dalam Perkeretaapian

Pengerjaan penghapusan lintas lama maupun pembangunan lintas baru dilakukan oleh para romusha (kerja paksa zaman pendudukan Jepang) siang dan malam tanpa mengenal waktu. Harga nyawa manusia sudah begitu rendah, sehingga kadang-kadang korban yang berguguran tidaklah dihiraukan.

Beberapa faktor yang menimbulkan kematian antara lain kurangnya makan, terkena penyakit malaria disentri, serta kecelakaan. Kisah sedih seperti memakan tikus, cicak, ular, dan binatang menjijikan lainnya merupakan hal yang biasa untuk menyambung hidup dari hari ke hari. Peristiwa keracunan akibat memakan umbi beracun di hutan kerap terjadi.

Pembangunan berbagai lintas kereta api lintas Muaro-Pekanbaru, misalnya. Pekerjaan lintas ini dilakukan siang malam selama 15 bulan melalui daerah pegunungan, rawa-rawa, dan sungai-sungai deras yang mengakibatkan banyaknya korban meninggal.

KOMPAS, 15 Oktober 2015.

Kisah kekejaman terhadap romusha juga terjadi di penambangan batu bara, antara lain dengan pembuatan lubang- lubang tambang batu bara di Gunung Madur serta pembuatan rel kereta api Bayah-Seketi. Lintas ini dibangun untuk mengangkut batu bara, yang diperkirakan memakan korban kurang lebih 93.000 romusha.

Kepegawaian

Pada masa awal pendudukan militer Jepang, kebanyakan ahli dan pegawai perkeretaapian berkebangsaan Belanda yang tidak mengungsi ke Australia masih dipekerjakan. Langkah ini dilakukan sambil menunggu datangnya tenaga ahli orang Jepang. Saat ahli-ahli Jepang datang, jabatan-jabatan penting segera diisi oleh mereka. Namun, jumlah tenaga dan ahli Jepang yang tiba di Indonesia masih belum mencukupi untuk menggantikan semua tenaga Belanda yang ada, sehingga ada yang harus jatuh ke golongan pribumi.

Sehingga, pada tahun 1942 dan 1943 diadakan penerimaan pegawai secara besar-besaran dari lulusan SMTA dan perguruan tinggi. Bagi para pegawai yang diterima, diberikan latihan yang disebut Kunzensyo serta kursus.  Latihan yang diberikan termasuk latihan untuk menghadapi bahaya saat perang.

Pelaksanaan pengisian posisi yang ditinggalkan para pegawai Belanda berlangsung hingga 1945. Sementara para pegawai dan ahli-ahli kereta api Belanda satu persatu mulai ditawan dan dimasukkan ke kamp-kamp konsentrasi. Bahkan banyak diantaranya yang kemudian dikirim ke berbagai tempat kerja paksa.

Kekalahan Perang Jepang Serta Pengerahan Sumber Daya Manusia Indonesia

Tindakan pemerintah Jepang dalam menerima pegawai dan mengangkat beberapa pegawai orang Indonesia tidak terlepas dari politik Jepang dalam menarik simpati Bangsa Indonesia untuk membantunya dalam Perang Pasifik melawan pihak Sekutu.

Sejak tahun 1943, kedudukan Jepang dalam Perang Pasifik mengalami perubahan. Jepang yang semula menjadi pihak penyerang, berubah menjadi pihak yang bertahan. Pasukan Jepang di beberapa daerah Pasifik dapat dilumpuhkan oleh serangan balasan pihak Sekutu.

Lubang Jepang merupakan sebuah terowongan (bunker) perlindungan yang dibangun oleh tentara Jepang sekitar tahun 1940an untuk kepentingan pertahanan. Perjalanan dimulai dengan menuruni 135 anak tangga, dengan kedalaman mencapai 40 meter di bawah permukaan tanah. Di dalamnya disimpan perbekalan dan peralatan perang tentara Jepang. Panjang terowongan mencapai 1.400 meter dan berkelok, dengan lebar sekitar 2 meter. Diperkirakan puluhan sampai ratusan ribu tenaga kerja paksa atau romusha dikerahkan dari Pulau Jawa, Sulawesi dan Kalimantan untuk menggali terowongan ini.
Kompas/Johnny TG (JPE)

Untuk mempertahankan daerah pendudukan yang begitu luas, Jepang memerlukan dukungan tenaga dan sumber daya lainnya dari daerah pendudukan. Di Indonesia, Jepang mengerahkan golongan pemuda dalam wadah berbagai organisasi baik di pusat maupun di daerah. Organisasi tersebut antara lain:

  1. PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat)
  2. SEINENDAN (Barisan Pemuda)
  3. FUJINKAI (Barisan Wanita)
  4. KEIBODAN (Barisan Pembantu Polisi)
  5. HEIHO (Pembantu Prajurit)
  6. PETA (Tentara Sukarela Pembela Tanah Air)

Keberadaan masyarakat pribudi dalam organisasi-organisasi tersebut dipakai Jepang untuk bertahan dari serangan Sekutu.

Situasi Perkeretaapian Menjelang Berakhirnya Pendudukan Militer Jepang

Pada tanggal 7 September 1944, Jepang berjanji memberikan kemerdekaan kepada Indonesia di kemudian hari. Kekalahan perang membuat Jepang lebih lunak kepada Indonesia. Kekalahan perang pula yang membuat Jepang berada dalam posisi sulit untuk memperoleh bahan bakar batu bara.

Sebelum kekalahan demi kekalahan dialami Jepang, konsumsi batu bara yang diperlukan untuk mengoperasikan perkeretaapian di Indonesia mencapai 450.000 ton per tahun. Bahan bakar didatangkan dari tambang batu bara di Ombilin dan Bukit Asam. Namun, akibat kesulitan kapal pengangkut, pengiriman batu bara terhenti. Sehingga, bahan bakar diganti dengan dengan kayu bakar. Kebutuhan kayu bakar mencapai 900.000 ton per tahun. Tetapi, pengadaannya pun mengalami kesulitan seperti halnya batu bara.

Menjelang berakhirnya kekuasaan Jepang di Indonesia, pegawai kereta api yang berkebangsaan Indonesia mencapai 80.000 orang meskipun mayoritas menduduki jabatan rendah. Baru pada tahun 1945, diangkatlah golongan pribumi sebagai pendamping para pimpinan yang berkebangsaan Jepang.

Referensi

Arsip Harian Kompas
  • Romusha di Mata Saya. KOMPAS, 20 Agustus 1995.
  • Sisa-sisa Romusha dari Pulo Manuk. KOMPAS, 8 Juli 1997.
  • Jaringan KA Sumbar: Peninggalan Belanda yang Awet. KOMPAS, 30 Juni 2000.
  • Pameran Foto Romusa Jan Banning: Satu Menguak Takdir. KOMPAS, 23 Maret 2004.
  • Menyusuri Jejak Romusha di Pulau Manuk. KOMPAS, 7 Agustus 2004.
  • Bayah, Lebih Bergairah pada Batu Bara. KOMPAS, 7 Agustus 2004.
  • Kisah Sisa-sisa Romusha. KOMPAS, 10 Desember 2004.
  • KA di Sumatera, Sejak Dulu Jadi Penopang Ekonomi Pulau Jawa. KOMPAS, 31 Mei 2005.
  • Susur Rel: Naik Lori Inspeksi ke Belawan. KOMPAS, 19 September 2015.
  • Susur Rel: Jejak Tan Malaka di Jalur Saketi-Bayah. KOMPAS, 15 Oktober 2015.
  • Susur Rel: Jalur ”Kantong” Cirebon. KOMPAS, 28 Mei 2016
Buku

–. (1995). Sejarah Perkeretaapian Indonesia: Jilid 1. Angkasa: Bandung.

Penulis
Agustina Rizky Lupitasari

Editor
Santi Simanjuntak