Paparan Topik | Lebaran

Lonjakan Kasus Covid-19 Pasca Libur Lebaran 2021

Terjadi lonjakan kasus Covid-19 setelah periode liburan panjang, termasuk liburan Lebaran 2021. Berbagai upaya ditempuh pemerintah untuk mengatasi lonjakan kasus Covid-19 di Indonesia.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Spanduk yang mempertanyakan fenomena arus mudik dan Covid-19 terpasang di sekitar Bundaran Ciater, Tangerang Selatan, Minggu (23/5/2021). Mulai kembalinya pemudik dari kempung halaman ke sejumlah kota-kota besar pascaLebaran diharapkan tidak membuat kasus Covid-19 meledak.

Fakta Singkat

Lonjakan Kasus Covid-19 Pasca Libur Lebaran 2021

  • Terjadi lonjakan kasus baru Covid-19 yang diikuti kasus kematian baru setelah liburan panjang

Rata-rata kenaikan kasus positif baru mingguan setelah 5 kali liburan panjang 2020 dan 2021:

  • 53,6% (minggu ke-3 setelah liburan)
  • 69% (minggu ke-4 setelah liburan)

Rata-rata kenaikan kasus kematian baru mingguan setelah 5 kali liburan panjang 2020 dan 2021:

  • 37,6% (minggu ke-4 setelah liburan)
  • 67% (minggu ke-5 setelah liburan)

Kenaikan kasus setelah Libur Lebaran 2021:

  • Kasus baru mingguan sebesar 53% (minggu ke-3 setelah liburan)
  • Kasus kematian baru mingguan sebesar 12% (minggu ke-3 setelah liburan)

Tren jumlah kasus Covid-19 di Indonesia menunjukkan lonjakan setelah tiap liburan panjang, termasuk libur lebaran. Hal tersebut disebabkan oleh kenaikan mobilitas penduduk yang terjadi selama liburan panjang. Oleh karena itu, pemerintah menerapkan kebijakan pembatasan pergerakan selama liburan panjang untuk mencegah penularan Covid-19. Secara umum, kebijakan pembatasan pergerakan adalah satu dari berbagai strategi penanganan Covid-19 yang disarankan oleh WHO.

Pada liburan Idul Fitri 2021, pemerintah mengeluarkan kebijakan peniadaan mudik untuk mencegah penyebaran penularan virus Covid-19. Ketentuan ini ditetapkan melalui Surat Edaran Satuan Tugas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021 yang meniadakan mudik dari tanggal 6 hingga 17 Mei 2021.

Kebijakan tersebut didasarkan pada pengamatan pola lonjakan kasus baru positif Covid-19 yang terjadi setelah empat kali libur panjang pada tahun 2020 dan 2021. Angka kenaikan kasus baru setelah liburan panjang tersebut berkisar antara 37 persen hingga 119 persen. Tren lonjakan kasus baru tersebut diikuti pula dengan peningkatan angka kematian.

Presiden Joko Widodo dalam video tertanggal 16 April 2021 yang diterbitkan oleh Sekretariat Kepresidenan RI menjelaskan bahwa keputusan larangan mudik diambil untuk mencegah terjadinya lonjakan kasus positif Covid-19 baru pascaliburan panjang. Lebih dari itu, kebijakan larangan mudik ini juga dimaksudkan untuk menjaga momentum baik penurunan jumlah kasus aktif yang terjadi sejak bulan Februari 2021, dengan angka penurunan dari total kasus aktif 176.672 kasus (per 5 Februari 2021) menjadi 108.032 kasus (per 15 April 2021).

Angka penurunan jumlah kasus aktif tersebut terjadi berkat laju angka kesembuhan yang lebih besar dari laju penambahan kasus aktif baru. Laju penambahan kasus aktif baru pada pertengahan April 2021 berada di kisaran 4.000-6.000 per hari, menurun dari sekitar 14.000-15.000 per hari pada bulan Januari 2021.

Pemerintah ingin mempertahankan tren baik ini dengan pelarangan mudik agar penanganan pandemi Covid-19 di Indonesia semakin baik. Selain itu, pemerintah juga menghindari kasus Covid-19 menjadi parah sebagaimana terjadi di beberapa negara seperti India, Argentina, dan Turki.

Dengan asumsi bahwa infeksi Covid-19 mulai menimbulkan gejala antara 1 hingga 14 hari, akan dibandingkan jumlah kasus baru mingguan dalam kurun waktu dua dan tiga minggu setelah tiap liburan panjang pada 2020 dan 2021. Selain itu, dibandingkan pula angka kematian mingguan yang mengikutinya, yakni tiga dan empat minggu setelah liburan panjang.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Calon penumpang kereta api jarak jauh menunggu keberangkatan di Stasiun Senen, Jakarta Pusat, Rabu (19/5/2021). Penumpang diwajibkan melampirkan surat keterangan bebas Covid-19 dengan tes usap PCR atau tes usap Antigen atau GeNose C19 yang sampelnya diambil maksimal 1×24 jam sebelum keberangkatan. PT Kereta Api Indonesia (KAI) Persero kembali melayani rata-rata 144 kereta api jarak jauh ke berbagai wilayah di Jawa dan Sumatera. Sebelumnya, selama masa larangan mudik, KAI hanya mengoperasikan 19 kereta untuk penumpang dengan tujuan nonmudik. Stasiun Pasar Senen melayani 20 kereta keberangkatan dan melayani penumpang dari dan ke rute Bandung, Cirebon, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur.

Mobilitas selama libur Lebaran 2021

Berdasarkan Surat Edaran Satgas Covid-19 13/2021, pemerintah meniadakan mudik Lebaran 2021 dari tanggal 6 hingga 17 Mei 2021. Akan tetapi, animo masyarakat untuk mudik tetap tinggi. Tingginya animo masyarakat untuk mudik ini tergambar salah satunya hasil survei yang diadakan Kementerian Perhubungan yang menunjukkan bahwa 7 persen dari masyarakat, atau sekitar 18 juta orang, memilih tetap mudik. Tingginya animo masyarakat untuk mudik berpotensi mendorong perubahan kegiatan mudik pada periode sebelum atau setelah pelarangan

Menyadari tingginya animo masyarakat yang ingin mudik, pemerintah pada 21 April 2021 menerbitkan Adendum Surat Edaran Satgas Nomor 13 Tahun 2021. Aturan tambahan tersebut mengatur pengetatan persyaratan pelaku perjalanan dalam negeri selama H-14 (22 April-5 Mei 2021) dan H+7 (18 Mei-24 Mei 2021) dari peniadaan mudik (6-17 Mei 2021). Bahkan, pada 24 April 2021 pemerintah memperpanjang masa berlaku pengetatan tersebut hingga 31 Mei 2021 (sebelumnya hanya sampai 24 Mei 2021).

Pengetatan yang tertera dalam adendum tersebut adalah pengetatan syarat surat keterangan negatif tes Covid-19 baik dengan tes rapid antigen, RT-PCR, maupun GeNose C19. Sampel hasil negatif tes Covid-19 tersebut maksimal diambil dalam kurun waktu 1×24 jam sebelum keberangkatan menggunakan angkutan darat, laut, maupun udara.

Dari adendum tersebut, masyarakat yang diizinkan untuk mudik pada masa libur Lebaran 2021 meliputi empat kelompok. Pertama, ASN, pegawai BUMN, pegawai BUMD, Polri, TNI, dan pegawai swasta yang melakukan perjalanan dinas yang diperlengkapi dengan surat resmi. Kedua, masyarakat yang melakukan kunjungan keluarga yang sakit, kunjungan duka anggota keluarga yang meninggal dunia, ibu hamil dengan satu orang pendamping, ibu yang hendak melahirkan dengan maksimal dua orang pendamping, dan pelayanan kesehatan yang darurat yang dilengkapi dengan surat dari lurah atau kepala desa setempat. Ketiga, pekerja migran Indonesia dan mahasiswa atau pelajar di luar negeri, atau pemulangan orang dengan alasan khusus dari pemerintah sampai ke daerah asal. Keempat, orang dengan kepentingan tertentu nonmudik yang dilengkapi surat keterangan dari kepala desa/lurah setempat.

Dengan peniadaan mudik serta pengetatan sebelum dan setelahnya diharapkan terjadi penurunan mobilitas penduduk sehingga mengurangi potensi penularan Covid-19. Akan tetapi, mobilitas selama peniadaan mudik tetap mengalami kenaikan.

Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Irjen Pol Istiono mencatat bahwa sejak 22 April 2021 kendaraan hingga 31 Mei 2021, kendaraan yang keluar dari Jakarta mencapai 3,4 juta. Selain itu, Ketua Komite Penanganan Covid19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (KPC-PEN) Airlangga Hartarto menyebut bahwa seminggu sebelum lebaran dan empat hari di akhir pekan pada saat lebaran, mobilitas masyarakat di tempat wisata meningkat dengan persentase sebesar 38 hingga 100 persen. Hal ini terjadi terutama di Jakarta, Subang, dan Pangandaran.

Data mobilitas juga dapat dilihat dari pantauan Google Mobility Report sepanjang kurun waktu pelarangan mudik (6-17 Mei 2021). Dengan menggunakan basis nilai tengah mobilitas pada periode 3 Januari hingga 6 Februari 2021 dapat dilihat tren kenaikan dan penurunan mobilitas penduduk ke beberapa kelompok tempat tujuan.

Sepanjang kurun waktu tersebut, mobilitas ke kelompok tempat tujuan seperti stasiun dan terminal cenderung menurun dengan penurunan bervariasi mulai dari -31 persen hingga -43 persen. Demikian juga mobilitas ke tempat kerja cenderung menurun bahkan mengalami penurunan tajam sepanjang 12-15 Mei 2021.

Di sisi lain, terjadi peningkatan mobilitas yang signifikan pada tanggal 10, 11, dan 12 Mei 2021 ke kelompok tempat seperti restoran, kafe, pusat perbelanjaan, museum, dan bioskop. Tren pergerakan ke kelompok tempat tersebut sebelumnya minus, tetapi kemudian bertambah antara 6 hingga 8 persen.

Peningkatan mobilitas selanjutnya terjadi pada tanggal 12 hingga 15 Mei 2021 ke kelompok tempat seperti taman, alun-alun, serta pantai. Pada tanggal tersebut terjadi peningkatan mobilitas antara 15 hingga 32 persen. Sedangkan, peningkatan mobilitas ke kawasan permukiman tampak menonjol terjadi pada tanggal 12 Mei (12%) dan 14 Mei (10%) dari peningkatan sebelumnya yang cenderung berada di bawah 10 persen.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Ramainya kendaraan menuju arah Puncak saat menunggu dibukanya akses keluar Tol Jagorawi, di Gadog, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, ketika diberlakukan arus satu arah dari Puncak ke Jakarta, Sabtu (29/5/2021). Libur akhir pekan yang berdekatan dengan hari libur nasional Peringatan Hari Lahir Pancasila pada Selasa (1/6/2021) membuat kawasan Puncak banyak diserbu wisatawan. Meski pandemi Covid-19 masih berlangsung berkepanjangan, mobilitas warga untuk berwisata pun masih tinggi dengan aturan yang masih longgar. Kemunculan klaster-klaster baru yang berimbas pada peningkatan kembali kasus positif Covid-19 akhir-akhir ini pun terkait dengan masih tingginya mobilitas warga dalam kerumunan.

Mobilitas dan lonjakan kasus setelah libur Lebaran

Dengan peningkatan mobilitas saat libur Lebaran 2021, peningkatan kasus aktif Covid-19 tidak terhindarkan. Data per 1 Juni 2021 yang disampaikan Juru Bicara Satgas Penanganan Covid-19, Profesor Wiku Adisasmito, menunjukkan bahwa terjadi kenaikan kasus aktif baru sebesar 56,6 persen dan kasus kematian sebesar 3,52 persen pada periode dua minggu setelah Idul Fitri.

Satgas Penanganan Covid-19 juga menunjukkan data perbandingan angka lonjakan kasus pada Lebaran 2020 dan 2021 di skala provinsi. Pada tahun 2020, dalam jangka waktu dua minggu pasca Idul Fitri (25 Mei dan 8 Juni), lima provinsi dengan lonjakan kasus tertinggi tertinggi adalah Jawa Tengah (naik 368%), Sulawesi Selatan (naik 280%), Kalimantan Selatan (naik 99%), Jawa Timur (naik 45,36%), dan DKI Jakarta (naik 33,2%).

Sementara pada tahun 2021, dalam jangka waktu dua minggu sebelum dan sesudah Idul Fitri (10 Mei dan 24 Mei), kenaikan tertinggi berada di Jawa Tengah (naik 103%), Kepulauan Riau (naik 103%), Riau (naik 69%), DKI Jakarta (naik 49,5%) dan Jawa Barat (naik 25%).

Akan tetapi, perbandingan antara peningkatan kasus pascaliburan Lebaran 2020 dan 2021 tidak dapat sepenuhnya dijadikan acuan untuk membedakan dampak mobilitas pada kedua periode waktu ini. Hal ini dikarenakan adanya perbedaan jumlah tes Covid-19 pada kedua periode waktu tersebut.

Pada bulan Juni 2020, angka spesimen yang diperiksa berjumlah 16.017, sementara pada bulan Mei 2021 terdapat 68.034 spesimen (hingga 30 Mei). Hal ini memberikan kemungkinan bahwa pada Lebaran 2020 ada lebih banyak kasus yang tidak teridentifikasi. Perbedaan tes Covid-19 membuat dampak mobilitas pada peningkatan kasus Covid-19 lebih tepat bila diperbandingkan pada masing-masing kurun waktu.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Pekerja berjalan menyusuri trotoar menuju tempat kerja di jalan Jenderal Sudirman, Jakarta, Rabu (2/6/2021). Pascakenaikan kasus Covid-19 seusai liburan Lebaran, Pemprov DKI Jakarta memutuskan untuk memperpanjang Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) berskala mikro mulai 1 Juni hingga 14 Juni mendatang. Salah satu aturan yang harus ditaati dalam PPKM berskala mikro tersebut adalah membatasi tempat kerja atau perkantoran dengan menerapkan bekerja dari rumah sebesar 50 persen dan bekerja dari kantor 50 persen. Kebijakan tersebut diharapkan bisa mendukung program pemerintah dalam mengendalikan penyebaran Covid-19.

Tren lonjakan kasus setelah liburan panjang

Lebih jauh, melihat data kasus positif baru dan kasus kematian akibat Covid-19 pasca-lima liburan panjang pada tahun 2020 dan 2021, tampak adanya tren lonjakan kasus setelah liburan panjang. Data yang dihimpun dari laman covid.go.id menunjukkan tren tersebut.

Periode lonjakan kasus baru mingguan yang dilihat adalah minggu ketiga dan minggu keempat setelah periode liburan panjang (minggu 0/basis). Hal tersebut mengikuti asumsi bahwa gejala Covid-19 mulai tampak pada 1-14 hari setelah penularan. Sedangkan periode lonjakan kasus kematian mingguan yang dilihat adalah minggu keempat dan kelima setelah periode libur panjang, mengikuti kesimpulan pemerintah bahwa periode lonjakan kasus akan diikuti dengan periode lonjakan kematian.

Dari data yang diunduh dari Peta Sebaran pada laman Covid.go.id tampak bahwa rata-rata terjadi kenaikan kasus positif baru mingguan sebesar 53,6 persen pada periode minggu ketiga setelah liburan dan 69 persen pada periode minggu keempat setelah liburan.

Pada liburan Idul Fitri 2020, terjadi lonjakan kasus baru mingguan sebesar 49 persen pada periode minggu ketiga setelah liburan dan 60 persen pada periode minggu keempat setelah liburan. Pada liburan Tahun Baru Hijriyah 2020, terjadi kenaikan kasus baru mingguan hingga 71 persen pada periode minggu ketiga setelah liburan dan meningkat lagi menjadi 86 persen (tertinggi) pada periode minggu keempat setelah liburan.

Selain itu, pada liburan panjang (cuti bersama) Maulid Nabi Muhammad 2020 terjadi kenaikan kasus baru mingguan sebesar 32 persen pada periode minggu ketiga pascaliburan dan 59 persen pada periode minggu keempat setelah liburan. Sedangkan, pada libur Natal dan Tahun Baru 2021 terjadi kenaikan kasus baru mingguan sebesar 63 persen pada periode minggu ketiga setelah liburan dan sebesar 71 persen minggu keempat setelahnya.

Terakhir, pada libur Lebaran 2021, terjadi kenaikan kasus baru mingguan sebesar 57 persen pada periode minggu ketiga setelah libur Lebaran (data terakhir yang dapat diperoleh pada waktu penyusunan tulisan ini).

Sementara itu, data persentase lonjakan kasus positif baru mingguan yang ditunjukkan dalam laporan Satgas Penanganan Covid-19 berjudul Lebih Baik Mudik Batal Daripada Jadi Fatal menunjukkan tren lonjakan yang lebih tinggi lagi. Data dalam laporan tersebut menggunakan data perbandingan dalam kurun waktu yang lebih panjang, yakni lebih dari 3-4 minggu setelah liburan. Pengamatan jangka panjang tersebut ternyata menunjukkan tren lonjakan masih dapat berlangsung dan meningkat hingga minggu keempat bahkan setelah masa liburan.

Terkait kasus kematian, data dari Peta Sebaran pada laman Covid.go.id menunjukkan bahwa terdapat rata-rata kenaikan kasus kematian mingguan akibat Covid-19 sebesar 37,6 persen pada minggu keempat setelah liburan dan rata-rata kenaikan sebesar 67 persen pada minggu kelima setelah liburan.

Pada liburan Lebaran 2020, terjadi kenaikan kasus kematian mingguan sebesar 48 persen pada periode minggu keempat pascaliburan dan kenaikan sebesar 159 persen pada minggu kelima pascaliburan (tertinggi). Pada libur Tahun Baru Hijriyah 2020 terjadi kenaikan kasus kematian mingguan sebesar 57 persen pada minggu keempat dan kelima setelah liburan.

Pada libur Maulid Nabi Muhammad 2020, terjadi kenaikan kasus kematian mingguan sebesar 44 persen pada periode minggu keempat dan kelima pascaliburan. Pada libur Natal dan Tahun Baru 2021 terjadi kenaikan kasus kematian mingguan sebesar 27 persen pada minggu keempat pascaliburan dan 8 persen pada minggu kelima pascaliburan.

Terakhir, periode minggu keempat dan kelima setelah liburan Lebaran 2021 belum terjadi saat tulisan ini disusun. Oleh karena itu, digunakan perhitungan minggu ketiga setelah lebaran sebagai gambaran. Pada periode tersebut, terjadi kenaikan kasus kematian mingguan sebesar 12 persen.

Berdasarkan analisis perbandingan kasus mingguan dan kematian mingguan di atas, tergambar adanya lonjakan kasus setelah tiap kali liburan liburan panjang. Lonjakan kasus tersebut kemudian juga diikuti dengan lonjakan angka kematian.

KOMPAS/KRISTI DWI UTAMI

Sejumlah wisatawan duduk berkerumun di Pantai Purwahamba Indah Tegal, Kecamatan Suradadi, Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, Minggu (16/5/2021). Kerumunan masyarakat sudah berulang kali dibubarkan petugas, Namun, kerumunan akan kembali terbentuk saat petugas pergi.

Strategi menangani pandemi Covid-19

Secara umum, kebijakan larangan mudik untuk membatasi mobilitas publik dan meminimalkan kemungkinan penularan Covid-19 sejalan dengan pedoman strategi umum penanganan pandemi Covid-19 dari WHO. Pada 24 Februari 2021, WHO menerbitkan COVID-19 Strategic Preparedness and Response Plan (SPRP 2021). Dokumen tersebut merupakan pedoman untuk koordinasi tindakan yang mesti diambil pada level lokal, nasional, dan global guna menanggapi berbagai tantangan penanggulangan pandemi Covid-19.

Serangkaian pedoman strategi penanganan pandemi Covid-19 pada SPRP 2021 tersebut disusun berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang telah dipelajari dalam penanggulangan pandemi Covid-19 selama tahun 2020. SPRP 2021 juga memberikan pedoman untuk melakukan mitigasi tantangan-tantangan baru yang timbul akibat varian virus Covid-19, serta upaya untuk memajukan tes diagnostik Covid-19 dan vaksinasi yang efektif, aman, sekaligus berkeadilan.

Dalam dokumen SRRP 2021, disebutkan enam sasaran strategis yang perlu diupayakan dalam penanganan pandemi Covid-19. Sasaran pertama adalah menekan kemungkinan penyebaran virus. Pencapaian sasaran ini dilakukan dengan beberapa upaya praktis, yakni pemantauan dan tes kesehatan untuk kasus dugaan penularan, investigasi kluster penularan, pelacakan kontak, karantina, isolasi kasus yang terkonfirmasi atau diduga, serta perlindungan kelompok rentan.

Sasaran kedua adalah meminimalkan kemungkinan terpapar virus, salah satunya dengan melaksanakan praktik kebiasaan tertentu, seperti menjauhi kerumunan, menjaga jarak fisik, menjaga kebersihan tangan, penggunaan masker, hingga perbaikan ventilasi ruangan.

Sasaran ketiga berkaitan dengan upaya melawan berita bohong dan keliru terkait pandemi dan upaya penanganannya. Kemampuan publik menangkal informasi salah ini dapat diupayakan dengan pengelolaan informasi seputar pandemi, komunikasi dan pemberdayaan komunitas-komunitas, pengayaan ekosistem informasi daring dan luring dengan pedoman kesehatan yang berkualitas dan berdasar pada sains, serta pengembangan akses informasi tersebut.

Sasaran keempat adalah perlindungan bagi kelompok rentan melalui vaksinasi. Hal ini dilakukan dengan berbagai kegiatan, seperti penjaminan ketersediaan vaksin di semua lapisan masyarakat; komunikasi, implementasi, dan pemantauan program vaksinasi; membangun penerimaan masyarakat; pengaturan kelompok prioritas; serta pertimbangan kesetaraan gender dan keadilan untuk memastikan tidak ada kelompok yang tersisihkan.

Sasaran kelima ialah minimalisasi tingkat bahaya kematian dari pasien tertular Covid-19. Hal ini diupayakan dengan diagnosis dini dan pelayanan kesehatan yang berkualitas, penguatan sistem kesehatan dan para tenaga kesehatan,mengatasi hambatan-hambatan yang menghalangi orang untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, serta vaksinasi bagi kelompok-kelompok prioritas.

Sasaran keenam berkaitan dengan usaha mempercepat akses yang berkeadilan kepada alat-alat penanganan penularangan Covid-19 seperti vaksin, alat diagnostik dan terapi, juga keamanan dalam pengalokasian dan penggunaannya.

Larangan mudik Lebaran 2021 menjadi satu dari serangkaian hal yang diupayakan pemerintah seturut pedoman WHO untuk menangani pandemi Covid-19. Dalam hal ini larangan mudik lebaran merupakan kebijakan yang diambil untuk meminimalkan kemungkinan penyebaran virus Covid-19 sesuai sasaran pertama dan kedua dalam SPRP 2021.

KOMPAS/TATANG SINAGA

Kerumunan antrean pengunjung di depan pintu masuk Kebun Binatang Bandung, Kota Bandung, Jawa Barat, Minggu (16/5/2021).

Tindak lanjut pascalibur Lebaran 2021

Satgas Penanganan Covid-19 menegaskan bahwa meningkatnya jumlah kasus pasca-Idul Fitri harus diikuti kesiagaan pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan masyarakat dalam menghadapi potensi lonjakan.

Salah satu konsekuensi penting dari potensi lonjakan kasus tersebut adalah peningkatan pada keterisian tempat tidur atau bed of ratio (BOR) di rumah sakit rujukan Covid-19 yang akan memengaruhi akses fasilitas kesehatan bagi masyarakat. Sebagai contoh, data dari Satgas Penanganan Covid-19 Provinsi Jawa Tengah menunjukkan bahwa lonjakan usai libur panjang yang terjadi di Jawa Tengah disertai dengan lonjakan BOR dengan angka peningkatan hingga 90 persen.

Guna meredam dampak lonjakan penularan Covid-19 pascalibur Lebaran 2021, Satgas Penanganan Covid-19 Pusat mengimbau masyarakat yang pulang bepergian untuk melakukan karantina mandiri selama 5×24 jam. Di samping itu, pemerintah juga menerapkan kembali Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) di tingkat kabupaten/kota dan kelurahan/desa untuk periode 1-14 Juni 2021. Kebijakan ini dilaksanakan di 34 provinsi, dengan empat provinsi tambahan dari penerapan kebijakan serupa sebelumnya, yakni Provinsi Gorontalo, Maluku, Maluku Utara, dan Sulawesi Barat.

Meningkatnya bahaya penularan Covid-19 kali ini bukan hanya disebabkan oleh peningkatan mobilitas pascaliburan panjang, melainkan juga karena kemunculan varian baru virus korona. Satgas Penanganan Covid-19 telah mengumumkan bahwa berdasarkan Whole Genome Sequencing (WGS) varian mutasi virus penyebab Covid-19 telah terdeteksi sebarannya hampir di seluruh pulau di Indonesia, terutama di Pulau Jawa, yakni varian B117 yang pertama terdeteksi di Inggris, B1351 yang pertama terdeteksi di Afrika Selatan, B11281 atau P1 yang terdeteksi di Brazil dan Jepang, serta B1617 yang terdeteksi di India. Beberapa varian tersebut sejauh ini ditengarai lebih mudah menular dan dapat memengaruhi efikasi vaksin, mengingat bahwa semua vaksin yang ada masih menggunakan virus dari varian yang ditemukan di Wuhan, Tiongkok.

Untuk memantau perkembangan penanganan pandemi ini, selain data perkembangan kasus aktif Covid-19, kasus aktif baru, pasien sembuh, dan kasus kematian akibat Covid-19, perkembangan penanganan situasi Covid-19 dapat pula dilihat melalui data monitoring kepatuhan protokol kesehatan tingkat nasional.

Data tersebut dihimpun dari laporan real-time personel TNI, POLRI, dan data perubahan perilaku menggunakan aplikasi perubahan perilaku yang tersambung dengan sistem digital Bersatu Lawan Covid-19 – Satu Data Covid-19 Nasional. Laporan tersebut dikirimkan dari monitoring titik-titik kerumunan yang mencakup pasar, tempat wisata, jalan umum, tempat olahraga publik atau Ruang Publik Terpadu Ramah Anak (RPTRA), rumah dan wilayah permukiman, restoran atau kedai, perkantoran, mal, stasiun bandara, terminal, sekolah, dan tempat lainnya. Analisis dibuat per minggu berdasarkan tingkat provinsi dan kabupaten/kota.

Data monitoring kepatuhan protokol kesehatan pada 30 Mei 2021 menunjukkan bahwa pada seminggu pengamatan sebelum laporan diterbitkan, terdapat 53 kabupaten/kota (dari total 352) atau 15,06 persen yang memiliki tingkat kepatuhan memakai masker kurang dari 60 persen (persentase dari total sampel pemantauan, tingkat <60% merupakan tingkat kepatuhan terburuk). Selain itu, terdapat 54 kabupaten/kota atau 15,34 persen memiliki tingkat kepatuhan antara 61-75 persen. Selanjutnya, terdapat 100 kabupaten/kota atau 28,41 persen memiliki tingkat kepatuhan antara 76-90 persen. Sedangkan, sejumlah 145 kabupaten/kota atau 41,19 persen memiliki tingkat kepatuhan mencapai lebih dari 90 persen.

Selain data kepatuhan memakai masker, protokol lain yang dipantau adalah protokol menjaga jarak dan menghindari kerumunan. Laporan monitoring pada 30 Mei 2021 menunjukkan bahwa sejumlah 55 kabupaten/kota atau 15,63 persen memiliki tingkat kepatuhan di bawah 60 persen. Selanjutnya, sejumlah 47 kabupaten/kota atau 13,35 persen dengan tingkat kepatuhan antara 61-75 persen. Sejumlah 95 kabupaten/kota atau 26,99 persen dengan tingkat kepatuhan antara 76-90 persen. Serta, sejumlah 155 kabupaten/kota dengan tingkat kepatuhan antara 44,03 persen.

Gambaran tingkat kepatuhan protokol kesehatan di tiap daerah serta lonjakan kasus setelah liburan Lebaran 2021 membutuhkan penanganan lebih lanjut. Pembatasan mobilitas, test Covid-19, disiplin 5M, vaksinasi, hingga PPKM merupakan berbagai upaya pemerintah yang sudah berjalan baik dan perlu terus dilakukan. Selain itu, diperlukan juga peningkatan berbagai tindakan lain mengikuti imbauan WHO di atas, misalnya meningkatkan kegiatan pelacakan kontak hingga kerja sama antarwilayah. (LITBANG KOMPAS)

Referensi