KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Peziarah membaca Al Quran di bawah tiang penyangga Masjid Agung Sunan Ampel, Surabaya, Jawa Timur, Minggu (14/9/2008). Masjid yang dibangun R Ahmad Rahmatullah, atau yang dikenal sebagai Sunan Ampel, pada tahun 1421 Masehi ini ramai dikunjungi peziarah saat Ramadhan.
Di Indonesia masih banyak ditemui masjid-masjid tua yang terawat dan terjaga kondisi bangunannya. Masjid-masjid tersebut merupakan peninggalan bersejarah masuknya dan penyebaran Islam di nusantara. Sebagai tempat ibadah dan syiar agama Islam, pembangunan masjid pun dilakukan dengan berdaptasi terhadap keberagaman budaya dan tradisi yang sudah terlanjur melekat pada masyarakat Indonesia kala itu tanpa meninggalkan fungsi dari masjid itu sendiri. Hal ini bisa dilihat dari arsitektur bangunan masjid yang sebagian besar masih dipengaruhi gaya arsitektur kerajaan-kerajaan Hindu di nusantara, Islam, Jawa, China, Arab, dan daerah lokal itu sendiri.
Masjid Menara Kudus misalnya, masjid ini memiliki menara berbentuk candi bercorak Hindu Majapahit yang diperuntukkan sebagai menara azan. Selain itu ada ornamen-ornamen seperti piring-piring China, Gerbang Kori Agung seperti gerbang pada bangunan Hindu, dan Pancuran Wudhu Kuno yang berbentuk arca kepala sapi dimana sapi merupakan hewan yang diagung-agungkan oleh umat Hindu. (Masjid Menara Kudus: Kesinambungan Arsitektur Jawa-Hindu dan Islam, Kompas, 15 Juni 2003).
Selain sebagai tempat ibadah, kompleks masjid ada kalanya juga dijadikan makam tokoh penggagas atau pendiri dari masjid tersebut. Di kompleks Masjid Agung Ampel misalnya, terdapat makam Sunan Ampel yang selalu ramai dikunjungi peziarah sehingga kawasan Ampel berkembang menjadi kawasan wisata religi. Karena bernilai sejarah juga, masjid-masjid tua di Indonesia beberapa juga sudah ditetapkan sebagai cagar budaya oleh Pemerintah.
Berikut catatan beberapa Masjid-masjid Tua di Indonesia yang diambil dari Arsip Kompas:
- Masjid Raya Baiturrahman
Lokasi: Kota Banda Aceh, Aceh
Ensiklopedia Islam Indonesia menyebut Masjid Raya Baiturrahman dibangun oleh Sultan Alaiddin Mahmud Syah I pada tahun 1291. Namun, ada juga sumber yang menyatakan masjid tersebut dibangun oleh Sultan Iskandar Muda pada tahun 1614 ketika Kerajaan Brunei Darussalam berada dalam masa keemasannya. Masjid ini pernah beberapa kali mengalami perubahan dan pembangunan. Masjid yang direnovasi pada tahun 2015 itu kini memiliki wajah baru dengan tujuh kubah, lima menara termasuk satu menara utama di halaman depan masjid. Selain itu juga memiliki 12 payung elektrik, lantai marmer, lokasi parkir bawah tanah, dan tumbuhnya puluhan pohon kurma.
Masjid Baiturrahman * Desain (Kompas, 30 Januari 2005 halaman 33)
Foto: Masjid Raya Baiturrahman (Kompas, 31 Mei 2017 halaman 1)
- Masjid Layur
Lokasi: Jalan Layur, Semarang Utara, JawaTengah
Masjid Layur disebut juga Masjid Menara karena memiliki menara setinggi 13 meter yang terletak di bagian depan masjid. Bentuk menara yang menyerupai mercusuar itu tidak ditemukan di masjid lain di Jawa. Masjid tua ini dibangun tepat di pinggir aliran Kali Semarang pada 1802 oleh pemuka agama Islam dari Hadramaut, Yaman.
Foto: Masjid Menara (Kompas, 12 Juni 2018 halaman 20
Foto: Suasana Lengang Masjid Layur (Kompas, 30 April 2020 halaman 5)
KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Suasana lengang tampak di Masjid Layur, salah satu masjid tua di Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (29/4/2020). Masjid yang dibangun tahun 1802 ini dikenal dengan sebutan Masjid Menara Kampung Melayu. Aktivitas keagamaan di masjid tersebut dibatasi saat pandemi Covid-19.
- Masjid Al-Anshor
Lokasi: Jalan Pengukiran II, Pekojan, Tamansari, Jakarta Barat
Masjid Al-Anshor yang artinya pendatang didirikan oleh orang Moor (kaum
Muslim dari Gujarat, Hejaz, dan Bengali, India) pada 1648. Bangunan asli berukuran 10×10 meter kemudian diperluas menjadi dua lantai dan berada di tengah permukiman padat nan sempit. Karena mengalami beberapa kali renovasi, kecantikan asli masjid tinggal tampak pada teralis kayu yang dibubut berbentuk komposisi susunan oval, kotak, dan cincin. Masjid ini adalah salah satu masjid tertua yang masih berdiri di Jakarta dan ditetapkan sebagai cagar budaya dan dilindungi undang-undang di bawah pengawasan Dinas Museum dan Sejarah DKI Jakarta.
Al-Anshor, Masjid Pendatang * Riwayat Kota (Kompas, 28 Juni 2018 halaman 19)
- Masjid Agung Sumenep
Lokasi: Sumenep, Jawa Timur
Masjid dikenal juga dengan nama Masjid Jamik Sumenep atau Masjid Panembahan Somala. Masjid dibangun pada masa pemerintahan Adipati Sumenep Pangeran Natakusuma I atau yang dikenal Panembahan Somala (1762-1811). Pembangunannya dimulai tahun 1781. Arsitek masjid adalah Lauw Pia Ngo, seorang keturunan Tionghoa, sehingga arsitekturnya dipengaruhi budaya China yang dapat dilihat dari ukiran-ukiran dan dominasi ragam hias di masjid dengan warna merah, kuning, dan hijau.
Wisata Sumenep: Dari Asta Tinggi sampai Cemara Udang (Kompas, 16 Januari 2015 halaman 34)
- Masjid Bayan Beleq
Lokasi: Desa Bayan, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat
Masjid dibangun pada abad ke-17, di mana Islam mulai masuk ke Lombok. Berukuran 10 x 10 meter, dindingnya rendah dari anyaman bambu. Atapnya berbentuk tumpang disusun dari bilah- bilah bambu. Fondasi lantai yang tinggi dibuat dari susunan batu-batu kali. Lantai masjid dari tanah liat ditutupi tikar buluh. Empat tiang utama penopang masjid dari kayu nangka berbentuk silinder. Di tiang atap masjid tergantung bedug kayu. Masjid kuno ini telah menjadi situs purbakala dan dilindungi. Masyarakat tidak lagi menggunakan masjid kuno ini tetapi menggunakan masjid baru yang jauh lebih luas dengan bangunan lebih modern.
Lintas Timur-Barat: Jejak Masuknya Islam ke Lombok (Kompas, 26 Oktober 2005 halaman 3)
KOMPAS/YUNAS SANTHANI AZIS
Desa Bayan, Lombok Barat, 80 kilometer arah utara Mataram, ibu kota Nusa Tenggara Barat, tidaklah berbeda dengan banyak wilayah pedesaan di Indonesia. Yang membedakan adalah bangunan kecil bersahaja dari bambu di desa itu yang menjadi penanda masuknya Islam ke pulau tersebut. Itulah Masjid Bayan Beleq.
- Masjid Al-Hilal Katangka
Lokasi: Jalan Sheikh Yusuf, Kelurahan Katangka, Somba Opu, Gowa, Sulawesi Selatan
Masjid dibangun pada tahun 1603 pada masa pemerintahan Raja Gowa XIV I Mangarangi Daeng Manrabbia atau yang kemudian bergelar Sultan Alauddin. Sultan Alauddin adalah Raja Gowa pertama yang memeluk Islam dan mendukung penyebarannya ke seluruh Sulawesi Selatan. Selain sebagai pusat peribadatan dan syiar Islam, masjid juga berfungsi sebagai benteng pertahanan semasa perang. Arsitektur bangunan masjid seluas 144 meter persegi, memiliki dinding dengan ketebalan 1,2 meter. Di gapura kecil mimbar terdapat ornamen kaligrafi berbahasa Makassar. Terdapat empat pilar utama masjid yang mengadopsi gaya bangunan Eropa, sehingga secara keseluruhan arsitektur masjid memadukan gaya arsitektur Tiongkok, Eropa, Jawa, dan lokal Sulawesi Selatan.
Masjid Katangka: Saksi Perjalanan Islam di Sulawesi * Lebaran 2015 (Kompas, 11 Juli 2015 halaman 3)
Tonggak Syiar Islam di Sulawesi Selatan (Kompas, 15 Oktober 2007 halaman 3)
KOMPAS/MOHAMAD FINAL DAENG
Seorang bocah memasuki Masjid Tua Katangka di Kelurahan Katangka, Kecamatan Somba Opu, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, Rabu (1/7/2015). Masjid itu didirikan tahun 1603 pada masa Raja Gowa XIV I Mangarangi Daeng Manrabbia atau Sultan Alauddin dan merupakan salah satu tonggak awal perjalanan Islam di Sulawesi Selatan.
- Masjid Agung Ampel
Lokasi: Kelurahan Ampel, Kecamatan Semampir, Surabaya, Jawa Timur
Masjid Agung Ampel dibangun pada tahun 1421 oleh Raden Achmad Rachmatullah atau yang dikenal dengan sebutan Sunan Ampel. Bangunan masjid mempunyai tiang jati penyangga masjid yang jumlahnya 16 buah dengan panjang 17 meter dan lebar 0,4 meter tanpa sambungan. Masjid ini merupakan peninggalan penting Sunan Ampel yang sekaligus menandai berkembangnya agama Islam di Jawa Timur melalui sejarah Wali Sanga. Di kompleks masjid terdapat makam Sunan Ampel yang selalu ramai oleh para peziarah. Selain itu terdapat pula perkampungan Arab yang berkembang menjadi kawasan wisata religi. Pada bulan Ramadhan, pengunjung semakin ramai untuk berdoa, berziarah, dan beriktikaf di masjid.
Beriktikaf Berharap Berkah *Liputan Khusus – Idul Fitri 1423 H (Kompas, 28 November 2002 halaman 41)
Mesjid Agung Sunan Ampel, Wisata Religi Tanpa Tiket (Kompas, 25 Januari 1998 halaman 18)
Sunan Ampel, Bedug, Masjid, dan Syiar Islam *Box: Kirab Festival Istiqlal II (Kompas, 19 September 1995 halaman 20)
- Masjid Saka Tunggal
Lokasi: Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Banyumas, Jawa Tengah
Masjid Saka Tunggal, yang artinya hanya bertiang satu, konon dibangun tahun 1288 Masehi yang dapat diketahui dari angka yang terpahat di salah satu sisi saka tunggal, yakni 8821. Angka tarikh tersebut dibaca terbalik sehingga terbaca 1288. Pendiri masjid ini adalah Mbah Mustolih. Tidak jelas dari mana Mbah Mustolih berasal. Namun, warga sekitar masjid meyakini bahwa dialah pendiri masjid dan orang yang kali pertama menyebarkan Islam di Cikakak. Terlepas kebenaran tahun pendiriannya, hingga saat ini Masjid Saka Tunggal belum kehilangan sama sekali wajah aslinya. Bedanya, gebyok kayu dan gedek bambu yang semula menjadi dinding masjid ini telah diganti dengan tembok. Salah satu tampilan asli masjid ini yang belum hilang adalah saka tunggal di tengah-tengah bangunan masjid. Saka tunggal tersebut dibuat dari galih kayu jati berukir motif bunga warna-warni.
Masjid Saka Tunggal: Jejak Islam pada Masa Hindu (Kompas, 13 September 2008 halaman 36)
KOMPAS/MOHAMAD BURHANUDIN
Sejumlah jamaah sedang bersiap mengikuti solat Jumat di Masjid Saka Tunggal yang terletak di Desa Cikakak, Kecamatan Wangon, Banyumas, Jawa Tengah, Jumat (5/9/2008). Masjid yang dibangun tahun 1288 Masehi itu masih berdiri kokoh hingga kini dan diperkirakan menjadi salah stau masjid tertua di Indonesia.
- Masjid Agung Demak
Lokasi: Desa Kauman, Demak, Jawa Tengah
Masjid Agung Demak dibangun oleh Raden Fatah dan Wali Songo pada tahun 1479. Masjid ini mempunyai kekhasan berupa empat saka guru atau tiang penyangga yang terbuat dari kayu jati setinggi 16,30 meter. Keempat saka guru itu dibangun Sunan Bonang, Ampel, Gunung Jati, dan Kalijaga. Selain itu, Masjid Demak berhiaskan pula porselen-porselen dari China yang diyakini sebagai pemberian Putri Campa, ibunda Raden Fatah. Adapun pintu masuk masjid konon merupakan pintu kotak sangkar petir yang ditangkap Ki Ageng Sela.
Wisata Religi: Berziarah dan Napak Tilas Demak, Nagari Para Wali (Kompas, 25 Juli 2011 halaman 8)
- Masjid Agung Sang Cipta Rasa
Lokasi: Kelurahan Kesepuhan, Kecamatan Lemahwungkuk, Cirebon, Jawa Barat
Masjid dibangun sekitar tahun 1480 yang diprakarsai oleh Sunan Gunung Jati, pemimpin Cirebon dan pendirian masjid dipimpin oleh Sunan Kalijaga. Itulah sebabnya masjid yang ditopang kayu jati ini kerap disebut Masjid Wali Sanga. Berdinding bata dengan lantai terakota berwarna merah tua, Masjid Agung Sang Cipta Rasa lebih mencerminkan pengaruh arsitektur Jawa dan bangunan dari masa Majapahit dan menjadi bukti akulturasi Islam, Hindu, dan Jawa. Keunikan yang ada di masjid ini adalah setiap hari jumat ada kumandang azan pitu atau tujuh muazin azan bersama dengan khotbah berbahasa Arab. Tradisi khotbah berbahasa Arab sudah ada sejak ratusan tahun lalu.
Mihrab: Sang Cipta Rasa, Warisan Wali Sanga * Liputan Lebaran 2017 (Kompas, 30 Juni 2017 halaman 2)
KOMPAS/JUMARTO YULIANUS
Jemaah meninggalkan Masjid Agung Sang Cipta Rasa di kompleks Keraton Kasepuhan Cirebon, Jawa Barat, seusai melaksanakan shalat Id pada Idul Fitri 1 Syawal 1436 H, Jumat (17/7/2015). Shalat Id di Masjid Agung Sang Cipta Rasa diikuti sekitar 5.000 jemaah dan berlangsung khidmat.
- Masjid Sultan Suriansyah
Lokasi: Kecamatan Kesehatan, Banjarmasin Utara, Banjarmasin, Kalimantan Selatan
Masjid dibangun pada tahun 1526, pada masa pemerintahan Sultan Suriansyah (1526-1550), Raja Banjar yang pertama masuk Islam. Masjid yang dibangun di tepi Sungai Kuin ini berupa bangunan kayu berarsitektur tradisional Banjar kaya akan ukiran, dengan konstruksi bangunan panggung dan beratap sirap tiga tingkatan. Pada bagian mihrab, masjid ini memiliki atap sendiri yang terpisah dengan bangunan induk. Menjadi salah satu situs cagar budaya, masjid telah beberapa kali dipugar, namun nuansa kekunoan Masjid Sultan Suriansyah tetap terjaga.
Kampung Halaman: Banjarmasin, Kota Seribu Masjid * Lebaran 2015 (Kompas, 21 Juli 2015 halaman 2)
- Masjid Menara Kudus
Lokasi: Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kudus, Jawa Tengah.
Masjid yang bernama resmi Masjid Al Aqsa Manarat Qudus dibangun oleh Sunan Kudus pada tahun 1549 yang merefleksikan hasil akulturasi kebudayaan Hindu-Jawa dengan Islam. Masjid berbentuk unik karena memiliki menara yang serupa bangunan candi. Menara terdiri atas tiga bagian, yakni kaki, badan, dan puncak. Kaki dan badan menara diukir dengan corak Jawa Hindu, sedangkan bagian puncak yang berupa atap tajug ditopang empat batang soko guru. Sekeliling bangunan dihias piring-piring biru dengan lukisan masjid, manusia dengan unta, dan pohon kurma berjumlah 20 buah.
Mihrab: Masjid Kudus yang Membumi * Liputan Lebaran 2017 (Kompas, 21 Juni 2017 halaman 2)
- Masjid Agung Banten
Lokasi: Kawasan Banten Lama, Kota Serang, Banten
Masjid didirikan pada tahun 1566 oleh Sultan Maulana Jusuf, putra Sultan Maulana Hasanudin. Memiliki bentuk atap menyerupai trapesium bertingkat dan bersusun lima, dilengkapi bangunan menara setinggi 23 meter yang hingga kini berdiri tegak dan menjadi salah satu cirinya. Untuk mencapai puncak menara, setiap pengunjung harus melewati lorong kecil yang hanya cukup dilalui satu orang dan kemudian menaiki 88 anak tangga.
Puncak-puncak Bangunan Masjid (Kompas, 8 April 2001 halaman 15)
- Masjid Mantingan
Lokasi: Desa Mantingan, Kecamatan Tahunan, Jepara, Jawa Tengah.
Masjid dibangun pada tahun 1559 atas inisiatif Sultan Hadlirin, seorang utusan dari Aceh, yang dalam perjalanan waktu menjadi suami Ratu Kalinyamat. Nuansa Hindu tampak dalam ukiran sulur-sulur yang membingkai aksara-aksara Jawa yang mirip sulur pada candi-candi di Jawa. Konstruksi atap masjid itu juga serupa dengan struktur rumah Jawa dengan ditopang soko guru atau empat tiang, atap bersusun tiga, dan terdapat serambi. Masjid juga memiliki gapura yang mirip Gapura Candi Bentar pada zaman Majapahit.
Ibadah: Merayakan Keindahan Keberagaman (Kompas, 27 Agustus 2010 halaman 54)
Wisata Religi * Pesona Masjid Menara dan Mantingan (Kompas, 25 Juli 2011 halaman 9)
KOMPAS/ALBERTUS HENDRIYO WIDI
Seorang peziarah shalat di Masjid Mantingan, Desa Mantingan, Kecamatan Tahunan, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah, Rabu (18/8/2010). Masjid peninggalan Ratu Kalinyamat dan Sultan Hadlirin yang dibangun pada tahun 1559 tersebut memadukan arsitektur Jawa, Islam, China, dan Hindu.
- Masjid Agung Mataram
Lokasi: Desa Jagalan, Banguntapan, Bantul, Yogyakarta
Masjid Agung Mataram Kotagede dibangun pada masa Panembahan Senopati, leluhur raja-raja Yogyakarta dan Surakarta, tahun 1575-1601. Menurut warga, masjid dibangun Ki Ageng Pemanahan. Arsitektur masjid mencerminkan akulturasi Islam, Hindu, dan Jawa. Gapura-gapura batu paduraksa berukir raksasa mengelilingi masjid, menyerupai gapura di candi-candi. Konon, bentuk paduraksa itu wujud toleransi Sultan Agung pada pemeluk Hindu dan Buddha, yang turut membangun masjid. Masjid berbentuk limasan dan ornamen hiasan menunjukkan kekhasan bangunan tradisional Jawa. Di dalam masjid terdapat bedug berusia ratusan tahun dan masih difungsikan setiap shalat Jumat dan hari besar agama Islam. Bedug berdiameter 85 sentimeter itu hadiah Nyai Pringgit dari Desa Dondong, Kulon Progo.
Masjid Gedhe Mataram: Mengheningkan Cipta bagi Semua Makhluk (Kompas, 13 Agustus 2010 halaman 10)
- Masjid Wapauwe
Lokasi: Negeri Kaitetu, Leihitu, Maluku Tengah, Maluku
Masjid bertarikh 1414 Masehi itu pertama kali didirikan di Bukit Wawane, sebuah dataran yang banyak ditumbuhi pohon mangga hutan atau mangga berabu (wapauwe). Masjid yang masih berdiri kokoh itu disangga tiang-tiang kayu yang tidak dipaku ke kerangka atap. Ikatan tiang dengan balok atau balok dengan balok menggunakan pasak. Di dalam masjid tersimpan musyaf Al Quran yang selesai ditulis tahun 1550 dengan menggunakan tinta campuran getah pohon dan pena urat enau oleh imam Muhammad Arikulapessy. Ada juga timbangan zakat fitrah dari kayu dengan pemberat dari kerang laut, tongkat khotbah yang diyakini dibawa oleh Tuni Ulama dari Baghdad, lampu minyak kelapa, bedug, dan mimbar khotbah.
Bukit Wawane: Pintu Masuk Islam ke Ambon (Kompas, 29 September 2007 halaman 40)
KOMPAS/AGUNG SETYAHADI
Masjid Wapauwe bertarikh 1414 di Negeri Kaitetu, Leihitu, Maluku Tengah, merupakan masjid tertua di Maluku yang menandai masuknya ajaran Islam pada awal abad ke-15. Masjid ini pernah menjadi salah satu simbol toleransi beragama di Ambon sejak enam abad yang lalu. Saat ini, masjid ini masih difungsikan dan menjadi persemaian kerukunan hidup antarmanusia.
- Masjid Agung Palembang
Lokasi: Palembang, Sumatera Selatan
Masjid dibangun tahun 1738, pada masa pemerintahan Sultan Mahmud Badarudin I, Jayo bin Ramo. Bangunan ini mengambil unsur budaya Melayu-Palembang, Jawa, Belanda, dan China dalam paduan yang selaras. Budaya Melayu-Palembang terasa dalam atap limas dan jendela berukiran flora khas, mirip ukiran rumah tradisional di daerah itu. Nuansa Eropa terlihat pada pintu dan jendela berbentuk huruf U terbalik yang besar dan tinggi, seperti pada bangunan gaya Eropa, khususnya Belanda. Atap bangunan dilengkapi dengan lekuk ornamen yang punya jurai bercita rasa China. Begitu pula menara masjid setinggi 15 meter yang mirip pagoda. Undakan pada leher masjid mencerminkan pengaruh bentuk dasar candi Hindu di Jawa.
Ibadah: Merayakan Keindahan Keberagaman (Kompas, 27 Agustus 2010 halaman 54)
KOMPAS/RHAMA PURNA JATI
Suasana di Masjid Agung Palembang, Jumat (22/122017). Masjid ini dibangun pada 1738 di masa pemerintahan Kesultanan Palembang di bawah kepemimpinan Sultan Mahmud Badaruddin Jayo Wikramo (SMBI). Sejak dibangun hingga kini, Masjid Agung Palembang sudah mengalami renovasi sebanyak enam kali. Masjid ini mengusung akulturasi dua budaya Cina dan Melayu.
- Masjid Raya Sultan Riau
Lokasi: Pulau Penyengat, Tanjung Pinang, Kepulauan Riau
Masjid didirikan pada tahun 1832 (bertepatan 1 Syawal 1248 H) pada masa Yang Dipertuan Muda Raja Abdul Rahman oleh sekitar 5.000 orang. Bahan bangunannya berupa putih telur sebagai perekat yang dicampurkan dengan batu bata, tanah liat, semen, dan pasir. Putih telur itu dicampurkan dengan bahan bangunan lain karena waktu itu telur banyak tersedia dan melimpah yang disediakan untuk pekerja. Campuran putih telur itu diaduk ke dalam bahan bangunan atas saran para tukang yang sengaja didatangkan raja dari Selat, orang Singapura keturunan India. Pada saat puasa Ramadhan, banyak pengunjung yang datang karena meyakini bahwa masjid yang memiliki tiga warna ini, yaitu kuning, hijau, dan krem, dapat memberi ketenangan batin bagi orang yang beribadat di sana.
Berkah Ramadhan di Masjid Tua Penyengat (Kompas, 9 November 2004 halaman 1)
- Masjid Raya Gantiang
Lokasi: Jalan Gantiang Nomor 10, Kelurahan Gantiang Parak Gadang, Kecamatan Padang Timur, Kota Padang, Sumatera Barat
Masjid Raya Gantiang dibangun pada tahun 1805, memiliki 25 tiang yang berdiri kokoh, yang merepresentasikan jumlah 25 nabi dan rasul yang harus diimani dalam ajaran agama Islam. Tiang-tiang tersebut berjejer dalam lima baris, berdiameter 40 sentimeter, dan tinggi 4,2 meter dengan cat warna putih, tanpa hiasan, kecuali nama-nama nabi dalam tulisan Arab dan sedikit cat warna kuning keemasan di bagian teratas dan terbawahnya. Bagian atap berbentuk segi delapan dengan pengaruh arsitek China. Masjid menjadi pusat gerakan pembaruan Islam di Minangkabau tahun 1918. Selain itu, merupakan lokasi embarkasi haji pertama di kawasan Sumatera bagian tengah.
Peninggalan Sejarah: 25 Tiang di Masjid Gantiang (Kompas, 13 Agustus 2012 halaman 34)
Penulis:
Khusniani
Riset Foto
AAN
Editor
Dwi Rustiono
Sumber: Arsip Kompas