Kronologi | Infrastruktur

Polemik “Giant Sea Wall” Si Penangkal Banjir Pesisir Jawa

Proyek tanggul laut raksasa di Jakarta memicu pro-kontra karena dampak ekologis dan aroma politik yang menyertainya. Meski pembangunan telah dimulai sejak 2014, keberlanjutannya masih dipersoalkan.

KOMPAS/RIZA FATHONI
Tanggul laut atau tanggul pengaman pantai masih dibangun di kawasan Kalibaru, Cilincing, Jakarta Utara, Rabu (25/10/2017). Proyek pembangunan kawasan pesisir terpadu tersebut salah satunya untuk melindungi pesisir dari limpasan air laut atau rob akibat penurunan muka tanah dan kenaikan permukaan laut.

Gema pembangunan tanggul laut raksasa dimulai saat Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo menerima kunjungan Tim Teknikal Asistensi Rotterdam di Balaikota pada tahun 2011. Dalam pertemuan itu, ia mengungkapkan visi besar Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk membangun tanggul laut raksasa atau Giant Sea Wall.

Proyek ini tak hanya bertujuan melindungi Jakarta dari ancaman banjir rob yang semakin mengancam, tetapi juga menjadi solusi strategis untuk memperkuat ketahanan air bersih Ibu Kota. Dengan adanya tanggul tersebut, Jakarta tidak lagi harus bergantung pada daerah luar untuk memenuhi kebutuhan air bakunya. Namun, perjalanan menuju pembangunan tanggul laut raksasa tidaklah mulus.

Proyek ini mendapat berbagai tantangan dan sorotan dari berbagai pihak. Pada tahun 2013, Muslim Muin, seorang ahli teknik kelautan dari Institut Teknologi Bandung (ITB), menyuarakan kekhawatirannya. Menurutnya, biaya pembangunan dan operasional tanggul ini akan sangat besar, terutama karena pengoperasian pompa dengan kapasitas tinggi yang diperlukan. Lebih jauh lagi, keberadaan tanggul dapat mempercepat pendangkalan sungai serta meningkatkan risiko banjir di daratan Jakarta.

Meskipun demikian, optimisme terus tumbuh di kalangan pemimpin Jakarta. Pada 2014, proyek ini memasuki babak baru. Duta Besar Korea Selatan menawarkan bantuan untuk menyempurnakan desain tanggul, sementara Wakil Gubernur Basuki Tjahaja Purnama mengumumkan dimulainya pembangunan tahap awal tanggul sepanjang 32 kilometer di pesisir utara Jakarta.

Keraguan mulai muncul di tengah antusiasme pembangunan. Peneliti ITB kembali menyatakan bahwa proyek ini sia-sia dan hanya akan merugikan ekologi tanpa memberikan manfaat signifikan bagi warga Jakarta. Bahkan, Kepala Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) Kuntoro Mangkusubroto mengungkapkan bahwa studi terintegrasi dampak lingkungan belum pernah dilakukan.

Seiring waktu, berbagai konflik kepentingan mewarnai pembangunan Giant Sea Wall. Nelayan-nelayan tradisional di Teluk Jakarta mulai angkat bicara. Mereka khawatir bahwa pembangunan tanggul dan reklamasi akan menutup akses mereka ke lautan. Mereka merasa proyek ini hanya menguntungkan segelintir pemodal besar, sementara kehidupan mereka terancam.

Pemerintah pusat pun memutuskan untuk mengevaluasi ulang rencana pembangunan tanggul di tengah berbagai kontroversi. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) ditugaskan untuk melakukan kajian ulang data demi memastikan keputusan yang tepat.

Pada 2015, Presiden Joko Widodo bertemu dengan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte di Tiongkok. Dalam pertemuan itu, Jokowi meminta agar perencanaan pembangunan tanggul dilanjutkan. Proyek ini kemudian diintegrasikan dengan rencana reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta, yang membuatnya semakin kompleks. Tanggul laut fase A akhirnya mulai dibangun pada 2016, meskipun beberapa hambatan teknis dan administratif masih menghadang.

Memasuki dekade berikutnya, proyek ini terus menjadi perbincangan hangat. Pada Januari 2024, seminar nasional digelar untuk membahas strategi perlindungan kawasan Pulau Jawa melalui pembangunan tanggul pantai dan laut.

Namun, kali ini aroma politik mulai tercium kuat. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menuding bahwa megaproyek ini sarat dengan muatan politik, terutama karena melibatkan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang sedang maju dalam Pemilu 2024.

Setelah melalui berbagai macam polemik, pada awal 2025, proyek tanggul laut raksasa resmi dilepas dari statusnya sebagai Proyek Strategis Nasional. Meski begitu, Anggota DPRD Jakarta Hardiyanto Kenneth tetap memandang proyek ini sebagai solusi jangka panjang untuk mengatasi banjir rob yang semakin parah. Ia juga menekankan pentingnya perbaikan tanggul-tanggul yang sudah rusak.

KOMPAS/FAKHRI FADLURROHMAN

Seorang warga duduk di atas tanggul laut raksasa di kawasan Muara Baru, Jakarta, Kamis (9/1/2025). Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) mengungkapkan, rencana pembangunan tanggul laut raksasa atau giant sea wall bukan merupakan lagi Proyek Strategis Nasional (PSN), melainkan tergolong sebagai mega infrastruktur. Diperkirakan pembangunan tanggul laut raksasa memakan biaya mencapai 50 miliar dollar AS. Pemerintah terus melakukan studi kelayakan untuk memastikan relevansi dan manfaat proyek tersebut. Tahap awal pembangunan tanggul laut raksasa ini akan difokuskan di pantai Utara Jakarta dengan panjang mencapai 21 kilometer. Hal tersebut menjadi prioritas untuk mengantisipasi rob dan penurunan muka tanah di Jakarta. Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nu rofiq mengatakan, penurunan permukaan air tanah di Jakarta diperkirakan mencapai 39 sentimeter per tahun.

Kronologi “Giant Sea Wall”

14 September 2011
Seusai menerima Tim Teknikal Asistensi Rotterdam di Balaikota, Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengatakan, tanggul laut raksasa (Giant Sea Wall) yang akan dibuat Pemerintah Provinsi DKI Jakarta nantinya tidak hanya untuk mencegah banjir di Jakarta, tetapi juga untuk menguatkan ketahanan air bersih di Jakarta. Dengan demikian, Jakarta tidak lagi kesulitan air baku dan tidak bergantung sepenuhnya pada daerah luar Jakarta.

1 November 2012
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Kementerian Pekerjaan Umum menyepakati tujuh proyek pembangunan penanganan banjir Jakarta, salah satunya pembangunan Giant Sea Wall.

18 Februari 2013
Muslim Muin, Ketua Kelompok Keahlian Teknik Kelautan Institut Teknologi Bandung (ITB) menanggapi rencana Pemerintah Provinsi DKI Jakarta membangun tanggul raksasa di Teluk Jakarta. Menurutnya, selain memerlukan biaya pembangunan yang sangat besar, biaya operasional megaproyek ini pun akan sangat tinggi. Terutama pengoperasian pompa yang berkapasitas sangat tinggi. Bila Giant Sea Wall jadi dibangun, pompa yang diperlukan akan lebih besar karena harus menyedot air dari daerah Jakarta sekarang ini sekaligus daerah reklamasi yang akan dibangun. Bukan hanya memperbesar ancaman banjir, keberadaan tanggul besar ini juga mempercepat pendangkalan sungai.

17 September 2014
Duta Besar Korea Selatan untuk Indonesia Taiyoung Cho, saat bertemu Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menyampaikan, Pemerintah Korea Selatan akan membantu menyempurnakan desain Giant Sea Wall di utara Jakarta.

5 Oktober 2014
Peneliti pada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi dan Institut Teknologi Bandung menilai rencana pemerintah membangun tanggul laut raksasa Jakarta sia-sia. Pembangunan tersebut hanya akan merugikan negara karena dampak buruknya terhadap ekologi. Ketua Kelompok Teknik Kelautan Institut Teknologi Bandung (ITB) Muslim Muin mengatakan, Jakarta tidak perlu tanggul laut raksasa. Tidak ada banjir dan badai besar dari laut seperti halnya badai Katrina di Amerika Serikat.

7 Oktober 2014
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama mengatakan, kajian NCICD tipe A sudah selesai. Tanggul laut raksasa akan mulai dibangun pada 9 Oktober 2014. Pengerjaan ini diawali dengan membangun tanggul tipe A sepanjang 32 kilometer dari barat hingga timur pesisir utara Jakarta. Proyek tanggul ini ditargetkan rampung dalam waktu tiga tahun. Tanggul tipe A bagian dari megaproyek tanggul laut raksasa yang disebut juga sebagai proyek Pembangunan Pesisir Terpadu Ibu Kota Negara atau National Capital Integrated Coastal Development (NCICD).

8 Oktober 2014
Gubernur DKI Jakarta yang juga presiden terpilih Joko Widodo menegaskan, semua dampak proyek tanggul laut raksasa (giant sea wall) di utara Jakarta harus dipelajari. Hal ini perlu dilakukan agar proyek tersebut dapat dinikmati manfaatnya oleh masyarakat luas. Pernyataan ini disampaikan sehari sebelum peresmian pembangunan tanggul laut tipe A.

9 Oktober 2014
Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung bersama Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida S Alisjahbana, serta Menteri Riset dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta menghadiri pemancangan tiang baja yang merupakan bagian dari proyek Giant Sea Wall di Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara. Menurut Chairul Tanjung, pemerintah akan fokus pada pembangunan tahap I, yakni peninggian dan penguatan tanggul sepanjang 32 kilometer di pantai utara Jakarta.

Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung bersama Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Armida S Alisjahbana, serta Menteri Riset dan Teknologi Gusti Muhammad Hatta menyaksikan pemancangan tiang baja yang merupakan bagian dari proyek tanggul laut raksasa (giant sea wall) di Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara, Kamis (9/10/2014). Tanggul laut raksasa dibutuhkan Jakarta sebagai pengendali banjir dan difungsikan sebagai cadangan air bersih. Foto: Kompas/Priyombodo.

23 Oktober 2014
Sejumlah nelayan di pesisir utara Jakarta khawatir menganggur dengan pembangunan tanggul laut raksasa. Mereka menolak pembangunan karena dinilai bakal menutup akses dan area pencarian ikan di perairan Teluk Jakarta. Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) DKI Jakarta Yan Winata Sasmita, menyatakan, sekitar 600 kapal dari total 5.600 kapal nelayan yang ada di DKI Jakarta hilir mudik di Teluk Jakarta setiap hari. Aktivitas itu dipastikan terganggu jika perairan diuruk untuk pembangunan pulau-pulau reklamasi.

9 Desember 2014
Menteri Koordinator Perekonomian Sofyan Djalil menyampaikan Pemerintah akan mengevaluasi konsep pembangunan tanggul laut raksasa di pesisir utara Jakarta. Jika konsep itu dinilai tidak layak, pemerintah akan membatalkannya.

11 Maret 2015
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Indroyono Soesilo menyatakan, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi ditugaskan mengkaji ulang data rencana pembangunan tanggul laut raksasa di utara Jakarta. BPPT akan terlibat sejak awal jika proyek usulan konsultan asal Belanda pada era Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo itu jadi dikerjakan. Satuan yang terlibat kemungkinan Balai Pengkajian Dinamika Pantai di Yogyakarta.

27 Maret 2015
Presiden Joko Widodo melakukan pertemuan bilateral dengan Perdana Menteri Belanda Mark Rutte, di sela-sela Boao Forum for Asia 2015 di Hainan, Tiongkok. Dalam pertemuan itu Jokowi meminta perencanaan pembangunan Giant Sea Wall dilanjutkan sehingga nanti bisa dikonkretkan dalam sebuah pelaksanaan pembangunan.

3 Februari 2016
Perwakilan nelayan yang tergabung dalam Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia dan Forum Kerukunan Nelayan Muara Angke meminta penghentian proyek reklamasi di Teluk Jakarta. Mereka menilai, reklamasi hanya menguntungkan pemodal dan golongan masyarakat kelas atas.

27 April 2016
Pemerintah memutuskan akan mengintegrasikan proyek reklamasi 17 pulau di Teluk Jakarta dengan proyek pembangunan tanggul laut raksasa dalam satu program besar. Dalam rapat terbatas tentang proyek NCICD di Kantor Presiden Presiden Joko Widodo meminta agar integrasi proyek di kawasan Teluk Jakarta tersebut dikendalikan sepenuhnya oleh negara.

17 September 2016
Pembangunan tanggul laut fase A oleh Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane dan Dinas Tata Air DKI Jakarta mulai berjalan. Tanggul laut yang menjadi bagian dari Pembangunan NCICD itu sempat mengalami perubahan lebar. Kepala Dinas Tata Air DKI Jakarta Teguh Hendarwan, mengatakan, pembangunan tanggul laut dan muara laut fase A menjadi tanggung jawab Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC), Pemprov DKI Jakarta, dan pihak swasta.

12 Oktober 2017
Pembangunan tanggul laut pelindung pesisir DKI Jakarta di kawasan Kalibaru, Jakarta Utara, terhambat. Lima perusahaan di Kalibaru membutuhkan dermaga untuk aktivitas bisnisnya. Kepala Satuan Kerja NCICD, Sudarto, mengatakan pemerintah tidak bisa membangunkan dermaga untuk mereka. Paling mungkin, pemerintah memberi ganti rugi jika pembangunan tanggul berimbas pada struktur dermaga saat ini, asalkan dilengkapi dokumen-dokumen resmi.

Warga melintas di antara dinding tabung raksasa yang dipasang sebagai bagian proyek pembangunan tanggul laut raksasa (giant sea wall) tipe A di Jakarta Utara, Selasa (4/11/2014). Untuk pembangunan tanggul raksasa tipe B, Pemprov DKI masih menunggu kajian amdal untuk pengerjaannya. Foto: Kompas/Rony Ariyanto Nugroho.

28 Juni 2019

  • Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane (BBWSCC ) melanjutkan pembangunan tanggul pesisir Teluk Jakarta di wilayah Kalibaru dan Muara Baru, Jakarta Utara. Kepala BBWSCC Bambang Hidayah menyebutkan, pihaknya melanjutkan pembangunan tanggul tahun ini, yaitu menambah tanggul sepanjang 130 meter di Muara Baru dengan anggaran Rp 104 miliar dan 125 meter di Kalibaru dengan dana Rp 90,6 miliar. Untuk pengawasan, terdapat anggaran Rp 5 miliar.
  • Kementerian PUPR melalui BBWSCC menyelesaikan pembangunan tanggul sepanjang 4,5 km pada tahun 2018, yakni 2,3 km di Muara Baru dan 2,2 km di Kalibaru. Pembangunan tanggul menggunakan alokasi APBN tahun jamak 2015-2018.

10 Januari 2024
Seminar Nasional Strategi Perlindungan Kawasan Pulau Jawa Melalui Pembangunan Tanggul Pantai dan Tanggul Laut digelar Kemenko Perekonomian di Jakarta atas usulan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto. Proyek yang sebenarnya penting ini dinilai sarat muatan politik karena melibatkan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto yang tengah maju di Pemilu 2024. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai, ada indikasi konflik kepentingan dan penyalahgunaan kekuasaan dalam pembahasan megaproyek tersebut.

9 Januari 2025
Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono mengungkapkan, rencana pembangunan tanggul laut raksasa atau giant sea wall bukan lagi merupakan Proyek Strategis Nasional, melainkan tergolong sebagai mega infrastruktur.

12 Januari 2025
Anggota DPRD Jakarta dari Fraksi PDI Perjuangan, Hardiyanto Kenneth, berpendapat proyek tanggul laut raksasa atau giant sea wall dalam skema National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) adalah salah satu solusi jangka panjang untuk mengatasi rob. Perbaikan tanggul-tanggul yang rusak juga harus segera dilakukan. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Arsip Kompas
  • Ketahanan Air: DKI Berencana Bangun Tanggul Laut Raksasa. Kompas, 15 September 2011, hlm. 25.
  • Penanganan Banjir Dipercepat. Kompas, 2 November 2012, hlm. 26.
  • Penanganan Banjir: Tanggul Teluk Jakarta Tidak Tepat. Kompas, 19 Februari 2013, hlm. 14.
  • Korea Selatan Bantu Sempurnakan Desain. Kompas, 18 September 2014, hlm. 27.
  • Tanggul Laut Berisiko. Kompas, 6 Oktober 2014, hlm. 13.
  • Tanggul Laut: Semua Dampak Proyek Perlu Dilihat dan Dihitung. Kompas, 8 Oktober 2014, hlm. 1
  • Dokumen Lingkungan Dipertanyakan. Kompas, 11 Oktober 2014, hlm. 13.
  • Nelayan Takut Sumber Pendapatan Hilang. Kompas, 24 Oktober 2014, hlm. 27.
  • Pemerintah Evaluasi Tanggul Laut Raksasa. Kompas, 10 Desember 2014, hlm. 18.
  • BPPT Bersiap Kaji Ulang Data Dasar. Kompas, 12 Maret 2015, hlm. 14.
  • Jokowi Minta Belanda Lanjutkan Perencanaan Tanggul Laut Raksasa. Kompas Web, 28 Maret 2015.
  • Penataan Kawasan Diintegrasikan. Kompas, 28 April 2016, hlm. 1.
  • Pemerintah Mulai Bangun Tanggul Laut. Kompas, 19 September 2016, hlm. 28.
  • Capai Target dengan Kendala di Kalibaru. Kompas, 13 Oktober 2017, hlm. 32
  • Lelang Tanggul Pesisir Jakarta Dilanjutkan. Kompas, 29 Juni 2019, hlm. 20.
  • Tanggul Laut Raksasa: Proyek Muncul Jelang Pemilu Dinilai Sarat Politisasi. Kompas, 11 Januari 2024, hlm 10.
  • Foto: Tanggul Laut Raksasa. Kompas, 10 Januari 2025, hlm. 12.
  • Rob Ancam Jakarta hingga 17 Januari. Kompas, 13 Januari 2025, hlm. 15.

Penulis
Inggra Parandaru

Editor
Topan Yuniarto

© PT Kompas Media Nusantara