Kronologi | Bencana

Merunut Dampak dan Solusi Banjir di Jakarta

Sejak era pemerintahan kolonial Belanda, warga Jakarta telah dihadapkan oleh bencana banjir. Persoalan tersebut menjadi tantangan pemerintah yang harus terus mengupayakan solusi dan kebijakan menghadapi banjir dan dampak yang ditimbulkan.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Presiden Joko Widodo didampingi Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimuljono, Manajer Kepala Proyek Sodetan Sungai Ciliwung Farida Maharani, dan Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono meninjau Proyek Pembangunan Sodetan Kali Ciliwung ke Kanal Banjir Timur di Jatinegara, Jakarta, Selasa (24/1/2023). Proyek untuk mengatasi banjir di Jakarta ini ditargetkan selesai April 2023 ini. Sodetan ini memiliki panjang 1,3 kilometer.

Setelah enam tahun terhenti karena terkendala proses pembebasan lahan, proyek pembangunan sodetan Kali Ciliwung ke Kanal Banjir Timur ditargetkan rampung dan berfungsi pada April 2023. Sodetan ini diharapkan mampu mengendalikan banjir di DKI Jakarta.

Penanganan banjir di Jakarta harus menyeluruh dari hulu ke hilir. Setelah pemerintah membangun Bendungan Ciawi dan Bendungan Sukamahi di hulu, kini pemerintah menyelesaikan sodetan Kali Ciliwung ke KBT di hilir.

Sodetan Kali Ciliwung akan mengurangi debit air hingga 33 meter kubik per detik saat status banjir siaga empat. Adapun saat status banjir siaga satu, sodetan ini dapat mengurangi debit air hingga 63 meter kubik per detik.

Sodetan Kali Ciliwung ke KBT dilengkapi dua terowongan berdiameter masing-masing 3,5 meter. Terowongan sepanjang 1,3 kilometer akan sangat mengurangi banjir di Jakarta.

Penanganan banjir di Jakarta juga harus diikuti dengan upaya lain, mulai dari penyiapan pompa-pompa air hingga normalisasi sungai-sungai di Jakarta. Normalisasi sungai ini termasuk 12 sungai seperti Mookervart, Kali Pesanggrahan, Kali Angke, dan Kali Cipinang (Kompas, 25 Januari 2023).

KOMPAS/PAT HENDRANTO

Daerah Kalipasir, Jakarta Pusat tergenang sampai satu meter. Awal pekan ini (16/3/1971) beberapa Daerah Jakarta kebanjiran akibat meluapnya kali Ciliwung.

Linimasa Peristiwa Banjir di Jakarta

Periode sebelum kemerdekaan

  • 1621, 1654

Banjir besar melanda Jakarta pada masa pemerintahan Kolonial Belanda.

  • 1854

Terjadi lagi banjir besar yang menggenangi sebagian kota Jakarta setinggi lebih dari satu meter.

  • 1873

Banjir menenggelamkan seluruh kota dengan kedalaman 1 meter

  • 1892

Pada hari pertama pada tahun 1892, akibat curah hujan tinggi, beberapa daerah di Weltevreden (aliran sungai Krukut), daerah  aliran sungai Ciliwung, kebanjiran.

  • 1893

Banjir mengakibatkan kawasan Batavia terendam. Kampung Pluit Belakang, Sawah Besar, Kandang Sapi, Pesayuran, Kebon Jeruk, Tangki Belakang, Tanah Sereal, Tanah Nyonya, kampung Kepal, Tanah Tinggi, Kemayoran sawah, Kemayoran Wetan, dan Sumur Batu terendam setinggi satu meter. Sedangkan Pasar Ikan Terendam setinggi setengah meter. Penduduk Batavia terjangkit wabah kolera sehingga banyak penduduk meninggal.

  • 1895, 1899, dan 1904

Batavia kembali dilanda banjir.

  • 1909

Pada 19 Februari 1909, daerah sekitar Waterloploein kebanjiran dan dikatakan mirip danau. Akibat banjir, trem tidak berjalan. Banjir tersebut akibat luapan sungai Ciliwung.

  • 1918

Selama Januari–Februari, hampir semua wilayah di Batavia terendam seperti Kampung di Weltevreden, Kampung Tanah Tinggi, Kampung Lima, dan Kemayuran Belakang. Banjir semakin meluas ke arah barat di sekitar Kali Angke, Pekojan, dan Pejagalan. Banjir disebabkan oleh pembukaan hutan di daerah pegunungan selatan Bogor untuk perkebunan teh. Akibat banjir, harga sembako naik dan wabah kolera

  • 1923

Banjir terjadi di perkampungan bumiputra seperti kebon Jeruk dan Tanah Tinggi, dengan skala kecil

  • 1929

Banjir besar di Batavia. Kerusakan terjadi di sepanjang Kali Angke

  • 1931

Pada 29 Desember 1931, hujan besar mengakibatkan banjir di daerah Tangerang sampai Batavia.

  • 1932

Banjir terjadi selama beberapa hari berturut-turut selama awal Januari 1932. Wilayah Batavia bagian barat yang dilanda banjir semakin meluas

KOMPAS/KARTONO RYADI

Akibat guyuran hujan selama beberapa jam, Jakarta Pusat digenangi banjir pada 13 Agustus 1975. Akibat saluran pembuangan air tak lagi mampu menampung volume air, maka banjir menggenangi jalan MH Thamrin, Sabang, Gereja Theresia, Merdeka Selatan, Haji Agus Salim, Kebon Sirih dan sekitarnya. Kemacetan lalu lintas di wilayah tersebut seakan membuat Jakarta lumpuh dari segala kegiatan.

Periode Masa Awal Kemerdekaan (1945 – 1960)

  • 1950

Banjir telah merendam Pondok Dayung, Krukut, Lio, Rawa Terate, dan Gang Talip. Sedikitnya 200 rumah terendam dan 3000 keluarga kebanjiran. Banjir disebabkan oleh adanya rawa-rawa yang penuh dengan sampah dan saluran air yang lebih tinggi dari jalan.

  • 1952

Banjir terjadi tanggal 23 Januari disebabkan oleh hujan lokal.

Banjir tanggal 30 Januari, disebabkan banjir kiriman. Banjir terjadi karena Sungai Grogol meluap akibat hujan deras yang terjadi di Bogor sampai Depok. Sungai Grogol telah merendam kampung-kampung di daerah Kebayoran yang meliputi Gandaria, Duri, Marunda Ilir, dan Marunda Selatan. Banjir merendam sekitar 186 rumah dan sawah.

  • 1953

Banjir melanda wilayah Tanah Abang, Krukut, dan Penjaringan. Sekitar 41 rumah di daerah Tanah Abang terendam karena luapan Sungai Cideng dan Krukut. Sekitar 5000 orang di daerah Penjaringan mengungsi.

  • November 1954

Banjir melanda kawasan pusat jakarta seperti Jalan Budi Utomo, Lapangan Banteng, dan Jalan Alaydrus. Air menggenang sampai setengah meter.

  • 1956

Banjir melanda tanah-tanah rendah di Jalan Thamrin, Krukut.

  • 1960

Pada 7–10 Februari 1960, Jakarta mengalami banjir besar. Kota baru Grogol kebanjiran karena rusaknya bendungan di Kebon Jeruk. Banjir juga disebabkan karena luapan sungai Grogol dan pasang air laut. Sebanyak 4.664 rumah rusak dan 58.7519 orang mengungsi.

  • 1963

Luasan banjir meningkat. Dari 21 kecamatan di Jakarta, 9 kecamatan terndam banjir, yaitu Krukut, Kampugn Melayu, Salemba, Senen, Angke Duri, TanahAbang, Gambir, Petamburan, dan Cengkareng. Ketinggian air berkisar antara 50 sentimeter sampai 1,25 meter. Sebanyak 433 ribu orang terdampak banjir karena banjir terjadi selama beberapa hari.

KOMPAS/DANU KUSWORO

Kawasan yang merupakan pusat kegiatan ekonomi dan pemerintahan di Jalan Thamrin Jakarta, Sabtu (2/2/2002) dini hari terendam banjir lebih dari 60 sentimeter. Ruas jalan ini tidak bisa dilewati kendaraan.

Periode Orde Baru

  • 1970

Banjir menggenai daerah-derah penting yang berdekatan dengan istana. Genangan air setinggi 20 sentimeter sampai 2 meter. Akibatnya aliran listrik dipadamkan.

  • 1973

Banjir merendam daerah-daerah yang dialiri sungai Grogol dan Sungai Krukut. Daerah tersebut adalah Grogol yang diapit Sungai Grogol dan kanal banjir, Tomang Ancak, sampai Petamburan, Slipi.

  • 1976

Selama sebulan Jakarta dilanda banjir selama 4 kali berturut-turut. Banjir disebabkan oleh hujan lokal dan banjir kiriman. Penyebab banjir, adanya ratusan rumah liar di sepanjang kali dari karet sampai Kampung Duri. Akibatnya, sekitar 200.000 penduduk harus mengungsi. Banjir juga mengakibatkan bobolnya tanggul di sepanjang Kanal banjir.

  • 1977

Banjir sebagian besar menggenangi wilayah Jakarta Pusat, Jakarta selatan, Jakarta Utara, dan Jakarta Timur. Jumlah pengungsi akibat banjir sekitar 100.000 orang. Lapangan Udara Kemayoran kebanjiran, sehingga penerbangan ditunda.

  • 1979

Banjir menggenangi seluruh wilayah Jakarta, termasuk Jakarta Selatan yang selama ini tidak pernah kebanjiran. Sekitar 714 ribur orang harus mengungsi dan mengakibatkan 20 orang tewas. Banjir di wilayah selatan telah menenggelamkan daerah Pondok Pinang dengan ketinggian air mencapai 2,5 sampai 3 meter. Akibat banjir besar ini, lantai dasar Gedung DPR RI tidak luput dari genangan air.

  • 1980

Banjir terjadi pada bulan Mei. Banjir semakin meluas, dan menjangkau wilayah Ciputat yang selama ini bukan daerah rawan banjir. Sekitar 27.000 orang harus diungsikan, 4 rumah hanyut dan 2 orang anak tewas. Banjir Jakarta ini diakibatkan oleh hujan deras di Bogor. Debit air dari kawasan hulu tidak bisa diserap oleh wilayah hulu karena terjadi kerusakan alam karena maraknya penggalian pasir dan batu.

  • 1981

Banjir terjadi pada tanggal 23 Januari dan 24 Desember. Banjir semakin meluas dan memengaruhi  pasokan bahan bakar minyak dan listrik. Banjir karena luapan sungai Cisadane, Sunter, Cipinang, Ciliwung, dan Angke. Pengungsi banjir mencapai 200.000 orang dan 9 orang meninggal

  • 1983

Tanggal 3 Januari 1983, terjadi hujan lokal di Jakarta dan sekitarnya. Akibat hujan tersebut, para pedagang di Glodok kebanjiran dan wilayah pusat Jakarta terendam. Banjir disebabkan oleh hujan lokal dan kondisi saluran yang tidak memadai.

Tanggal 20–21 Januari, Jakarta kembal tergenang. Penyebabnya karena curah hujan tinggi di wilayah Jakarta dan wilayah hulu (Bogor). Semua sungai yang melintas di Jakarta meluap.

Tanggal 13 Maret 1983, terjadi lagi banjir di Jakarta. Kali ini, karena luapan sungai Ciliwung. Daerah yang dilanda banjir diantaranya daerah Cawang, Kebon Nanas, dan Grogol.

  • 1984

Tanggal 9 Januari, banjir menggenangi Kampung Melayu, Bidara Cina, Cipinang, Pulo Gadung, Cawang, Kayu Putih, Kramat Jati, Palmerah, Jati Pulo, Jembatan Besi II, Pondok Bandung, Mangga Dua, Kebon Sayur, Kebon Bawang, Kebon Baru, Palmerah, dan Kota Bambu. Akibatnya, 39.276 orang terdampak banjir.

Bulan Mei terjadi banjir lagi. Kali ini karena luapan sungai Grogol dan Sekretaris. Daerah  yang terparah dilanda banjir adalah Slipi, Kampung Sawah, Palmerah, Tanjung Duren, Duri Kepa, Rawa Buaya, dan Jelambar.

Tanggal 13 Agustus 1983, karena hujan deras, daerah Palmerah kebanjiran. Sekitar 10 RW di Palmerah tergenang air setinggi 60 sentimeter.

Tanggal 16 Mei 1984, banjir melanda Tanjung Duren dan Slipi.

September 1984, giliran Jakarta Timur yang dilanda banjir. Penduduk Kramat Jati, Kampung Makasar, Halim dan Kebon Pala harus mengungsi karena luapan Sungai Cipinang dan Kali Baru.

  • 1985

Banjir berlangsung sampai bulan Februari. Sungai Pesanggrahan meluap mengkibatkan wilayah Ciputat, dan Bintaro Jakarta Selatan terendam banjir. Sungai Ciliwung juga meluap mengakibatkan Kampung Melayu, Bidara Cina, Tebet, Bukit Duri, Setiabudi, dan Cawang tergenang. Daerah di Jakarta barat seperti Semanan, Kosambi, Rawa Buaya, Kedaung, dan Kebon Jeruk tergenang karena luapan sungai Cisadane. Jumlah pengungsi mencapai sekitar 14.000 orang.

  • 1986

Banjir terjadi dua kali pada tanggal 14 Agustus dan 15 Desember. Hujan lebat yang mengguyur malam sebelumnya mengakibatkan banyak kawasan permukiman dan  beberapa ruas jalan lintas utama kota tergenang air. Genangan ini mengakibatkan kemacetan lalu litnas.

  • 1987

Hujan deras kembali menggenangi kawasan rawan banjir di selatan Jakarta seperti kawasan IKPN Bintaro, Ciledug Raya, Kampung Pluis, dan sekitar kali Pesanggrahan Meruya Ilir.

  • 1988

Banjir di Kelurahan Cipinang Besar dan sekitarnya di Jl. Cipinang Jaya selama tiga hari tiga malam belum surut (20/12). Wilayah Jakarta Timur dinyatakan sebagai daerah yang mengalami banjir terparah dalam tiga hari itu.

  • 1989

Sungai Ciliwung dan Kali Pesanggrahan yang melintas Jakarta tak sanggup menampung banjir kiriman dari hulu di Kabupaten Bogor. Akibatnya, beberapa daerah seperti Kelurahan Bidara Cina, kampung Melayu, Kebon Baru, Bukitduri, Pejaten Timur, yang dilintasi sungai itu dilanda banjir.

  • 1991

Banjir di beberapa bagian kota akibat hujan lebat menyebabkan kemacetan lalu lintas selama delapan jam (21/12).

  • 1992

Genangan terjadi beberapa kali selama Januari – April, serta Desember. Banjir disebabkan oleh hujan yang mengguyur wilayah lokal Jakarta dan kawasan Bogor. Banjir menyebabkan beberapa kawasan tergenang. Seperti di kawasan Jakarta Utara di Sunter, Kebon Bawang, Warakas, Koja Selatan, serta sekitar pelabuhan. Kawasan Jakarta Timur: Kampung Melayu, Kampung Makasar, Cipinang Muara, Jatinegara, Pulogadung, Klender, dan Malaka. Wilayah selatan: Kebon Baru dan Kebayoran Lama. Banjir juga menimbulkan kemacetan lalu lintas di beberapa ruas jalan. 

  • 1993

Banjir terjadi pada awal tahun. Banjir disebabkan oleh hujan deras dan pasang laut purnama. Daerah rawan banjir seperti Pluit, Sunter, Pinangsia, Tamansari, dan Tambora tergenang.

  • 1994

Banjir kiriman merendam puluhan rumah di bilangan Bintaro Jakarta Selatan. Genangan air mulai “menenggelamkan” rumah yang letaknya rendah dan bahkan sejajar dengan Kali Pesanggrahan.

  • 1995

Peristiwa banjir terjadi tiga kali dalam setahun: Maret, Oktober, dan November. Banjir menggenangi wilayah barat, timur, dan selatan Jakarta. Kawasan yang paling parah terkena banjir adalah di Kelurahan Ulujami dan Bintaro, Jakarta Selatan. Ketinggian air berkisar 50 cm sampai 3 meter.

  • 1996

Banjir yang terjadi tahun ini cukup besar, terjadi beberapa kali pada musim hujan (Januari & Oktober) dan musim kemarau (April). Penyebab banjir karena hujan deras yang mengguyur kawasan lokal Jakarta, Bogor, serta pasang air laut. Genangan terjadi di 13 kelurahan di Jakarta Utara, Timur, Pusat, dan Selatan. Ketinggian air berkisar dari 30 cm sampai dua meter. Sedikitnya 10 orang tewas dan ribuan warga mengungsi di kantor-kantor pemerintahan, sekolah, gereja, dan masjid. Selain menimbulkan kemacetan parah, banjir juga mengakibatkan ribuan penumpang tertahan di Bandara Cengkarang, perjalanan kererta dibatalkan, ujian akhir ditunda, listrik di perumahan padam, serta ribuan mobil terjebak dalam genangan air.

  • 1997

Hujan deras yang turun sejak dua hari sebelumnya menyebabkan sejumlah lokasi di Jakarta tergenang. Kali Cipinang meluap dan merendam sedikitnya 745 rumah yang dihuni 2.640 jiwa.

  • 1998

Sungai Ciliwung meluap mengakibatkan rumah-rumah dihuni belasan ribu penduduk di Jakarta Selatan dan Jakarta Timur tergenang antara 0,5–1,2 meter (12/5).

  • 1999, 2001

Banjir mulai menggenangi Jakarta. Tidak hanya itu, juga mulai menggenangi kawasan Tangerang dan Bekasi. Dampaknya, penduduk mengungsi dari rumah mereka yang tenggelam dan kemacetan lalu lintas.

KOMPAS/ARBAIN RAMBEY

Sebuah jip Mercedez Benz terbenam dalam musibah banjir di depan gedung Landmark Jl Sudirman Jakarta Selatan, Minggu (11/2/1996). Pemiliknya meminta bantuan warga sekitar menarik mobil tersebut.

Periode 2000 – 2010

  • 2002

Banjir tahun 2002 juga termasuk banjir besar.Dimulai pada tanggal 14 – 15 Januari, hujan yang terus mengguyur Jakarta menyebakan jalan tol Sedyatmo kebanjiran. Banjir di ruas jalan itu semakin parah karena tanggul air di sisi kiri jalan tol dijebol oleh sekelompok warga Kamal Muara. Akibatnya puluhan penerbangan pesawat dari Bandara Cengkareng mengalami penundaan penerbangan.

Banjir terjadi selama 5 hari berturut-turut (29 Januari – 3 Februari). Luas genangan mencapai 16.778 hektar (hampir seluruh wilayah Jakarta). Sedikitnya 40.000 orang mengungsi dan 32 orang tewas. Infrastruktur (132 gardu listrik) padam. Ketinggian air bervariasi dari 50 cm sampai 2,5 meter.

  • 2004

Banjir dan genangan terjadi selama beberapa kali di bulan Januari, Februari, April, Mei, Juli, November dan Desember. Banjir selain disebabkan oleh hujan, juga oleh drainase yang tidak baik dan jebolnya tanggul Kali Suwuk (sodetan Kali Ciliwung). Banjir menggenangi kawasan Petogogan, semanan, Pejompongan, Kebayoran Baru, Thamrin-Sudirman, Pondok Indah, Bintaro, serta Pasar Rebo. Ketinggian air mencapai 1 sampai 1,5 meter.

  • 2005

Banjir terjadi pada bulan Januari, Maret, Juni dan Juli. Banjir disebabkan oleh luapan Kali Pesanggrahan, Ciliwung, dan beberapa sungai lainnya. Air merendam permukiman penduduk hingga mencapai ketinggian dua meter. Meluapnya Kali Pesanggrahan pada bulan Januari disebabkan karena pintu air Kali Pesanggrahan dibuka. Banjir bulan juli menyebabkan kemacetan lalu lintas di jalan raya ataupun jalan tol.

  • 2006

Hujan deras mengguyur Jakarta dan sekitarnya menyebabkan sejumlah wilayah tergenang. Meski belum membuat penduduk mengungsi, genangan ini tetap merepotkan dan membuat warga waswas.

  • 2007

Banjir besar dengan intensitas sering terjadi tahun 2007. Jakarta sempat dinyatakan status siaga pada banjir bulan Januari-Februari. Banjir terjadi selama beberapa kali pada bulan Januari-Maret, Juni, dan Oktober – Desember.

Hujan yang mengguyur kawasan Bogor, Depok, dan sebagian wilayah  Jakarta pada Januari menyebabkan Sungai Ciliwung, dan beberapa sungai kecil lainnya meluap. Beberapa kawasan yang dilanda banjir yakni Kampung Melayu, Bukit Duri, Cipulir, Pesanggrahan, Petogogan, kawasan daan Mogot, dan Cengkareng.

Selama 7 hari (2-8 Februari), banjir menggenangi hampir 70 persen wilayah Jakarta. Banjir ini lebih besar dibandingkan tahun 2007. Korban tewas sebanyak 48  orang dan sekitar 316 ribu orang mengungsi. Infrastruktur kota rusak, seperti 2104 gardu listrik pada, sentral telepon otomat semanggi lumpuh, serta telepon seluler dan internet terganggu. Kerugian mencapai Rp 10-12 triliun. Ketinggian banjir berkisar 1,5 sampai 3 meter.

Maret dan Juni, banjir terjadi di kawasan timur dan pusat Jakarta. Banjir menggenangi perumahan Cipinang, serta kawasan Sudirman. Oktober dan November, banjir terjadi di kawasan utara dan selatan Jakarta antara lain Tanjung Priok, Pademangan, dan Muara baru.

Banjir terjadi karena air pasang. Banjir di kawasan utara juga sempat mengganggu lalu lintas di jalan Tol Prof Sedyatmo ruas Pluit-bandara Soekarno-Hatta. Di kawasan selatan Jakarta banjir melanda kawasan Kampung Melayu dan Bidara Cina.

Hujan deras yang terjadi pada pertengahan desember 2007, mengakibatkan jalan tol Jakarta Serpong terendam banjir setinggi 40 cm di Kilometer 8. Banjir kiriman dari wilayah Bogor juga menyebabkan meluapnya Kali Ciliwung.

  • 2008

Hujan lebat yang mengguyur Jakarta dan sekitarnya, menyebabkan bandara Soekarno Hatta ditutup selama lima jam akibat landasan pacu 1 dan 2 tergeanng air. Genangan juga tersebar di 35 kelurahan di lima wilayah kota dengan ketinggian 20-100 cm.

  • 2009

Awal tahun, banjir menggenangi kawasan tepi sungai hingga ketinggian 2,5 meter dan banyak jalan raya tergenang hingga 20 cm. Sebanyak 11.697 warga mengungsi ke sejumlah lokasi pengungsian.

Bulan November, Jakarta kembali tergenang. Kali genangan terjadi di banyak tempat, di wilayah selatan, pusat, dan barat Jakarta.

  • 2010

Banjir terjadi selama beberapa kali selama Januari-Maret, Mei, Juni, Agustus-Oktober. Sungai- sungai yang mengalir di Jakarta secara bergantuan meluap, seperti Ciliwung, Krukut, Pesanggrahan, dan Sunter.  Dampak banjir membuat ribuan warga mengungsi. Banjir terparah terjadi pada bulan September saat tanggul Kali Pesanggarahan jebol. Akibatnya sejumlah perumahan tenggelam, seperti Perumahan IKPN Bintaro, Kompleks Kehutanan dan Departemen Dalam Negeri, Kecamatan Karang Tengah serta Gondrong Pondok Bahar, Kecamatan Cipondoh, Tangerang.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Warga berjalan menembus banjir yang masih merendam puluhan rumah di Kompleks IKPN, Bintaro, Pesanggrahan, Jakarta Selatan, Kamis (16/9/2010). Memasuki hari ketiga, masih ada warga yang bertahan di rumah mereka yang kebanjiran akibat jebolnya tanggul Kali Pesanggrahan.

Periode 2011 - 2022

  • 2012

Banjir melanda Jakarta, Tangerang, dan Bekasi. Totalnya, terdapat 62 titik di Jakarta tergenang dan ribuan warga mengungsi.

  • 2014

Terjadi penurunan jumlah jiwa terdampak banjir yang signifikan dibandingkan tahun sebelumnya. Data BPBD Jakarta menunjukkan bahwa pada 2013, sebanyak 1.426.478 jiwa terdampak banjir. Jumlah ini lantas turun drastis mencapai 526.353 jiwa pada 2014.

  • 2015

Banjir terjadi pada tangal 9 Februari 2015 setelah hujan turun merata di wilayah Jabodetabek sejak dini. Menggenangi sebagian wilayah Jakarta, Tangerang, dan Bekasi. Banjir memakan 1 korban tewas dan 3700 mengungsi. Banjir setinggi lebih kurang 80 cm memutus akses di Jalan Sunter Raya. Banjir juga menutup akses jalan di Jalan Gunung Sahari- Ancol, Pademangan.

  • 2017

Jebolnya tanggul kali Sunter menjadi penyebab utama bagi banjir besar pada 20 Februari. Laporan BNPB menyebutkan bahwa daerah yang terendam banjir di Jakarta mencapai 54 titik. Daerah Jakarta Timur memiliki titik banjir terbanyak, mencapai 33 titik. Banjir pun mencapai kedalaman 150 meter di kawasan Cipinang Melayu, Jakarta Timur. Namun, bencana alam ini tidak sebesar yang pernah terjadi sebelumnya.

Tahun 2017 ditutup dengan optimisme dan situasi bencana banjir yang jauh lebih baik. Titik banjir yang ditemukan lebih sedikit dibandingkan tahun sebelumnya. Selain itu, jumlah korban terdampak banjir juga menurun pesat. Dari 232.577 jiwa terdampak banjir pada 2016, menjadi 47.203 pada tahun 2017.

  • 2019

Pada tahun 2019, bencana banjir terbesar terjadi di bulan April. Tepatnya pada 25 hingga 27 April, Sungai Ciliwung, Sungai Krukut dan Sungai Angke meluap. Ketinggian banjir di berbagai wilayah tidak merata, dalam kisaran 10 cm hingga bahkan 225 cm. Akibatnya, 416 kepala keluarga harus mengalami tempat tinggal mereka terendam banjir. Sebanyak 2.370 jiwa pun harus mengungsi. Tak hanya itu, dua orang pun meninggal.

  • 2021

Masyarakat menyambut dua bulan pertama pada tahun 2021 dengan ancaman nyata dari bencana banjir. Dengan curah hujan yang mencapai 226 mm per hari dan kurangnya kesiapan pemerintah, 113 RW tergenang pada bulan Februari. Jumlah pengungsi dalam dua bulan pertama mencapai 3.311 orang dengan lima orang meninggal.

Situasi serupa dialami kembali oleh masyarakat Jakarta menjelang akhir tahun 2021. Pada tanggal 8 November, banjir berdampak pada ribuan penduduk Jakarta. Di sejumlah titik, banjir mencapai ketinggian lebih dari 120 cm. Hingga 91 RT, mayoritas di daerah Jakarta Timur, terendam banjir. Layanan kereta komuter di jalur Tanah Abang-Rangkasbitung sampai terganggu karena rel tergenang.

  • 2022

Bencana banjir pada 2022 memberikan peringatan keras. Pada bulan Oktober, banjir merobohkan dinding-dinding sekolah Madrasah Tsanawiyah Negeri atau MTsN 19 di Kelurahan Pondok Labu, Kecamatan Cilandak, Jakarta Selatan. Dampaknya, tiga siswa tewas tertimpa tembok roboh dan tiga lainnya terluka. Robohnya tembok taman sekolah diduga karena saluran air yang meluap ketika hujan.

Masih pada bulan yang sama, banjir merendam ratusan RT di seluruh Jakarta. Di Cilandak, Jakarta Selatan, banjir sempat mencapai ketinggian 170 meter. Dalam satu hari, pada 13 Oktober, delapan ruas jalanan terendam banjir. Ketinggian maksimal mencapai satu meter.

Menjelang pergantian tahun, warga di pesisir harus menghadapi banjir rob yang bertahan selama empat hari di pesisir Muara Angke, Kelurahan Pluit, Penjaringan, di Jakarta Utara. Hampir seluruh wilayah RW 022 di Muara Angke terendam banjir dengan ketinggian air sekitar 1 meter. Meski warga telah terbiasa dengan kedatangan rob, bencana kali ini terjadi begitu cepat. Air datang dan langsung merendam lutut.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Tanggul kanal banjir barat di Jalan Latuharhari, di bawah jembatan layang Kuningan, Jakarta jebol, Kamis (17/1/2013). Jebolnya tanggul tersebut menyebabkan rel kereta tidak bisa dilewati dan menyebabkan banjir di kawasan bundaran Hotel Indonesia dan Jalan MH Thamrin.

Penanganan banjir

Era Kolonialisme

Abad ke-16

Kali Besar diiris-iris dengan terusan-terusan untuk menyediakan alur-alur pelayaran, alur pembuangan air, dan sarana untuk pertahanan kota. Muara Ciliwung diluruskan dan alur muaranya diperpanjang dengan tanggul-tanggul laut sampai mencapai lokasi terumbu karang lepas pantai.

Abad ke-17

Jaringan saluran diperluas lagi sampai mencapai sungai-sungai di luar Jakarta. Gunanya sebagai saluran irigasi.

1732

Normalisasi terusan Mookervaart untuk menyalurkan air banjir ke daerah sekeliling.

1762

Menutup gerbang terusan Mookervaart di Kali Cisadane dan menggantikannya dengan suatu pintu air yang lebih bagus untuk mengendalikan arus banjir

1854

Pembentukan Waterstaat van batavia

1872

  • Pembangunan terusan banjir Krukut
  • Pengendalian aliran sungai di bagian hilir dengan pembuatan pintu-pintu air di Kali Krukut (Karet), Kali Grogol (Jembatan Besi), saluran Patekoan, Kampung Gusti pada Kali Angke, terusan banjir Krukut (Jembatan Dua.
  • Pembangunan alur pembuangan kali Ciliwung dari Jembatan Merah melalui pintu air baru dan Terusan Gunung Sahari ke laut.

SEKRETARIAT PRESIDEN

Presiden Joko Widodo berbincang dengan para pejabat yang ikut hadir dalam peresmian Bendungan Ciawi, Jumat (23/12/2022), salah satunya Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil (kiri) serta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono (kanan). Proyek ini merupakan pembangunan bendungan kering pertama kalinya di Indonesia. Fungsi bendungan kering ini bukan untuk keperluan irigasi maupun penampungan air baku, melainkan sebagai pengendali banjir Jakarta dan sekitarnya. Bendungan ini hanya akan terisi air jika pada musim hujan. Pembangunan bendungan ini sudah direncanakan sejak tahun 1990 namun baru mulai dibangun pada tahun 2016. Jumlah total daya tampung kedua bendungan ini 7,73 juta meter kubik dengan luas genangan 44,63 hektar.

1910

Pembangunan drainase di perkampungan Jembatan Lima dan Blandongan

1913

Pembangunan pintu air Matraman dan Gusti, penggalian Sungai Sunter, Pembangunan kanal banjir Matraman, penggalian sakuran Cideng, pembuatan saluran Senen di sepanjang jalan sebelah timur dan saluran sepanjang Jl. Menteng, serta betonisasi saluran

1916

Pengerukan Sungai Ciliwung di saluran Pasar Ikan

1918

Pembentukan Department van Burgelijke Openbare Werken (BOW)

Tugas: melakukan pemeliharaan sungai, situ, dan genangan alami, pembuatan, pemeliharaan, dan pengelolaan pengairan, bangunan penahan air, dan terusan untuk pelayaran sungai.

1919

Proyek kanal banjir dari Matraman sampai laut dan pembangunan pintu air Matraman telah selesai

1920

Rencana Van Breen (perbaikan tata air ibukota):

  • Untuk pengendalian banjir
  • Pengadaan air
  • Perbaikan sungai
  • Penetapan daerah retensi untuk parkir air

Terusan baru yang melintang terhadap alur-alur sungai (timur-barat) atau disebut transversal channel. Arus banjir di atara Ciliwung dan Cideng ditangkap oleh terusan melintang ini yang bermula dari Pintu Air Manggarai di Ciliwung dan melintasi sungai2 tersebut di atas sampai melewati wilayah Tanah Abang kemudian membujur ke utara dan bersatu dengan bagian hilir Angke.

Jika Pintu Air Manggarai dan Pintu Air Karet ditutup pada musim kemarau akan diperoleh suatu kolam panjang yang dapat diisi air bersih dari saluran pengairan yang datang dari Bogor.

KOMPAS/RIZA FATHONI

Pengerjaan proyek inlet sodetan Kali Ciliwung-Kanal Banjir Timur di kawasan Bidara Cina, Jakarta Timur, Senin (16/1/2023). Kementerian PUPR menargetkan proyek ini rampung Februari atau Maret 2023. Sodetan Ciliwung ini rencananya akan berfungsi mengalirkan air Kali Ciliwung ke KBT dengan volume 60 meter kubik per detik. Panjang dua terowongan saluran sodetan sejauh 1270 meter di kedalaman 14 meter di dalam tanah melalaui Jalan Otista III hingga menembus Kanal Banjir Timur melalaui outlet di kawasan Cipinang Besar Selatan. Sodetan itu setidaknya bisa mengurangi 40 persen banjir di Jakarta.

1928–1929

  • Normalisasi dan pembebasan banjir selokan barat di Mr. Corneelis antara Rawa Panjang dan Kanal banjir Batavia
  • Perawatan dan pengaliran Westerlokkan
  • Perawatan banjir kanal
  • Pengerukan di pintu air jembatan dua dan Grogol
  • Pembuatan saluran di Oosterslokkkan Kampung Makasar
  • Normalisasi saluran Kali baru di Meester Cornelis
  • Pengerukan Sungai Krukut dari pertemuan di Cideng sampai Toko Tiga
  • Pendalaman Bacheragrachts

1930

  • Pengerjaan saluran pembuangan di Kali Pesanggrahan, Kedoya
  • Pengerukan lumpur Kali Krukut dan saluran Cideng di Kampung Lima sampai Tanah Abang
  • Saluran pembuangan Cideng di Kampung Lima sampai Tanah Abang
  • Saluran pembuangan Bancerachsgracht dari Jembatan Dua sampai saluran Gusti.

1931

  • Normalisasi aliran di sungai Krukut (pengerukan ulang)
  • Normalisasi Kali Cideng dari Kampung Lima sampai Tanah Abang
  • Normalisasi Bacherachtsgracht dari jembatan dua sampai pintu air Gusti

1933

BPW digabung menjadi Department van Gouvernement Bedrijeven menjadi Department Van Verkeer en Waterstaat (dept perhubungan dan perairan)

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG

Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono mengecek proyek pembangunan terowongan pengendali banjir atau sodetan Sungai Ciliwung ke Kanal Timur di kawasan Kebon Nanas, Jakarta Timur, Sabtu (25/4/2015). Proyek sodetan ini bertujuan untuk menanggulangi banjir di Jakarta.

Periode Setelah Kemerdekaan

1949

Van Blommestein menampilkan gagasan diversion channel dari Kali Cisadane ke Kali Ciliwung terus ke timur melintasi Kali Bekasi hingga Kali Cibeet yang dapat mencurahkan airnya ke waduk Pangkalan pada sistem irigasi dan tenaga listrik Jatiluhur.

1965

  • Pembentukan Lembaga Komando Proyek Penanggulangan Banjir (Kopro Banjir), Kerjasama antara DPU&Pemda Jakarta
  • Membuat Pola Induk Tata Pengairan DKI Jakarta-1965
  • Terusan banjir dilengkapi dengan sarana parkiran air berupa waduk dengan pompa-pompa dan pintu air untuk membantu terusan banjir, jika banjir terlalu tinggi atau dibutuhkan tambahan air penggelontoran di musim kemarau.
  • Parkiran air dibuat di alur banjir Kanal: Waduk setiabudi dan Waduk Melati, dan Waduk Tomang.
  • Waduk Pluit dibangun untuk memarkir air Kali Cideng bila tertahan oleh pasang air laut.

1970

  • Kopro Banjir diubah nama menjadi Proyek Pengendalian Banjir Jakarta Raya (PBJR). Wilayah kerja 16 sungai, penataan terhadap danau dan hutan lindung. Danau Sunter difungsikan sebagai tempat penampungan air limpahan di sekitarnya.
  • Usaha peningkatan pengendalian banjir di Jakarta barat dengan Cengkareng Drain.
  • Alur kali cideng dibangun pintu air yang memungkinkan penyedotan sebagian arus Kali Cideng dan memompanya ke bagian hilir Terusan banjir melalui sarana pompa di Jl. Pematang Siantar

1973 – Master Plan Pengendalian Banjir Jakarta (NEDECO 1973)

  • Dua terusan yang melingkari sebagian besar wilayah kota menampung semua arus banjir dari selatan untuk dielakkan mengelilingi bagian2 hilir kota menuju kelaut. Terusan bagian barat akan menggunakan terusan banjir barat yang telah dibangun dalam rencana van breen (1920). Daerah di bagian barat lagi akan dicarikan solusi sendiri. Pembangunan terusan banjir timur
  • Rehabilitasi semua saluran terbuka di dalam kota
  • Memadukan bagian hilir dari terusan banjir barat yang sudah ada dengan sistem drainase kota bagian tengah dan barat
  • Membangun 2 saluran pembuangan lagi untuk wilayah timur kota (sunter west drain dan eastern main drain
  • Sistem pompa dengan konsep polder bagi daerah-daerah rendah kota dai bagian barat dan timur yang paling dekat dengan laut. Ada kemungkinan bagian rendah yang agak terpencil harus diurug.
  • Rencana memperluas kanal banjir barat.perluasan kanal akan menampung banjir dari sungai grogol dan sungai sekretaris dan daerah barat kanal banjir yang rendah.
  • Pembangunan saluran karang antara kanal lama dan kanal barat
  • Membangun 2 polder dengan sistem pompa (Tomang dan Grogol)

1979

  • Pembangunan saluran cengkareng, sodetan grogol sampai ke kali angke di pesing, serta pembangunan 6 pompa masing-masing berkapasitas 6,7 meter kubik per detik.
  • Pembangunan saluran cakung yang memotong sungai cakung, dan buaran.

1980

  • Pembentukan “Cisadane-Jakarta-Cibeet Water Resources Plan”
  • Kemungkinan meredam arus banjir dari selatan ke Jakarta dengan pembangunan bendungan-bendungan di beberapa sungai.

1981

Pembangunan Cengkareng Drain, sodetan dari Kali Grogol ke Kali Sekretaris dan Pompa Sarinah Thamrin.

1987

Rekayasa terusan banjir Timur: East Jakarta Flood Control Projects 1987

1999

  • Normalisasi aliran 13 sungai
  • Penyempurnaan sistem aliran Kanal Barat dan Cengkareng Drain serta Cakung Drain dan Sungai Sunter
  • Penataan sempadan sungai

KOMPAS/PRIYOMBODO

Tunnel Boring Machine (TBM) pada proyek sodetan Ciliwung yang telah tembus pengeborannya dari outlet di daerah Kebon Nanas, Cipinang Besar Selatan ke titik temu di Jalan Otista 3, Jatinegara, Jakarta Timur, Senin (12/10/2015). Panjang sodetan yang sudah diselesaikan mencapai 564 meter (line 1 dan line 2) dari 1,27 kilometer panjang sodetan yang direncanakan. Proyek sodetan yang nantinya akan menghubungkan sungai Ciliwung ke Kanal Banjir Timur itu sebagai upaya pemerintah mengatasi banjir di Jakarta ini akan rampung pada Desember 2016 dan mulai dioperasikan pada tahun 2017.

2002

  • Normalisasi Kali Sunter dan Buaran di hilir terusan Banjir Timur

2003-2010

Pembangunan Kanal Banjir Timur.

2007–2009

Peningkatan kapasitas Kanal Banjir Barat.

2008–2009

Pembangunan tanggul rob di wilayah utara Jakarta.

2008–2011

Pengerukan 13 sungai dan 56 saluran.

2010

  • Pembersihan sampah dan pembangunan saringan sampah
  • Melanjutkan pembangunan, perbaikan dan pengurasan saluran-saluran air
  • Program sistem peringatan dini banjir
  • Penataan kali dan saluran
  • Pembangunan pompa di Jakarta Utara
  • Pembangunan sistem polder (15 polder)

2012–2014

  • Proyek pengerukan kali atau Jakarta Emergency Dredging Initiative/JEDI
  • Tanggul Laut Raksasa yang dicanangkan pada 9/10/2014 lalu di Stasiun Pompa Waduk Pluit.
  • Proyek normalisasi Kali Pesanggrahan, Angke, Sunter, Jakarta Utara
  • Pelebaran sungai dari 7–15 meter menjadi 15–40 meter.
  • Penambahan pintu air Manggarai dan pintu air Karet serta optimalisasi Kanal Banjir Barat (KBB) yang bertujuan meningkatkan debit air di Manggarai dan Karet.
  • Normalisasi Kali Ciliwung Lama yang bertujuan menata kawasan Kali Ciliwung lama dan meningkatkan kapasitas air menjadi 70 meter3/detik.
  • Normalisasi Kali Ciliwung yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas air dari 180 meter3/detik menjadi 570 meter3/detik.
  • Sodetan Kali Ciliwung-Kanal Banjir Timur untuk mengalihkan debit banjir 60 meter3/detik dari Ciliwung menuju Kanal Banjir Timur
  • Perbaikan 141 pompa yang terdiri dari pompa stationer, pompa mobile , dan pompa underpass

2016–2017

  • Program pembangunan saluran terowongan penghubungan Kanal Banjir Barat dan Timur
  • Rehabilitasi waduk dan situ
  • Pembangunan (perluasan) waduk Pluit

 

KOMPAS/RIZA FATHONI

Tanggul yang masuk dalam proyek National Capital Integrated Coastal Development (NCICD) di Pelabuhan Nizam Zaman, Muara Baru, Penjaringan, Jakarta Utara jebol sepanjang sekitar 100 meter, Rabu (4/12/2019). NCICD merupakan tanggul raksasa yang bertujuan untuk melindungi DKI Jakarta dari resiko banjir akibat penurunan air tanah di Jakarta Utara. Proyek tersebut bekerja sama antara Kementerian PUPR dan Pemprov DKI Jakarta dengan untuk membangun tanggul sepanjang 20,1 km.

2018–2023

  • Untuk menekan banjir rob di pesisir Jakarta, dilakukan pengerjaan tanggul pesisir di muara Kali Blencong, Cilincing, Jakarta Utara. Tanggul sepanjang 1 kilometer tersebut selesai pada akhir 2018.
  • Sejak 2021, pemerintah melakukan pembangunan Stasiun Pompa Ancol Sentiong. Keberadaan rumah pompa di hilir Sungai Sentiong penting untuk mengurangi risiko banjir di tiga kecamatan, yakni Tanjung Priok, Pademangan, dan Kemayoran. Stasiun Pompa Ancol Sentiong merupakan bagian dari rencana induk pengendalian banjir Jakarta dan diharapkan selesai pada 2023.
  • Program gerebek lumpur di lima wilayah kota Jakarta mulai diintensifkan. Program dilakukan dengan mengeruk sedimen lumpur dan sampah menggunakan alat berat secara masif. Meski telah diinisiasi pada 2020, gerebek lumpur baru kembali digencarkan pada September 2021. Pada September 2022, giliran Kali Cideng, Jakarta Pusat yang mengalami pengerukan.
  • Pemerintah Provinsi Jakarta kembali melakukan normalisasi sungai-sungai lainnya. Normalisasi sungai dilakukan bertahap, mulai dari Kali Angke yang sudah beberapa tahun lalu dinormalisasi, dilanjutkan Kali Ciliwung pada Desember 2022.
  • Setelah enam tahun terhenti karena terkendala proses pembebasan lahan, proyek pembangunan sodetan Kali Ciliwung ke Kanal Banjir Timur kembali dilanjutkan pada Januari 2023 oleh Pejabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono. Targetnya, proyek ini rampung dan telah dapat difungsikan pada April 2023. Sodetan Kali Ciliwung akan menjadi prasarana tambahan yang signifikan untuk menangangi banjir. Sodetan mampu mengurangi debit air hingga 33 meter kubik per detik saat status banjir siaga empat. Adapun saat status banjir siaga satu, sodetan ini dapat mengurangi debit air hingga 63 meter kubik per detik. Sodetan Kali Ciliwung ke KBT dilengkapi dua terowongan berdiameter masing-masing 3,5 meter. Terowongan sepanjang 1,3 kilometer akan sangat mengurangi banjir di Jakarta. Sodetan Kali Ciliwung ke KBT bisa mengurangi setidaknya 10 persen banjir Jakarta. Pembangunan sodet menjadi wujud pemerintah melakukan penanganan banjir di Jakarta secara menyeluruh dari hulu ke hilir.

(LITBANG KOMPAS)

Referensi

Buku
  • Soehoed, A.R. (2004). Membenahi Tata Air Jabotabek: Seratus Tahun dari Bandjir Kanaal hingga Ciliwung Floodway. Jakarta: Djambatan
  • Gunawan, Restu. (2010). Gagalnya Sistem Kanal: Pengendalian Banjir Jakarta dari Masa ke Masa. Jakarta: Penerbit Buku Kompas
  • Sakethi, Mirah, dan Team (2010). Mengapa Jakarta Banjir. Jakarta: PT Mirah Sakethi
  • Suhud, A.R. (2002). Banjir Ibukota Tinjauan Historis dan Pandangan ke Depan. Jakarta : Djambatan
  • M, Zainuddin. (2013). Banjir Jakarta: Dari Zaman Jenderal JP Coen (1621) Sampai Gubernur Jokowi (2013). Jakarta: Change Publicher
Arsip Kompas
  • Kompas. (2022, Desember 6). Penataan Kali Ciliwung Bisa Diiringi Bangun Taman. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 14.
  • Kompas. (2023, Januari 25). Sodetan Kali Ciliwung Rampung April Ini. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 12.
  • Kompas.id. (2022, Oktober 5). Genangan dan Banjir Jakarta akibat Hujan Ekstrem Masih Diwaspadai. Diambil kembali dari Kompas.id: https://www.kompas.id/baca/metro/2022/10/05/genangan-dan-banjir-jakarta-akibat-hujan-ekstrem-masih-diwaspadai