KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Kondisi kerusakan akibat gempa bumi di Jalan Cisarua, Sarampad, Cugenang, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, Rabu (23/11/2022). Selain menimbulkan korban, longsor, dan kerusakan bangunan, gempa bermagnitudo 5,6 di Cianjur juga merusak infrastruktur jalan.
Fakta Singkat:
- Indonesia berada di pertemuan zona tumbukan tiga lempeng tektonik utama dunia: Eurasia, Hindia-Australia (Indo-Australia), dan Pasifik.
- Gempa Megathrust adalah serangkaian proses kejadian di mana salah satu lempeng tektonik bertemu dan meluncur perlahan-lahan di bagian bawah lempeng lainnya.
- Gempa Megathrust terbanyak berasal dari Zona Megathrust, yaitu antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia.
- Terdapat 13 sumber gempa megathrust, 295 sesar aktif, dan banyak lagi alur sesar aktif yang belum terpetakan
Indonesia merupakan negara yang unik. Negara kepulauan ini terletak di garis khatulistiwa dan diapit oleh dua benua dan dua samudra dengan kekayaan alam yang melimpah, mulai dari berbagai macam rempah-rempah, sampai sumber daya mineral dan bahan bakar fosil. Tak ada yang menyangkal bila kepulauan Nusantara dijuluki sebagai zamrud khatulistiwa, yang teruntai dari Aceh hingga Papua.
Namun, dibalik semua kekayaan dan keindahan tersebut Indonesia juga memiliki kerawanan gempa yang tinggi karena letaknya yang berada di pertemuan zona tumbukan tiga lempeng tektonik utama dunia, yaitu Eurasia, Hindia-Australia (Indo-Australia), dan Pasifik. Akibatnya, terdapat 13 sumber gempa megathrust, 295 sesar aktif, dan banyak lagi alur sesar aktif yang belum terpetakan.
Pergerakan terus-menerus dari lempeng-lempeng tersebut, baik mendekat maupun menjauh satu sama lain, menjadi penyebab utama tingginya kerawanan gempa di Indonesia. Ketika lempeng-lempeng ini bergerak mendekat satu sama lain, dapat terjadi tumbukan antar lempeng yang memicu terjadinya gempa bumi.
Peta Lempeng di seluruh dunia
Sumber: ESRI
Gempa Megathrust
Gempa Megathrust adalah serangkaian proses kejadian di mana salah satu lempeng tektonik bertemu dan meluncur perlahan-lahan di bagian bawah lempeng lainnya. Sumber gempa ini terbanyak berasal dari zona megathrust, yaitu antara lempeng Indo-Australia dan Eurasia.
Tumbukan ini dapat memicu guncangan atau terjadinya gempa Bumi. Megathrust lebih dikenal sebagai gempa tektonik dengan skala yang besar atau tinggi. Di Indonesia, zona sumber gempa ini telah ada sejak jutaan tahun yang lalu ketika rangkaian busur kepulauan terbentuk.
Kenapa Lempeng Bergerak
Sumber: Ekspedisi Cincin Api – Kompas
Infografis: KOMPAS/Bestari/Luhur
Seluruh aktivitas gempa yang berasal dari zona megathrust dapat disebut sebagai gempa megathrust. Gempa di zona megathrust tidak selalu memiliki kekuatan yang besar.
Gempa di zona ini memiliki berbagai variasi magnitudo dan kedalaman. Data menunjukkan bahwa gempa-gempa kecil yang tidak berpotensi merusak lebih umum terjadi. Namun demikian, zona megathrust tetap memiliki potensi untuk membangkitkan gempa-gempa yang kuat.
Selain itu, ketika terjadi gempa di dasar laut, pergeseran lempeng yang signifikan dapat mengakibatkan pergerakan vertikal besar pada dasar laut. Pergerakan ini dapat menimbulkan gelombang tsunami yang bergerak cepat melintasi samudra dan mencapai pantai-pantai di sekitarnya. Tanpa antisipasi dan peringatan dini, ini dapat mengakibatkan kerusakan yang parah dan potensi hilangnya banyak nyawa.
Peta gempa di Indonesia yang bersumber dari megathrust. (Sumber: bnpb.go.id)
Zona Megathrust di Indonesia
Indonesia memiliki 13 segmentasi megathrust yang aktif dan berpotensi menyebabkan gempa besar serta tsunami.
Di antaranya zona tersebut adalah: Aceh-Andaman, Nias-Simeulue, Kepulauan Batu, Mentawai-Siberut, Mentawai–Pagai, Selat Sunda Banten, Selatan Jawa Barat-Jawa Tengah, Selatan Jawa Timur, Sumba, Papua, Utara Sulawesi, dan Subduksi Lempeng Laut Filipina (Pusat Gempa Nasional, 2017).
Keseluruhan wilayah ini merupakan daerah seismik aktif dan memiliki potensi besar untuk terjadi gempa kuat.
Beberapa Megathrust yang pernah terjadi di Indonesia
Sumber: Ekspedisi Cincin Api – Kompas
Infografis: KOMPAS/Bestari/Luhur
Segmentasi Subduksi
Segmentasi subduksi muncul karena tidak semua zona subduksi memiliki perilaku yang seragam di sepanjang wilayah zona. Di Indonesia, segmentasi subduksi dibagi menjadi enam bagian.
- Subduksi di Sumatra
Pulau Sumatra, bagian barat Indonesia, merupakan wilayah tektonik aktif dengan sejumlah gempa terjadi karena adanya zona subduksi di barat daya pulau tersebut. Subduksi ini melibatkan lempeng Indo-Australia yang menunjam di bawah lempeng Eurasia, dengan kecepatan sekitar 5–6 cm/tahun. Wilayah subduksi ini merupakan bagian dari sabuk konvergen yang membentang dari Himalaya melalui Myanmar, Andaman, Kepulauan Nicobar, barat daya Sumatra, hingga pulau Jawa dan Kepulauan Sunda.
- Subduksi Jawa
Pada zona pertemuan subduksi di selatan Pulau Jawa, lempeng Indo-Australia bergerak ke arah utara, tersubduksi dengan lempeng Eurasia dengan kecepatan bervariasi, mencapai 68 mm/tahun di Jawa Tengah dan menurun hingga 60 mm/tahun di bagian sejajar dengan tengah Sumatra. Sebagian besar proses subduksi di bagian selatan Pulau Jawa bersifat aseismik, dengan locking antara kedua lempeng yang lemah, namun, dua kejadian gempa pada tahun 1994 dan 2006 menyebabkan tsunami di bagian selatan Jawa dengan kekuatan Mw = 7,8.
- Subduksi di Sulawesi
Sulawesi merupakan salah satu dari lima pulau besar di Indonesia terletak pada pertemuan antara tiga lempeng besar, yaitu Lempeng Sunda, Lempeng Australia, dan Lempeng Filipina. Lempeng Filipina mensubduksi Lempeng Sunda pada bagian barat laut Sulawesi.
- Subduksi di Papua
Papua dan Papua Barat merupakan daerah dengan struktur tektonik dan geologi yang kompleks. Tiga lempeng besar bertemu di daerah ini, yaitu Lempeng Sunda, Lempeng Australia, dan Lempeng Pasifik atau Caroline. Lempeng Pasifik mensubduksi lempeng Australia pada bagian utara Papua, sedangkan Lempeng Australia berkolisi dengan Lempeng Sunda pada bagian barat daya Papua.
- Subduksi di Bali, Nusa Tenggara, dan Banda Sea
Zona subduksi antara Lempeng Australia dan Lempeng Sunda membentang sepanjang barat Pulau Sumatra hingga Selatan Pulau Jawa kemudian berubah menjadi zona kolisi di sebelah selatan Pulau Timor.
Beberapa Gempa yang pernah terjadi di Indonesia
Sumber: ESRI
Potensi Megathrust di Masa Depan
Informasi mengenai potensi gempa megathrust mencuat dan menjadi viral setelah diselenggarakannya acara Sarasehan Ikatan Alumni Meteorologi dan Geofisika di Kantor BMKG Pusat, Jakarta, pada tanggal 28 Februari 2018, dengan tema “Gempa bumi Megathrust Magnitudo 8.7, Siapkah Jakarta?”
Tema acara tersebut didasarkan pada hasil kajian ilmiah. Rahma Hanifa (2014) dalam disertasinya di Nagoya University, Jepang, berjudul “Interplate Earthquake Potential off Western Java, Indonesia, Based on GPS Data”, menyebutkan bahwa zona megathrust selatan Jawa Barat dan Banten memiliki potensi untuk memicu gempa dengan magnitudo 8,7. Selain itu, hasil kajian dari Pusat Studi Gempa Nasional (Pusgen, 2017) dalam buku Peta Sumber dan Bahaya Gempa Indonesia Tahun 2017 juga mengungkapkan bahwa zona megathrust selatan Jawa Barat dan Banten memiliki potensi gempa dengan magnitudo maksimum 8,8.
Analisis siklus gempa bumi megathrust menyoroti potensi kejadian gempa dan tsunami di selatan Jawa Barat, Banten, dan segmen lainnya dalam kurun waktu 30-40 tahun mendatang. Menurut Kepala Lembaga Riset Kebencanaan Ikatan Alumni Institut Teknologi Bandung, Heri Andreas, akumulasi energi yang signifikan pada megathrust dapat mencetuskan gempa bumi dengan skala M 8,7-9,0.
Pernyataan ini disampaikannya dalam sebuah webinar berjudul ”Ancaman Tsunami Selatan Jawa, Sudah Siapkah Kita?” pada Rabu (16/11/2022), di mana ia merujuk pada hasil penelitian sejumlah ahli yang memperkuat temuan tersebut. Andreas menekankan bahwa siklus gempa bumi megathrust memiliki pola yang unik dengan rentang waktu sekitar 200 tahun, yang terakhir terjadi sekitar tahun 1800. Dengan demikian, dalam jangka waktu tersebut, potensi terjadinya gempa bumi dan tsunami besar di wilayah tersebut dianggap tinggi.
Dalam rangka merespon isu mengenai gempa bumi berkekuatan M 8,8 dan potensi tsunami di Pantai Selatan Jawa, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menegaskan bahwa meskipun kajian para ahli menyebutkan bahwa zona megathrust Selatan Jawa memiliki potensi untuk mengalami gempa dengan magnitudo maksimum M 8,8, BMKG menegaskan bahwa ini hanya potensi dan bukan prediksi, sehingga waktunya tidak dapat dipastikan. Oleh karena itu, BMKG mendorong upaya mitigasi bencana.
Bagaimana Tsunami Terbentuk
Sumber: Ekspedisi Cincin Api – Kompas
Grafis: Bestari/Luhur
Mitigasi
Masalah utama dari gempa bumi dan bencana tsunami adalah waktu kemunculannya yang selalu tiba-tiba dan tak berpola. Hal ini membuat sulit sekali untuk diprediksi kapan dan di mana akan terjadi kembali. Oleh karena itu, yang dapat kita lakukan adalah tindakan prefentif dan antisipatif dari masyarakat yang tinggal di wilayah rawan gempa dan tsunami. Beberapa upaya mitigasi yang dapat dilakukan menurut Arahan Presiden kepada Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) adalah sebagai berikut:
- Perencanaan tata ruang harus memperhitungkan zona bencana dan harus diterapkan secara ketat.
- Melibatkan akademisi untuk menentukan lokasi rawan bencana melalui kajian yang teliti.
- Jika terjadi bencana, gubernur setempat harus secara otomatis menjadi komandan satuan tugas dan tidak menunggu instruksi dari pemerintah pusat.
- Pembangunan sistem peringatan dini terpadu harus didasarkan pada analisis para ahli sehingga sistem tersebut berjalan efektif.
- Edukasi mengenai kebencanaan harus dimulai sejak dini di semua tingkatan masyarakat dengan melibatkan tokoh-tokoh lokal.
- Melakukan simulasi latihan penanganan bencana secara berkala dan berkesinambungan hingga ke tingkat masyarakat yang lebih rendah.
Mitigasi ini penting untuk selalu diingatkan, dan diajarkan kepada seluruh lapisan masyarakat, agar selalu siap siaga kapan pun, di mana pun, sehingga ketika bencana itu datang semua sudah siap dan tahu apa yang harus dilakukan. Dalam hal ini baik pula bila kita berkaca kepada Jepang. Pemerintah Jepang telah membekali penduduknya dengan program mitigasi bencana yang disosialisasikan secara berkala dan berjenjang baik di fasilitas pendidikan maupun perusahaan.
Setiap tanggal 1 September, selama satu minggu, Jepang melaksanakan berbagai aktivitas edukasi penanaman kesadaran penduduk terhadap kesiapan bencana (Bousai No Hi). Mereka juga mengeluarkan buku panduan multibahasa yang dapat memudahkan bagi seluruh penduduk dan juga orang asing untuk mempelajari tindakan apa yang harus dilakukan ketika terjadi bencana alam, baik ketika di dalam rumah, di luar rumah, di dalam kendaraan pribadi maupun transportasi umum.
Pemanfaatan teknologi juga digunakan untuk deteksi dini secara cepat. Sistem peringatan canggih di setap ponsel penduduk Jepang akan memberi peringatan sekitar lima hingga sepuluh menit sebelum terjadinya gempa. Sehingga ketika bencana terjadi, diharapkan masyarakat tidak panik berlebihan yang dapat menimbulkan korban jiwa.
Sudah saatnya, Indonesia melakukan sosialisasi mitigasi bencana yang disertai dengan latihan persiapan secara berkala, selain juga pemutahiran alat-alat deteksi dini bencana. Namun, perlu disadari bahwa keberhasilan mitigasi tidak cukup hanya dari program yang hebat atau partisipasi masyarakat saja. Perlu ada kerja sama dari semua pihak, mulai dari dukungan pemerintah, program mitigasi bencana, partisipasi masyarakat, dukungan dari sekolah (lembaga pendidikan), pemanfaatan teknologi, dan juga dukungan swasta. (LITBANG KOMPAS)
Referensi
- Nuraini,R,H.(2014). Interplate Earthquake Potential off Western Java, Indonesia, based on GPS data. Nagoya University:Japan.
- Budianto, Firman. (2017). Habitus Kesiapsiagaan Masyarakat Jepang Terhadap Bencana. Jurnal Kajian Jepang, Vol. 1 No. 1
- Widiandari, Arsi. (2021). Penanaman Edukasi Mitigas Bencana pada Masyarakat Jepang. Jurnal Studi Kejepangan, Vol. 5 No 1
Artikel terkait