Kronologi | Industri Tekstil

Runtuhnya Raksasa Tekstil Sritex

Sritex mengakhiri perjalanan panjangnya pada tanggal 1 Maret 2025. Kejatuhan Sritex menjadi simbol runtuhnya salah satu pilar industri tekstil Indonesia.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA
Pekerja menyelesaikan produksi garmen di Sritex, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Rabu (12/3). Industri tersebut sebagian besar produksinya memenuhi permintaan ekspor termasuk memasok seragam militer bagi 30 negara.

PT Sri Rejeki Isman Tbk atau lebih dikenal dengan Sritex adalah raksasa industri tekstil di Indonesia. Namun, pada tanggal 1 Maret 2025, raksasa itu harus berhenti beroperasi setelah perjalanan panjangnya sejak tahun 1966.

Pendirian Sritex oleh H.M. Lukminto pada tahun 1966 menandai awal dari transformasi industri tekstil di Indonesia. Sritex tidak hanya berkembang secara nasional tetapi juga mampu bersaing di pasar internasional. Hal ini dibuktikan dengan Sritex terdaftar sebagai perseroan terbatas di Kementerian Perdagangan pada tahun 1978.

Pada tahun 1970-1980an, Sritex semakin memperluas jangkauan operasinya. Pembangunan fasilitas produksi terpadu yang mencakup pemintalan, penenunan, pewarnaan, hingga pembuatan pakaian jadi dilakukan Sritex. Tak hanya itu, Sritex juga berhasil membangun pabrik tenun pertama pada tahun 1982.

Pada tahun 1990, Sritex pertama kali menerima pesanan seragam militer dari Tentara Nasional Indonesia (TNI). Sehingga membuka jalan Sritex untuk melakukan ekspansi yang lebih besar dengan mendapatkan kontrak sebagai produsen seragam militer NATO dan tentara Jerman. Ini semakin membuktikan bahwa produk Sritex memiliki kualitas yang diakui secara global.

Sritex berhasil tumbuh menjadi perusahaan tekstil terbesar di Asia Tenggara namun tidak luput dari tantangan. Untuk pertama kalinya pada tahun 1994, persoalan utang Sritex pernah mencuat ke publik. Kala itu, Bank Indonesia (BI) menemukan adanya masalah terhadap kredit yang diberikan kepada PT Sri Rejeki Isman (Sritex). Untuk itu, BI menugaskan bank-bank yang memberikan kredit kepada perusahaan tersebut untuk melakukan restrukturisasi.

Meskipun tuduhan-tuduhan kredit macet, praktik korupsi, dan mark-up investasi tersebut mampu dibantah oleh pendiri Sritex, ini menunjukkan adanya kerentanan dalam manajemen perusahaan.

Pada tahun 1998, Sritex mampu bertahan dari krisis moneter yang melanda perekonomian Indonesia dan berhasil melipatgandakan pertumbuhannya sampai delapan kali lipat dibanding waktu pertama kali terintegrasi pada tahun 1992.

Berkat kinerja yang cemerlang, Sritex resmi mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia dengan kode SRIL sejak 17 Juni 2013 dengan harga perdana Rp 240 per lembar. Harga sahamnya sempat melambung ke level tertinggi dengan harga Rp 497 per lembar pada 31 Juli 2015.

Pandemi covid-19 menjadi pukulan telak bagi Sritex. Permintaan global yang menurun drastis, ditambah dengan biaya operasional tinggi, membuat perusahaan kesulitan mempertahankan arus kas.

Pada tahun 2024, situasi Sritex semakin memburuk. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 yang mempermudah impor barang tekstil membuat produk lokal seperti Sritex semakin sulit bersaing. Harga barang impor yang lebih murah menjadi ancaman serius bagi industri tekstil nasional, termasuk Sritex.

Puncaknya, saat putusan pailit atas Sritex dikeluarkan Pengadilan Negeri Kelas 1A Semarang, Jawa Tengah pada tanggal 21 Oktober 2024. Putusan itu berawal dari gugatan pembatalan perjanjian perdamaian yang diajukan oleh PT Indo Bharat Rayon, selaku kreditor dari empat perusahaan grup Sritex. PT Indo Bharat Rayon menuntut pembatalan perdamaian karena empat perusahaan tersebut dinilai lalai dalam memenuhi kewajiban pembayaran utang.

Beberapa faktor penyebab kebangkrutan Sritex, antara lain kesalahan manajemen, serbuan produk impor dari China. Selain itu, terbitnya Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 8 Tahun 2024 dianggap kurang melindungi industri tekstil bahkan semakin memperburuk keadaan. Aturan yang seharusnya mempercepat impor bahan baku malah justru memperlancar masuknya tekstil impor murah ke Indonesia.

Faktor ekonomi makro, seperti depresiasi rupiah dan kenaikan harga bahan baku, turut memperburuk kondisi keuangan Sritex. Belum lagi, kenaikan harga energi, seperti listrik dan gas, semakin menggerus keuntungan Sritex.

Kejatuhan Sritex bukan sekedar kegagalan satu perusahaan, tetapi juga simbol runtuhnya salah satu pilar industri tekstil Indonesia. Ribuan pekerja yang kehilangan pekerjaan dan dampak ekonomi yang ditimbulkan menunjukkan betapa pentingnya menjaga keberlanjutan industri strategis seperti tekstil.

Sritex menjadi pengingat bagi semua pihak baik pelaku usaha maupun pemerintah untuk memastikan bahwa industri nasional dapat bertahan dan berkembang di tengah tantangan global yang semakin kompleks.

KOMPAS/RIZA FATHONI

Produksi Seragam Militer Pekerja memproduksi seragam militer di pabrik PT Sri Rejeki Isman (Sritex) di Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (1/10). Pabrik tekstil terbesar di Asia Tenggara tersebut memiliki kapasitas produksi hingga 1,7 juta potong per bulan dengan pangsa ekspor 80 persen. Sebanyak 40 persen diantaranya adalah seragam militer dari 26 negara di kawasan Eropa, Afrika dan Asia.

Perjalanan Sritex sejak berdiri hingga ditutup

1966

PT Sri Rejeki Isman Tbk (Sritex) didirikan oleh H. M. Lukminto sebagai perusahaan perdagangan tradisional di Pasar Klewer, Solo, Jawa Tengah.

1967

Sritex mulai berekspansi dengan membangun pabrik di Sukoharjo dan secara bertahap mengembangkan industri tekstil terintegrasi dari hulu ke hilir.

1968

Membuka pabrik cetak pertamanya di Solo untuk menghasilkan kain putih dan bewarna.

1976

Pabrik Sritex dibangun menjadi perusahaan tekstil terpadu dengan fasilitas PMDN.

1978

Sritex terdaftar sebagai perseroan terbatas di Kementerian Perdagangan (Kemendag).

1982

Sritex membangun pabrik tenun pertama.

1990

Sritex pertama kali menerima pesanan seragam militer dari Tentara Nasional Indonesia (TNI).

1992

  • Sritex memperluas pabrik dengan membangun empat lini produksi (pemintalan, penenunan, sentuhan akhir dan busana) dalam satu atap.
  • Presiden Soeharto meresmikan pabrik Sritex dalam acara perluasan bersama 275 usaha kelompok aneka industri yang dipusatkan di lokasi Sritex di Sukoharjo pada tanggal 2 Maret 1992.

1994

  • Memulai ekspansi dengan menjadi produsen seragam militer untuk NATO dan tentara Jerman.
  • Bank Indonesia (BI) menemukan adanya masalah terhadap kredit yang diberikan kepada PT Sri Rejeki Isman (Sritex). Untuk itu, BI menugaskan bank-bank yang memberikan kredit kepada perusahaan tersebut untuk melakukan restrukturisasi.
  • Pada tanggal 5 November 1994, Presiden Direktur PT Sritex, Muhammad Lukminto membantah berbagai tuduhan yang dilontarkan terhadap perusahaannya. Ia menyanggah perusahaannya dibelit kredit macet sebesar 1,3 triliun, pemberian katabelece dari seorang pejabat tinggi, praktek mark-up (penggelembungan data investasi untuk meraup kredit perbankan yang lebih besar), serta isu adanya pejabat yang memiliki saham di perusahaannya.

1995

  • Sritex berhasil melesat dengan mendapat kontrak untuk menyuplai seragam militer, tidak hanya untuk TNI, tetapi juga untuk NATO.
  • Ribuan karyawan PT Sritex melakukan unjuk rasa menuntut peningkatan kesejahteraan pada tanggal 11 Desember 1995.

1998

Pasukan North Atlantic Treaty Organization (NATO) dari Angkatan Perang Jerman, tetap memesan seragam dari PT Sritex meski krisis moneter melanda perekonomian Indonesia. Kontrak pembuatan seragam NATO telah berlangsung sejak tahun 1997.

2001

Sritex selamat dari krisis moneter di tahun 1998 dan berhasil melipatgandakan pertumbuhannya sampai delapan kali lipat dibanding waktu pertama kali terintegrasi pada tahun 1992.

2013

Perusahaan tekstil ini mencatatkan sahamnya di Bursa Efek Indonesia dengan kode SRIL sejak 17 Juni 2013 dengan harga perdana Rp 240 per lembar.

2019

Sritex berhasil meraih keuntungan mencapai 1,2 triliun karena memproduksi masker dan alat pelindung diri lain.

2020

Angka penjualan anjlok sehingga Sritex mencatat kerugian untuk pertama kali sejak melantai di pasar modal.

2021

  • Sritex mulai mengalami kesulitan keuangan dengan akumulasi utang dan kerugian sekitar Rp 15 triliun. Pandemi covid-19 dinilai menjadi salah satu penyebab utamanya.
  • Sejak 18 Mei 2021 saham Sritex sudah disuspensi otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI). Menurut aturan BEI, saham yang disuspensi hingga dua tahun terancam dihapuskan dari pencatatan bursa.

2022

  • Pada Januari, CV Prima Karya merupakan salah satu debitur menggugat Sritex atas utang yang belum dibayar. CV Prima Karya mengajukan gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang dilakukan oleh Sritex.
  • Pada 25 Januari 2022, putusan Pengadilan Negeri Semarang mengabulkan rencana proposal perdamaian antara Sritex dengan para krediturnya.
  • Hingga Maret, total utang Sritex mencapai 1,62 miliar dollar AS. Perusahaan berusaha merestrukturisasi utangnya dengan memperpanjang jangka waktu pinjaman, tetapi strategi ini hanya memberikan solusi sementara.

2024

17 Mei 2024

Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8 Tahun 2024 mulai berlaku berdampak pada produk lokal seperti yang dihasilkan Sritex. Perusahaan tekstil ini semakin sulit bersaing karena harga barang impor yang lebih murah.

Juni 2024

Dalam laporan keuangan tahunan yang diaudit, produksi dan penjualan Sritex dari para debitor mengalami kerugian sangat besar. Sritex tercatat memiliki utang ke bank swasta terbesar RI itu sebanyak 82 juta dollar AS atau setara Rp 1,29 triliun.

September 2024

Catatan dari Otoritas Jasa Keuangan, utang Sritex mencapai Rp 14,64 triliun dengan melibatkan 27 bank dan tiga perusahaan multifinance.

21 Oktober 2024

Pengadilan Negeri Kelas 1A Semarang menyatakan Sritex pailit. Putusan itu berawal dari gugatan pembatalan perjanjian perdamaian yang diajukan PT Indo Bharat Rayon, selaku kreditor dari empat perusahaan grup Sritex.

25 Oktober 2024

Sritex mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung setelah dinyatakan pailit.

28 Oktober 2024

  • Komisaris Utama Sritex, Iwan Setiawan Lukminto bertemu dengan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita di Kementerian Perindustrian, Jakarta. Pertemuan tersebut untuk menjelaskan kondisi keuangan perusahaan dan persoalan industri tekstil.
  • Pemerintah meyiapkan strategi dan skema untuk menyelamatkan Sritex dan industri tekstil secara keseluruhan. Strategi ini melibatkan empat kementerian yakni Kementerian Perindustrian, Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Keuangan, dan Kementerian BUMN.

29 Oktober 2024

Presiden Prabowo Subianto menggelar rapat terbatas dengan sejumlah menteri terkait perkembangan industri tekstil dalam negeri, termasuk upaya agar Sritex bisa terus berjalan.

30 Oktober 2024

Menteri Ketenagakerjaan Yassierli menyatakan dukungan pemerintah terhadap Sritex bukan berbentuk dana talangan. Dukungan yang sedang dipertimbangkan adalah memastikan kasasi pailit Sritex berjalan optimal melalui bantuan kurator dan mengkaji ulang regulasi ekspor-impor.

7 November 2024

Sebagian pegawai Sritex diliburkan sementara karena pabrik kekurangan bahan baku.

14 November 2024

Para kreditor dan buruh Sritex dalam rapat kreditor di Pengadilan Negeri Semarang, mengajukan going concern.

16 Desember 2024

Dalam rapat kreditor, kurator menyampaikan tidak akan menggunakan haknya untuk mengusulkan going concern. Mengacu pada Pasal 72 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, kurator harus berhati-hati karena bisa dituntut secara perdata maupun pidana ketika ada kerugian akibat going concern.

18 Desember 2024

Mahkamah Agung menolak kasasi yang diajukan Sritex terkait putusan pailit Pengadilan Negeri Semarang pada 21 Oktober 2024. Putusan pailit itu terkait gugatan salah satu kreditor Sritex, PT Indo Bharat Rayon, yang menilai Sritex dan tiga anak usahanya lalai memenuhi kewajiban pembayaran utang.

20 Desember 2024

Komisaris Utama Sritex, Iwan Setiawan Lukminto menyiapkan langkah hukum lanjutan berupa peninjauan kembali. Ini menjadi kesempatan terakhir bagi Sritex untuk memperjuangkan keberlangsungan usaha.

Januari 2025

Pabrik PT Bitratex Industries Semarang yang masuk dalam Sritex Group telah melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 1.065 orang.

Februari 2025

  • Pabrik lain yang termasuk dalam Sritex Group yaitu PT Sritex Sukoharjo melakukan pemutusan hubungan kerja sebanyak 8.504 orang, PT Sinar Pantja Djaja Semarang sebanyak 40 orang, dan PT Bitratex Industries Semarang sebanyak 104 orang.
  • Pada 28 Februari 2025, dalam rapat kreditor di Pengadilan Negeri Semarang Kelas 1A Khusus, hakim pengawas Haruno Patriadi, menyatakan bahwa going concern tidak memungkinkan dilakukan untuk mengatasai persoalan kepailitan Sritex.

1 Maret 2025

Sritex yang dulu dikenal sebagai raksasa industri tekstil di Indonesia, secara resmi menghentikan operasionalnya. Pemutusan hubungan kerja (PHK) massal tak terhindarkan, dengan lebih dari 10.965 pekerja di empat pabriknya kehilangan pekerjaan.

2 Maret 2025

Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia atau KSPI menyatakan pemutusan hubungan kerja yang terjadi di PT Sritex bertentangan dengan Undan-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. KSPI pun berencana menggelar unjuk rasa, membuka pos komando advokasi, hingga mengajukan gugatan perwakilan kelompok (class action).

3 Maret 2025

Presiden Prabowo Subianto menggelar rapat khusus membahas penutupan Sritex dan meminta jajarannya mencarikan jalan keluar bagi pekerja Sritex yang terkena PHK. Rapat digelar bersama Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, anggota tim kurator PT Sritex Nurma Sadikin, Koordinator Serikat Pekerja PT Sritex Slamet Kaswanto, Menteri BUMN Erick Tohir, dan Menteri Ketenagakerjaan Yassierli.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Buruh yang mayoritas perempuan menunggu giliran masuk untuk sif siang hingga malam di Pabrik Sritex, Kabupaten Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (25/10/2024). Perusahaan tekstil Sritex dinyatakan pailit oleh Pengadilan Negeri Semarang Kelas 1A karena dinilai lalai dalam memenuhi kewajiban bayar utang. Ancaman bangkrutnya salah satu industri tekstil Indonesia ini dinilai turut mengancam keberadaan ribuan tenaga kerja serta ekonomi kecil di sekitarnya.

Referensi

Arsip Kompas
  • BI Perintahkan Restrukturisasi Sritex. Kompas, 4 November 1994, hlm 1.
  • Presdir Sritex Bantah Dapat Katebelece-Urusannya dengan Kejaksaan: Bersifat Pribadi. Kompas, 7 November 1994, hlm 2.
  • Ribuan Karyawan Sritex Unjuk Rasa * Danrem: 40 Mahasiswa Dijaring. Kompas, 12 Desember 1995, hlm 11.
  • NATO Tetap Pesan Seragam ke PT Sritex. Kompas, 21 Desember 1998, hlm 18.
  • Industri: Sritex Perbesar Pasar Ekspor. Kompas, 5 Desember 2013, hlm 20.
  • Industri Tekstil: Kasasi Ditolak MA, Sritex Berjuang Lanjutkan Usaha. Kompas, 21 Desember 2024, hlm 11.
  • Putusan Pailit Sritex: Manajemen Harapkan “Going Concern”. Kompas, 16 November 2024, hlm 11.
  • Sritex: Dukungan Bukan Berupa Dana Talangan. Kompas, 31 Oktober 2024, hlm 1.
  • Presiden Minta Menteir Cari Solusi. Kompas, 4 Maret 2025, hlm. 9.
  • Ketenagakerjaan: KSPI Siapkan Gugatan PHK Karyawan PT Sritex. Kompas, 3 Maret 2025, hlm.10.

Penulis
Susy Sartika Rumbo

Editor
Topan Yuniarto

© PT Kompas Media Nusantara