KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Penawaran potongan harga terpasang di gerai hipermarket Giant Ekstra Alam Sutera, Tangerang Selatan, Minggu (30/5/2021). Jelang ditutupnya semua gerai hipermarket Giant per Juli 2021, pengunjung menyerbu sejumlah gerai Giant untuk berbelanja barang yang ditawarkan dengan harga diskon. Perubahan perilaku konsumen yang tidak lagi berbelanja kebutuhan harian untuk stok satu bulan dan pandemi Covid-19 yang telah berlangsung lebih dari satu tahun menyebabkan banyak perusahaan ritel modern gulung tikar dan beralih fungsi.
Fakta Singkat
Pengertian toko modern (Perpres 112/2007)
Toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan
Regulasi
• SKB Menteri Perindustrian dan Perdagangan dan Menteri Dalam Negeri Nomor 145/MPP/Kep/5/97
• Keppres 99/1998
• Kepmenperindag 107/1998
• Perpres 112/2007
• Permendag 53/2008
• Permendag 70/2013
Sejarah berkembangnya Pasar Modern
• 1966 Departemen Store pertama
• 1973 Swasta terlibat
• 1996 Hipermarket muncul
• 1997 Pemodal asing masuk
• 1998 Maraknya minimarket
• 2000 Liberalisasi dilebarkan
Potret industri ritel (BPS)
• Jumlah toko modern : 1.131 toko (7,06 persen dari total pasar di Indonesia)
• Jumlah pusat perbelanjaan : 708 pusat perbelanjaan (4,42 persen dari total pasar
di Indonesia)
Tantangan industri ritel
• Perubahan tren belanja
• Penurunan konsumsi dan dan daya beli masyarakat
• Loyalitas konsumen
• Regulasi
Sebagian masyarakat Indonesia tentu sudah mengenal toko modern (pasar modern) seperti minimarket, supermarket, department store, hypermarket, ataupun grosir yang berbentuk perkulakan. Bisnis ritel modern itu sangat mudah dijumpai di hampir setiap sudut kota di Pulau Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Sumatera, dan beberapa pulau padat populasi lainnya pada saat ini.
Selain produk yang ditawarkan cukup beragam dan lengkap, lokasi yang mudah dijangkau dan juga suasana yang nyaman, membuat tak sedikit masyarakat di Indonesia yang lebih memilih untuk berbelanja di pasar modern.
Tak hanya menjual produk seperti makanan dan peralatan sehari-hari, toko modern juga melayani jasa transaksi. Layanan transaksi seperti pembayaran tiket, tagihan listrik dan air, hingga pembayaran layanan online lainnya dapat dilakukan di toko modern. Tak heran, dengan beragam fasilitas yang tersedia di dalamnya, bisnis ritel modern bisa berkembang pesat di Indonesia.
Selain berkontribusi besar terhadap Produk Domestik Bruto (PDB), industri ritel juga menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang besar.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Pengunjung memilih sejumlah barang saat berbelanja di gerai hipermarket Giant Ekstra Alam Sutera, Tangerang Selatan, Minggu (30/5/2021).
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Antrean pengunjung yang akan membayar barang belanja di kasir gerai hipermarket Giant Ekstra Alam Sutera, Tangerang Selatan, Minggu (30/5/2021). Pengunjung menyerbu sejumlah gerai Giant untuk berbelanja barang yang ditawarkan dengan harga diskon.
Pengertian ritel
Ritel atau retail dalam bahasa Inggris merupakan mata rantai yang penting dalam proses distribusi barang dan merupakan mata rantai terakhir dalam suatu proses distribusi. Melalui ritel, suatu produk dapat bertemu langsung dengan penggunanya.
Dikenal pula dengan istilah bisnis eceran, ritel berperan sebagai perantara pemasaran yang menghubungkan produsen utama atau grosir besar dengan konsumen yang membeli dalam jumlah kecil atau bentuk satuan.
Dengan demikian, industri ritel adalah industri yang menjual produk dan jasa pelayanan yang telah diberi nilai tambah untuk memenuhi kebutuhan pribadi, keluarga, kelompok, atau pemakai akhir, bukan untuk dijual kembali. Produk yang dijual kebanyakan adalah pemenuhan dari kebutuhan rumah tangga termasuk sembilan bahan pokok.
Adapun pengertian toko modern menurut Perpres 112/2007 adalah toko dengan sistem pelayanan mandiri, menjual berbagai jenis barang secara eceran yang berbentuk Minimarket, Supermarket, Department Store, Hypermarket ataupun grosir yang berbentuk Perkulakan.
Hipermarket merupakan gerai yang berukuran lebih dari 5.000 meter persegi, menyediakan berbagai macam kebutuhan dalam satu atap. Supermarket menempati luasan lahan sekitar 1.000 meter persegi dan segmen terakhir adalah minimarket yang cukup dengan luasan lahan dimulai dari 100 meter persegi.
Ketiga jenis toko modern, yaitu minimarket, supermarket, dan hypermarket, mempunyai karakteristik yang sama dalam model penjualan. Ketiga jenis ritel tersebut menjual secara eceran langsung pada konsumen akhir dengan cara swalayan. Artinya, pembeli mengambil sendiri barang dari rak-rak dagangan dan membayar di kasir.
Kesamaan lain, barang yang diperdagangkan adalah berbagai macam kebutuhan rumah tangga, termasuk kebutuhan sehari-hari. Adapun perbedaan di antara ketiganya, terletak pada jumlah item dan jenis produk yang diperdagangkan, luas lantai usaha dan lahan parkir, dan modal usaha yang dibutuhkan.
KOMPAS/PRIYOMBODO
Jelang pelaksanaan puasa, warga berbelanja aneka bahan makanan di supermarket yang terletak di kawasan Larangan, Kota Tangerang (23/4/2020).
Regulasi mengenai industri ritel
Keberadaan industri ritel di Indonesia telah diatur dalam beberapa regulasi, mulai dari peraturan presiden hingga aturan di tingkat kementerian seperti peraturan menteri perdagangan.
Awalnya regulasi yang mengatur keberadaan ritel modern dan ritel tradisional tertuang dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.420/MPP/Kep/10/1997 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan.
Dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan itu ditegaskan tujuan penataan dan pembinaan pasar dan pertokoan. Pertama, menciptakan sinergi antara pasar modern dengan pengusaha kecil dan menengah, koperasi, serta pasar tradisional agar dapat tumbuh dan berkembang lebih cepat untuk mewujudkan tata perdagangan dan pola distribusi nasional yang mantap
Kedua, mewujudkan kemitraan usaha antara pengusaha besar pasar modern dengan pedagang kecil dan menengah, koperasi, serta pasar tradisional. SKB ini dikeluarkan dengan maksud agar ritel modern maupun ritel tradisional dapat tumbuh bersama.
Pada tahun 1998, Pemerintah Indonesia mulai membuka masuknya ritel asing setelah menandatangani LOI (letter of intent) dengan IMF (International Monetary Fund) dengan meliberalisasi masuknya investasi-investasi asing ke Indonesia sebagai konsensus memberi bantuan dana utang untuk mengatasi krisis yang terjadi. Maka dikeluarkanlah Keputusan Presiden Nomor 99 Tahun 1998 dan Keputusan Kepala BKPM No. 29/SK/1998 tentang investasi-investasi asing tersebut, termasuk sektor ritel.
Pada tahun yang sama, Menteri Perindustrian dan Perdagangan waktu itu menerbitkan pula Keputusan Menteri Perindustrian Dan Perdagangan No.107/MPP/Kep/2/1998 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Pasar Modern.
Salah satu keputusannya adalah pasar modern wajib memperoleh Izin Usaha Pasar Modern (IUPM). Pasar Modern juga wajib melakukan kerja sama dengan pedagang kecil dan menengah, serta pasar tradisional. Perusahaan Pasar Modern wajib menyampaikan laporan usahanya secara berkala 6 (enam) bulan sekali kepada Dirjen Perdagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan.
Kemudian, untuk mengatasi semakin terjepitnya ritel tradisonal oleh ritel modern dan agar ritel modern dan tradisional dapat tumbuh bersama, pemerintah mengeluarkan berbagai macam kebijakan dan aturan dalam bisnis ritel, yaitu Keppres 96/2000 yang diperbaharui dengan Keppres 118/2000 mengenai penanaman modal asing.
Pada tahun 2007, pemerintah menerbitkan Perpres 112/2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern yang berisi enam hal pokok mengenai definisi, zonasi, kemitraan, perizinan, jam buka, syarat perdagangan, kelembagaan pengawas, dan sanksi. Perpres tersebut diterbitkan karena semakin berkembangnya toko modern yang merambah daerah perdesaan, dan mengubah peran dan fungsi pasar tradisional.
Setiap toko modern wajib memperhitungkan kondisi sosial ekonomi masyarakat sekitar serta jarak antara toko modern dengan pasar tradisional yang telah ada, serta mewujudkan norma-norma keadilan, saling menguntungkan dan tanpa tekanan dalam hubungan antara pemasok barang dengan toko modern serta pengembangan kemitraan dengan usaha kecil, sehingga tercipta tertib kegiatan usaha dan keseimbangan kepentingan produsen, pemasok, toko modern dan konsumen.
Toko modern (minimarket) juga harus memiliki izin pendirian yang disebut dengan Izin Usaha Toko Modern (IUTM) yang diterbitkan oleh Bupati/Wali Kota dan khusus untuk wilayah DKI Jakarta diterbitkan oleh Gubernur (Pasal 12 Perpres 112/2007).
Disebutkan pula lokasi pendirian dari Toko Modern wajib mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten/Kota dan Rencana Detail Tata Ruang Kabupaten/Kota.
Pengaturan lokasi minimarket dalam Pasal 5 ayat (4) Perpres 112/2007 disebutkan bahwa minimarket boleh berlokasi pada setiap sistem jaringan jalan, termasuk sistem jaringan jalan lingkungan pada kawasan pelayanan lingkungan (perumahan) di dalam kota/perkotaan. Artinya, minimarket bisa membuka gerai hingga ke wilayah pemukiman warga.
Kemudian pada tahun 2008, diterbitkan aturan pelaksana dari Perpres tersebut yaitu Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 53 Tahun 2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pasar Modern dan Pusat Perbelanjaan.
Lalu pemerintah mengeluarkan Permendag 53/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan dan Toko Modern yang mengatur lebih rinci lagi masalah zoning serta trading term.
Dalam Permendag tersebut, antara lain, disebutkan bahwa kewenangan untuk menerbitkan Izin Usaha Toko Modern (IUTM) dapat didelegasikan kepada Kepala Dinas/Unit yang bertanggung jawab di bidang perdagangan atau pejabat yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan Pelayanan Terpadu Satu Pintu setempat (Pasal 11 Permendag 53/2008).
Selain itu, kewajiban bagi minimarket yaitu Pendirian Minimarket baik yang berdiri sendiri maupun yang terintegrasi dengan Pusat Perbelanjaan atau bangunan lain wajib memperhatikan kepadatan penduduk, perkembangan pemukiman baru, aksesibilitas wilayah (arus lalu lintas), dukungan/ketersediaan infrastruktur, dan keberadaan pasar tradisional dan warung/toko di wilayah sekitar yang lebih kecil daripada minimarket tersebut.
Permendag 53/2008 tidak mengatur konsekuensi ataupun sanksi apabila kewajiban di atas dilanggar. Pelaksanaan pengawasan toko modern diserahkan kepada Bupati/Wali Kota atau Gubernur untuk wilayah DKI Jakarta.
Selanjutnya Permendag 53/2008 telah digantikan oleh Permendag 70/2013 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern.
Sejarah perkembangan industri ritel di Indonesia
Sejak dasawarsa 1960-an, ritel modern telah masuk ke Indonesia. Saat itu, berdirilah Sarinah dengan format Department Store atau toserba (toko serba ada) di Indonesia pada tanggal 23 April 1963 di Jalan M.H. Thamrin, Jakarta. Presiden Soekarno menggagas konsep toserba ini dengan mengadopsi dari negeri Barat dan Jepang.
Presiden Soekarno awalnya merencanakan toserba Sarinah bukan berbentuk perusahaan yang semata-mata mencari keuntungan, melainkan badan sosial sebagai stabilisator harga kebutuhan pokok masyarakat. Namun, hal itu tidak dapat terwujud karena tidak lama kemudian Orde Lama runtuh pada tahun 1966.
Pada masa Orde Baru, Sarinah dijadikan sebagai sebuah perusahaan yang berorientasi pada keuntungan dan laba. Selanjutnya, pada tahun 1970 hingga 1980-an, berkembang ritel modern dengan format supermarket dan departement store yang ditandai dengan hadirnya peritel modern seperti Matahari yang didirikan pada 11 Maret 1986, Hero yang berdiri pada 23 Agustus 1971, dan Ramayana yang berdiri pada 14 Desember 1983. Kehadiran ritel modern tersebut seiring dengan munculnya golongan kelas menengah dan orang kaya baru.
Kreativitas pelaku usaha ritel dalam menangkap peluang pasar mengakibatkan munculnya berbagai jenis format ritel baru seperti minimarket, convenience store, maupun supermarket. Ceruk-ceruk pasar mulai bermunculan seiring dengan semakin berkembang pesatnya ekonomi Indonesia pada awal dekade 1990. Era perkembangan convenience store ditandai dengan maraknya pertumbuhan minimarket seperti Indomaret yang didirikan pada tanggal 21 November 1988 dan Alfamart yang didirikan pada 22 Februari 1989. Pertumbuhan high class departement store, dimulai dengan masuknya Sogo, Metro, dan lainnya. Serta, pertumbuhan format cash and carry mulai muncul dengan berdirinya Makro, diikuti Goro, dan Alfa.
Pada masa ini berdiri pula Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO) yang berdiri pada tahun 1994 sebagai wadah dari ritel-ritel yang ada di Indonesia. Tahun 1998, peritel asing mulai merangsek masuk ke bisnis ritel di Indonesia setelah Pemerintah Indonesia menandatangani LOI (letter of intent) dengan IMF (International Monetary Fund) dengan meliberalisasi masuknya investasi-investasi asing ke Indonesia.
Pada periode tahun 2000-2010, ritel modern di Indonesia baik lokal maupun internasional semakin menggurita dan menyasar kalangan kelas menengah ke bawah. Pada era ini, ritel modern di Indonesia muncul dengan format hypermarket dan perkenalan e-retailing.
Masa ini ditandai dengan hadirnya Carrefour dengan format hypermarket dan hadirnya Lippo-Shop yang memperkenalkan e-retailing di Indonesia berbasis pada pengguna internet. Konsep ini masih asing dan sukar diterima oleh kebanyakan masyarakat Indonesia yang masih terbiasa melakukan perdagangan secara langsung. Selain format tersebut, terdapat pola pertumbuhan ritel dengan format waralaba.
KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO
Petugas menata pernak-pernik khas Betawi hasil kerajinan pelaku UMKM yang ditampilkan dalam bazar untuk memperingati Hari Ritel Nasional di Lippo Mall Kemang, Jakarta, Rabu (25/11/2020). Acara yang diadakan oleh Aprindo ini untuk memberikan kesempatan kepada produk halal, produk UMKM dan produk pernak-pernik eksotik nasional dari berbagai daerah di Indonesia untuk berpromosi. Selain dilakukan secara offline, bazar ini juga dilakukan secara virtual.
Artikel Terkait
Potret industri ritel
Industri ritel dan pusat perbelanjaan menunjukkan perkembangan dari tahun ke tahun. Terakhir, menurut hasil Survei Profil Pasar Tahun 2018 yang dilaksanakan oleh Badan Pusat Statistik (BPS), toko modern di Indonesia tercatat sebanyak 1.131 toko atau 7,06 persen dari seluruh pasar di Indonesia. Sedangkan, pusat perbelanjaan berjumlah 708 atau 4,42 persen.
Berdasarkan sebaran geografisnya, gerai-gerai toko modern dan pusat perbelanjaan tersebut masih terkonsentrasi di Pulau Jawa. Untuk toko modern, jumlah terbanyak berada Provinsi Jawa Barat (232 toko), disusul Provinsi Jawa Tengah (161 toko), Provinsi Jawa Timur (93 toko), dan Provinsi DKI Jakarta (52). Sedangkan untuk pusat perbelanjaan, jumlah terbanyak berada di Provinsi Jawa Barat (139), disusul DKI Jakarta (80), Jawa Timur (65), Jawa Tengah (51) dan Banten (50).
Terkonsentrasinya gerai-gerai toko modern dan pusat perbelanjaan di Pulau Jawa tidak lepas dari kondisi di mana konsentrasi penduduk dan pusat perekonomian Indonesia memang berada di pulau ini.
Adapun, anggota perusahaan ritel lokal maupun jaringan nasional yang tergabung Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) tercatat sebanyak 150 perusahaan dengan gerai sebanyak 45.000 yang tersebar di seluruh Indonesia.
Perkembangan industri ritel secara mencolok juga ditunjukkan dengan sejumlah penambahan gerai yang signifikan dari dua pemain minimarket yang besar, yakni Alfamart dan Indomaret. Seperti dikutip dari Bisnis, jumlah gerai baik Alfamart maupun Indomart terus meningkat. Jumlah gerai Alfamart di seluruh Indonesia pada Desember 2020 tercatat berjumlah 15.102 unit, meningkat dibandingkan pada Januari 2020 sebanyak 14.430 unit. Sedangkan, Gerai Indomaret telah mencapai 18.113 unit pada Desember 2020 dari yang mulanya 17.499 unit pada Januari 2020.
Pada kelompok Supermarket, terdapat enam pemain utama, yakni Hero, Carrefour, Superindo, Foodmart, Ramayana, dan Yogya + Griya Supermarket.
Berdasarkan Global Retail Development Index (GRDI) 2019 yang dirilis oleh lembaga konsultan A.T Kearney, ritel Indonesia masih tetap bertahan di 10 besar. Pasar ritel Indonesia di posisi 5 dari 30 negara berkembang di seluruh dunia dengan skor 55,9 dari skor paling tinggi 100 (Kearney, 2019).
Tingginya angka pertumbuhan pasar ritel Indonesia itu tidak terlepas dari potensi yang dimiliki oleh Indonesia dengan jumlah penduduk 267 juta jiwa, yang 65 persen adalah anak muda usia produktif. Hal tersebut membuat para peritel tidak akan kesusahan dalam mencari target market dan sumber daya manusia yang berkualitas.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Antrean para peserta vaksinasi Covid-19 massal bagi pelaku usaha perdagangan di pusat perbelanjaan Thamrin City, Jakarta Pusat, Senin (3/5/2021). Vaksinasi bagi pelaku bisnis di pertokoan dan mal termasuk para karyawan toko menjadi salah satu upaya dalam mengendalikan penularan Covid-19 dan mendorong sektor ekonomi yang terimbas pandemi. Data Kementerian Kesehatan hingga Senin (3/4/2021) sebanyak 12.545.372 orang telah meneima dosis pertama vaksin Covid-19. Sementara dosis kedua telah disuntikan untuk 7.827.196 orang.
Artikel Terkait
Tantangan industri ritel
Kendati prospek industri ritel di Indonesia masih menjanjikan, namun industri ini akan menghadapi beragam tantangan, terutama pada era revolusi industri 4.0 saat ini. Setidaknya ada empat tantangan yang akan dihadapi bisnis ritel ke depan.
Tantangan pertama adalah perubahan tren belanja dari belanja di pasar menjadi belanja secara daring (online). Bisnis retail yang lebih mengandalkan toko-toko fisik kini semakin tertekan karena adanya perubahan tren belanja yang beralih ke dunia online.
Transaksi digital yang terus berkembang semakin memudahkan konsumen untuk mendapatkan barang yang diinginkan tanpa repot keluar rumah. Hanya bermodalkan telepon seluler atau ponsel serta kuota internet, konsumen bisa mencari berbagai kebutuhan sehari-hari. Tanpa perlu mengunjungi toko-toko dengan jarak cukup jauh yang akan menyita waktu, tenaga, dan biaya transportasi.
Berbelanja secara daring selain memberikan kemudahan, barang-barangnya pun bervariasi dengan harga yang lebih kompetitif. Tidak mengherankan apabila perubahan tren belanja ini menjadi tantangan tersendiri bagi industri ritel.
Kedua, penurunan konsumsi dan daya beli masyarakat. Merebaknya pandemi Covid-19 di Tanah Air sejak Maret 2020, tak hanya berdampak pada kesehatan semata tetapi juga membuat perekonomian nasional terganggu. Kebijakan pembatasan sosial membuat dunia usaha terpuruk. Tidak sedikit perusahaan ritel yang kemudian menutup usahanya karena terdampak kebijakan pembatasan sosial.
Kabar terakhir menyebutkan, PT Hero Supermarket Tbk atau Hero Group menjadi perusahaan ritel terbaru yang akan menutup semua gerai hipermarket Giant per Juli 2021. Menurut rencana, lima gerai Giant akan diubah menjadi gerai baru perlengkapan rumah tangga IKEA, sementara gerai hipermarket Giant lainnya akan ditutup.
Bahkan, Aprindo mencatat, selama pandemi terdapat lebih dari 400 minimarket yang menutup usahanya. Sementara untuk supermarket, selama periode Maret-Desember 2020, rata-rata ada 5-6 gerai yang terpaksa tutup setiap hari. Per Januari-Maret 2021 ini, rata-rata ada 1-2 toko yang tutup dalam sehari. Tutupnya usaha ritel itu tidak terlepas dari turunnya konsumsi dan lemahnya daya beli masyarakat.
Ketiga, mempertahankan loyalitas konsumen. Menumbuhkan dan menjaga loyalitas konsumen pada era digital dianggap oleh sebagian pengusaha ritel lebih sulit dibandingkan pada era konvensional dulu. Sekali lagi, karena barang kebutuhan sudah tersebar di berbagai online shop atau e-commerce dengan banyak varian dan harga yang lebih murah. Konsumen saat ini mempunyai banyak sekali pilihan.
Tantangan keempat adalah regulasi. Terdapat dua faktor yang menjadi napas industri ritel, yakni retail is detail dan retail is expansion. Retail is detail mencakup perhatian terhadap interior toko, merchandising dan harga diskon. Sementara retail is expansion berarti pertumbuhan retail ditentukan oleh ekspansinya baik dari segi produk maupun toko. Akan tetapi, dua hal ini dibatasi regulasi yang ada.
Pasang surut industri ritel di Indonesia tidak terlepas dari mata rantai dan ruang lingkup faktor-faktor internal yang mempengaruhi keberlangsungan industri ini. Faktor eksternal seperti pandemi berkepanjangan telah memunculkan strategi baru agar industri ini tetap mampu bertahan menggerakkan roda perekonomian dalam skala yang lebih luas. (LITBANG KOMPAS)
Baca juga: Meneropong Persoalan Penutupan Bisnis Ritel
Referensi
- “Pasar Tradisional: Ruang Sosial Itu Segera Jadi Masa Lalu”, Kompas, 4 Agustu 2006, hal. 14
- “Pasar Tradisional Mulai Kehilangan Tempat”, Kompas, 3 November 2007, hal. 35
- “Pilihan Belanja Kian Banyak * Barometro”, Kompas, 20 Agustus 2017, hal. 12
- “Mal, Berubah atau Mati”, Kompas, 10 Desember 2017, hal. 18
- “Perilaku Konsumsi dan Industri Ritel”, Kompas, 29 Januari 2019, hal.1,11
- “Ritel Pasca-pemilu”, Kompas, 30 April 2019, hal. 01, 15
- “Pusat Perbelanjaan: Sarinah”, Kompas, 2 Desember 2020, hal. 09
- Guswai, Christian F. 2008. Retail Excellence Series What I Learned From Hypermarket Business Rahasia Sukses Hypermarket yang Bisa Diterapkan untuk Bisnis Ritel Anda. Jakarta: PT Elex Media Komputindo
- Jacob, Syahmardi. 2017. Eksis Di Bisnis Ritel: Strategi Melejitkan Daya Saing Minimarket Modern. Trim Komunikata
- Martinus, Handy. 2011. Analisis Industri Retail Nasional. HUMANIORA Vol.2 No.2 Oktober 2011: 1309-1321.
- Soliha, Euis. 2008. Analisis Industri Ritel Di Indonesia. Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE). Vol. 15, No. 2 September 2008: 128 – 142
- The Kearney 2019 Global Retail Development Index, laman kearney.com
- Pertumbuhan Penjualan Ritel, laman CEIC
- Terdampak Pandemi, Ritel di Titik Nadir, laman Kompas.id
- Pelanggan Berubah, Peritel Berbenah, laman Kompas.id
- Industri Ritel Terpuruk Selama Pandemi Corona, laman Kompas.com
- Robohnya Ritel Kami, laman Kompas.com
- Begini prospek bisnis ritel modern di tengah pandemi saat ini, laman Kontan
- Sekitar 1.300 toko ritel tutup hingga Maret 2021, Aprindo beberkan penyebabnya, laman Kontan
- Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.420/MPP/Kep/10/ 1997 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan
- Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan RI Nomor 107/MPP/Kep/2/1998 tentang Ketentuan dan Tata Cara Pemberian Izin Usaha Pasar Modern
- Keppres 99/1998 tentang Bidang/Jenis Usaha yang Dicadangkan Untuk Usaha Kecil Dan Bidang/Jenis Usaha yang Terbuka Untuk Usaha Menengah Atau Usaha Besar dengan Syarat Kemitraan
- Keppres 118/2000 tentang Perubahan Atas Keppres Nomor 96 Tahun 2000 tentang Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan Tertentu Bagi Penanaman Modal
- Perpres 112/2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern
- Keppres 76/2007 tentang Kriteria dan Persyaratan Penyusunan Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal
- Permendag Nomor 53/M-DAG/PER/12/2008 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pasar Modern dan Pusat Perbelanjaan
- Permendag Nomor 70/M-DAG/PER/12/2013 Tahun 2013 tentang Pedoman Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, Pusat Perbelanjaan, dan Toko Modern