Daerah

Provinsi Jawa Barat

Terletak di bagian barat Pulau Jawa, Jawa Barat merupakan bagian dari rangkaian zamrud khatulistiwa. Daerah ini kaya akan sumber daya alam dan destinasi wisata serta berpenduduk terbanyak di Indonesia.

Fakta Singkat

Ibukota
Bandung

Hari Jadi
19 Agustus 1945 (Perda no. 26/2010)

Dasar Hukum
Undang-Undang No.11/1950

Luas Wilayah
35.377,76 km2

Jumlah Penduduk
49.935.858 (2019)

Pasangan Kepala Daerah
(2017-2022)

Mochamad Ridwan Kamil, ST, M.Ud
H. Uu Ruzhanul Ulum, SE

Jawa Barat merupakan provinsi pertama yang dibentuk sejak masa kolonial Belanda tahun 1925. Namun demikian, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 11 tahun 1950, Provinsi Jawa Barat berdiri pada tanggal 4 Juli 1950, saat ditetapkan dan mulai diberlakukan oleh pemerintah. Pusat pemerintahannya berada di Bandung.

Dengan luas 35.377,76 kilometer persegi atau sekitar 1,85 persen dari luas daratan Indonesia, Jawa Barat terluas kedua di Pulau Jawa setelah Jawa Timur (47.921 km²). Populasi penduduknya mencapai 49,93 juta jiwa (BPS 2019) dan terbanyak di Indonesia.

Kompas/Julian Sihombing

Gedung Sate berdiri megah di antara rimbunan pohon dan gedung modern di latar belakang. Kemegahan gedung ini tak goyah oleh ganasnya pembangunan Bandung yang banyak mengorbankan gedung-gedung tua. Gedung Sate Bandung tempat kantor Gubernur Jawa Barat, dibangun tahun 1920-1924 oleh trio arsitek Belanda Ir. J. Gerber, Ir. Eh de Roo dan Ir. G. Hendriks. Menempati tanah seluas 27.990.859 meter persegi dan bangunan seluas 10.877.734 meter persegi merupakan karya besar arsitektur paduan Barat dan Timur. Atapnya bentuk Mahameru dengan puncaknya ada ornamen seperti tusuk sate. Kiri kanan bangunan dilengkapi dengan taman yang banyak ditumbuhi pohon-pohon besar berusia tua dan dipelihara.

Sejarah pembentukan

Wilayah Jawa Barat yang juga dikenal sebagai “daerah tataran Sunda” memiliki sejarah panjang dari masa ke masa. Dalam buku “Sejarah Provinsi Jawa Barat”, karya Nina H. Lubis dkk, sejarah Jabar itu terentang dari masa prasejarah, kerajaan kuno, zaman kesultanan hingga bergabung kembali dengan Republik Indonesia sebagai daerah provinsi.

Temuan arkeologi di Anyer menunjukkan budaya logam perunggu dan besi sudah ada sejak sebelum milenium pertama. Gerabah tanah liat prasejarah zaman Buni (Bekasi kuno) bisa ditemukan merentang dari Anyer sampai Cirebon.

Jawa Barat pada abad ke-5 merupakan bagian dari Kerajaan Tarumanagara. Prasasti peninggalan Kerajaan Tarumanagara tersebut banyak tersebar di Jawa Barat. Ada tujuh prasasti yang ditulis dalam aksara Wengi yang digunakan dalam masa Palawa India dan bahasa Sansekerta yang sebagian besar menceritakan para raja Tarumanagara.

Setelah kerajaan Tarumanagara runtuh, kekuasaan di bagian barat Pulau Jawa dari Ujung Kulon sampai Kali Serayu dilanjutkan oleh Kerajaan Sunda. Salah satu prasasti dari zaman Kerajaan Sunda adalah prasasti Kebon Kopi II yang berasal dari tahun 932. Pakuan Pajajaran merupakan ibu kota dari Kerajaan Sunda yang sekarang jadi daerah otonomi kota Bogor.

Sejak abad ke-16, Kesultanan Demak berkembang menjadi saingan politik dan ekonomi Kerajaan Sunda. Pelabuhan Cerbon yang kelak menjadi Kota Cirebon, juga lepas dari Kerajaan Sunda karena pengaruh dari Kesultanan Demak. Sejak saat itu, kerajaan ini tumbuh menjadi Kesultanan Cirebon yang mampu membangun daerah kekuasaannya sendiri. Pelabuhan Banten juga lepas ke tangan Kesultanan Cirebon dan kemudian tumbuh menjadi Kesultanan Banten.

Untuk menghadapi dan mengatasi ancaman ini, Sri Baduga Maharaja yang merupakan raja Sunda kala itu memerintahkan putranya, Surawisesa, untuk berangkat ke Malaka dan membuat perjanjian pertahanan keamanan dengan orang Portugis. Hal ini terpaksa dilakukan untuk mencegah jatuhnya pelabuhan utama, yaitu Sunda Kalapa (yang sekarang Jakarta), kepada Kesultanan Cirebon dan Kesultanan Demak.

Pada saat Surawisesa naik takhta menjadi Raja Sunda, dengan gelar Prabu Surawisesa Jayaperkosa, dibuat perjanjian pertahanan keamanan Sunda-Portugis. Kerja sama ini ditandai dengan didirikannya Prasasti Perjanjian Sunda-Portugal, yang ditandatangani pada tahun 1512.

Sebagai timbal baliknya, Portugis diberi akses untuk mendirikan benteng dan gudang di Sunda Kalapa serta akses untuk melakukan kegiatan perdagangan di sana. Untuk mewujudkan perjanjian pertahanan dan keamanan bersama Portugis, maka pada tahun 1522 dibangun sebuah monumen batu yang disebut padrao di tepi Ci Liwung.

Meskipun perjanjian pertahanan dan keamanan dengan Portugis telah disepakati, namun pelaksanaannya tidak dapat terwujud. Pasalnya, pada tahun 1527 pasukan aliansi Cirebon-Demak menyerang dan berhasil menaklukkan pelabuhan Sunda Kelapa dibawah pimpinan Fatahilah atau Paletehan.

Perang yang terjadi antara Kerajaan Sunda dan aliansi Cirebon-Demak tersebut berlangsung selama lima tahun.  Pada tahun 1531, dibuatlah perjanjian damai antara Prabu Surawisesa dengan Sunan Gunung Jati dari Kesultanan Cirebon.

Sejak tahun 1567 hingga 1579, Kerajaan Sunda dibawah kepemimpinan Raja Mulya atau Prabu Surawisesa mengalami kemunduran yang besar akibat tekanan dari Kesultanan Banten. Kemudian pada tahun 1576, Kerajaan Sunda tidak mampu mempertahankan Pakuan Pajajaran yang merupakan ibu kota Kerajaan Sunda, dan akhirnya jatuh ke tangan Kesultanan Banten. Di zaman pemerintahan Kesultanan Banten, Jawa Barat bagian tenggara (Priangan) jatuh ke tangan Kesultanan Mataram.

Secara administratif, daerah Jawa Barat mulai difungsikan pada tahun 1925 ketika Pemerintah Hindia Belanda membentuk Provinsi Jawa Barat. Pembentukan provinsi itu dilakukan oleh Belanda sebagai pelaksanaan Bestuurshervormingwet tahun 1922, yang membagi daerah jajahan Hindia Belanda menjadi kesatuan-kesatuan daerah provinsi.

Sebelum tahun 1925, digunakan istilah Soendalanden (Tatar Soenda) atau Pasoendan, sebagai istilah geografi untuk menyebut bagian Pulau Jawa di sebelah barat Sungai Cilosari dan Citanduy. Sebagian besar daerah itu dihuni oleh penduduk yang menggunakan bahasa Sunda sebagai bahasa ibu.

Setelah proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945, tepatnya 19 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) kemudian menetapkan delapan provinsi di NKRI termasuk Jawa Barat di dalamnya.

Pada tanggal 27 Desember 1949, Jawa Barat menjadi Negara Pasundan yang merupakan salah satu negara bagian dari Republik Indonesia Serikat sebagai hasil kesepakatan tiga pihak dalam Konferensi Meja Bundar, yaitu Republik Indonesia, Bijeenkomst voor Federaal Overleg (BFO), dan Belanda. Kesepakatan ini disaksikan juga oleh United Nations Commission for Indonesia (UNCI) sebagai perwakilan PBB.

Jawa Barat kembali bergabung dengan Republik Indonesia sebagai daerah provinsi pada tahun 1950. Dalam perkembangannya, pada tahun 2000, Provinsi Jawa Barat dimekarkan dengan berdirinya Provinsi Banten, yang berada di bagian barat.

Geografis

Provinsi Jawa Barat secara geografis terletak di antara 5° 50′ – 7° 50′ Lintang Selatan dan 104° 48′- 108° 48′ Bujur Timur. Dengan luas wilayah 37.851.11 km², wilayah Jabar berbatasan langsung dengan Laut Jawa dan DKI Jakarta di sebelah utara, di timur berbatasan dengan Jawa Tengah, di selatan dengan Samudera Hindia dan di barat berbatasan dengan Provinsi Banten.

Provinsi Jawa Barat memiliki kondisi alam dengan struktur geologi yang kompleks. Kawasan utaranya merupakan dataran rendah sedang bagian tengahnya merupakan daerah pegunungan, atau rangkaian dari pegunungan yang membentang dari barat hingga timur Pulau Jawa. Adapun kawasan selatan merupakan daerah berbukit-bukit dengan sedikit pantai.

Jawa Barat memiliki lahan yang subur yang berasal dari endapan vulkanis dan dialiri oleh banyak aliran sungai yaitu sungai Cisadane, Sungai Ciliwung, Sungai Cisande, Sungai Cimandiri, Sungai Citarum, Sungai Cimanuk, dan Sungai Citanduy sehingga sebagian besar lahannya digunakan untuk pertanian.

Sama seperti daerah lain di indonesia, iklim di Jabar adalah tropis, dengan suhu 9°C di Puncak Gunung Pangrango dan 34°C di Pantai Utara. Adapun rata-rata memiliki curah hujan 2.000 mm per tahun, namun di beberapa daerah pegunungan terjadi curah hujan antara 3.000 sampai 5.000 mm per tahun.

Pemerintahan

Pada 19 Agustus 1945 Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menetapkan Jawa Barat sebagai provinsi pada 19 Agustus 1945. Gubernur pertama yang menjabat adalah Mas Sutardjo Kertohadikusumo. Lima tahun kemudian dibentuklah undang-undang sebagai dasar hukum provinsi ini yaitu Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1950 tentang Pembentukan Provinsi Jawa Barat. Adapun wilayah administrasinya meliputi 18 kabupaten dan 9 kota, 627 kecamatan dan 5.957 desa/kelurahan (BPS 2019).

Saat ini, Gubernur dijabat oleh Mochamad Ridwan Kamil, S.T.,M.Ud. dan Wakil Gubernur adalah H. Uu Ruzhanul Ulum, S.E. Pasangan Ridwan Kamil-UU Ruzhanul Ulum tersebut terpilih sebagai gubernur dan wakil gubernur periode 2018–2023 setelah dinyatakan menang dalam Pemilihan Umum Gubernur Jawa Barat 2018 lalu. Perolehan suara yang diraih pasangan ini sebanyak 7.226.254 suara (32,88 persen).

Adapun pasangan calon lainnya, yaitu Sudrajat-Ahmad Syaikhu menduduki urutan kedua dan meraih 6.317.465 (28,74 suara). Disusul kemudian pasangan Deddy Mizwar-Dedi Mulyadi di posisi ketiga dengan perolehan 5.663.198 suara (25,77 persen), dan terakhir pasangan Tubagus Hasanuddin-Anton Charliyan dengan 2.773.078 suara (12,62 persen).

Struktur Organisasi Pemerintah Provinsi Jawa Barat terdiri atas 1 Sekretariat Daerah dengan 12 Biro dan Sekretariat DPRD, 20 Dinas, 17 Badan, 17 Lembaga Teknis, 3 Lembaga Lain, 3 Rumah Sakit Daerah, 121 Unit Pelaksanaan Teknis Daerah, dan 1 unit Pelaksana Teknis Badan.

Politik

Jawa Barat merupakan lumbung suara nasional. Dengan jumlah penduduk 49,93 juta warga, potensi pemilih dalam pemilihan umum atau pemilu mencapai tidak kurang dari 33 juta orang. Dengan jumlah pemilih terbanyak se-Indonesia tersebut, Jawa Barat memiliki peran penting bagi percaturan politik nasional, baik perebutan kursi di legislatif (pemilu legislatif) maupun eksekutif (pemilu presiden).

Tak hanya itu. Keberadaan sebagian wilayah Jabar yang secara geografis berdekatan dengan DKI Jakarta, menjadikan pertarungan politik di Jakarta maupun perebutan kekuasaan di tingkat nasional, sedikit banyak memengaruhi peta politik Jawa Barat.

Perubahan politik di Provinsi Jabar itu terekam dalam perjalanan pemilu pertama hingga Pemilu 2019. Saat pemilu pertama digelar tahun 1955, Partai Majelis Syuro Muslimin Indonesia (Masyumi) meraih suara terbanyak. Pada Pemilu 1971 hingga 1997, Golkar sebagai partai yang berpatron dengan pemerintah berhasil mendominasi perolehan suara di provinsi ini.

Namun, saat pemilu pertama era reformasi tahun 1999, pilihan politik masyarakat berubah. PDI Perjuangan (PDI-P) kali ini meraih suara terbanyak. Namun kemenangan PDI-P itu tak bertahan lama. Lima tahun kemudian (2004), Golkar kembali menguasai perolehan suara dan menjadikan Jabar sebagai penyumbang suara Golkar terbesar tingkat nasional.

Komposisi pemenang Pemilu 2009 kembali menunjukkan perubahan peta politik Jabar. Daya tarik Partai Demokrat rupanya berhasil menggusur dominasi Golkar. Partai itu mampu menguasai seperempat bagian suara dari total pemilih di Jabar, atau menaikkan suaranya tigakali lipat dibandingkan dengan Pemilu 2004. Perolehan tersebut juga diikuti melonjaknya calon legislatif dari Demokrat. Apabila sebelumnya hanya sembilan kursi yang dikirim ke Senayan, saat ini melonjak hingga 28 kursi DPR.

Pada Pemilu 2014, Partai Demokrat yang sebelumnya menjadi juara dalam Pemilihan Legislatif 2009 melorot ke posisi keempat untuk perolehan suara DPR RI. Sedangkan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) kembali meraih suara terbanyak.

PDI-P meraih kemenangan di 16 kabupaten dan kota se-Jawa Barat, di antaranya di Kota Bandung, Kota Cimahi, dan Kota Bogor. Secara total, PDIP meraih 4.159.404 suara atau 19,63 persen suara. Posisi kedua ditempati Partai Golkar yang meraih 3.540.629 suara atau 16,71 persen. Sedangkan Partai Gerindra berada di posisi ketiga dengan raihan 2.378.762 suara 11,22 persen.

Partai Demokrat yang pada pemilu sebelumnya jadi penguasa justru melorot jauh, dan hanya mampu bercokol di peringkat empat dengan raihan 1.931.014 suara atau 9,11 persen. Posisi kelima ditempati PKS yang meraih 1.903.561 suara atau 8,98 persen. Sementara posisi buncit ditempati PBB yang meraih 368.478 suara atau 1,74 persen dan PKPI dengan 119.748 suara atau 0,57 persen.

Pada Pemilu 2019, Partai Gerindra berhasil menempati urutan pertama dengan perolehan suara 4.320.050. disusul PDI Perjuangan (3.342.995 suara), PKS (3.285.606 suara). Selanjutnya ada Partai Golkar dengan meraih suara sebesar 3.230.362, disusul PKB dengan jumlah suara sebesar 1.896.257, Demokrat 1.830.565, PAN 1.690.821, dan PPP 1.111.362 suara.

Kependudukan

Jawa Barat menjadi wilayah dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia. Populasi penduduknya mencapai 49,31 juta jiwa (BPS 2019) atau 18,40 persen dari total penduduk Indonesia. Laju pertumbuhan penduduk periode 2018 sampai 2019 sebesar 1,30 persen.

Jumlah penduduk terbanyak berada di Kabupaten Bogor yaitu sebesar 5,96 juta jiwa atau 12,08 persen dari seluruh penduduk Jawa Barat. Sedangkan daerah yang memiliki penduduk paling sedikit adalah Kota Banjar yaitu 183.110 jiwa.

Hampir 72,5 persen penduduk Jawa Barat tinggal di daerah perkotaan sebagai akibat masuknya industri yang mendorong urbanisasi. Daerah penyangga ibu kota seperti Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi menyumbang 39 persen dari total penduduk Jawa Barat.

Sebagian besar penduduk Jawa Barat adalah suku Sunda yang merupakan penduduk asli provinsi ini. Adapun suku Jawa banyak dijumpai di bagian utara Jabar. Suku Betawi banyak mendiami bagian barat yang bersempadan dengan Jakarta. Suku Minang dan suku Batak banyak berdiam di kota-kota besar di Jawa Barat, seperti Bandung, Cimahi, Bogor, Bekasi, dan Depok. Sedangkan warga Tionghoa banyak dijumpai hampir di seluruh daerah Jawa Barat.

Kesejahteraan

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
72,03 (2019)

Rata-rata Lama Sekolah 
8,37 tahun (2019)

Harapan Lama Sekolah 
12,48 tahun (2019)

Indeks Pendidikan 
63,04 (2019)

Penduduk Miskin 
6,82 persen (September 2019)

Rasio Gini
0,398 (September 2019)

Angka Pengangguran
7,69 persen (Februari 2020)

Angka Harapan Hidup 
72,47 tahun (2017)

Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Jawa Barat tahun 2019 mencapai 72,03, lebih tinggi dari rata-rata nasional sebesar 71,92. Dalam konstelasi nasional, Jabar menempati peringkat ke-10 dari 34 provinsi di Indonesia. Adapun posisi IPM Jawa Barat sepulau Jawa pada tahun 2017 berada pada posisi ke-4 setelah DKI Jakarta (80,76), DI Yogyakarta (79,99), dan Banten (72,44).

Di bidang pendidikan, Harapan Lama Sekolah (HLS) Jawa Barat menempati peringkat ke-31 dari 34 provinsi di Indonesia pada 2019 atau mencapai 12,48 Tahun. Capaian HLS Jawa Barat itu berada di bawah capaian nasional sebesar 12,95 tahun yang berarti anak-anak usia 7 tahun memiliki peluang untuk menamatkan pendidikan mereka hingga lulus SMA atau D1.

Rata-rata Lama Sekolah (RLS) Jawa Barat pada 2019 sebesar 8,37 tahun menempati peringkat ke-20 dari 34 provinsi di Indonesia. Angka RLS tertinggi dicapai oleh Provinsi DKI Jakarta dengan 11,06 tahun dan terendah yaitu Provinsi Papua dengan 6,65 tahun.

Di bidang ketenagakerjaan, angkatan kerja Jabar pada Agustus 2019 yaitu 23,80 juta orang atau 17,82 persen dari angkatan kerja nasional sebanyak 133,56 juta orang. Penduduk dengan status bekerja pada Agustus 2019 sebanyak 21,90 juta. Hal tersebut menunjukkan adanya penambahan penyerapan tenaga kerja di Jabar sebanyak 1,12 juta orang selama Agustus 2018 sampai dengan Agustus 2019.

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) Jabar pada Februari 2020 sebesar 7,69 persen dari angkatan kerja 24,33 juta orang. Angka TPT tersebut turun dibandingkan Februari 2019 sebesar 7,73 persen. Namun TPT Jabar tersebut lebih tinggi dari rata-rata nasional (4,99 persen). Secara absolut, jumlah pengangguran di Jabar sebanyak 1,90 juta orang pada Agustus 2019.

Menurut tingkat pendidikan, TPT terendah terdapat pada penduduk berpendidikan SD ke bawah, yaitu sebesar 4,97 persen. Sedangkan TPT tertinggi sebesar 11,3 persen pada jenjang pendidikan SMK.

Angka kemiskinan penduduk di Jabar pada September 2019 sebesar 6,82 persen atau 3,38 juta jiwa. Persentase penduduk miskin Jabar itu berada di bawah angka nasional (9,22 persen) atau sebanyak 24,79 juta orang.

Ekonomi

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp 20,93 triliun (2019)

Pertumbuhan ekonomi
5,07 persen (2019)

PDRB per Kapita 2019
Rp 30,25 juta/tahun (2019)

Inflasi
3,21 persen (2019)

Nilai ekspor
2,23 miliar dolar AS (Desember 2019)

Nilai impor
0,95 miliar dolar AS (Desember 2020)

Selama hampir 20 tahun terakhir, Jawa Barat mengalami perkembangan ekonomi yang pesat. Laju pertumbuhan ekonomi (LPE) Jabar tumbuh fluktuatif dalam rentang terendah 3,16 persen (2001) hingga tertinggi 6,46 persen (2011). Tahun 2019 lalu, LPE tumbuh sebesar 5,07, di atas rata rata LPE nasional sebesar 5,02.

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga berlaku pada 2019 mencapai Rp 2.125,16 triliun dan atas dasar harga konstan 2010 mencapai Rp 1.491,71 triliun. Pendapatan per kapita Jabar tahun 2019 sebesar Rp 30,25 juta/tahun, meningkat dibandingkan lima tahun sebelumnya (2014) sebesar Rp 24,96 juta/tahun.

Struktur ekonomi provinsi ini didominasi oleh industri pengolahan, yaitu sebesar 41,6 persen. Jawa Barat menjadi pusat di hampir tiga perempat industri-industri manufaktur nonminyak di indonesia.

Perdagangan menjadi kontributor terbesar kedua dalam PDRB Jabar. Peranan ekspor menjadi salah satu komponen pendongkrak perdagangan di Jawa Barat.

Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan nilai ekspor Provinsi Jabar periode Januari-November 2019 mencapai 27,71 milyar dolar AS atau sebesar 18,09 persen ekspor nasional sebesar 153,11 milyar dolar AS. Secara nasional, nilai ekspor Jabar ini terbesar di Indonesia, Disusul Jawa Timur (11,16 persen), dan Riau (7,23 persen).

Jawa Barat hingga kini masih menjadi pusat dari industri tekstil modern dan garmen nasional. Ekspor utama tekstil diperkirakan sekitar 55,45 persen dari total ekspor Jabar. Sedangkan barang ekspor lainnya, antara lain besi baja, alas kaki, furnitur, rotan, elektronika, dan komponen pesawat.

Di bidang pertanian, Jawa Barat dikenal sebagai salah satu ‘lumbung padi’ nasional”. Hampir 23 persen dari total luas 29,3 ribu kilometer persegi dialokasikan untuk produksi beras.

Hasil pertanian tersebut menyumbang sekitar 15 persen dari nilai total pertanian Indonesia. Hasil tanaman pangan Jawa Barat meliputi beras, kentang manis, jagung, buah-buahan dan sayuran. Di samping itu juga terdapat komoditi seperti teh, kelapa, minyak sawit, karet alam, gula, coklat dan kopi. Perternakannya menghasilkan 120.000 ekor sapi ternak, 34 persen dari total nasional.

Jawa Barat juga menawarkan tempat-tempat wisata dengan pemandangan yang menakjubkan diantara pasir putih dan kehangatan lautan tropis seperti Pantai Pangandaran, Pelabuhan Ratu dan sumber air panas di Ciater.

Referensi