KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH
Tugu Rencong di tengah Kota Lhokseumawe, Aceh, Kamis (9/4/2015). Lhokseumawe sempat dijuluki Kota Petro Dollar ketika masa jaya PT Arun Natural Gas Liquefaction periode 1970-1990an di sana. Julukan itu pun menggambarkan tingginya daya beli masyarakat karena keberadaan perusahaan tersebut. Namun, setelah produksi perusahaan itu semakin berkurang dalam 10 tahun terakhir dan berhenti produksi pada akhir tahun lalu, Lhokseumawe kehilangan julukannya. Daya beli masyarakatnya pun kian menurun, terutama lima tahun ini. Bahkan, masyarakat menilai perkembangan kota itu juga tersendat atau cenderung jalan di tempat. Masyarakat menilai pula belum ada terobosan penting yang dikeluarkan pemerintah setempat untuk kemajuan kota ini dalam beberapa tahun terakhir.
Fakta Singkat
Hari Jadi
17 Oktober 2001
Dasar Hukum
Undang-Undang No.2/2001
Luas Wilayah
253,87 km2
Jumlah Penduduk
191.396 jiwa (2022)
Kepala Daerah
Penjabat Wali Kota Imran
Instansi terkait
Pemerintah Kota Lhokseumawe
Lhokseumawe merupakan sebuah kota di Provinsi Aceh yang terletak di pesisir timur Sumatera. Letak persisnya 276 kilometer ke arah selatan dari Banda Aceh dan 333 km ke arah utara dari Medan. Berada di antara Banda Aceh dan Medan menjadikannya sebagai jalur vital distribusi dan perdagangan di Aceh.
Lhokseumawe juga menghadap laut Selat Malaka. Posisi seperti itu membuat kota ini ideal sebagai jalur distribusi dan perdagangan antara Indonesia dan negara tetangga, Malaysia.
Awalnya kota ini merupakan ibu kota dari Kabupaten Aceh Utara. Namun, sejak dikeluarkannya UU 2/2001 tentang Pembentukan Kota Lhokseumawe, wilayah ini resmi menjadi kota administrasi sendiri yang terpisah dari Kabupaten Aceh Utara.
Kota dengan luas wilayah 253,87 km persegi ini terdiri dari 4 kecamatan dan 68 desa/gampong. Kota berpenduduk 191.396 jiwa (2022) ini dipimpin oleh Penjabat (Pj) Wali Kota Lhokseumawe Imran, hingga 14 Juli 2024 nanti.
Kota ini menyimpan kekayaan alam berlimpah, antara lain, gas dan minyak. Pemerintah bekerja sama dengan swasta menemukan gas dalam jumlah besar, sekitar 17,1 triliun kaki kubik di kawasan Arun pada 1970. Penemuan itu memicu berdirinya PT Arun Natural Gas Liquefaction (NGL) pada 16 Maret 1974.
Selain kekayaan gas alamnya, Lhokseumawe juga unggul secara komparatif karena dilintasi oleh Garis Komunikasi Laut. Garis Komunikasi Laut merupakan rute maritim utama antar-pelabuhan yang digunakan untuk perdagangan, kebutuhan logistik, dan angkatan laut.
Dalam sejarahnya, keberadaan kawasan ini tidak lepas dari kemunculan Kerajaan Samudera Pasai sekitar abad ke-13. Kawasan ini kemudian menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh sejak tahun 1524.
Sejarah pembentukan
Dalam tulisan Sejarah Kota Lhokseumawe di laman Pemerintah Kota Lhokseumawe dan buku Asal-usul Kota-kota di Indonesia Tempo Doeloe yang ditulis Zaenuddin HM, disebutkan asal kata Lhokseumawe adalah “Lhok” dan “Seumawe”. “Lhok” artinya dalam, teluk, palung laut, sedangkan “Seumawe” artinya air yang berputar-putar atau pusat dan mata air pada laut sepanjang lepas Pantai Banda Sakti dan sekitarnya.
Kota Lhokseumawe berarti “Kota yang terletak di teluk yang terdapat mata airnya”. Begitulah dulu Lhokseumawe, wilayah yang berkah dengan air dan tak pernah kekeringan meski pada musim kemarau.
Keterangan lain menyebutkan nama Lhokseumawe berasal dari nama Teungku, yaitu Teungku Lhokseumawe, yang dimakamkan di kampung Uteun Bayi, kampung tertua di Kecamatan Banda Sakti.
Keberadaan kawasan ini tidak terlepas dari kemunculan Kerajaan Samudera Pasai sekitar abad ke-13. Kemudian kawasan ini menjadi bagian dari kedaulatan Kesultanan Aceh sejak 1524.
Sebelum abad ke-20, negeri ini telah diperintah oleh Uleebalang Kutablang. Tahun 1903 setelah perlawanan pejuang Aceh terhadap Belanda melemah, Aceh mulai dikuasai.
Lhokseumawe menjadi daerah taklukan dan mulai saat itu status Lhokseumawe menjadi Bestuur van Lhokseumawe dengan Zelf Bestuurder adalah Teuku Abdul Lhokseumawe tunduk di bawah Aspiran Controeleur dan di Lhokseumawe berkedudukan juga Controleur atau Wedana serta Asisten Residen atau Bupati.
Pada dasawarsa kedua abad ke-20 itu, di antara seluruh daratan Aceh, Kota Lhokseumawe sebagai salah satu pulau kecil dengan luas sekitar 11 km persegi yang dipisahkan dengan Sungai Krueng Cunda dan diisi bangunan-bangunan Pemerintah Umum, Militer, dan Perhubungan Kereta Api oleh Pemerintah Belanda.
Pulau kecil dengan desa-desa (Gampong) Kampung Keude Aceh, Kampung Jawa, Kampung Kutablang, Kampung Mon Geudong, Kampung Teumpok Teungoh, Kampung Hagu, Kampung Uteuen Bayi, dan Kampung Ujong Blang yang keseluruhannya baru berpenduduk 5.500 jiwa secara jamak disebut Lhokseumawe.
Bangunan demi bangunan mengisi daratan ini sampai terwujud embrio kota yang memiliki pelabuhan, pasar, stasiun kereta api dan kantor-kantor lembaga pemerintahan.
Sejak proklamasi kemerdekaan, Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia belum terbentuk sistematik sampai kecamatan ini. Pada mulanya Lhokseumawe digabung dengan Bestuurder van Cunda. Penduduk di daratan ini semakin ramai berdatangan dari daerah sekitarnya seperti Buloh Blang Ara, Matangkuli, Lhoksukon, Blang Jruen, Nisam, Cunda serta Pidie.
Pada 1956, dengan UU Darurat Nomor 7 Tahun 1956, terbentuk daerah-daerah otonom kabupaten-kabupaten dalam lingkup daerah Provinsi Sumatera Utara. Salah satunya Kabupaten Aceh Utara dengan ibu kotanya Lhokseumawe.
Kemudian pada 1964, dengan Keputusan Gubernur Daerah Istimewa Aceh Nomor 34/G.A/1964 tanggal 30 November 1964, ditetapkan bahwa pemukiman Banda Sakti dalam Kecamatan Muara Dua, dijadikan kecamatan tersendiri dengan nama Kecamatan Banda Sakti.
Berdasarkan UU 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintah di Daerah, berpeluang peningkatan status Lhokseumawe menjadi Kota Administrasif. Dengan Nota Dinas Bupati Kepala Daerah Tk. II Aceh Utara Nomor 125/50/80 Tanggal 12 Mei 1980, Mahyiddin AR ditunjuk sebagai Ketua Tim Perencana Kota Lhokseumawe menjadi Kota Administratif di bawah arahan Bupati Aceh Utara Kolonel H. Ali Basyah.
Pada tanggal 14 Agustus 1987, pembentukan Kota Administratif (Kotif) Lhokseumawe ditandatangani oleh Presiden Soeharto dan diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Soeparjo Roestam pada tanggal 31 Agustus 1987. Wali Kotif perdananya H. Mahyiddin AR dilantik oleh Gubernur Provinsi Daerah Istimewa Aceh, Ibrahim Hasan.
Dengan peresmian dan pelantikan wali kotif, Lhokseumawe telah menjadi Kota Administratif dengan luas wilayah 253.87 km persegi yang meliputi 101 desa dan 6 kelurahan yang tersebar di 5 kecamatan, yaitu Kecamatan Banda sakti, Kecamatan Muara Dua, Kecamatan Dewantara, Kecamatan Muara Batu, dan Kecamatan Blang Mangat.
Pasca-reformasi terjadi beberapa pemekaran wilayah dalam rangka penguatan otonomi daerah. Kota Lhokseumawe merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara yang terletak di pesisir timur pulau Sumatra. Posisi Kota Lhokseumawe berada di antara Kota Banda Aceh dan Medan, menjadikan kota ini sangat strategis sebagai jalur distribusi dan perdagangan di Aceh.
Sejak tahun 1988, gagasan peningkatan status Kotif Lhokseumawe menjadi Kotamadya mulai diupayakan, sehingga kemudian lahirlah UU 2/2001 tanggal 21 Juni 2001 tentang Pembentukan Kota Lhokseumawe yang ditandatangani Presiden Republik Indonesia Abdurrahamn Wahid. Wilayahnya mencakup tiga kecamatan, yaitu Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Muara dua, dan Kecamatan Blang Mangat.
Pada tahun 2006, Kecamatan Muara Dua mengalami pemekaran menjadi Kecamatan Muara Dua dan Kecamatan Muara satu sehingga jumlah kecamatan di Kota Lhokseumawe menjadi 4 kecamatan, 9 kemukiman, 68 gampong, dan 259 dusun.
Artikel Terkait
Geografis
Secara astronomis, Kota Lhokseumawe terletak antara 4⁰54’ dan 5⁰ 18 Lintang Utara, dan antara 96⁰ 20’ dan 97⁰ 21’ Bujur Timur. Sementara secara geografis, kota ini berbatasan langsung dengan Selat Malaka di sebelah utara dan selebihnya dikelilingi oleh Kabupaten Aceh Utara.
Dengan luas wilayah 253,87 km persegi, Lhokseumawe merupakan dataran rendah dengan ketinggian rata-rata 2–24 meter di atas permukaan laut.
Daerah pesisir di sebelah utara dan daerah di sebelah timur berada pada ketinggian antara 0–5 m dpl. Sedangkan pada daerah selatan memiliki kondisi yang relatif berbukit-bukit dengan ketinggian antara 5–100 m dpl. Dengan kondisi kemiringan lahan seperti ini, masih mungkin untuk dilakukan pengembangan kegiatan perkotaan.
Kota Lhokseumawe terbentuk oleh batuan Alluvium Muda, Formasi Idi, Formasi Julurayeu, dan Formasi Seureula. Sebaran batuan Aluvium Muda berupa endapan pesisir dan Fluviatill berada pada daerah di sebelah utara dan selatan Kota Lhokseumawe.
Penggunaan lahan di Lhokseumawe beragam. Angka paling tinggi digunakan sebagai kawasan pemukiman dan diikuti oleh kawasan perdagangan dan jasa.
Kota Lhokseumawe juga merupakan kawasan yang rawan bencana abrasi, gelombang pasang seperti Pantai Ujong Blang, Rancung, dan Meuraksa. Sedangkan kawasan yang rawan akan bencana banjir terdapat di Kecamatan Banda Sakti, meliputi Gampong Jawa, Gampong Jawa Lama, Lancang Garam, dan Tumpok Teungoh.
Artikel Terkait
Pemerintahan
Sejak ditetapkan sebagai kota otonom pada 17 Oktober 2001, Kota Lhokseumawe telah dinakhodai oleh dua wali kota dan penjabat wali kota serta dua wakil wali kota.
Tercatat H. Rachmatsyah dilantik sebagai Pejabat Wali Kota Lhokseumawe perdana, tepatnya pada tanggal 2 November 2001 bertempat di Banda Aceh, oleh Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Ir. H. Abdullah Puteh ketika itu. Rachmatsyah menjabat dari 2 November 2001 hingga 28 Agustus 2004.
Kemudian diteruskan oleh Penjabat Wali Kota H. Marzuki Amin periode 28 Agustus 2004 hingga 29 Maret 2006 dan Rachmatsyah periode 29 Maret 2006 hingga 5 Maret 2007.
Estafet kepemimpinan selanjutnya diteruskan Wali Kota Munir Usman bersama wakilnya Suaidi Yahya periode 5 Maret 2007 sampai 5 Maret 2012. H. Arifin Abdullah kemudian menjabat sebagai Penjabat Wali Kota periode 8 Maret 2012 hingga 5 Juli 2012.
Suaidi Yahya kemudian terpilih dalam Pilkada Kota Lhokseumawe dan memimpin Lhokseumawe selama dua periode (2012–2017, 2017–2022). Sejak 15 Juli 2022 hingga 14 Juli 2024 nanti, Lhokseumawe dipimpin oleh Imran sebagai Penjabat Wali Kota Lhokseumawe.
Secara administratif, kota ini terdiri atas empat kecamatan dan 68 desa/gampong. Keempat kecamatan itu adalah Blang Mangat, Muara Dua, Muara Satu, dan Banda Sakti.
Untuk mendukung jalannya pemerintahan, Pemerintah Kota Lhokseumawe didukung oleh 3.167 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Rinciannya, sebanyak 1.063 PNS laki-laki dan 2.104 PNS perempuan.
Sedangkan menurut golongannya, sebanyak 20 PNS dengan Golongan I, 398 orang dengan Golongan II, 1.779 orang dengan Golongan III, dan 971 orang dengan Golongan IV.
Artikel Terkait
Politik
Peta politik di Kota Lhokseumawe berlangsung dinamis. Setidaknya hal itu terlihat dari tiga kali tiga kali pemilihan umum. Dari 25 kursi yang tersedia, Partai Aceh tercatat mendominasi perolehan kursi di tingkat parlemen.
Pada Pemilu Legislatif 2009, Partai Aceh mendominasi perolehan kursi dengan 13 kursi. Disusul Partai Demokrat di urutan kedua denga meraih empat kursi. Sementara partai lain yang memperoleh kursi adalah PAN dan PKS masing-masing dua kursi serta SIRA, Golkar, PBA, dan PPP sama-sama meraih satu kursi.
Pada Pemilu Legislatif 2014, Partai Aceh kembali mendominasi perolehan kursi kendati perolehannya turun 3 kursi. Di Pemilu kali ini Partai Aceh hanya meraih 10 kursi. Kemudian disusul PAN dan Demokrat sama-sama meraih tiga kursi. Berikutnya Gerindra, Nasdem, dan PKS masing-masing mendapatkan dua kursi sedangkan PKB dan Hanura sama-sama mendapatkan satu kursi.
Pada Pemilu Legislatif 2019, Partai Aceh masih memperoleh kursi terbanyak dengan meraih tujuh kursi. Di urutan berikutnya, Gerindra memperoleh lima kursi dan Demokrat mendapatkan tiga kursi. Sementara Golkar, Nasdem, PKS, dan PAN sama-sama meraih dua kursi sedangkan PKB dan PNA masing-masing memperoleh satu kursi.
Artikel Terkait
Kependudukan
Kota Lhokseumawe dihuni oleh 191.396 jiwa pada tahun 2022. Rinciannya, penduduk laki-laki sebanyak 95.042 jiwa dan penduduk perempuan sebanyak 96.354 jiwa. Laju pertumbuhan penduduk sebesar 0,77 persen dibandingkan data penduduk tahun 2021.
Kepadatan penduduk Kota Lhokseumawe tahun 2022 adalah 1.057 jiwa per km persegi. Kecamatan yang paling padat penduduknya adalah Kecamatan Banda Sakti, yaitu 6.962 jiwa/km persegi. Sedangkan yang paling rendah adalah Kecamatan Blang Mangat, yaitu berjumlah 481 jiwa/km persegi.
Di bidang tenaga kerja, sektor perdagangan termasuk satu dari tiga sektor yang terbanyak digeluti warga Lhokseumawe. Menurut data BPS Kota Lhokseumawe, penduduk yang bekerja pada sektor perdagangan sebesar 43,3 persen. Kemudian diikuti oleh sektor pertanian sebesar 15,7 persen, transportasi 14 persen, konstruksi 12,6 persen, dan industri 8,1 persen. Sisanya bekerja di sektor jasa, pertambangan, listrik, keuangan.
Kota Lhokseumawe sangat heterogen. Berdasarkan data BPS Kota Lhokseumawe, warga Lhokseumawe pada tahun 2022 sebagian besar menganut agama Islam sebanyak 189.891 jiwa, penganut Budha 511 jiwa, Katolik 487 jiwa, Kristen Protestan 144 jiwa, dan Hindu 1 jiwa.
KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH
Zainal Abidin (baju putih, usia 48 tahun) mantan karyawan PT Kertas Kraft Aceh (KKA) yang kini menjadi penarik becak sedang berkumpul bersama teman-temannya di pangkalan becak di Krueng Geukeuh, Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara, Provinsi Aceh, Sabtu (22/2016). Berakhirnya era migas yang menyebabkan banyak industri mati di Aceh Utara dan Lhokseumawe berdampak negatif terhadap perekonomian mantan karyawan perusahaan dan daerah. Para mantan karyawan banyak hidup terlunta-lunta untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Sementara itu, daerah mengalami keterpurukan karena daya beli masyarakat merosot.
Indeks Pembangunan Manusia
78,04 (2022)
Angka Harapan Hidup
71,87 tahun (2022)
Harapan Lama Sekolah
15,27 tahun (2022)
Rata-rata Lama Sekolah
11,12 tahun (2022)
Pengeluaran per Kapita
Rp 11,70 juta (2022)
Tingkat Pengangguran Terbuka
9,15 persen (2022)
Tingkat Kemiskinan
10,84 persen (2022)
Kesejahteraan
Kota Lhokseumawe termasuk daerah yang pembangunan manusianya tergolong baik. Angka IPM Kota Lhokseumawe tiap tahunnya mengalami peningkatan dari tahun 2017 sebesar 76,34 sampai dengan tahun 2022 mengalami peningkatan sebesar 78,04. Untuk tingkat Provinsi Aceh, angka IPM Kota Lhokseumawe berada di peringkat kedua setelah Kota Banda Aceh sebesar 86,28 poin.
Peningkatan itu tak terlepas dari naiknya empat aspek pembentukan IPM. Usia harapan hidup Kota Lhokseumawe tahun 2022 tercatat sebesar 71,87, lebih tinggi dibandingkan 2021 sebesar 71,64.
Di aspek pendidikan, rata-rata lama sekolah di Lhokseumawe adalah sebesar 11,12, tertinggi keempat setelah Kota Banda Aceh, Langsa. dan Sabang. Ini berarti rata-rata penduduk Kota Lhokseumawe mengenyam bangku sekolah selama 11 tahun atau rata-rata telah menamatkan program wajib belajar 9 tahun. Kemudian harapan lama sekolah tercatat selama 15,27 tahun, naik dibanding 2021 selama 15,21 tahun.
Adapun pengeluaran per kapita 2022 tercatat sebesar Rp 11,701 juta, naik dari tahun sebelumnya sebesar Rp 11,39 juta.
Di bidang tenaga kerja, jumlah angkatan kerja Kota Lhokseumawe pada tahun 2022 sebanyak 98.953 orang. Dari jumlah itu, angka pengangguran terbuka terhadap jumlah angkatan kerja di Kota Lhokseumawe mencapai 9,15 persen, turun dibandingkan 2021 yang sebesar 11,16 persen.
Sementara untuk kemiskinan, tercatat sebesar 10,84 persen atau sebanyak 23,03 ribu jiwa pada 2022. Tahun sebelumnya, angka kemiskinannya mencapai 11,16 persen (22,69 ribu jiwa) dan tahun 2020 sebesar 10,80 persen (23.38 ribu jiwa).
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Rp 62,22 miliar (2022)
Dana Perimbangan
Rp 618,97 miliar (2022)
Pendapatan Lain-Lain
Rp 98,58 miliar (2022)
Pertumbuhan Ekonomi
4,01 persen (2022)
PDRB Harga Berlaku
Rp 10,26 triliun (2022)
PDRB per kapita
Rp 42,24 juta/tahun (2022)
Ekonomi
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Lhokseumawe tahun 2022 tercatat sebesar Rp 10,26 triliun. Dari jumlah tersebut, struktur ekonominya didominasi oleh sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor sebesar 21,28 persen.
Sektor lain yang berkontribusi cukup besar adalah industri pengolahan 19,45 persen, konstruksi 14,17 persen, transportasi dan pergudangan 9,96 persen, serta pertanian, kehutanan, dan perikanan 9,38 persen.
Di sektor industri, kota ini memiliki industri formal dan nonformal. Tercatat industri formal sebanyak 4 unit usaha dan 2.098 industri nonformal dengan serapan tenaga kerja sebanyak 6.178 orang pada 2021.
Di kota ini juga terdapat Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Arun Lhokseumawe. KEK Arun Lhokseumawe resmi beroperasi pada 14 Desember 2018 berdasarkan PP 5/2017 tentang Kawasan Ekonomi Khusus Arun Lhokseumawe yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo.
KEK Arun Lhokseumawe berfokus pada sektor energi, petrokimia, agro industri dan logistik. Dengan adanya KEK ini diharapkan dapat meningkatkan aktivitas ekonomi di Lhokseumawe dan sekitarnya.
Kota Lhokseumawe juga mempunyai berbagai pabrik industri lainnya selain gas. Perusahaan pupuk nasional PT. PIM (Pupuk Iskandar Muda) juga berdiri di kota ini. Perusahaan pupuk internasional PT. AAF (Aceh Asean Fertilizer) pun ada di sini.
Begitu pula dengan perusahaan kertas nasional PT. KKA (Kertas Kraft Aceh) yang dikelola langsung oleh BUMN. Kehadiran industri-industri besar di kota ini tentu saja menaikkan pendapatan kota ini.
Sebagai salah satu kota penting di Aceh, Kota Lhokseumawe juga menarik bagi para wisatawan. Ada banyak destinasi wisata di kota ini.
Sejumlah tempat wisata yang terkenal adalah Pantai Ujong Blang, Pulau Seumadu, Pantai Rancong, Pantai Reklamasi Pusong, Waduk Pusong, Bukit Goa Jepang (Blang Panyang), Makam Putroe Neng, dan Masjid Islamic Center Lhokseumawe.
Terkait akomodasi, saat ini di Kota Lhokseumawe terdapat 7 hotel yang terdaftar, 10 wisma dan 3 losmen yang tersebar di dua kecamatan, yaitu Banda Sakti dan Muara Dua. (LITBANG KOMPAS)
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Sebuah kapal pengangkut LNG, Stena Clear Sky, menyelesaikan proses pengambilan LNG di terminal regasifikasi dan hub PT Perta Arun Gas (PAG), Lhokseumawe, Nangroe Aceh Darussalam, Senin (27/2/2023) dinihari. Potensi terminal regasifikasi dan hub LNG PT Perta Arun Gas menjadi salah satu sumber devisa negara dengan dicanangkannya sebagai penyalur (hub) kebutuhan energi dunia. Selain regasifikasi, PT Perta Arun Gas juga bergerak di terminal penyalur dan penyimpanan LNG untuk didistribusikan ke seluruh penjuru dunia dengan lokasi strategis di jalur perdagangan bahan bakar.
Artikel Terkait
Referensi
- “Kota Lhok Seumawe * Otonomi”, Kompas, 22 Juli 2003, hlm. 32
- “Pengembangan Lhokseumawe: Setelah Kota Petrodolar Mati…* Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015”, Kompas, 19 Juni 2015, hlm. 24
- “Strategi Pemerintahan: Sektor Potensial * Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015”, Kompas, 19 Juni 2015, hlm. 24
- Zaenuddin HM. 2013. Asal-Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe. Jakarta: Change
- Muhyi, Abdul. “Perkembangan Fisik Kota Lhokseumawe: Tinjauan Terhadap Penataan Ruang Kawasan Pusat Kota”. Jurnal Tata Kota dan Daerah Volume 8, Nomor 2, Desember 2016
- Kota Lhokseumawe Dalam Angka 2023. BPS Kota Lhokseumawe
- Produk Domestik Regional Bruto Kota Lhokseumawe Menurut Lapangan Usaha 2018 – 2022. BPS Kota Lhokseumawe
- Statistik Daerah Kota Lhokseumawe 2022. BPS Kota Lhokseumawe
- Sejarah Kota Lhokseumawe. Diakses dari laman Pemerintah Kota Lhokseumawe
- Asal Nama dan Sejarah Kota Lhokseumawe. Diakses dari laman Kompas.com
- UU 1/1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
- UU 18/1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah
- UU 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah
- UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah
- UU 2/2001 tentang Pembentukan Kota Lhokseumawe
- Qanun Kota Lhokseumawe Nomor 7 Tahun 2018 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM) Kota Lhokseumawe Tahun 2017-2022
Editor
Topan Yuniarto