Paparan Topik | Harbolnas

Sejarah Harbolnas dan Potret E-Dagang di Indonesia

Harbolnas yang dimulai dengan program 121212 pada 12 Desember 2012 telah menjadi agenda tahunan di Indonesia. Selain meningkatkan penjualan daring secara massal, Harbolnas diharapkan dapat menggenjot perekonomian dan memperluas pelaku e-dagang di Indonesia.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Peluncuran Harbolnas 2018 yang diikuti oleh ribuan produk lokal dan lebih dari 300 perusahaan e-dagang di Jakarta, Rabu (5/12/2018). Gelaran kegiatan belanja dalam jaringan (daring) terbesar dengan tema “Belanja Untuk Bangsa” ini berlangsung pada tanggal 11-12 Desember 2018.

Fakta Singkat

Harbolnas

  • Pertama kali 12 Desember 2012 (12.12.12)
  • Digagas oleh enam perusahaan e-dagang
  • Menjadi agenda tahunan

Harbolnas 2020

  • Diikuti 250 perusahaan e-dagang
  • Dikawal oleh Asosiasi E-Commerse Indonesia (idEA)
  • Berlangsung 11 dan 12 Desember 2020

Potret E-Dagang Indonesia

  • Pelaku e-dagang 2010: 1,53%
  • Pelaku e-dagang 2019: 15,08%
  • DI Yogyakarta (2018): provinsi dengan proporsi usaha e-dagang terbesar (2018)
  • Maluku Utara (2018): provinsi dengan proporsi udaha e-dagang terkecil (2018)

Sejarah Harbolnas tidak bisa dilepaskan dari perkembangan teknologi digital di sektor perekonomian. Dengan teknologi digital, hampir seluruh kegiatan jual beli, mulai dari promosi, display, tawar menawar, hingga transaksi dapat dilakukan secara daring melalui sebuah gawai.

Kemudahan yang ditawarkan oleh teknologi digital telah memberikan keuntungan bagi pedagang maupun pembeli. Pedagang tak harus direpotkan dengan cara promosi, tempat display barang dagangan, maupun menyiapkan karyawan untuk melayani pelanggan. Di sisi lain, pembeli juga diuntungkan karena dapat mencari berbagai barang yang dibutuhkan dengan cepat, dengan harga yang kompetitif, hingga tak harus datang ke lokasi penjual.

Persoalannya, kemudahan tersebut tak segera dapat dinikmati oleh kedua belah pihak apabila banyak orang belum terbiasa dan terkesan belum percaya dengan mekanisme jual beli secara daring. Meskipun ekosistem teknologi telah siap digunakan untuk mendukung aktivitas jual beli secara daring, ekosistem pengguna juga perlu disiapkan untuk memanfaatkan teknologi tersebut agar bermanfaat.

KOMPAS/ALIF ICHWAN

Menteri Perdagangan Agus Suparmanto (empat dari kiri) meluncurkan Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) 2019 di Jakarta, Senin (9/12/2019). Harbolnas adalah kegiatan tahunan yang diselenggarakan oleh berbagai e-dagang di Indonesia dengan dukungan dari berbagai mitra kerja sama, seperti pelaku industri telekomunikasi, perbankan, logisitik hingga media. Tema yang diambil dalam acara Harbolnas adalah “Belanja untuk Bangsa”, diikuti lebih dari 300 e-dagang di Indonesia. yang menawarkan diskon besar-besaran.

Sejarah Harbolnas

Di Indonesia, persoalan tersebut dijawab salah satunya dengan program berbelanja secara daring dengan tema “121212” pada 12 Desember 2012. Melihat antusiasme pembeli yang begitu besar, pesta belanja daring yang digagas oleh enam perusahaan e-dagang (e-commerce) di Indonesia tersebut kemudian menjadi agenda tahunan yang bernama Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas).

Program Harbolnas menawarkan berbagai promosi, diskon, dan kemudahan bagi calon pembeli untuk mendongkrak penjualan daring secara signifikan. Dalam perkembangannya, Harbolnas yang diadakan setiap tanggal 12 Desember (1212) dikawal oleh Asosiasi E-Commerse Indonesia (idEA).

Dari tahun ke tahun, peserta Harbolnas semakin bertambah. Pada tahun 2013, tercatat 22 perusahaan ikut terlibat dan bertambah menjadi 78 perusahaan pada tahun 2014. Antusiasme masyarakat yang tinggi mendorong minat para peritel dalam negeri sehingga pada tahun 2015 peserta perusahaan bisnis yang meningkat menjadi 140 platform e-dagang. Mengingat semangat konsumen  yang besar maka pelaksanaan yang sebelumnya hanya satu hari bertambah menjadi tiga hari yaitu dari tanggal 10 hingga 12 Desember 2015.

Selanjutnya, pada tahun 2016 pelaksanaan Harbolnas berlangsung pada 12-14 Desember dengan menggandeng 200 perusahaan e-dagang lebih banyak dibanding 2015. Pada 2019, Harbolnas dilaksanakan selama dua hari, yaitu tanggal 11 dan 12 Desember. Menurut idEA, transaksi Harbolnas saat itu mencapai Rp 9,11 triliun, naik 2,3 triliun dibanding tahun sebelumnya, Rp 6,8 triliun.

Pertambahan penjualan yang signifikan menjadi salah satu pemicu ketertarikan berbagai perusahaan lain untuk ikut terlibat dalam Harbolnas. Pada tahun 2020, lebih dari 250 e-dagang ikut serta dalam pesta belanja daring tahunan yang bertema “Ayo belanja untuk negeri.

Negara lain

Tak hanya di Indonesia, program semacam Harbolnas juga telah dilakukan di berbagai negara lain. Amerika Serikat, misalnya, sudah memiliki perayaan belanja daring yang disebut Cyber Monday. Pesta belanja daring tersebut dimulai pada hari Minggu setelah perayaan Thanksgiving. Istilah “Cyber Monday” secara resmi digunakan pada tahun 2005 dalam rilis yang dikeluarkan oleh National Retail Federation (NRF).

Perayaan belanja daring tersebut beririsan dengan tradisi belanja luring di AS, yakni Black Friday yang biasanya digelar pada hari Jumat (Friday) setelah perayaan Thanksgiving. Istilah “black” menandai pembukukan akuntansi yang positif setelah sebelumnya sempat negatif (red).

Sebagai tradisi berbelanja terbesar di Amerika Serikat, banyak toko memberikan potongan harga untuk meningkatkan penjualan selama Black Friday. Dalam perkembangannya, baik Black Friday maupun Cyber Monday tetap berjalan beriringan di AS. Berdasarkan riset Adobe Analytics, hasil penjualan Black Friday tahun 2019 lebih dari 5 miliar dollar AS (Kompas, 11/11/2019), sedangkan hasil dari Cyber Monday diperkirakan mencapai 9,2 milliar dollar AS.

KOMPAS/KARINA ISNA IRAWAN

Rekor baru Alibaba Group dalam festival belanja daring 24 jam “11.11 Global Shopping Market” tercipta dalam 16 jam setelah pembukaan, Minggu (11/11/2018). Penjualan Alibaba tahun ini sebesar 213,5 miliar yuan atau 30,8 miliar dollar Amerika Serikat (Rp 454,2 triliun), meningkat 27 persen dari tahun 2017.

Konsep adanya pesta belanja secara nasional ini kemudian meluas ke berbagai negara dengan berbagai sebutan yang khas. Di Meksiko, agenda belanja nasional dikenal sebagai El Buen Fin yang digelar sejak 2011. Sedangkan, di Timur Tengah, pesta belanja nasional ini diadaptasi sejak 2014 dengan sebutan White Friday untuk menghormati pentingnya hari Jumat di kawasan Arab. Di China, hari gelaran belanja daring nasional disebut dengan Single’s Days, mengambil perayaan tidak resmi hari lajang di negara tersebut.

Kesamaan dari pesta belanja daring nasional di berbagai negara tersebut adalah memadatkan kegiatan belanja dalam kurun waktu tertentu, melibatkan banyak e-dagang, memberikan berbagai diskon, kemudahan berbelanja, hingga kemudahan pengiriman.

Dengan demikian, selain mendorong aktivitas belanja, pesta belanja daring nasional juga mampu memajukan dan mengembangkan peritel di suatu negara. Dengan kerja sama program belanja daring, berbagai platform e-dagang dapat meraup keuntungan yang lebih besar alih-alih membuat program sendiri-sendiri. Di sisi lain, kegiatan tersebut juga menguntungkan berbagai perusahaan logistik. Layanan kurir logistik yang melayani e-dagang juga akan meningkat seiring peningkatan volume transaksi daring.

Potret e-dagang Indonesia

Menurut Statistik E-Commerce 2019 yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS), berbisnis dengan secara daring di Indonesia sudah dimulai sejak tahun 2010. Akan tetapi, persentase bisnis daring pada tahun tersebut masih kecil, hanya 1,53 persen. Dalam survei yang dilakukan BPS pada April-Agustus 2019, dengan 3.504 sampel blok sensus yang tersebar di 101 kabupaten/kota, angka tersebut mengalami kenaikan hingga 15,08 persen.

Dengan demikian, sebagian besar usaha di Indonesia (84,92 persen) tidak melakukan transaksi e-dagang. Mereka yang tidak memanfaatkan transaksi e-dagang kebanyakan merasa lebih nyaman berjualan secara langsung (70,89 persen), tidak tertarik berjualan daring (42,52 persen), dan kurangnya pengetahuan atau keahlian dalam e-dagang (21,78 persen).

Dari sisi sebaran usaha e-dagang di Indonesia, provinsi dengan proporsi usaha yang melakukan e-dagang terbesar adalah DI Yogyakarta (27,88 persen), diikuti Sulawesi Utara (20,92 persen), dan Jawa Barat (20,46 persen). Di sisi lain, provinsi dengan proporsi usaha yang melakukan e-dagang terkecil adalah Maluku Utara (4,66 persen), Papua (5,84 persen), dan Gorontalo (7,04 persen).

Dari sisi lapangan usaha, jenis usaha yang paling banyak melakukan usaha dengan e-dagang adalah usaha Kategori G, yakni perdagangan besar dan eceran, reparasi dan perawatan mobil dan sepeda, sebesar 44,31 persen. Selanjutnya, diikuti Kategori I, yakni penyediaan akomodasi dan penyediaan makan minum, sebanyak 18,11 persen. Sebaliknya, kategori usaha yang paling sedikit melakukan e-dagang adalah Kategori B, yakni pertambangan dan penggalian sebesar 0,05 persen.

KOMPAS/KRISTI UTAMI

Pebatik sedang menunjukkan tokonya di salah satu platform e-dagang, Kamis (7/11/2019) di Griya Batik Cempaka Mulia, Kota Tegal, Jateng. Pebatik Tegalan menyiasati perkembangan teknologi dengan cara mengikuti pelatihan untuk mempersiapkan diri menghadapi pasar digital.

Statistik E-Commerse 2019 juga mencatat metode pembayaran yang disediakan oleh e-dagang pada 2018. Metode pembayaran yang paling banyak disediakan adalah cash on delivery (COD), yang mencapai 83,93 persen. Metode ini memungkinkan pembeli untuk membayarkan barang pesanan secara tunai setelah barang tiba di tujuan kepada kurir yang mengantarkan barang. Selanjutnya, diikuti metode pembayaran kartu kredit (37,24 persen), mobile money (7,78 persen), transfer bank (4,15 persen), pembayaran daring (3,48 persen), voucher daring (0,81 persen), dan poin program berhadian (0,22 persen).

Terhadap usaha e-dagang yang menggunakan COD, survei BPS menemukan bahwa semakin banyak tenaga kerja yang bekerja pada usaha tersebut, semakin sedikit persentase usaha tersebut menggunakan metode COD. Fenomena tersebut berkebalikan dengan usaha e-dagang yang menggunakan metode pembayaran kartu debit atau transfer bank.

Dari sisi metode pengiriman barang atau jasa, diketahui bahwa usaha e-dagang pada 2018 menyediakan berbagai metode pengiriman, antara lain pos atau kurir, kurir daring, pengiriman langsung oleh penjual, diambil pembeli di toko, hingga mengambil langsung barang dengan cara mengunduh dari website atau aplikasi untuk perangkat lunak atau lainnya. Metode yang paling banyak digunakan usaha e-dagang adalah pengiriman langsung oleh pihak penjual (55,96 persen), jasa pos atau kurir (31,98 persen), diikuti pengambilan barang pesanan pada titik/toko penjemputan (27,01 persen), jasa kurir daring (19,66 persen), serta mengunduh dari website atau aplikasi untuk barang untuk perangkat lunak (3,18 persen).

Selain model pengiriman, diketahui pula beberapa model penjualan usaha e-dagang. Selama 2018, model penjualan e-dagang didominasi oleh penjual atau seller sebesar 80,81 persen, diikuti penjual kembali atau reseller (19,41 persen), dan perantara atau dropshipper (4,78 persen).

Selama tahun 2018, jumlah transaksi dari 13.485 usaha e-dagang yang disurvei mencapai 24.821.916 transaksi dengan nilai transaksi mencapai Rp 17,21 triliun.

Harbolnas 2020

Dalam website idEA dijelaskan, Harbolnas 2020 dilaksanakan selama dua hari, 11 dan 12 Desember. Pada 11 Desember, disediakan  promo khusus produk lokal UMKM yang mencakup makanan, fesyen, elektronik, serta perlengkapan rumah tangga. Sedangkan, pada puncak Harbolnas pada 12 Desember, konsumen dapat melakukan pembelian semua produk yang ditawarkan oleh 250 perusahaan bisnis daring.

Harbolnas yang dilaksanakan pada saat pandemi dan resesi ekonomi ini menargetkan transaksi minimal seperti tahun 2019, sebesar Rp 9,1 triliun. Optimisme target tersebut terdukung dengan laporan BPS berjudul Analisi Big Data di Tengah Masa Adaptasi Kebiasaan Baru. Selama, Januari-Juni 2020, jumlah produk yang terjual di pasar e-dagang menunjukkan peningkatan rata-rata sebesar 20 persen. Selain itu, hasil survei MarkPlus, Inc selama Juni-Agustus 2020 menunjukkan peningkatan nilai transaksi digital semenjak PSBB sebesar 64 persen. Oleh karena itu, walaupun berada dalam situasi resesi ekonomi, peningkatan kebiasaan berbelanja melalui internet dan transaksi digital mendukung optimisme target transaksi Harbolnas 2020 di atas.

Dengan memberikan ruang bagi UMKM, Harbolnas 2020 juga diharapkan juga berdampak pada perbaikan roda perekonomian Indonesia di pengujung tahun. (LITBANG KOMPAS)

Kompas/HENDRA A SETYAWAN

Para petani muda memasarkan tanaman hiasnya melalui platform e-dagang di pusat pembudidayaan tanaman hias Titik Hijau, Bojongsari, Depok, Jawa Barat, Senin (26/10/2020). Penjualan melalui platform e-dagang telah dilakukan para petani muda ini sejak dua tahun lalu. Saat pandemi omset penjualan daring meningkat dua kali lipat ditambah dengan budidaya tanaman hias di masyarakat yang tengah ngetren.