Daerah

Kabupaten Tangerang: Kawasan Industri, Niaga, dan Permukiman Favorit Kaum Urban

Kabupaten Tangerang dikenal sebagai salah satu kantong industri yang menopang pertumbuhan ekonomi di wilayah Jabodetabek. Daerah ini juga menjadi tempat favorit bagi para pemukim urban karena dekat dengan Ibu Kota Negara DKI Jakarta. Di masa lalu, Kabupaten Tangerang pernah menjadi tembok pelindung bagi Kesultanan Banten.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Tugu yang menjadi penanda kompleks pemerintahan Kabupaten Tangerang di Tigaraksa, Tangerang, Banten, Selasa (20/12/2016). Sejak tahun 2020, hari jadi Kabupaten Tangerang diperingati setiap tanggal 13 Oktober.

Fakta Singkat

Hari Jadi
13 Oktober 1632

Dasar Hukum
Undang-Undang No. 14/1950

Luas Wilayah
959,51 km2

Jumlah Penduduk
3.245.619 jiwa (2020)

Kepala Daerah
Bupati Ahmed Zaki Iskandar
Wakil Bupati H. Mad Romli

Instansi terkait
Pemerintahan Kabupaten Tangerang

Kabupaten Tangerang merupakan salah satu daerah yang menjadi bagian dari wilayah Provinsi Banten. Kabupaten ini terletak tepat di sebelah barat DKI Jakarta. Pusat pemerintahannya berada di Kecamatan Tigaraksa.

Seiring ditetapkanya Kabupaten Tangerang sebagai salah satu daerah penyangga ibu kota negara DKI Jakarta tahun 1976, Kabupaten Tangerang terus tumbuh pesat menjadi kawasan industri, perniagaan hingga permukiman modern. Potensi ini ditunjang oleh lokasi Kabupaten Tangerang yang sangat dekat dengan ibu kota dan transportasi yang mudah serta memadai.

Kabupaten Tangerang dibentuk berdasarkan UU 14/1950 tentang Pemerintahan Daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat. Dalam perkembangannya, kabupaten ini dimekarkan menjadi tiga daerah pemekaran, yaitu Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan atau biasa disingkat Tangsel.

Seiring dengan terbentuknya pemerintah Kota Tangerang tanggal 27 Februari 1993 berdasarkan UU 2/1993, maka pusat pemerintahan Kabupaten Tangerang pindah ke Kecamatan Tigaraksa.

Hari jadi Kabupaten Tangerang ditetapkan pada tanggal 13 Oktober 1632 setelah Pemerintah Kabupaten Tangerang menerbitkan Perda Nomor 2 Tahun 2020 tentang Hari Jadi Kabupaten Tangerang.

Penetapan tanggal 13 Oktober tahun 1632 itu didasarkan pada hari ketika tiga bangsawan Banten Arya Wangsakara, Arya Jaya Sentika, Arya Yudha Negara dilantik oleh Kesultanan Banten untuk memimpin wilayah Tangerang. Ketiganya pertama kali menempati wilayah yang sekarang disebut Tigaraksa, yang menjadi awal mula berdirinya Kabupaten Tangerang.

Sebelumnya, berdasarkan Perda Nomor 18 Tahun 1984, hari lahir Kabupaten Tangerang ditetapkan pada tanggal 27 Desember 1943. Penetapan itu didasarkan pada pemberian kekuasaan Pemerintah Pendudukan Jepang kepada Bupati Tangerang saat itu.

Kabupaten Tangerang merupakan wilayah terluas di Provinsi Banten, yakni 959,51 km2.. Secara administratif, kabupaten ini terbagi ke dalam 29 kecamatan, 28 Kelurahan, dan 246 Desa. Adapun  kepala daerah yang menjabat saat ini adalah Bupati  Ahmed Zaki Iskandar dan Wakil Bupati H. Mad Romli.

Dalam RPJM Kabupaten Tangerang 2019-2023, kabupaten ini menggagas visi: “Mewujudkan Masyarakat Kabupaten Tangerang Yang Religius, Cerdas, Sehat, dan Sejahtera”.

Adapun misinya ada enam, yakni pertama, meningkatkan penerapan nilai-nilai keagamaan dalam kehidupan bermasyarakat menuju masyarakat yang religius. Kedua, meningkatkan akses, mutu dan pemerataan pelayanan pendidikan dan kesehatan untuk mewujudkan masyarakat yang cerdas dan sehat.

Ketiga, mengembangkan ekonomi daerah yang kompetitif dan berbasis kerakyatan. Keempat, meningkatkan kualitas tata kelola pemerintahan yang profesional, transparan dan akuntabel.

Kelima, meningkatkan pemerataan pembangunan infrastruktur yang berkelanjutan dan pengelolaan lingkungan hidup berdasarkan Rencana Tata Ruang wilayah (RTRW). Keenam, mengembangkan inovasi daerah dalam rangka meningkatkan kualitas daya saing daerah, masyarakat dan pelaku pembangunan lainnya.

Sejarah Pembentukan

Kabupaten Tangerang yang dijuluki Kota Seribu Industri memiliki sejarah yang amat panjang. Pada abad ke-5 Masehi, misalnya, Tangerang pernah menjadi bagian dari wilayah Kerajaan Tarumanagara.

Ikhwal riwayat Kerajaan Tarumanagara tersebut, dapat ditelusuri dari tujuh prasasti yang masing-masing ditemukan di daerah Bogor, Bekasi, Pandeglang, dan Lebak. Ketujuh Prasasti itu ialah Prasasti Cianteun, Prasati Jambu, Prasasti Kebon Kopi, Prasasti Pasir Awi, Prasasti Muara Cianteun, Prasasti Lebak dan Prasasti Tugu. Dari ketujuh Prasasti itu, diketahui bahwa Tangerang adalah bagian dari wilayah Kerajaan Tarumanagara di Jawa Barat.

Sejak Kesultanan Banten berdiri dan Jayakarta digabungkan dengan wilayah Kesultanan Banten, daerah Tangerang menjadi bagian dari wilayah Kesultanan Banten. Daerah Tangerang yang dimaksudkan di sini adalah, daerah yang berada di sebelah barat dan timur aliran Sungai Cisadane bagian hilir. Ketika itu, kedudukan daerah Tangerang dalam struktur pemerintahan Kesultanan Banten belum begitu jelas.

Dari sumber tradisi setempat menyebutkan, sekitar tahun 1670-an antara Banten, Sumedang, dan Cirebon telah melakukan hubungan politik dan perdagangan. Sejalan dengan itu, akhir tahun 1680 terjadi pertemuan antara Sultan Banten dengan Wakil Penguasa Sumedang dan Cirebon di sebuah tempat yang bernama Pasanggrahan, yaitu kota pertama di daerah Tangerang Pedalaman. Dalam pertemuan itu, disepakati kedudukan Tangerang dalam struktur pemerintahan Kesultanan Banten adalah Kemaulanaan, dengan ibu kotanya Pasanggarahan.

Kekuasaan Kemaulanaan Tangerang itu, mencakup wilayah Tangerang, Jasinga, dan Lebak. Kemaulanaan Tangerang ini dipimpin oleh tiga orang Tumenggung yang berasal dari Sumedang, Jawa Barat. Mereka adalah Aria Yudanegara, Aria Wangsakara, dan Aria Santika, yang di kemudian hari dikenal dengan sebutan Tigaraksa – yang artinya Tiga Pemimpin.

Meskipun telah terjadi perjanjian antara Sultan Haji dengan Kompeni Belanda pada 17 April 1684, namun ketiga Tumenggung itu masih tetap melakukan perlawanan terhadap Belanda. Sayang usaha meraka gagal.

Secara berturut-turut mereka gugur dalam pertempuran. Tumenggung Aria Santika gugur dalam sebuah pertempuran di Kebon Besar pada tahun 1717 dan jasadnya dimakamkan di Batuceper, Tangerang. Tahun 1718 Tumenggung Aria Yudanegara gugur dalam pertempuran di Cikokol dan jasadnya dimakamkan di Desa Sangiang, Tangerang.

Selanjutnya tahun 1720, Tumenggung Aria Wangsakara gugur dalam pertempuran di Ciledug, jasadnya dimakamkan di Desa Lengkong, Tangerang. Dengan gugurnya ketiga Tumenggung yang dikenal dengan sebutan Tigaraksa itu, maka pada tahun 1720 riwayat Kemaulanaan Tangerang pun berakhir sudah.

Sejarah Kabupaten Tangerang, tidak terlepas dari sejarah Kesultanan Banten yang mengirim tiga Maulana yang berpangkat Tumenggung untuk membangun perkampungan pertahanan di wilayah yang berbatasan dengan Batavia. Ketiga Tumenggung itu adalah Tumenggung Aria Yudhanegara, Aria Wangsakara, dan Aria Santika. Mereka membangun basis pertahanan dan pemerintahan di wilayah yang kini dikenal sebagai Kawasan Tigaraksa yang sekarang menjadi Pusat Pemerintahan Kabupaten Tangerang.

Dikutip dari buku “Profil Kabupaten Tangerang Tahun 2019” terbitan Bappeda Kabupaten Tangerang, jika merunut kepada legenda rakyat dapat disimpulkan bahwa cikal bakal Kabupaten Tangerang adalah Tigaraksa. Nama Tigaraksa itu sendiri berarti Tiang Tiga atau Tilu Tanglu, sebuah pemberian nama sebagai wujud penghormatan kepada tiga Tumenggung yang menjadi tiga pimpinan ketika itu.

Penyebutan kata Tangerang sendiri berawal dari seorang putra Sultan Ageng Tirtayasa dari Kesultanan Banten membangun tugu prasasti di bagian barat Sungai Cisadane, saat ini diyakini berada di Kampung Gerendeng.

Waktu itu, tugu yang dibangun Pangeran Soegri dinamakan sebagai Tangerang, yang dalam bahasa Sunda berarti tanda. Sebutan ”Tangeran” yang berarti ”tanda” itu lama kelamaan berubah sebutan menjadi Tangerang sebagaimana yang dikenal sekarang ini.

Dikisahkan, bahwa kemudian pemerintahan ”Tiga Maulana”, ”Tiga Pimpinan” atau ”Tilu Tanglu” tersebut tumbang pada tahun 1684, seiring dengan dibuatnya perjanjian antara pasukan Belanda dengan Kesultanan Banten pada 17 April 1684. Perjanjian tersebut memaksa seluruh wilayah Tangerang masuk kedalam kekuasaan penjajah Belanda.

Kemudian, Belanda membentuk pemerintahan kabupaten yang lepas dari Kesultanan Banten di bawah pimpinan seorang Bupati. Para Bupati yang pernah memimpin Kabupaten Tangerang di era pemerintahan Belanda pada periode tahun 1682-1809 adalah Kyai Aria Soetadilaga I-VII.

Setelah keturunan Aria Soetadilaga dinilai tak mampu lagi memerintah Kabupaten Tangerang, Belanda menghapus pemerintahan ini dan memindahkannya ke Batavia. Kemudian Belanda membuat kebijakan, sebagian tanah di Tangerang dijual kepada orang orang kaya di Batavia yang merekrut pemuda-pemuda Indonesia untuk membantu usaha pertahanannya, terutama sejak kekalahan armadanya di dekat Kepulauan Midway dan Kepulauan Solomon.

KOMPAS/ROBERT ADHI KUSUMAPUTRA

Peristiwa Lengkong– Pertempuran Lengkong yang terjadi pada tahun 1946 diperingati dengan monumen baru yang dibangun Bumi Serpong Damai di Tengerang. Peristiwa itu terjadi pada Jumat petang, 25 Januari 1946 di Lengkong/Serpong. Pada hari itu pasukan dan Akademi Militer Tangerang, yang dipimpin Mayor Daan Mogot, tengah merundingkan penyerahan senjata dari pasukan Jepang di Lengkong kepada TRI (Tentara Rakyat Indonesia), secara tiba-tiba dihujani tembakan dan diserbu oleh pasukan Jepang. Serangan itu menyebabkan gugurnya 34 Taruna Akademi Militer Tangerang dan tiga perwira TRI, di antaranya Mayor Daan Mogot.

Tanggal 18 Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda secara de facto telah berakhir. Selanjutnya, Indonesia memiliki babak baru yang berada di bawah kekuasaan pemerintah Pendudukan Militer Jepang.

Kemudian pada tanggal 29 April 1943 dibentuklah beberapa organisasi militer, diantaranya yang terpenting ialah Keibodan (barisan bantu polisi) dan Seinendan (barisan pemuda). Disusul pemindahan kedudukan Pemerintahan Jakarta ke Tangerang dipimpin oleh Kentyo M Atik Soeardi dengan pangkat Tihoo Nito Gyoosieken atas perintah Gubernur Djawa Madoera.

Seiring dengan status daerah Tangerang ditingkatkan menjadi daerah kabupaten, maka daerah Kabupaten Jakarta menjadi Daerah Khusus Ibu Kota. Di wilayah Pulau Jawa, pengelolaan pemerintahan didasarkan pada Undang Undang Nomor 1 tahun 1942 yang dikeluarkan setelah Jepang berkuasa. Undang-undang ini menjadi landasan pelaksanaan tata negara yang azas pemerintahannya militer.

Panglima Tentara Jepang, Letnan Jenderal Hitoshi Imamura, diserahi tugas untuk membentuk pemerintahan militer di Jawa yang kemudian diangkat sebagai Gunseibu. Seiring dengan hal itu, pada Agustus 1942 dikeluarkan UU Nomor 27 dan 28 yang mengakhiri keberadaan Gunseibu. Berdasarkan Undang Undang Nomor 27, struktur pemerintahan militer di Jawa dan Madura terdiri atas Gunsyreikan (pemerintahan pusat) yang membawahi Syucokan (residen) dan dua Kotico (kepala daerah istimewa). Syucokan membawahi Syico (wali kota) dan Kenco (bupati).

Secara hirarkis, pejabat di bawah Kenco adalah Gunco (wedana), Sonco (camat) dan Kuco (kepala desa). Pada tanggal 8 Desember 1942 bertepatan dengan peringatan Hari Pembangunan Asia Raya, pemerintah Jepang mengganti nama Batavia menjadi Jakarta.

Pada akhir 1943, jumlah kabupaten di Jawa Barat mengalami perubahan, dari 18 menjadi 19 Kabupaten. Hal ini disebabkan, pemerintah Jepang telah mengubah status Tangerang dari kewedanaan menjadi kabupaten.

Perubahan status ini didasarkan pada dua hal, yaitu pertama, kota Jakarta ditetapkan sebagai Tokubetsusi (kotapraja), dan kedua, pemerintah Kabupaten Jakarta dinilai tidak efektif membawahi Tangerang yang wilayahnya luas.

Atas dasar hal tersebut, Gunseikanbu mengeluarkan keputusan tanggal 9 November 1943 yang isinya: “Menoeroet kepoetoesan Gunseikan tanggal 9 boelan 11 hoen syoowa 18 (2603) Osamu Sienaishi 1834 tentang pemindahan Djakarta Ken Yakusyo ke Tangerang, maka dipermakloemkan seperti di bawah ini: Pasal 1: Tangerang Ken Yakusyo bertempat di Kota Tangerang, Tangerang Son, Tangerang Gun, Tangerang Ken.

Pasal 2: Nama Djakarta Ken diganti menjadi Tangerang Ken. Atoeran tambahan Oendang-Oendang ini dimulai diberlakukan tanggal 27 boelan 12 tahoen Syouwa 18 (2603). Djakarta, tanggal 27 boelan 12 tahoen Syouwa 18 (2603). Djakarta Syuutyookan.”

Sejalan dengan dikeluarnya surat keputusan tersebut, Atik Soeardi yang menjabat sebagai pembantu Wakil Kepala Gunseibu Jawa Barat, Raden Pandu Suradiningrat, diangkat menjadi Bupati Tangerang (1943-1944).

Semasa Bupati Kabupaten Tangerang dijabat, H. Tadjus Sobirin (1983-1988 dan 1988-1993) bersama DPRD Kabupaten Tangerang pada masa itu, menetapkan hari jadi Kabupaten Tangerang tanggal 27 Desember 1943 berdasarkan Perda Nomor 18 Tahun 1984 tanggal 25 Oktober 1984.

Namun melalui Perda Nomor 2 Tahun 2020, hari jadi Kabupaten Tangerang  kemudian ditetapkan pada tanggal 13 Oktober 1632. Penetapan tanggal 13 Oktober tahun 1632 ini didasarkan pada hari ketika tiga bangsawan Banten Aria Wangsakara, Aria Jaya Santika, Aria Yudanegara dilantik oleh Kesultanan Banten untuk memimpin wilayah Tangerang. Ketiganya pertama kali menempati wilayah yang sekarang disebut Tigaraksa, yang menjadi awal mula berdirinya Kabupaten Tangerang.

Seiring dengan pemekaran wilayah dengan terbentuknya pemerintah Kota Tangerang tanggal 28 Februari 1993 berdasarkan UU 2/1993, maka pusat pemerintahan Kabupaten Tangerang pindah ke Tigaraksa.

Pemindahan ibu kota ke Tigaraksa dinilai strategis karena menggugah kembali cita cita dan semangat para pendiri untuk mewujudkan sebuah tatanan kehidupan masyarakat yang bebas dari belenggu penjajahan (kemiskinan, kebodohan, dan ketertinggalan) menuju masyarakat yang mandiri, maju, dan sejahtera.

Kemudian pada tahun 2008, Kabupaten Tangerang dimekarkan lagi dengan membentuk daerah otonom baru Kota Tangerang Selatan berdasarkan UU 51/2008 tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan di Provinsi Banten tertanggal 26 November 2008.

Tujuan pemekaran tersebut untuk lebih meningkatkan pelayanan dalam bidang pemerintahan, pembangunan, dan kemasyarakatan serta dapat memberikan kemampuan dalam pemanfaatan potensi daerah guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat.

KOMPAS/EDDY HASBY

Batu gilingan tebu (suikermolen) dirakit kembali oleh peneliti Subianto Rustandi hingga dapat berfungsi seperti semula. Batu gilingan tebu ini merupakan bukti sejarah adanya kilang-kilang gula di sisi sungai yang ada Ommelanden Batavia di abad ke 18-19.

Geografis

Kabupaten Tangerang terletak di bagian timur Provinsi Banten pada koordinat 106°20′-106°43′ Bujur Timur dan 6°00′-6°20′ Lintang Selatan. Luas wilayah kabupaten ini sebesar 959,61 Km2 atau 12,62 persen dari seluruh luas wilayah Provinsi Banten. Kabupaten ini juga mempunyai garis pantai sepanjang 51 km.

Kabupaten ini berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sebelah utara, dengan Kabupaten Bogor dan Lebak di sebelah selatan, dengan Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang, dan DKI Jakarta di sebelah timur serta dengan Kabupaten Serang dan Lebak di sebelah barat.

Jarak antara Kabupaten Tangerang dengan DKI Jakarta sekitar 30 km. Keduanya dihubungkan dengan lajur lalu lintas darat bebas hambatan Jakarta-Merak yang menjadi jalur utama lalu lintas perekonomian antara Pulau Jawa dengan Pulau Sumatera.

Kecamatan dengan luas wilayah terbesar di kabupaten ini adalah Kecamatan Rajeg seluas 53,7 Km² atau 5,6 persen dari luas wilayah Kabupaten Tangerang, sedangkan wilayah terkecil adalah Kecamatan Sepatan dengan luas hanya 17,32 Km² atau 1,8 persen.

Secara topografi, sebagian besar wilayah Kabupaten Tangerang merupakan dataran rendah, yang memiliki topografi relatif datar dengan kemiringan tanah rata-rata 0 – 3 persen. Ketinggian wilayah antara 0 – 85 m di atas permukaan laut.

Dataran rendah sebagian besar berada di wilayah utara yaitu Kecamatan Teluknaga, Mauk, Kemiri,   Sukadiri, Kresek, Kronjo, Pakuhaji, dan Sepatan. Sedangkan dataran tinggi berada di wilayah bagian tengah ke arah selatan.

Daerah utara Kabupaten Tangerang merupakan daerah pantai dan sebagian besar daerah urban, daerah timur adalah daerah rural dan pemukiman sedangkan daerah barat merupakan daerah industri dan pengembangan perkotaan.

Sungai-sungai yang terdapat di Kabupaten Tangerang ialah Sungai Cisadane, Sungai Cidurian, Sungai Cimanceuri, Sungai Cirarab, Sungai Kali Angke, dan Sungai Pesanggarahan. Selain itu, terdapat pula sejumlah situ atau danau kecil, yaitu Situ Kelapa Dua, Situ Cihuni, Situ Kepuh, Situ Pondok, Situ Garukgak, dan Situ Patrasana.

KOMPAS/I GUSTI AGUNG BAGUS ANGGA PUTRA

Sejumlah perahu karet digunakan untuk mengarungi Sungai Cisadane, Minggu (11/4/2021). Sungai Cisadane memiliki panjang sekitar 126 kilometer dari hulu di Kabupaten Bogor, Jawa Barat dan bermuara di daerah Tanjung Burung, Kabupaten Tangerang, Banten.

Pemerintahan

Dalam urusan pemerintahan, Kabupaten Tangerang dipimpin oleh seorang bupati sebagai kepala daerah dan dibantu oleh seorang wakil bupati untuk mengurusi pemerintahan. Dalam sejarah Pemerintahan Kabupaten Tangerang, sejak tahun 1943 sampai dengan sekarang, sudah beberapa kali pergantian pimpinan daerah.

Nama-nama Bupati Tangerang yang menjabat adalah Atik Soeardi (1943-1944), Agus Padmanegara (1944-1945), R. Achjad Penna (1945 1946), K.H. Abdulhadi (1946), Tadjus Sobirin (1983-1988, 1988 -1993), Syaifullah AR. (1993-1998), Agus Djunara (1998-2003), Ismet Iskandar (2003-2008, 2008-2013), dan Ahmed Zaki Iskandar (2013-2018, 2018-2023).

Terhitung sejak Kota Tangerang Selatan memisahkan diri dari Kabupaten Tangerang, secara administratif, Kabupaten Tangerang terdiri dari 29 kecamatan, 246 desa, dan 28 kelurahan.

Untuk mendukung jalannya pemerintahan, Pemerintah Kabupaten Tangerang didukung oleh 10.693 pegawai negeri sipil (PNS) yang terdiri dari 45,90 persen PNS laki-laki dan 54,10 persen PNS perempuan.

KOMPAS/PINGKAN ELITA DUNDU

Bupati Tangerang Periode 2018-2023 Ahmed Zaki Iskandar.

Politik

Dalam tiga kali penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu), peta politik di Kabupaten Tangerang berlangsung dinamis. Hal itu tampak dari perolehan kursi partai politik (parpol) di DPRD Kabupaten Tangerang.

Di Pemilu Legislatif 2009, Partai Golkar meraih kursi terbanyak di DPRD Kabupaten Tangerang dengan 10 kursi. Disusul partai Demokrat di urutan kedua dengan meraih delapan kursi dan PDI-P di peringkat ketiga dengan lima kursi.

Selanjutnya, PKS, Hanura, Gerindra, dan PPP masing-masing memperoleh empat kursi. Sedangkan PKB dan PAN meraih tiga kursi, PBB dengan dua kursi serta PDP, PBR, dan PPNU masing-masing hanya meraih satu kursi.

Di Pemilu Legislatif 2014, giliran Golkar dan PDI-P meraih kursi terbanyak dengan tujuh kursi. Disusul Partai Demokrat dan PPP meraih enam kursi. Kemudian Gerindra lima kursi, Partai NasDem, PKB, PAN masing-masing meraih empat kursi, Partai Hanura tiga kursi, PKS dua kursi, serta PBB dan PKPI masing-masing meraih satu kursi.

Adapun di Pemilu Legislatif 2019, Golkar dan PDI-P meraih kursi terbanyak, yakni tujuh kursi. Kemudian disusul oleh Partai Demokrat dan PPP masing-masing meraih enam kursi dan Gerindra memperoleh lima kursi. Lalu PKB, PAN, dan Nasdem masing-masing meraih empat kursi. Sedangkan Hanura meraih tiga kursi, PKS dua kursi serta PBB dan PKPI masing-masing meraih satu kursi.

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Poster Kampanye Caleg Warga melintas di depan spanduk dan poster kampanye calon anggota legislatif di Tangerang, Banten, Rabu (12/2/2014).

Kependudukan

Sensus Penduduk 2020 mencatat penduduk di Kabupaten Tangerang berjumlah 3,24 juta jiwa atau 27,26 persen dari total penduduk Banten yang berjumlah lebih dari 11,90 juta orang. Rinciannya, sebanyak 1,66 juta jiwa berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 1,54 juta jiwa berjenis kelamin.

Sex Ratio penduduk Kabupaten Tangerang tercatat 104,8 yang artinya jumlah penduduk laki-laki 4 persen lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk perempuan, atau setiap 100 perempuan terdapat 104 laki-laki.

Dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya, Kabupaten Tangerang memiliki populasi tertinggi di Provinsi Banten, diikuti Kota Tangerang (15,92 persen), Kabupaten Serang (13,63 persen), Kabupaten Lebak (11,64 persen), Kota Tangsel (11,37 persen), Kabupaten Pandeglang (10,69 persen), Kota Serang (5,81 persen) dan terendah Kota Cilegon (3,65 persen).

Kecamatan Pasarkemis mempunyai jumlah penduduk terpadat, yaitu mencapai 273 659 jiwa atau sebesar 8,43 persen, diikuti Cikupa sebesar 208.302 jiwa atau sebesar 6,42 persen. Lalu Rajeg berada di posisi ketiga penduduk terpadat sebesar 190.946 jiwa atau sebesar 5,88 persen. Sedangkan kecamatan dengan penduduk terendah pada tahun ini adalah Kecamatan Mekar Baru dengan jumlah penduduk hanya sekitar 41.329 jiwa atau sebesar 1,27 persen.

Penduduk Kabupaten Tangerang bersifat heterogen, terdiri dari empat etnis, yakni Sunda, Jawa, Betawi, dan China. Dua etnis Sunda dan Jawa merupakan penduduk mayoritas di kabupaten ini.

Dalam  buku “Profil Kabupaten Tangerang Capaian RPJMD kabupaten tangerang tahun 2020 dan Penanganan Covid-19” yang diterbitkan Dinas Komunikasi dan Informatika Kabupaten Tangerang, disebutkan bahwa kelompok etnis Sunda asal muasalnya berasal dari Sumedang. Mereka datang ke Tangerang sekitar tahun 1630-an pasca pengempuran kota Batavia oleh pasukan Mataram.

Kelompok ini mencapai wilayah Tangerang yang meliputi daerah Cikupa, Pasar Kemis, Curug, Tigaraksa, Legok, dan Pagadangan. Mereka menetap di daerah tersebut dengan membawa dan mengembangkan seni dan budaya yang dibawa dari daerah priangan.

Kelompok etnis Jawa mereka datang ke Tangerang sebagai pengikut Fatahilah dari Demak pada tahun 1526 serta kelompok kecil yang gagal mengepung kota Batavia pada tahun 1628. Kelompok ini menetap di wilayah Barat Laut utara menyusuri Pantai Utara Pulau Jawa meliputi tiga kecamatan, yaitu Mauk, Kresek, dan Rajeg.

Dilihat dari segi bahasa dan budaya, mereka diperkirakan sebagai keturunan dari sisa-sisa prajurit Mataram. Mereka menggunakan bahasa sehari-hari dengan bahasa Jawa. Kelompok ini pada umumnya hidup sebagai petani dan nelayan.

Kelompok etnis Betawi diduga masuk dan menetap di Tangerang sejak Tangerang dikuasai kompeni tahun 1659 dan pada waktu itu Belanda masuk ke Batavia. Kelompok ini sebagian besar menempati sepanjang perbatasan Batavia yaitu wilayah kecamatan Teluk Naga, Kosambi, Sepatan, dan Pakuhaji.

Pada umumnya, mereka hidup sebagai petani yang sekaligus sebagai pedagang. Mereka merupakan petani buah-buahan karena wilayah mereka relatif dekat dengan Batavia, memungkinkan merek menjual hasil peratanian itu ke Batavia. Jati diri budaya mereka tetap dibawa dan dipelihara, baik kesenian maupun budaya serta adat perkawinan mereka yang tetap di pertahankan.

Adapun kelompok etnis China diarahkan ke pesisir. Mereka harus berkelompok dalam sebuah kampung. Hal ini dimaksudkan agar kompeni mudah mengawasi kegiatan mereka. Orang China datang ke Tangerang sukar diketahui dengan pasti setelah Belanda menduduki dan membangun Kota Batavia.

Masyarakat China dapat digolongkan atas China peranakan dan China toto. Orentasi kebudayaan golongan China peranakan sudah bercampur dengan kebudayaan setempat. Mereka tidak berbeda dengan kalangan pribumi baik dalam pemakaian bahasa maupun makanan. Hanya saja kesenian dan kebudayaannya masih tetap dikembangkan sesuai adat leluhur, seperti Cokek, Barongsai, dan Dayung. Etnis China banyak menempati daerah utara seperti Teluk Naga dan daerah Kosambi.

Berdasarkan status pekerjaan utama, pada tahun 2020, penduduk yang bekerja sebagai buruh/karyawan tetap menduduki peringkat pertama di Kabupaten Tangerang dengan persentase mencapai 57,56 persen. Hal ini disebabkan adanya sektor industri yang merupakan sektor ekonomi utama untuk menunjang perekonomian Kabupaten Tangerang.

Disusul kemudian oleh berusaha sendiri sebesar 21,53 persen, pekerja bebas sebesar 6,83 persen, disusul berusaha dibantu buruh sebesar 6,47 persen, pekerja keluarga/pekerja tak dibayar 5,78 persen dan paling kecil saat ini adalah berusaha dibantu buruh tidak tetap yaitu 1,83 persen.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Anggota Sanggar Sriwijaya Kota Tangerang menghibur warga dengan tarian “Nyi Ronggeng” saat tampil dalam Festival Tangerang di Lapangan Cituis, Pakuhaji, Kabupaten Tangerang, Banten, Rabu (19/12/2012). Sejumlah artis dan seniman lokal tampil dalam festival yang diadakan untuk memeriahkan ulang tahun Kabupaten Tangerang ke-69.

Indeks Pembangunan Manusia
71,92 (2020)

Angka Harapan Hidup 
69,89 tahun (2020)

Harapan Lama Sekolah 
12,82 tahun (2020)

Rata-rata Lama Sekolah 
8,39 tahun (2020)

Pengeluaran per Kapita 
Rp 12,20 juta (2020)

Tingkat Kemiskinan
6,23 persen (2020)

Tingkat Pengangguran Terbuka
13,06 persen (2020)

Kesejahteraan

Pembangunan manusia yang diukur dengan indeks pembangunan manusia (IPM) di Kabupaten Tangerang terus meningkat dalam satu dekade terakhir. Di tahun 2020, IPM Kabupaten Tangerang mencapai 71,92 dan masuk kategori tinggi

Pencapaian IPM Kabupaten Tangerang tersebut terhitung masih di bawah rata-rata IPM Provinsi Banten yang sebesar 72,45. Jika dibandingkan kabupaten/kota di Provinsi Banten, capaian IPM Kabupaten Tangerang terhitung masih rendah.

Dari komponennya, angka harapan hidup (AHH)  Kabupaten Tangerang di tahun 2020 mencapai 69,89 tahun. Di bidang pendidikan, rata-rata lama sekolah (RLS) tercatat selama 8,39 tahun dan harapan lama sekolah (HLS) tercatat selama 12,82 tahun. Adapun pengeluaran per kapita per tahun sebesar Rp 12,20 juta.

Kabupaten Tangerang menyandang status dengan jumlah pengangguran tertinggi di Provinsi Banten. Menurut data BPS, tingkat pengangguran terbuka (TPT) Kabupaten Tangerang pada Agustus 2020 sebesar 13,06 persen atau sebanyak 239.788 orang. Angka pengangguran tersebut meningkat 4,15 poin atau bertambah sebanyak 75.831 orang dibandingkan dengan Agustus 2019.

Peningkatan TPT tersebut diakibatkan karena kondisi Pandemi Covid 19 yang masih berlangsung sehingga banyak perusahaan yang tutup atau tidak beroperasi sementara. Bahkan perusahaan tutup permanen.

Selaras dengan meningkatnya angka pengangguran, angka kemiskinan di Kabupaten Tangerang juga meningkat. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2020 sebesar 6,23 persen atau sebanyak 242,02 ribu orang.  Angka kemiskinan tersebut meningkat 1,09 poin dibandingkan tahun 2019 sebesar 5,14 persen atau sebanyak 193,97 ribu orang.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Pekerja menyelesaikan produksi sepatu di PT KMK Global Sports Cikupa, Tangerang, Banten, Selasa (30/4/2019). KMK Global Sports setiap bulannya bisa menghasilkan 1,2 juta pasang sepatu olahraga merek Nike dan 300.000 pasang sepatu Converse. Saat ini pabrik tersebut setidaknya mempekerjakan sebanyak 150.000 orang.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp 2,80 triliun (2019)

Dana Perimbangan 
Rp 2,02 triliun (2019)

Pendapatan Lain-lain 
Rp 933,69 miliar (2019)

Pertumbuhan Ekonomi
-3,70 persen (2020)

PDRB Harga Berlaku
Rp 136 triliun (2020)

PDRB per kapita
Rp 34,79 juta/tahun (2020)

Ekonomi

Struktur ekonomi Kabupaten Tangerang dari tahun ke tahun selalu didominasi oleh industri pengolahan. Di tahun 2020, kontribusi industri pengolahan mencapai 33,60 persen dari total kegiatan ekonomi yang mencapai Rp 136 triliun di tahun 2020.

Adapun sektor konstruksi  berada di urutan kedua dengan kontribusi sebesar 14,83 persen, diikuti perdagangan besar dan eceran di peringkat ketiga sebesar 11,50 persen. Lalu Real Estate sebesar 8,34 persen. Sedangkan sektor yang peranannya terkecil adalah pertambangan dan penggalian yang hanya menyumbang sebesar 0,04 persen.

Sebagai penyangga DKI Jakarta, Kabupaten Tangerang telah lama menyandang predikat sebagai daerah sentra industri. Selain memberikan nilai tambah yang tinggi, industri pengolahan juga menyerap banyak tenaga kerja.

Di daerah ini, terdapat  lima kawasan industri, yakni kawasan industri yang sudah terbentuk Balaraja dan Cikupa Mas serta kawasan industri baru yang terdiri dari Kawasan Industri Millenium, Laksana Bisnis Park, dan Cileles.

Berdasarkan kode sektoral industri di Kabupaten Tangerang, sektor industri kimia, farmasi dan obat tradisional menempati urutan pertama, yakni sebesar 6,05 persen. Disusul oleh industri barang dari logam, komputer, barang elektronik, optik dan peralatan listrik sebesar 5,81 persen, industri makanan dan minuman sebesar 4,61 persen, industri tekstil dan pakaian jadi sebesar 3,98 persen dan industri lainnya sebesar 13,15 persen.

Di bidang keuangan daerah, realisasi pendapatan Kabupaten Tangerang di tahun 2019 mencapai Rp 5,76 triliun. Dari jumlah tersebut, Pendapatan Asli Daerah (PAD) menyumbang 48,6 persen atau tepatnya Rp 2,80 triliun. Sedangkan, dana perimbangan mencapai Rp 2,02 triliun atau sekitar 35,1 persen dan pendapatan lain-lain menyumbang sebesar Rp 933,69 miliar atau sekitar 16,3 persen terhadap pendapatan Kabupaten Tangerang.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Foto udara proyek perumahan tapak di kawasan Gading Serpong, Kecamatan Pagedangan, Kabupaten Tangerang, Banten, Jumat (17/4/2020). Di tengah pandemi Covid-19, proyek properti masih berjalan meski pun lambat. Sedangkan dari sisi penjualan, banyak agen pemasaran yang akhirnya memaksimalkan penjualan dengan platform digital untuk memasarkan produk properti mereka.

Di sektor pariwisata, Kabupaten Tangerang memiliki pesona tersembunyi pada pantai-pantainya. Pantai Tanjung Pasir, Pantai Tanjung Kait, Pantai Dadap, Pantai Pulau Cangkir, dan Pantai Tanjung Burung menyimpan potensi besar sebagai aset berharga tempat wisata alam.

Selain itu, terdapat Danau Biru Cigaru, Situ Cilongok, Taman Bunga Matahari, dan Hutan Jati Raya Sindang Panon. Terdapat pula beberapa makam sebagi tempat berziarah makam di kabupaten ini.

Selain itu, Kabupaten Tangerang terkenal dengan tempat wisata rekreasi dan belanja di Citra Raya Kecamatan Cikupa. Para wisatawan dapat menemukan berbagai tempat perbelanjaan di kawasan Citra Raya Kecamatan Cikupa.

Kegiatan wisata di Kabupaten Tangerang didukung berbagai fasilitas baik disediakan oleh masyarakat, pengusaha maupun pemerintah. Tercatat pada tahun 2020 terdapat 40 hotel baik berbintang maupun non bintang. Dari hotel tersebut, kamar yang tersedia sebanyak 2.372 kamar dan 2.962 tempat tidur. Di samping itu, terdapat pula sebanyak 22 usaha perjalanan wisata yang dapat membantu wisatawan ketika ingin melakukan perjalanan wisata. (LITBANG KOMPAS)

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Resor Tanjung Pasir di kawasan Teluk Naga, Kabupaten Tangerang, Banten.

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Mendagri Setuju Ibu Kota Kabupaten Tangerang Pindah”, Kompas, 24 Februari 1990, hlm. 03
  • “DAU Jadi Sumber Pendapatan Terbesar * Otonomi”, Kompas, 11 Desember 2001, hlm. 32
  • “Kabupaten Tangerang * Otonomi”, Kompas, 11 Desember 2001, hlm. 32
  • “Profil Kabupaten Tangerang: Menanggung Beban Berat di Kawasan Selatan”, Kompas, 20 September 2006, hlm. 27
  • “Tangerang Membuka Pintu Investasi”, Kompas, 31 Mei 2004, hlm. 19
Buku dan Jurnal
Aturan Pendukung

Editor
Topan Yuniarto