Daerah

Kota Bogor: Kota Hujan dan Penyangga Ibu Kota Jakarta

Kota Bogor terkenal dengan julukan Kota Hujan karena memiliki curah hujan yang tinggi. Jejak historis sejak Kerajaan Pakuan Pajajaran hingga Hindia Belanda dibuktikan dengan beragam artefak peninggalan sejarah yang dilestarikan hingga kini. Kebun Raya Bogor menjadi salah satu ikon pariwisata kota ini.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Istana Bogor – Pemandangan Istana Bogor dari Kebun Raya Bogor, Bogor, Sabtu (10/1/2015). Istana Bogor dibangun pertama kali tahun 1744 atas permintaan Gubernur Jenderal Belanda Gustaaf Willem Baron van Imhoff sebagai tempat peristirahatan yang terus berkembang menjadi istana. Meski pernah rusak saat meletusnya Gunung Salak tahun 1834, bangunan ini kembali direstorasi dengan gaya arsitektur Eropa abad  ke-19.

Fakta Singkat

Hari Jadi
3 Juni 1482

Dasar Hukum
Undang-Undang No. 16/1950

Luas Wilayah
118,5 km2

Jumlah Penduduk
1.043.070 jiwa (2020)

Pasangan Kepala Daerah
Wali Kota Bima Arya Sugiarto
Wakil Wali Kota Dedie A Rachim

Kota Bogor merupakan sebuah kota di Provinsi Jawa Barat dan terletak di tengah-tengah wilayah Kabupaten Bogor. Kota ini hanya berjarak sekitar 60 kilometer dengan DKI Jakarta sedangkan jarak dengan Kota Bandung sekitar 120 kilometer.

Sebagai wilayah penyangga ibu kota Jakarta, Kota Bogor menjadi penunjang layanan, pusat aktivitas nasional untuk industri, perdagangan, transportasi, komunikasi, dan pariwisata.

Setelah Indonesia lepas dari belenggu penjajahan, Kota Bogor ditetapkan menjadi kota besar berdasarkan UU 16/1950. Selanjutnya pada tahun 1957, nama pemerintahan berubah menjadi Kota Praja Bogor sesuai dengan UU 1/1957. Kemudian berdasarkan UU 18/1965 dan UU 5/1974 berubah menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor. Terakhir, dengan diterbitkannya UU 22/1999, Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor diubah lagi menjadi Kota Bogor hingga sekarang.

Tanggal 3 Juni 1972, untuk pertama kalinya hari jadi Kota Bogor diperingati. Berdasar penyelidikan yang dilakukan oleh Saleh Danasasmita tentang sejarah Bogor, DPRD Kotamadya Bogor menetapkan hari lahir Kota Bogor pada tanggal 3 Juni 1482. Penetapan tanggal itu berdasarkan peristiwa pelantikan Raja Pajajaran yang terkenal, yaitu Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi.

Dahulu luasnya 21,56 km², namun kini Kota Bogor telah berkembang menjadi 118,50 km². Berdasarkan hasil sensus penduduk 2020, terdapat 1.043.070 orang yang tinggal di Kota Bogor.

Secara administratif, Kota Bogor terdiri dari 6 wilayah kecamatan dan 68 kelurahan. Saat ini, Kota Bogor dipimpin oleh Wali Kota Bima Arya Sugiarto dan Wakil Wali Kota Dedie A Rachim.

Kota yang sudah menapaki usia ke-539 pada tahun ini dikenal dengan sebutan Kota Hujan karena memiliki curah hujan yang tinggi. Pada masa Kolonial Belanda, Bogor dikenal dengan nama Buitenzorg yang berarti “tanpa kecemasan” atau “aman tenteram”. Buitenzorg sendiri diambil dari salah satu nama dari spesies palem.

Kota Bogor termasuk ke dalam Kawasan Strategis Nasional Perkotaan Jabodetabekpunjur. Selain itu, kekhasan iklim lokal yang dimilikinya menjadikan Bogor sebagai pusat riset botani serta pertanian nasional.

Pada tahun 2016, Kota Bogor berhasil menyabet gelar predikat The Most Lovable City sedunia yang diselenggarakan oleh WWF (World Wildlife Fund), mengalahkan sejumlah kota besar di dunia seperti Paris, juga Jakarta, dan Balikpapan.

Sejarah pembentukan

Nama “Bogor” sebenarnya mengandung berbagai pengertian. Ada yang mengatakan, kata itu berasal dari “Buitenzorg”, nama resmi Bogor pada masa penjajahan Belanda. Namun seperti yang dikemukakan dalam buku Sejarah Bogor (1983) yang disusun oleh Panitia Penyusun dan Penerbitan Sejarah Bogor bersama Paguyuban Pasundan, pendapat itu terlalu mengada-ada karena mengandaikan lidah orang Sunda begitu kakunya sehingga tidak bisa mengucapkan dengan benar kata “Buitenzorg”.

Ada lagi yang mengatakan, nama Bogor berasal dari “bahgar” atau “baqar” yang berarti sapi karena di dalam kebun raya ada patung sapi. Pendapat lainnya mengatakan kata Bogor berasal dari kata bokor, sejenis bakul logam, tanpa alasan jelas. Pendapat lain lagi mengatakan nama Bogor itu asli kata bogor berarti tunggul kawung (enau, aren), yang ditemukan dalam pantun Bogor berjudul Ngadegna Dayeuh Pajajaran.

Dalam versi lain disebutkan, nama Bogor muncul dalam dokumen tanggal 7 April 1952 yang tertulis “Hoofd Van de Negorij Bogor”, yang berarti kurang lebih Kepala Kampung Bogor. Informasi kemudian menyebutkan, Kampung Bogor terletak di lokasi Kebun Raya Bogor yang mulai dibangun pada tahun 1817.

Dalam sejarahnya, Bogor memiliki latar sejarah yang panjang. Hal ini didasarkan pada temuan data arkeologis dan historis.

Banyak benda cagar budaya yang ditemukan di wilayah Kota Bogor, di antaranya keramik, artefak asahan, kerang bertuliskan huruf Arab yang ditemukan di Kelurahan Lawanggintung. Kemudian peninggalan masa prasejarah (megalitik) Batu Dakon ditemukan di Kelurahan Empang, Kecamatan Kecamatan Bogor Selatan.

Terdapat pula Batu Congkrang di dekat Pasar Balekambang. Peninggalan ini merupakan tinggalan masa prasejarah dan saksi kepurbakalaan bahwa ratusan tahun yang lalu di tempat tersebut sudah ada pemukiman manusia. Peninggalan lain adalah Situs Kupa Landak yang merupakan petilasan salah satu tokoh kepercayaan Prabu Siliwangi di Kampung Kebon Pala, Kelurahan Batutulis.

Adapun dari sisi sejarah, di sekitar wilayah Bogor dahulu pernah berdiri kerajaan yang terbilang besar, yaitu Kerajaan Tarumanegara (abad IV hingga abad VII), Kerajaan Sunda (abad VII-IX), dan Kerajaan Pakuan Pajajaran (abad XV hingga abad XVI).

Di bidang pemerintahan, Kota Bogor mempunyai sejarah yang panjang, mengingat sejak zaman Kerajaan Pajajaran sesuai dengan bukti-bukti yang ada seperti dari Prasasti Batu Tulis. Nama-nama kampung seperti dikenal dengan nama Lawanggintung, Lawang Saketeng, Jerokuta, Baranangsiang dan Leuwi Sipatahunan diyakini bahwa Pakuan sebagai ibu kota Pajajaran terletak di Kota Bogor.

Pakuan sebagai pusat pemerintahan Pajajaran terkenal pada pemerintahan Prabu Siliwangi (Sri Baginda Maharaja) yang penobatannya tepat pada tanggal 3 Juni 1482. Tanggal penobatan itu kemudian dijadikan hari jadi Kota Bogor dan Kabupaten Bogor.

Sebagai akibat penyerbuan tentara Banten ke Pakuan Pajajaran, catatan mengenai Pakuan tersebut hilang.  Bahkan, ketika orang-orang VOC melakukan ekspedisi pada akhir abad ke-17 sampai awal abad ke-18, mereka gagal menemukannya. Ekspedisi kompeni itu berlangsung beberapa kali, dilakukan oleh Scipio (1687), Adolf Winkler (1690), Ram dan Coups (1701), serta Abraham van Riebeeck yang tiga kali melakukan ekspedisi pada tahun 1703, 1704, dan 1709.

Beruntung orang-orang Portugis yang sempat berkunjung ke Pakuan pada tahun 1512 dan 1522 sehingga mereka diduga merupakan orang asing pertama yang menjadi saksi. Di sana, mereka masih sempat menyaksikan kebesaran dan keindahan Keraton Pakuan Pajajaran yang dijuluki Sri Bima Punta Narayana Madura Suradipati.

Dalam laporannya disebutkan, ibu kota Pakuan bisa dicapai setelah dua hari perjalanan menyusuri sungai. Bangunan keratonnya berjejer dan menjulang tinggi, terbuat dari kayu yang ditopang dengan tiang-tiang sebesar drum, tampak indah berhiaskan relief-relief.

Secara umum, cikal bakal Kota Bogor adalah Pakuan Pajajaran yang merupakan ibu kota kerajaan Hindu di Jawa Barat. Namun sebagai kota modern, Bogor baru lahir seiring dengan pembangunan Vila “Buitenzorg”  pada tahun 1745 atas prakarsa Gubernur Jenderal Gustaf Wiliam Baron van Imhof yang memerintah antara tahun 1743-1750.

Pada tahun 1744, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Baron van Imhoff membangun Istana Bogor seiring dengan pembangunan jalan raya Daendels yang menghubungkan Batavia dengan Bogor, sehingga keadaan Bogor mulai berkembang. Pada waktu itu, Bogor direncanakan sebagai daerah pertanian dan tempat peristirahatan bagi Gubernur Jenderal.

Setahun kemudian, Gubernur Jenderal van Imhoff menggabungkan sembilan distrik yang terdiri dari Pondok Gede, Cijeruk, Sindang Barang, Ciawi, Ciomas, Balubur Limbangan, Dramaga, dan Kampung Baru ke dalam satu pemerintahan yang disebut Regentschap Kampung Baru Buitenzorg.

KOMPAS/AMBROSIUS HARTO

Maemunah (75) yang berkerudung putih menerima pengunjung Prasasti Batu Tulis, Kota Bogor, Jumat (31/7/2015). Prasasti Batu Tulis merupakan bukti otentik keberadaan Kerajaan Pajajaran yang berpusat di wilayah yang saat ini adalah Kota Bogor.

Pada periode 1745–1808, Buitenzorg (Bogor) menjadi pusat pemerintahan Hindia Belanda. Para Gubernur Jenderal tak lagi menempati Istana di Jakarta. Mereka memilih menjalankan roda pemerintahan kolonial di era tersebut di Buitenzorg kendati tidak secara resmi.

Menurut catatan, paling tidak ada sembilan Gubernur Jenderal Hindia Belanda sebelum Daendels, sudah bertempat tinggal di Istana Bogor ini. Kendati peresmian sebenarnya baru berlangsung pada tahun 1866 melalui surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No. 11 Tahun 1866.

Pada masa pendudukan Inggris (1811–1816), Gubernur Jenderal Thomas Stamford Raffles berjasa mengembangkan Kota Bogor. Pada masa itu, Istana Bogor direnovasi dan sebagian tanahnya dijadikan kebun raya (botanical garden). Raffles juga mempekerjakan seorang perancang kota (planner) yang bernama Carsens yang menata Bogor sebagai tempat peristirahatan.

Setelah pemerintahan kembali kepada Hindia Belanda pada tahun 1903, terbit Undang-undang Desentralisasi yang bertujuan menghapus sistem pemerintahan tradisional diganti dengan sistem administrasi pemerintahan modern. Sebagai realisasinya dibentuk Stadsgemeente (pemerintah kota).

Sejak tahun itu, Buitenzorg secara administratif resmi lepas dari Batavia dan diberikan otonomi tersendiri berdasarkan Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda No. 208 Tahun 1905. Sejak saat itu pula, secara resmi berdiri sebuah pemerintahan otonom, yakni sebuah Stadsgemeente.

Adanya surat penetapan tersebut menjadikan Bogor sebagai salah satu pemerintahan kota yang cukup tua di Indonesia, bahkan lebih tua dari Kota Bandung yang baru ditetapkan sebagai Stadsgemeente setahun kemudian (1906). Gemeente Buitenzorg dengan seorang Burgemeenter (wali kota) kala itu, yakni Mr. Bagchus (1920–1927); dan corak pemerintahan ini berlangsung sampai dengan masa pendudukan Jepang.

Pada masa pendudukan Jepang, kedudukan pemerintahan di Kota Bogor menjadi lemah karena pemerintahan dipusatkan pada tingkat keresidenan yang berkedudukan di Kota Bogor. Pada masa ini, nama-nama lembaga pemerintahan berubah namanya, yaitu Keresidenan menjadi Syoeoe, Kabupaten menjadi Ken, Kota menjadi Si, Kewedanaan menjadi Gun, Kecamatan menjadi Soe dan desa menjadi Koe.

Pada masa setelah kemerdekaan RI (17 Agustus 1945) dan disusul periode revolusi, kota-kota otonom di seluruh Indonesia termasuk Bogor umumnya diduduki Belanda. Pada tahun itu pula, terbit Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1945 tentang pemerintahan yang erat kaitannya dengan pemerintahan daerah.

Berdasarkan UU 16/1950, Gemeente Buitenzorg berganti nama menjadi Pemerintah Kota Besar Bogor. Selanjutnya pada tahun 1957, nama pemerintah Kota Besar berubah menjadi Kota Praja Bogor sesuai dengan UU 1/1957.

Kemudian UU 18/1965 dan UU 5/1974 menetapkan penggantian nama Pemerintah Kota Praja menjadi Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor. Terakhir, dengan diberlakukanya UU 22/1999, Pemerintah Kota Madya Daerah Tingkat II Bogor diubah menjadi Pemerintah Kota Bogor sampai dengan sekarang.

Geografis

Kota Bogor terdapat diantara 106’ 48’ BT serta 6’ 26’ LS. Berada di tengah-tengah Kabupaten Bogor, wilayah Kota Bogor berbatasan dengan Kecamatan Kemang, Bojong Gede, dan Kecamatan Sukaraja Kabupaten Bogor di sebelah utara. Di sebelah timur, berbatasan dengan Kecamatan Sukaraja dan Kecamatan Ciawi. Di sebelah barat, berbatasan dengan Kecamatan Darmaga dan Kecamatan Ciomas, Kabupaten Bogor dan di sebelah selatan, berbatasan dengan Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Caringin,Kabupaten Bogor.

Dikenal sebagai “Kota Hujan”, Kota Bogor memiliki curah hujan rata-rata setiap bulan sekitar 345 mm dengan curah hujan terbesar terjadi pada bulan Februari 2017.

Wilayah Kota Bogor dilalui oleh dua sungai, yaitu Sungai Cisadane dan Sungai Ciliwung. Sungai Cisadane mempunyai luas pengaliran 185 kilometer persegi dan Sungai Ciliwung memiliki luas pengaliran 211 kilometer persegi.

Secara umum, Kota Bogor ditutupi oleh batuan vulkanik yang berasal dari endapan dua gunung berapi, yaitu gunung Pangrango dan Gunung Salak. Bogor merupakan kota yang subur karena tanahnya yang mengandung abu vulkanik.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Suasana nuansa warna-warni di tepian Sungai Ciliwung di Kampung Padabeunghar, Babakan Pasar, Kota Bogor, bertepatan dengan diperingatinya Hari Sungai Internasional, Minggu (27/9/2020). Sungai telah menjadi salah satu bagian kehidupan peradaban manusia sejak masa lampau. Terjaganya lingkungan dan ekosistem sungai pun juga memberikan berbagai dampak yang baik bagi manusia sekitarnya, baik sumber serapan air hingga sumber pangan berupa ikan. Selain itu, nilai lebih dari terjaga dan tertatanya kawasan sekitar sungai pun bisa berkembang menjadi ruang publik warga dan sarana rekreasi ekowisata, seiring meningkatnya minat masyarakat akan wisata lingkungan.

Pemerintahan

Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, menurut catatan sejarah tentang Kota Bogor, wali kota Bogor yang pertama kali bertugas memimpin pemerintahan adalah R. Odang Prawiradirja. 

Meskipun pemerintahan Indonesia telah terbentuk, Belanda masih belum mau mengakui kedaulatan NKRI. Mereka kembali menguasai kota-kota di Indonesia melalui Agresi Militer. Akibatnya, wali kota Bogor saat itu, R. Odang Prawiradirja, hanya memimpin selama satu tahun saja karena kedudukannya diambil alih oleh Pemerintahan Sipil Hindia-Belanda (NICA) yang kemudian mengangkat J.J. Penoch sebagai Burgemeester dari tahun 1958–1960. Pada waktu yang bersamaan, Pemerintahan RI mengangkat M. Witjaksono Wirjodihardjo sebagai Wali Kota Bogor.

Ketika kekuasaan Indonesia kembali pulih pada tahun 1950, istilah Stadsgemeente diganti menjadi Kota Praja. Jabatan Wali Kota dipegang oleh R. Djoekardi selama dua tahun sampai dengan 1952. Setelah itu tercatat penerusnya, masing-masing adalah R.S.A Kartadjumena (1952–1956), Pramono Notosudiro (1956–1959), R. Abdul Rachman (1960–1961), Letkol. Achmad Adnawidjaya (1961–1965) dan Kol. Achmad Sham (1965–1979).

Berikutnya menyusul Achmad Sobana (1979–1984), Muhammad (1984–1989), Suratman (1989–1994), Eddy Gunardi (1994–1999), Iswara Natanegara (1999–2004), Diani Budiarto (2004–2014), Bima Arya (2014–2018), Usmar Hariman (Plt Wali Kota 2018), dan Bima Arya Sugiarto (2019–2024)

Sejak tahun 2004, dalam melaksanakan tugasnya, Wali Kota Bogor didampingi Wakil Wali Kota Bogor. Masing-masing adalah Moch. Said (2004–2009), Achmad Ru’yat (2009–2014), Usmar Hariman (2014–2018), dan Dedie A. Rachim (2019–2024)

Secara administratif, wilayah Kota Bogor terbagi atas enam kecamatan, 68 kelurahan yang didukung oleh satuan lingkungan setempat sebanyak 798 Rukun Warga (RW) dan 3.617 Rukun Tetangga (RT). Adapun enam kecamatan itu adalah Bogor Selatan, Bogor Timur, Bogor Utara, Bogor Tengah, Bogor Barat, dan Tanah Sareal.

Dalam menjalankan roda pemerintahan Kota Bogor ditunjang oleh 7.108 Pegawai Negeri Sipil (PNS).

KOMPAS/DANU KUSWORO

Wali Kota Bogor, Bima Arya berkunjung ke Redaksi Kompas, di Jakarta, Senin (7/6/2021). Selain silaturahmi, Bima dan redaksi Kompas berdiskusi tentang situasi Bogor terkini.

Politik

Peta politik di Kota Bogor dalam empat kali penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) berlangsung dinamis. Hal itu tampak dari perolehan kursi partai politik (parpol) di DPRD Kota Bogor selama empat pemilu tersebut.

Pada Pemilu tahun 2004, dari 24 peserta pemilu, terdapat 10 parpol yang berhasil meraih kursi di DPRD Kota Bogor. Kesepuluh parpol itu adalah Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Demokrat, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Bulan Bintang (PBB,) dan Partai Damai Sejahtera (PDS), yang selanjutnya menjadi tujuh fraksi.

Pada Pemilu 2009, dari 45 kursi DPRD Kota Bogor yang diperebutkan, Partai Demokrat berhasil meraih 15 kursi. Disusul PDI-P, PKS, dan Golkar  masing-masing meraih sebanyak 6 kursi. Selanjutnya, PPP dan Hanura masing-masing meraih 3 kursi, Gerindra dan PAN masing-masing mendapatkan 2 kursi dan PBB 1 kursi.

Pada Pemilu 2014, dari 45 orang anggota DPRD Kota Bogor, PDI-P berhasil menempatkan 8 kadernya. Disusul Golkar dan Gerindra masing-masing 6 orang; PKS, PPP, dan Demokrat masing-masing 5 orang. Kemudian, Hanura  sebanyak 4 orang; PAN sebanyak 3 orang; serta Nasdem, PKB, dan PBB masing-masing satu orang.

Adapun pada Pemilu 2019, dari 50 anggota DPRD Kota Bogor, terdapat 11 parpol yang berhasil meraih kursi. PKS tercatat meraih kursi terbanyak, yakni 10 kursi. Disusul Gerindra dan PDI-P masing-masing meraih 8 kursi. Kemudian Golkar, Demokrat, dan PPP masing-masing 5 kursi. PAN dan PKB masing-masing 3 kursi. Sementara dari Hanura, PBB, dan Nasdem masing-masing 1 kursi.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Suasana saat Sidang Paripurna Istimewa Hari Jadi Bogor ke 538 di Gedung DPRD Kota Bogor, Kota Bogor, dengan pengaturan jarak duduk dan meja yang mengacu standar protokol kesehatan, Rabu (3/6/2020). Sidang yang digelar untuk memperingati usia ke 538 ”Kota Hujan” ini berlangsung dengan menggunakan protokol kesehatan di masa pandemi, seperti wajib penggunaan masker, penyediaan cairan pembersih tangan, dan jarak tempat duduk untuk semua hadirin. Acara ini juga dihadiri Walikota Bogor Bima Arya Sugiarto dan Wakil Walikota Dedie Abdu Rachim, serta pimpinan dan juga anggota DPRD Kota Bogor.

Kependudukan

Kota Bogor dihuni oleh 1.043.070 jiwa atau 2,16 persen dari seluruh penduduk Provinsi Jawa Barat menurut hasil Sensus Penduduk 2020. Dari jumlah itu, penduduk yang berjenis kelamin laki-laki sebanyak 529.236 jiwa, sementara penduduk yang berjenis kelamin perempuan berjumlah 513.834 jiwa.

Kecamatan Bogor Barat tercatat sebagai wilayah dengan penduduk terbanyak. Hal ini sejalan dengan banyaknya pemukiman yang terdapat di wilayah Bogor Barat. Sedangkan, Kecamatan Bogor Tengah yang merupakan pusat pemerintahan dan perekonomian, memiliki kepadatan penduduk yang tinggi.

Secara geografis, Kota Bogor merupakan bagian dari Jawa Barat yang identik  dengan  etnis  Sunda, namun di Kota Bogor juga terdapat etnis Tionghoa dan Arab yang memberikan warna dalam keragaman budaya.

Di kawasan Empang yang dikenal sebagai kawasan etnis arab, setiap tahun selalu dilakukan acara peringatan Maulid Nabi yang dihadiri oleh ribuan jemaah. Begitupun di kawasan Suryakencana atau kawasan pecinan, selalu diadakan kegiatan Cap Go Meh. Kegiatan yang juga selalu meriah ini dihadiri ribuan orang, baik itu warga Kota Bogor, maupun wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara.

Ada beberapa bahasa yang hidup dan berkembang di Kota Bogor. Selain bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan bahasa Sunda sebagai bahasa ibu, di kawasan Kecamatan Tanah Sareal, penduduknya juga menggunakan bahasa Betawi Lor.

Di sisi tenaga kerja, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAT) Kota Bogor tahun 2018 tercatat sebesar 63,21 persen.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Atraksi naga liong saat acara arak-arakan Bogor Street Fest Cap Go Meh 2020 di Jalan Suryakencana, Bogor, Sabtu (8/2/2020). Ribuan warga dengan berbagai latarbelakang dan multietnis berbaur menyambut dengan antusias acara ini. Selain mengarak Toa Pe Kong dari berbagai Klenteng di Jawa Barat serta sajian atraksi Barongsai dan Naga Liong, acara ini juga menampilkan sejumlah budaya Nusantara sebagai pembuka arak-arakan.

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
76,11 (2020)

Angka Harapan Hidup 
73,61 tahun (2020)

Harapan Lama Sekolah 
13,41 tahun (2020)

Rata-rata Lama Sekolah 
10,33 tahun (2020)

Pengeluaran per Kapita 
Rp11,56 juta (2020)

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
12,68 persen (Agustus 2020)

Tingkat Kemiskinan
6,68 persen (Maret 2020)

Kesejahteraan

Dalam satu dekade terakhir, pembangunan manusia di Kota Bogor terus menunjukkan kemajuan. Hal itu tecermin dari nilai indeks pembangunan manusia (IPM) mencapai 76,11 pada tahun 2020. Dari 28 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, IPM Kota Bogor tersebut berada di peringkat ke-5, di bawah IPM Kota Bandung, Kota Bekasi, Kota Depok, dan Kota Cimahi.

Pada tahun 2020, angka harapan hidup Kota Bogor mencapai 73,61 tahun. Di bidang pendidikan, harapan lama sekolah mencapai 13,41 tahun dan rata-rata lama sekolah 10,33 tahun. Sedangkan pengeluaran per kapita mencapai Rp11,56 juta.

Angka pengangguran di Kota Bogor tergolong tinggi, mencapai 12,68 persen pada Agustus 2020. Tingginya angka pengangguran itu tidak terlepas dari dampak merebaknya pandemi Covid-19 yang membuat ekonomi masyarakat Bogor lesu.

Menurut data dari pemerintah Kota Bogor, sejumlah 77 persen warganya mengalami pengurangan penghasilan, 37 persen mengalami pemutusan hak kerja (PHK), dan 19 persen warga harus menjual asetnya untuk bertahan hidup.

Adapun tingkat kemiskinan di Kota Bogor tercatat sebesar 6,68 persen pada Maret 2020. Angka itu meningkat dibandingkan tahun 2019, sebesar 5,77 persen.

Sebelumnya, selama periode 2015 hingga 2019, jumlah warga miskin di Kota Bogor terus menurun. Tercatat pada 2015, jumlah warga miskin di Kota Bogor sebanyak 79,15 ribu orang, sedangkan pada 2019 jumlahnya tinggal 63,97 ribu orang.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Warga melintas tepian rel kereta api di sekitar kepadatan pemukiman penduduk di Empang, Kota Bogor, Jawa Barat, Jumat (11/12/2020). Pemerintah pusat melalui Kementrian PUPR memberikan dana bantuan sebesar Rp 68 miliar, dari jumlah dana total Rp 382 miliar untuk seluruh Indonesia, kepada Pemerintah Provinsi Jawa Barat untuk pelaksanaan program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku). Program ini untuk perbaikan kawasan pemukiman di perkotaan, terutama pemukiman padat. Beberapa masyarakat berharap jika program ini bukan program penggusuran dan benar-benar dilaksanakan untuk memperbaiki kualitas kehidupan mereka di lingkungan padat ini.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp872,01 miliar (2020)

Dana Perimbangan 
Rp1,08 triliun (2020)

Pertumbuhan Ekonomi
-0,53 persen (2020)

PDRB per kapita
Rp40,76 juta/tahun (2020)

Inflasi
2,18 persen (2020)

Ekonomi

Produk domestik regional bruto (PDRB) Kota Bogor pada 2020 mencapai Rp45,94 triliun. Dari angka PDRB tersebut, kontribusi sektor perdagangan besar dan eceran serta industri pengolahan terhadap PDRB menjadi yang tertinggi, persentase masing-masing sebesar 19,52 persen dan 18,04. Dalam 5 tahun terakhir, lebih dari 30 persen PDRB disumbang dua sektor tersebut.

Selain perdagangan dan industri pengolahan, sektor lainnya yang berkontribusi dominan ialah transportasi dan pergudangan (12,55 persen), konstruksi (11,5 persen), dan jasa keuangan (7,24 persen).

Industri pengolahan di Kota Bogor pada tahun 2015 tercatat sebanyak 4.056 perusahaan industri yang terdiri dari 2.841 perusahaan industri kimia, agro dan hasil hutan (IKAHH) dan 1.215 perusahaan industri logam, mesin, elektronika dan aneka (ILMEA).

Kecamatan Bogor Selatan menjadi sentra industri kerajinan dengan bahan baku kulit dan kayu, sedangkan Kecamatan Tanah Sareal menjadi lokasi industri besar.

Dari sisi laju pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan ekonomi Kota Bogor terkontraksi sebesar 0,53 persen pada 2020 akibat merebaknya pandemi Covid-19. Tahun sebelumnya (2019), laju pertumbuhan masih sebesar 6,05 persen, sedikit turun dibandingkan dengan kinerja pada tahun 2018 sebesar 6,14 persen.

Total pendapatan Kota Bogor pada 2020 menembus Rp 2,42 triliun. Dana perimbangan masih menjadi penopang pembangunan daerah ini dengan kontribusi senilai Rp1,08 triliun atau 44,6 persen dari total pendapatan. Sementara itu, pendapatan asli daerah (PAD) juga memiliki kontribusi besar terhadap total pendapatan daerah sebesar 35,9 persen atau sekitar Rp872,01 miliar.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Pengunjung berada di dalam lingkaran pembatas jarak sosial saat berwisata di Kebun Raya Bogor yang baru dibuka kembali, Selasa (7/7/2020). Kebun Raya Bogor yang beberapa waktu tutup karena pandemi Covid-19, telah dibuka kembali untuk umum dengan menerapkan protokol kesehatan selama pandemi masih berlangsung.

Kota Bogor menjadi alternatif wisata bagi masyarakat wilayah Jabodetabek, karena berada dekat dari ibu kota negara, DKI Jakarta. Kota ini memiliki tempat wisata lebih dari 15 destinasi wisata.

Kota Bogor memiliki beberapa tempat wisata yang bertemakan wisata alam karena Bogor memiliki pemandangan alam yang bagus seperti Kebun Raya Bogor, Hutan CIFOR, Taman Cipaku, Situ Gede, Hutan Kota Ahmad Yani, dan Taman Pembibitan DKP. Adapun Kebun Raya Bogor menjadi tujuan wisata yang paling diminati para wisatawan.

Selain itu, terdapat pula sejumlah cagar budaya yang berpotensi menarik wisatawan untuk berkunjung, di antaranya Vihara Mahacetya Dhanagun, Situs Purwakalih, Prasasti Batu Tulis, Balaikota Bogor, Gedung Karesidenan, Gedung Blenong, Makam Raden Saleh, Gereja Zebaoth, Kompleks Kapel Regina Pacis, Hotel Salak, dan Stasiun Kereta Api Bogor.

Kota Bogor juga memiliki beberapa sentra kuliner seperti Lapis Bogor, Roti Unyil, Maccaroni Panggang, dan Asinan Bogor.

Untuk mendukung wisata, Kota Bogor memiliki 53 hotel dan 15 hotel, di antaranya merupakan hotel berbintang. Menurut data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Bogor, sebanyak 5.262.224 wisatawan berkunjung ke Kota Bogor pada tahun 2018.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Penjaga melayani pelanggan memilih berbagai rasa roti unyil di Toko “Venus”, Kota Bogor, Kamis (8/3/2012). Roti Unyil banyak disukai konsumen karena selain nikmat rasanya juga karena ukurannya yang mungil dan dapat sekali telan.

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Bogor Bulan Ini 490 Tahun”, Kompas, 20 Juni 1972, hal. 05
  • “Kota Bogor 515 tahun: Kecuali Istana Buitenzorg, yang Lain Sudah Berubah”, Kompas, 13 Juni 1997, hal. 18
  • “Kota Yang Penuh Penanda * Kehidupan”, Kompas, 28 April 2002, hal. 14
  • “Prasasti Batutulis, Sejarah Pajajaran”, Kompas, 16 Agustus 2002, hal. 17
  • “Harta Karun Batutulis, Sejarah Itu Sendiri”, Kompas, 20 Agustus 2002, hal. 01
  • “Sungai Ciliwung: Gerbang Pajajaran Itu Menjadi Jalur Sampah”, Kompas, 23 Februari 2006, hal. 28
  • “Arsitektur Kota Bogor: Membaca Kembali Karakter Lingkungan Kota Kolonial * Desain”, Kompas, 21 September 2003, hal. 15
  • “Kota Bogor *Otonomi”, Kompas, 31 Januari 2003, hal. 08
  • “Kemacetan Lalu Lintas dan Padatnya PKL *Otonomi”, Kompas, 31 Januari 2003, hal. 08
  • “Masa Lalu: Gedung Tua yang Pernah Jadi Kantor Setneg di Bogor”, Kompas, 03 Juni 2009, hal. 25
  • “Pakuan, Kota Tua yang Hilang”, Kompas, 6 Juni 2011, hal. 39
  • “Riwayat Kota: Taman Kencana, Saksi Pertumbuhan Bogor”, Kompas, 08 Desember 2014, hal. 26
  • “Kebun Raya: Takdir Kota Riset Botani * Riwayat Kota Kebun Raya Bogor”, Kompas, 20 April 2015, hal. 27
  • “Bogor Economic Summit 2015: Bogor Merasa Perlu Buka Diri untuk Investasi Transportasi”, Kompas, 15 Desember 2015, hal. 1
  • “Raden Saleh dan Jejaknya di Bogor * Riwayat Kota”, Kompas, 08 Juli 2019, hal. 18
Buku dan Jurnal
Aturan Pendukung
  • UU 16/1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kota Besar Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat Dan Daerah Istimewa Yogyakarta
  • UU 1/1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
  • UU 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah
  • UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah
  • PP 6/1982 tentang Pemindahan Ibukota Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor dari Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Bogor ke Kecamatan Cibinong di Wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor
  • Perda Kota Bogor Nomor 14 Tahun 2019 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah tahun 2019–2024

Editor
Topan Yuniarto