KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Salah satu sudut Kota Depok yang padat, Rabu (25/4/2018).
Fakta Singkat
Hari Jadi
27 April 1999
Dasar Hukum
Undang-Undang No. 15/1999
Luas Wilayah
200,29 km2
Jumlah Penduduk
2.056.335 jiwa (2020)
Kepala Daerah
Wali Kota Mohammad Idris Abdul Shomad
Wakil Wali Kota Imam Budi Hartono
Instansi terkait
Pemerintahan Kota Depok
Kota Depok merupakan salah satu wilayah di Provinsi Jawa Barat. Letaknya yang berbatasan langsung dengan ibu kota negara DKI Jakarta, membuat Kota Depok menjadi tempat strategis sebagai pemukiman favorit bagi kaum komuter.
Selain itu, Depok juga dikenal sebagai sentra pendidikan dengan salah satu perguruan tinggi terbaik Indonesia berlokasi di sana, yaitu Universitas Indonesia.
Depok dahulu adalah kota kecamatan dalam wilayah Kabupaten Bogor yang diarahkan menjadi daerah pemukiman berdasarkan Inpres 13/1976 tentang Pengembangan Wilayah Jabodetabek. Kemudian pada tahun 1982, Depok mendapat status kota administratif berdasarkan PP 43/1981. Sejak tanggal 20 April 1999, Depok ditetapkan menjadi kotamadya (sekarang: kota) yang terpisah dari Kabupaten Bogor berdasarkan UU 15/1999 dan diresmikan pada tanggal 27 April 1999.
Hari jadi Kota Depok ditetapkan pada 27 April 1999. Pada tanggal tersebut, Depok resmi menyandang status Kotamadya Daerah Tingkat II. Penetapan hari jadi Kota Depok berdasarkan Perda Kota Depok Nomor 1 Tahun 1999. Keputusan tersebut ditetapkan oleh Penjabat Wali Kota Depok Badrul Kamal dengan persetujuan anggota DPRD saat itu.
Dengan luas wilayah sekitar 200,29 km2, Kota Depok dihuni oleh 2,05 juta jiwa. Wilayah Depok terdiri dari 11 kecamatan, yang dibagi menjadi 63 kelurahan. Sejak tahun 2021 ini, Kota Depok dipimpin oleh Wali Kota Mohammad Idris Abdul Shomad bersama dengan Wakil Wali Kota Imam Budi Hartono.
Dalam sejarahnya, Depok bermula dari sebuah kecamatan yang berada di lingkungan kewedanaan (pembantu bupati) wilayah Parung, Kabupaten Bogor. Sebelumnya, sekitar abad ke-17, Depok pernah menjadi bagian wilayah Jakarta dan sekitarnya (Batavia en Ommelanden). Kemudian Depok bergabung dalam wilayah Bogor (afdeeling Buitenzorg).
Kota Depok memiliki visi sebagai “Kota Depok yang Unggul, Nyaman dan Religius”. Adapun misinya, yaitu meningkatkan kualitas pelayanan publik yang profesional dan transparan, mengembangkan sumber daya manusia yang religius, kreatif, dan berdaya saing.
Selanjutnya, mengembangkan ekonomi yang mandiri, kokoh, dan berkeadilan berbasis ekonomi kreatif, membangun infrastruktur dan ruang publik yang merata, berwawasan lingkungan dan ramah keluarga, dan umat beragama serta meningkatkan kesadaran hidup berbangsa dan bernegara.
Di samping sebagai wilayah penyangga ibu kota DKI Jakarta yang diarahkan untuk kota pemukiman, Depok juga diharapkan menjadi kota pendidikan, pusat pelayanan perdagangan dan jasa, serta sebagai kota resapan air.
Dalam sistem perkotaan nasional, Kota Depok ditetapkan sebagai Pusat Kegiatan Nasional (PKN). Kota Depok juga termasuk dalam Kawasan Strategis Nasional Perkotaan Jabodetabekpunjur.
Sejarah pembentukan
Kawasan Depok telah dihuni manusia sejak masa Neolitikum atau zaman Batu Muda di sekitar 10.000 tahun sebelum Masehi pada masa prasejarah. Seperti dikutip dalam Prasidha, Martokusumo, dan Lubis dalam makalah ”Heritage Buildings and Architectural Transformation in Depok City” (2016), di kawasan Depok terdapat sejumlah temuan artefak, seperti kapak dengan dua ujung runcing di sejumlah situs seperti di Pondok Cina dan Pondok Kelapa Dua, Depok.
Sejarah Depok juga tidak terlepas dari zaman penjajahan Belanda. Berdasarkan dokumen Bataviaasch Niewsblad pada 1929, Cornelis Chastelein, seorang pejabat VOC kala itu membeli lahan yang digunakan untuk perkebunan di daerah Mampang dan Depok. Chastelein menamai wilayah perkebunannya sebagai Depok dengan artian De Earste Protestante Organisatie van Kristener.
Namun sebetulnya, kata Depok sendiri sudah ada sejak masa Kerajaan Pajajaran sekitar tahun 1030–1579 Masehi, jauh sebelum Belanda datang. Masyarakat menyebut wilayah Depok sebagai “Deprok” yang artinya duduk santai. Penamaan “Deprok” dipakai karena ada hubungannya dengan Prabu Siliwangi.
Pada era 1600–1700, Cornelis Chastelein, pegawai Perusahaan Hindia Timur Belanda (Vereenigde Oostindische Compagnie/VOC) yang keluar dari VOC, menjadi petani dan mengolah lahan pertanian dan perkebunan di Depok. Chastelein juga mendatangkan 150 budak dari Bali, Makassar, Kalimantan, dan Timor yang diangkatnya menjadi marga-marga. Para budak mengolah sawah dan perkebunan seperti lada, tebu, kelapa, dan sejumlah tanaman buah.
Para budak yang terdiri atas 12 klan dibebaskan saat Chastelein meninggal pada 28 Juni 1714. Mereka juga mendapat warisan lahan dari Chastelein. Kedua belas marga tersebut adalah Leanders, Bacas, Isakh, Jonathans, Jacob, Joseph, Loen, Laurens, Tholense, Soedira, Samuel, dan Zadokh. Mereka menggarap lahan warisan itu untuk kegiatan produktif. Lahan tanah yang digunakan, berdasarkan catatan YLCC, seluas 1.244 hektar.
Pada 1862, terbentuk Badan Pengurus Tanah Partikulir Depok yang membolehkan orang “Belanda Depok” untuk membentuk pemerintahan sendiri dan memilih seorang pemimpin Depok dengan gelar “Presiden” lengkap dengan istananya.
Menurut Tri Wahyuning M Irsyam yang menulis buku Berkembang dalam Bayang-Bayang Jakarta: Sejarah Depok 1950–1990-an (2017), luas tanah Chastelein di Depok adalah 4,5 roede x 2,5 roede. Satu roede setara 3.767 meter. Batasnya adalah Sungai Ciliwung hingga Sungai Pesanggrahan.
Lahan ini, yang kemudian berstatus sebagai tanah partikelir, setelah serangkaian proses hukum dan politik baru resmi menjadi hak milik mantan budak Chastelein pada 1850. Kedua belas klan tersebut lantas biasa disebut Kaoem Depok. Masyarakat sekitar menyematkan julukan Belanda Depok kepada para mantan budak itu.
KOMPAS/AMANDA PUTRI
Salah satu bangunan tua di tanah peninggalan Cornelis Chastelein, seorang tuan tanah dari Belanda, kepada para budaknya, di Jalan Pemuda, Kota Depok, Jumat (4/8/2017). Sudah 303 tahun sejak meninggalnya Chastelein, para mantan budaknya membangun kehidupan di kawasan Depok Lama.
Tahun 1945 terjadi peristiwa Gedoran di rumah-rumah milik Kaoem Depok. Sejumlah pemuda setempat memaksa masuk ke rumah-rumah dan mengambil nyaris seluruh isinya. Saat itu Indonesia baru saja merdeka. Seluruh warga kemudian dipindahkan ke Bogor. Kaum laki-laki dibawa ke Penjara Paledang. Perempuan dan anak-anak ditempatkan di kamp dekat Istana Bogor.
Pada tahun 1949, mereka kembali ke Depok. Namun, rumah-rumah mereka telah kosong. Hanya tersisa sejumlah bangunan rumah dan gedung. Pada tahun itu pula, status tanah partikelir dihapus pemerintah. Depok sebagai wilayah kecamatan masuk dalam wilayah Kewedanaan Parung, Jawa Barat.
Pada tahun 1952, lahan-lahan swasta dikembalikan kepada negara dengan cara pembelian oleh negara. Sebagian lahan dengan rumah-rumah di atasnya dikembalikan kepada warga. Luasnya sekitar 100 hektar. Adapun gereja dan bangunan fasilitas umum menjadi aset Yayasan Lembaga Cornelis Chastelein (YLCC) untuk dipergunakan bersama, tidak boleh dijual. Demikian pula dengan lahan dan rumah tempat warga tinggal yang berdasarkan wasiat Chastelein tidak boleh dijual.
Setelah berada dalam wilayah Kewedanaan Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, sejak 1949, pada tahun 1981, pemerintah membentuk Kota Administratif Depok berdasarkan PP 43/1981. Kemudian pada tanggal 18 Maret 1982, Menteri Dalam Negeri Amir Machmud meresmikan 3 kecamatan dan 17 desa di Depok.
Pada 1976, perumahan mulai dibangun oleh Perumnas dan pengembang, kemudian diikuti dengan dibangunnya kampus Universitas Indonesia (UI), dan meningkatnya kegiatan perdagangan dan jasa.
Selama periode 1976–1980, 20.867 unit Perumnas Depok mulai dihuni. Dalam kurun waktu 1976–1978, penduduk Depok meningkat 20,7 persen menjadi 113.671 orang.
Pada tanggal 20 April 1999, berdasarkan UU 15/1999 tentang pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok, wilayah Kota Depok terdiri dari 3 kecamatan yang telah ada, ditambah dengan sebagian wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Bogor.
Pada tanggal 27 April 1999, Depok diresmikan sebagai kotamadya daerah tingkat II berbarengan dengan pelantikan Pejabat Wali Kotamadya Kepala Daerah Tingkat II Depok Badrul Kamal yang pada waktu itu menjabat Wali Kota Administratif Depok. Kemudian, pada tahun 2009, Depok dimekarkan menjadi 11 kecamatan dengan 63 kelurahan.
KOMPAS/IRENE SARWINDANINGRUM
Eks Kantor Gemente Bestuur atau Pengurus Tata Praja Depok di kawasan Depok Lama masih berdiri dan digunakan sebagai Rumah Sakit Harapan Depok di Jalan Pemuda, Kota Depok, Rabu (26/12/2018). Gemente Bestuur merupakan organisasi sipil yang bertugas mengatur kesejahteraan komunitas Depok Lama di era Cornelis Charlestein dan menjadi salah satu komunitas cikal bakal Kota Depok sekarang. Sebuah tugu yang prasastinya sudah tak di tempatnya berdiri di depan gedung itu.
Artikel Terkait
Geografis
Kota Depok terletak pada koordinat 6º19’00” — 6º28’00” lintang selatan dan 106º43’00” — 106º55’30” bujur timur. Bentang alam Depok dari selatan ke utara merupakan daerah dataran rendah, perbukitan bergelombang lemah, dengan elevasi antara 50 meter sampai dengan 140 meter di atas permukaan laut dan kemiringan lerengnya kurang dari 15 persen.
Kota Depok memiliki luas wilayah sebesar 200,29 km2. Berdasarkan posisi geografisnya, Kota Depok berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Banten, Kabupaten Bogor dan Kota Bekasi.
Kecamatan dengan luas wilayah terluas adalah Kecamatan Tapos (32,33 km2), sedangkan kecamatan dengan luas wilayah terkecil adalah Kecamatan Cinere (10,46 km2).
Secara umum, sungai-sungai di Kota Depok termasuk ke dalam dua Satuan Wilayah Sungai besar, yaitu sungai Ciliwung dan Cisadane. Sungai-sungai tersebut dibagi menjadi 13 Satuan Wilayah Aliran Sungai, yaitu sungai Ciliwung, Kali Baru, Pesanggrahan, Angke, Sugutamu, Cipinang, Cijantung, Sunter, Krukut, Saluran Cabang Barat, Saluran Cabang Tengah, dan sungai Caringin.
Kota Depok juga memiliki 25 situ yang tersebar di wilayah timur, barat, dan tengah. Luas keseluruhan situ di Kota Depok berdasarkan data tahun 2005 adalah seluas 169,68 hektar atau sekitar 0,84 persen dari luas Kota Depok. Kedalaman situ-situ bervariasi antara 1 sampai 4 meter.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Situ Bojongsari yang menjadi daerah resapan air untuk kawasan Sawangan, Depok, Jawa Barat, Jumat (1/2/2019). Data yang diperoleh dari Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional, dari 25 situ, ada tiga situ di Kota Depok yang beralih fungsi menjadi perumahan dan permukiman. Situ-situ di Depok selain berfungsi sebagai daerah resapan air, juga sebagai pengendali banjir untuk wilayah Jakarta.
Artikel Terkait
Pemerintahan
Dalam sejarahnya, Kota Depok pernah memiliki pemerintahan sipil yang disebut Gemeente Bestuur. Dalam bahasa Belanda, Kota Depok saat itu disebut Gemeente Depok. Pejabat presiden pertama adalah G. Jonathan yang memulai karier sebagai pegawai penjual tiket di Stasion Depok.
Atas ketekunannya, Jonathan diangkat menjadi pegawai administrasi stasion (stationsklerk). Kemudian dipromosikan menjadi petugas Stasion Tjilieboet. Terakhir dirinya menjabat sebagai Kepala Stasion Depok dan pensiun pada tahun 1905.
Adapun daftar Presiden Republik Depok, yaitu Gerrit Jonathans(14 Januari 1913–1921), Martinus Laurens (1921–1930), Leonardus Leander (1930–1949), dan Johannes Matijs Jonathans (1949 – 4 Agustus 1952).
Jabatan presiden tersebut bukan sebagai kepala negara, melainkan kepala pemerintahan sipil. Presiden yang dimaksud adalah pendiri Depok Lama, yang merupakan cikal bakal berdirinya Kota Depok.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Depok masih berada di bawah pemerintahan Belanda yang dipimpin oleh presiden. Kemudian pada tanggal 4 Agustus 1952, Depok diserahkan kepada pemerintah Indonesia dan menjadi sebuah kecamatan di Kawedanan Parung hingga 1981. Sejak 1981 hingga 1999, Kota Administratif Depok dipimpin oleh wali kota administratif.
Ketika diresmikan pada tanggal 27 April 1999, secara bersamaan dilantik pula Penjabat Wali Kotamadya Kepala Daerah Tingkat II Depok yang dipercayakan kepada Badrul Kamal yang pada saat itu menjabat sebagai Wali Kota Administratif Depok. Badrul Kamal kemudian menjabat wali kota selama lima tahun (2000–2005).
Dalam pemilihan umum Wali Kota Depok pertama kali yang dilaksanakan pada tanggal 26 Juni 2005, Nur Mahmudi Ismail yang berpasangan dengan Yuyun Wirasaputra terpilih sebagai wali kota dan wakil wali kota Depok kendati sempat ada gugatan ke Pengadilan Tinggi Jawa Barat hingga pada akhirnya Mahkamah Agung. Pasangan Nur Mahmudi Ismail dan Yuyun Wirasaputra menjabat wali kota dan wakil wali kota Depok untuk periode 2006–2011.
Nur Mahmudi Ismail kembali terpilih menjadi wali kota Depok untuk periode kedua setelah memenangkan Pilkada Kota Depok 2010. Nur Mahmudi Ismail dilantik sebagai wali kota Depok bersama Mohammad Idris Abdul Shomad sebagai wakil wali kota Depok untuk periode 2011–2016.
Pada Pilkada Kota Depok 2015, Mohammad Idris Abdul Shomad berpasangan dengan Pradi Supriatna, meraup suara terbanyak, yakni 411.367 suara atau 61,91 persen dari total suara sah pasangan calon dan terpilih sebagai Wali Kota Depok. Mereka menjabat wali kota dan wakil wali kota Depok sejak 17 Februari 2016 hingga 17 Februari 2021.
Pada Pilkada 2021, Mohammad Idris Abdul Shomad yang berpasangan Imam Budi Hartono terpilih sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Depok periode 2021–2026. Pasangan yang diusung PKS, Demokrat, dan PPP dengan 17 kursi ini, berhasil meraup 415.657 atau 55,54 persen suara dari total 748.346 suara pada 4.015 TPS se-Kota Depok.
Sementara itu, lawan mereka pasangan nomor urut 1, Pradi Supriatna — Afifah Alia yang diusung 33 kursi dari Gerindra, PDI-P, PKB, PAN, Golkar, dan PSI, memperoleh 332.689 suara atau sekitar 44,46 persen suara.
Kota Depok terdiri dari 11 kecamatan dan 63 kelurahan. Untuk mendukung jalannya roda pemerintahan, pada tahun 2020, pemerintah Kota Depok didukung oleh pegawai negeri sipil daerah (PNS) sebanyak 6.595 orang, yang terdiri dari 2.675 pegawai laki-laki dan 3.920 pegawai perempuan
Berdasarkan tingkat pendidikan, sebanyak 59,5 persen PNS di Kota Depok berpendidikan Sarjana. Sementara PNS yang berpendidikan Diploma sebanyak 21,97 persen. Sedangkan sisanya (18,53 persen) berpendidikan SMA ke bawah.
KOMPAS/AMANDA PUTRI
Wali Kota Depok Idris Abdul Shomad
Artikel Terkait
Politik
Peta politik di Kota Depok dalam tiga kali penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) berlangsung dinamis. Hal itu tampak dari perolehan kursi partai politik (parpol) di DPRD Kota Depok selama tiga pemilihan legislatif tersebut.
Di Pemilu 2009, dari 50 anggota DPRD Kota Depok, Partai Demokrat meraih kursi terbanyak, yakni 16 kursi. Diikuti oleh PKS yang meraih 11 kursi, kemudian Golkar dan PAN masing-masing meraih tujuh kursi, PDI-P meraih lima kursi dan Gerindra empat kursi.
Lima tahun kemudian, di Pemilu 2014, peta politik di Kota Depok kembali berubah. Kali ini, PDI-P mendominasi perolehan kursi dengan meraih 11 kursi. Adapun PKS hanya memperoleh enam kursi, turun dibandingkan pada Pemilu 2009 yang berhasil mendapatkan 11 kursi di DPRD Kota Depok.
Kemudian Gerindra memperoleh sembilan kursi, PAN enam kursi, Demokrat dan Golkar masing-masing mendapatkan lima kursi, PPP empat kursi, Hanura dua kursi serta Nasdem dan PKB masing-masing meraih satu kursi. Adapun PBB dan PKPI tidak mendapat kursi.
Pada Pemilu 2019, PKS menggeser kedudukan PDI-P dan menguasai parlemen Kota Depok dengan meraih 12 kursi. Sedangkan PDI-P hanya memperoleh 10 kursi, sama dengan Gerindra, dan Golkar memperoleh lima kursi.
Kemudian, PAN mendapat empat kursi, Demokrat dan PKB masing-masing memperoleh tiga kursi DPRD. Adapun PPP memperoleh dua kursi dan Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mendapatkan satu kursi.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Dua hari menjelang pencoblosan Pemilu Serentak 2019, warga mulai membangun tenda Tempat Pemungutan Suara (TPS) secara bergotong royong, seperti yang ditemui di Kampoeng Pemilu Nusantara, Kelurahan Depok Jaya, Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, Jawa Barat, Senin (15/4/2019). Di Kampoeng Pemilu Nusantara, warga yang tergabung di RW 03 itu membangun sebanyak delapan TPS dengan memanfaatkan lapangan olahraga. Pembangunan TPS di tempat tersebut telah dimulai sejak Minggu (14/4/2019). Surat suara dan pernak-pernik logistik Pemilu 2019 akan tiba di TPS pada Selasa (16/4/2019) sore hari.
Artikel Terkait
Kependudukan
Menurut sensus penduduk 2020, Kota Depok memiliki penduduk sebanyak 2.056.335 atau 4,26 persen dari total penduduk Jawa Barat. Dari jumlah tersebut, penduduk laki-laki tercatat sebanyak 1.038.056 jiwa sedangkan penduduk perempuan sebanyak 1.018.279 jiwa.
Rasio jenis kelamin Kota Depok adalah 101,9–artinya jumlah penduduk laki-laki lebih banyak dibanding perempuan. Di setiap 100 penduduk wanita terdapat 101,9 pendududuk laki-laki.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sebanyak 1,46 juta jiwa (70,81 persen) penduduk Kota Depok merupakan usia produktif. Sementara 600,34 ribu jiwa (29,1 persen) merupakan kelompok usia tidak produktif. Rinciannya, sebanyak 505,6 ribu jiwa (24,59 persen) merupakan kelompok usia belum produktif (usia 0-14 tahun) dan sebanyak 94,63 ribu (4,6 persen) adalah usia sudah tidak produktif (usia 65 tahun ke atas).
Secara spasial, Tapos merupakan kecamatan dengan jumlah penduduk terbanyak, yakni mencapai 263,4 ribu jiwa (12,81 persen) dari total penduduk Kota Depok. Sementara Cipayung merupakan kecamatan terpadat, yaitu mencapai 14.896 jiwa per km persegi.
Sebagian besar penduduk Depok berasal dari suku Betawi dan Sunda. Tetapi, sejak tahun 1990-an Depok ramai dikunjungi para pendatang karena lokasinya yang dekat dengan ibu kota DKI Jakarta.
Walaupun Depok termasuk kedalam wilayah atau Provinsi Jawa Barat tapi bahasa yang digunakan di daerah Depok adalah bahasa Betawi karena kebanyakan orang Depok adalah pindahan atau migrasi dari Jakarta.
Sebagian besar penduduk Kota Depok bekerja di sektor jasa. Pada tahun 2019, penduduk Kota Depok yang bekerja di sektor jasa sekitar 79,95 persen dan di sektor manufaktur sebanyak 19,68 persen. Sementara penduduk yang bekerja di sektor pertanian hanya sekitar 0,37 persen.
KOMPAS/AMANDA PUTRI
Suasana saat para pengunjung asik berfoto di lukisan 3 dimensi di Kampung 3D, Jalan Danau Tondano, Kelurahan Abadi Jaya, Kecamatan Sukmajaya, Kota Depok, Minggu (19/11/2017). Inisiatif anak muda membuat Kampung 3D telah mengubah wajah kota yang penat dan sesak menjadi lebih berwarna dan inspiratif.
Indeks Pembangunan Manusia
80,97 (2020)
Angka Harapan Hidup
74,44 tahun (2020)
Harapan Lama Sekolah
13,92 tahun (2020)
Rata-rata Lama Sekolah
11,28 tahun (2020)
Pengeluaran per Kapita
Rp15,28 juta (2020)
Tingkat Kemiskinan
2,45 persen (2020)
Tingkat Pengangguran Terbuka
9,87 persen (2020)
Kesejahteraan
Pembangunan manusia di Kota Depok terus menunjukkan kemajuan. Pada tahun 2020, indeks pembangunan manusia (IPM) Kota Depok tercatat telah mencapai angka 80,77. Pencapaian tersebut Kota Depok termasuk dalam 13 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat yang masuk kelompok “tinggi” IPM-nya.
Seluruh komponen pembentuk IPM pada tahun 2020 juga mengalami peningkatan. Jika dirinci per komponen, indeks kesehatan Kota Depok dengan angka harapan hidup sebesar 74,44 tahun. Di bidang pendidikan, angka harapan lama sekolah (HLS) tercatat selama 13,92 tahun dan rata-rata lama sekolah (RLS) selama 11,28 tahun. Indikator perkonomian yang digambarkan melalui pengeluaran riil perkapita yang disesuaikan (PPP), nilainya mencapai Rp15,28 juta.
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di Kota Depok sebesar 63.96 persen, dengan total angkatan kerja sebanyak 1.195.632 orang.
Adapun tingkat pengangguran terbuka (TPT) Kota Depok pada tahun 2020 tercatat sebesar 9,87 persen (118.032 orang), naik sebesar 3,76 persen dibandingkan tahun 2019 sebesar 6,11 persen. Jumlah pengangguran pria sebanyak 77.369 orang sedangkan pengangguran perempuan sebanyak 40.663 orang.
Tahun 2020, angka kemiskinan di Kota Depok mencapai 2,45 persen, naik jika dibanding tahun 2019 yang hanya 2,07 persen. Menurut BPS, angka kemiskinan bertambah, antara lain, karena adanya pengurangan pendapatan akibat anjloknya kinerja perusahaan selama merebaknya pandemi Covid-19. Banyak perusahaan yang mengurangi gaji karyawan karena sebagian bekerja dari rumah.
KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN
Eksperimen pemodelan sistem pembelajaran untuk proses industri bagi siswa SMK jurusan mekatronik turut dipamerkan dalam pameran pendidikan dan kebudayaan rangkaian Rembug Nasional Pendidikan dan Kebudayaan 2019 di Pusdiklat Kememdikbud, Depok, Jawa Barat, Senin (11/2/2019). Pameran yang akan berlangsung hingga Rabu (13/2/2019) tersebut berisi tentang berbagai hasil karya siswa dan lembaga pendidikan dari berbagai bidang di seluruh Indonesia. Pameran terdiri dari tujuh anjungan antara lain, melaju vokasiku, sinergi dunia usaha dan industri, kulinerku maju, giat masyarakat, budayaku cerminku, inspirasiku untukmu, dan capaian kinerja Kemdikbud.
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Rp1,11 triliun (2019)
Dana Perimbangan
Rp1,04 triliun (2019)
Pendapatan Lain-lain
Rp633,8 miliar (2019)
Pertumbuhan Ekonomi
-1,92 persen (2020)
PDRB Harga Berlaku
Rp70,39 triliun (2020)
PDRB per kapita
Rp28,34 juta/tahun (2020)
Ekonomi
Produk domestik regional bruto (PDRB) Kota Depok pada 2020 tercatat senilai Rp70,39 triliun. Dari total PDRB tersebut, struktur perekonomian Kota Depok didominasi oleh tiga lapangan usaha, yaitu Industri Pengolahan; Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor; serta Konstruksi. Ketiga kategori tersebut memiliki peranan sebesar 70,75 persen terhadap total PDRB Kota Depok tahun 2020.
Sebagai penggerak perekonomian, sektor industri pengolahan mampu berkontribusi sebesar 28,91 persen terhadap PDRB 2020. Selanjutnya lapangan usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor berkontribusi sebesar 21,20 persen, dan Konstruksi sebesar 20,64 persen. Sementara peranan lapangan usaha lainnya masing-masing masih berada di bawah lima persen.
Menurut data BPS, industri pengolahan besar sedang (IBS) di Kota Depok pada tahun 2019 tercatat sebanyak 176 unit usaha yang mempekerjakan 29.225 orang. Perusahaan IBS Kota Depok tersebar di 11 kecamatan. Hanya Kecamatan Cinere yang tidak mempunyai perusahaan IBS.
Laju pertumbuhan ekonomi Kota Depok tahun 2020 tercatat minus 1,92 persen, lebih baik dari rata-rata pertumbuhan nasional yang minus 2,07 persen dan Jawa Barat yang juga minus 2,44 persen.
Adapun pendapatan Kota Depok berdasarkan data BPS Kota Depok, tembus Rp2,79 triliun. Pendapatan asli daerah (PAD) menjadi penopang pendapatan daerah ini dengan kontribusi sebesar 39,78 persen atau Rp1,11 triliun. Akan tetapi, dana perimbangan juga berkontribusi cukup besar yaitu 37,27 persen (Rp1,04 triliun) atau hanya selisih 2,51 poin persentase lebih rendah dari PAD. Sedangkan, pendapatan lain-lain sebesar Rp633,80 atau 22,95 persen.
KOMPAS/DENTY PIAWAI NASTITIE
Seiring pertumbuhan kota, kepadatan lalu lintas kerap terjadi di Jalan Margonda Raya, Kota Depok, seperti terlihat Kamis (23/4/2015). Mengatasi kemacetan merupakan salah satu tugas Pemerintah Kota Depok untuk menuju kota yang cerdas (smart city).
Di sektor pariwisata, Kota Depok memiliki potensi wisata yang dapat dieksploitasi guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat maupun pendapatan Kota Depok. Mulai dari wisata air, hingga peninggalan sejarah atau heritage.
Tempat wisata yang paling banyak dikunjungi wisatawan, di antaranya sungai atau situ, D’kandang, dan Masjid Kubah Emas. Selain itu, masih ada Taman Wisata Wiladatika, dan Agrowisata Godong Ijo Asri. Di samping itu, di sepanjang Jalan Raya Margonda dipenuhi pusat perbelanjaan dan kuliner.
Kota Depok saat ini didominasi oleh kegiatan wisata belanja, khususnya dengan perkembangan rumah makan yang marak, produk pariwisata MICE (Meeting, Incentive, Confererence, Exhibition), serta wisata berbasis pendidikan juga menjadi unggulan utama kawasan wisata ini.
Keberadaan beberapa perguruan tinggi di sekitar wilayah Kota Depok juga menambah potensi investasi properti komersial seperti hotel. Pada tahun 2018, jumlah hotel yang ada di Kota Depok sebanyak empat hotel berbintang dan enam akomodasi lainnya.
Sebagai salah satu wilayah penyangga ibu kota negara, Kota Depok memegang peranan penting bagi laju perekonomian ibu kota. Keberadaan Universitas Indonesia sebagai simbol dunia lahirnya akademisi berlevel internasional menjadi tantangan tersendiri bagi Kota Depok untuk tetap mempertahankannya sebagai citra kota pendidikan yang berdampingan dengan ibu kota negara. Potensi masih luasnya lahan hijau dan hutan kota menjadi penjaga keseimbangan alam ibu kota. (LITBANG KOMPAS)
KOMPAS/RATIH P SUDARSONO
Taman wisata Wiladatika di Cimanggis, Kota Depok, Jawa Barat. Taman yang dimiliki dan dikelola oleh kuartir nasional Pramuka RI itu cocok sebagai tempat piknik keluarga.
Artikel Terkait
Referensi
- “Kota Depok * Otonomi”, Kompas, 19 November 2003, hlm. 32
- “Buka Pintu Lebar-lebar bagi Investor * Otonomi”, Kompas, 19 November 2003, hlm. 32
- “Kota Depok: Daerah Penyangga yang Mencari Jati Diri * Kota Kita”, Kompas, 17 Mei 2005, hlm. 19
- “Catatan Masa yang Belum Dibaca”, Kompas, 21 September 2015, hlm. 27
- “Perkembangan Kota: Cornelis Chastelein, Pertanian, dan Depok”, Kompas, 21 September 2015, hlm. 27
- “Kaoem Depok: Penanda Jejak Panjang Eksistensi Depok * Riwayat Kota”, Kompas, 07 Agustus 2017, hlm. 25
- “Tan Hana Nguni, Tan Hana Mangke * Riwayat Kota”, Kompas, 15 Januari 2018, hlm. 27
- “Menguak Kisah Tugu Batu Sawangan * Riwayat Kota”, Kompas, 18 Maret 2019, hlm. 21
- Irsyam, Tri Wahyuning M. 2017. Berkembang dalam Bayang-Bayang Jakarta: Sejarah Depok 1950-1990. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia
- Wulan, Praswati PDK; Lukman, Alqiz. 2018. Digitalisasi Depok Lama Sejarah, Peristiwa, dan Tinggalan Materinya. Yogyakarta: LeutikaPrio
- Mumuh Muhsin Z. “Hubungan Sejarah Jawa Barat dengan Sejarah Depok dan Masuknya Islam Ke Depok”. Makalah disampaikan dalam Seminar Penelusuran Arsip Sejarah Depok Diselenggarakan oleh Kantor Arsip dan Perpustakaan Kota Depok, 18 Oktober 2012 di Aula Lantai I Balaikota Depok Jalan Margonda Raya Nomor 54 Depok
- Produk Domestik Regional Bruto Kota Depok Menurut Lapangan Usaha 2016-2020, BPS Kota Depok
- Kota Depok Dalam Angka 2021, BPS Kota Depok
- Statistik Daerah Kota Depok 2020, BPS Kota Depok
- Hasil Sensus Penduduk 2020 di Provinsi Jawa Barat, BPS Provinsi Jawa Barat
- Sejarah, laman Kota Depok
- Sejarah Hari Ini: 22 Tahun Terbentuknya Kota Depok dan Kisah Si Tuan Tanah Belanda, laman Kompas.com
- Geser PDI-P, PKS Kuasai Kursi DPRD Kota Depok, laman Kompas.com
- UU 14/1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat
- UU 1/1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
- UU 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah
- UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah
- UU 15/1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon
- PP 43/1981 tentang Pembentukan Kota Administratif Depok
- Inpres 13/1976 tentang Pengembangan Wilayah Jabodetabek
Editor
Topan Yuniarto