Daerah

Kabupaten Bekasi: Kawasan Industri Terbesar di Asia Tenggara dan Penyangga DKI Jakarta

Kabupaten Bekasi merupakan kawasan industri terbesar se-Asia Tenggara dan wilayah penyangga ibu kota DKI Jakarta. Sebagai salah satu jantung industri, kawasan ini menjadi tempat bermukim jutaan pendatang. Secara historis, Kabupaten Bekasi dulu merupakan wilayah di bawah kekuasaan Kerajaan Pajajaran.

KOMPAS/KURNIA YUNITA RAHAYU

Suasana kantor Bupati Bekasi di Sukamahi, Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Jumat (19/10/2018).

Fakta Singkat

Hari Jadi
17 Agustus 1950

Dasar Hukum
Undang-Undang No. 14/1950

Luas Wilayah
1.273,88 km2

Jumlah Penduduk
3.113.017 jiwa (2020)

Kepala Daerah
Penjabat Bupati Dani Ramdan

Instansi terkait
Pemerintahan Kabupaten Bekasi

Kabupaten Bekasi merupakan salah satu kabupaten yang berada di wilayah Provinsi Jawa Barat. Kabupaten ini terletak tepat di sisi timur DKI Jakarta dengan ibu kotanya berada di Cikarang. Sebagai penyangga ibu kota negara, Kabupaten Bekasi menjadi pusat industri dan perdagangan.

Sebelum kemerdekaan, Kabupaten Bekasi bernama Ken Jatinegara. Kemudian setelah Proklamasi Kemerdekaan RI berubah menjadi Kabupaten Jatinegara. Pada tahun 1950 terjadi unjuk rasa oleh 40.000 rakyat Bekasi yang mengajukan usul pada pemerintah pusat agar Kabupaten Jatinegara diubah menjadi Kabupaten Bekasi.

Kabupaten Bekasi secara resmi dibentuk dan ditetapkan pada tanggal 15 Agustus 1950 berdasarkan UU 14/1950, dengan wilayah terdiri dari 4 kewedanaan, 13 kecamatan (termasuk Kecamatan Cibarusah), dan 95 desa.

Angka-angka tersebut secara simbolis diungkapkan dalam lambang Kabupaten Bekasi dengan motto ‘Swatantra Wibawa Mukti’ yang ditetapkan melalui Perda Kabupaten Bekasi Nomor 12/P.D./62 pada tanggal 20 Agustus 1962.

Adapun hari jadi Kabupaten Bekasi ditetapkan pada Tanggal 15 Agustus 1950 dan diperingati setiap tahun.

Saat resmi menjadi kabupaten definitif tahun 1950, daerah ini terkenal sebagai lumbung padi. Padi yang dihasilkannya mampu memenuhi kebutuhan beras, baik untuk penduduk di Jawa Barat maupun luar Pulau Jawa.

Namun sekarang, hamparan sawah hijau sudah semakin menyusut. Lahan-lahan pertanian telah banyak beralih fungsi menjadi daerah permukiman dan kawasan industri. Banyak pekerja baik pekerja industri di Bekasi maupun pekerja di Jakarta yang memilih tinggal di Bekasi. Selain itu, di kabupaten ini juga berdiri 11 kawasan industri.

Kabupaten yang memiliki  luas wilayah 1.273,88 km2 ini dihuni oleh 3,11 juta jiwa menurut sensus penduduk 2020. Secara  administratif, kabupaten ini terdiri  dari 23 Kecamatan, 7 Kelurahan dan 180 desa. Kabupaten Bekasi saat ini dipimpin oleh Penjabat (Pj) Bupati Dani Ramdan, menggantikan Bupati Eka Supria Atmaja yang meninggal dunia pada tanggal 11 Juli 2021 lalu.

Dalam RPJMD 2017-2022, Kabupaten Bekasi mengusung visi “Mewujudkan Bekasi Bersinar” yang berarti berdaya saing, sejahtera, indah, dan ramah lingkungan”.

Sejarah Pembentukan

Kabupaten Bekasi memiliki sejarah panjang, dari masa kerajaan hingga sekarang. Berdasarkan penemuan situs Kampung Buni zaman batu muda (neolitikum) pada 1958, diperkirakan kampung tersebut sudah ada sejak 2000 Sebelum Masehi. Di situs itu, ditemukan kerangka manusia, beliung persegi, gerabah berbentuk periuk, manik-manik, perhiasan emas, dan kendi.

Jauh setelahnya, berdasar Prasasti Kampung Tugu, Cilincing. Bekasi rupanya terkait dengan Raja Purnawarman yang berkuasa di di Tarumanagara sekitar tahun 400-an Masehi. Di situ diceritakan tentang pembuatan saluran air yang disebut Gomati di sekitar Sungai Chandrabaga. Sungai Chandrabaga diartikan sebagai Kali Bekasi oleh beberapa ahli. Di masa-masa itu, Bekasi disebut sebagai Dayeuh Sundasembawa atau Jayagiri, yang merupakan pusat dari kerajaan Tarumanegara selama beberapa abad.

Encyclopaedie van Nederlandsch-Indie (1896) terbitan Martinus Nijhoff-EJ Brill di Gravenhage mencatat Bekasi merupakan distrik dari afdeling Meester Cornelis (Jatinegara) dari Keresidenan Batavia, yang terletak di sebelah timur Betawi. Dialiri Sungai Cileungsi dan Sungai Bekasi. Salah satu daerah yang terkenal ramai oleh pedagang dari hilir hingga ke pedalaman. Di sana juga berdiri pasar dan perkampungan Tionghoa yang terbentuk sejak 1752.

Ensiklopedia itu mencatat pada 1869 terjadi pemberontakan rakyat Bekasi di Tambun. Insiden itu menewaskan Asisten Residen Meester Cornelis, CE Kuyper. Meski daerah Bekasi kecil, ia punya pengadilan negeri pada 1890. Bekasi merupakan titik-titik penggunaan Bataviaschen Oosterfoorweg atau jalan kereta api sebelah timur Betawi yang dibuka secara resmi sebagai lalu-lintas umum sejak 1887.

Sementara itu, dalam laman  Pemerintah  Kabupaten  Bekasi tentang “Sejarah Singkat Kabupaten Bekasi”, disebutkan bahwa dahulu daerah  Bekasi  pernah menjadi  wilayah  kekuasaan  Kerajaan  Pajajaran.

Disebutkan pula bahwa pada abad ke-5 M tersebut, di wilayah Jawa Barat berdiri Kerajaan Tarumanegara dengan Raja bernama Purnawarman. Menurut  Prof.  Dr.  Purbatjaraka, istana  kerajaan  ini  terletak  di  dekat  Sungai Ciliwung  dan  Sungai  Bekasi.

Kerajaan  Tarumanegara  sendiri  runtuh sekitar abad ke-7 dan ke-8 akibat  serangan  Kerajaan  Sriwijaya.  Namun, keberadaannya sebenarnya masih tetap ada hingga abad ke-10 Masehi. Menjelang keruntuhan Tarumanegara, di Jawa Barat ada dua kerajaan  besar  yakni  Kerajaan  Galuh  (abad  ke-8)  dan  Kerajaan  Pajajaran  (abad  ke-14). Diantara  kedua   kerajaan  tersebut,  yang  memiliki  pengaruh  cukup  besar  adalah  Kerajaan Pajajaran hingga Bekasi dibawah kekuasaanya.

Pada masa Kerajaan Pajajaran, Bekasi merupakan salah  satu daerah  yang sangat  penting. Letaknya  juga strategis karena menjadi daerah penghubung antara wilayah Pajajaran (Jawa Barat) dan pelabuhan Sunda Kelapa Jakarta.

Namun, kekuasaan Kerajaan Pajajaran semakin surut setelah pelabuhan Sunda Kelapa jatuh ke tangan  Fatahillah (Falatehan), menantu Sultan Demak. Kehadiran kesatuan Islam di Sunda Kelapa lambat laun  telah  menggeser  kekuasaan  Pajajaran. Nama Sunda Kelapa kemudian diganti menjadi Jayakarta yang berarti kota yang mendapat kemenangan pada tanggal 22 Juni 1527.

Pada  bulan  April  1619,  terjadi  pertempuran  antara  Jayakarta  melawan  Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC) atau Perusahaan Belanda Hindia Timur.  Akhirnya Jayakarta  dapat  ditundukkan  oleh  VOC  pada  tanggal  31  Mei  1619  dan  wilayah  kekuasaannya meliputi daerah kekuasaan Jayakarta sebelumnya, termasuk Bekasi.

Setelah VOC berkuasa, Jayakarta diubah namanya menjadi Kota Batavia. Kota ini lalu dijadikan basis utama sebagai  kekuasaan  VOC  dalam  pengaturan  ekonomi  dan  politik  Hindia  Timur.  Tahun  1746,  VOC memproklamirkan  bahwa  daerah  pesisir  utara  Pulau  Jawa  berada  dalam  kekuasaannya  dan menjadi  daerah  yuridiksi  kompeni, yang berarti  semua  pimpinan  yang  ada  secara  administratif  harus mematuhi hukum kompeni.

Di masa penjajahan Belanda, setidaknya terdapat tiga babak penting mengenai Bekasi. Pertama adalah peristiwa penyerbuan Kerajaan Mataram ke Batavia pada tahun 1629. Masa ini cukup memberikan warna sejarah dan sosial-budaya bagi masyarakat Bekasi. Penyerbuan tentara Mataram ke Batavia telah memberi peran khusus kepada daerah penyangga dengan dipersiapkannya lumbung-Iumbung persediaan pangan.

Penyerbuan tersebut berpengaruh pula terhadap penamaan tempat, seperti Pekopen, Babelan, Kampung Jawa, dan Saung Ranggon. Disamping itu, karena tentara Mataram tak hanya berasal dari Jawa Tengah saja, tapi juga Jawa Timur dan Jawa Barat, maka di Bekasi berkembang pula bahasa Sunda, dialek Banten, Jawa atau campurannya.  Hal itu berarti pula memperkaya seni budaya di Bekasi, seperti Wayang Wong, Wayang Kulit, Calung, dan Topeng.

Kedua, muncul tanah-tanah partikelir pada akhir abad ke-17 di daerah Bekasi dan sekitarnya. Sejak itulah, Bekasi dikenal sebagai daerah tanah-tanah partikelir dengan beberapa wilayah “Kemandoran” dan “Kademangan”. Akibat diterapkannya sistem penguasaan tanah secara partikelir tersebut, di tahun 1869  pernah terjadi pemberontakan petani Bekasi di Tambun.

Ketiga, sebagai akibat politik ekonomi liberal (Politik Etis) dan pelaksanaan Desentralisatie Wet, Bekasi kemudian menjadi salah satu distrik di Regentschap Meester Cornelis berdasarkan Staatsblad 1925 No. 383 tertanggal 14 Agustus 1925. Regentschap Meester Cornelis terbagi menjadi empat distrik, yaitu Meester Cornelis. Kebayoran, Bekasi dan Cikarang. Saat itulah, Bekasi secara formal dikenal sebagai salah satu ibu kota pemerintahan setingkat dengan kewedanaan.

KOMPAS/HER SUGANDA

Temuan Situs Buni

Setelah pemerintahan Hindia Belanda takluk kepada Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, seluruh  administratif  pemerintahan  dan  keamanan  sampai  ke  tingkat  kampung diambil alih oleh Jepang.

Jepang juga mengubah sistem pemerintahan dan penamaannya, diantaranya adalah Regenschap Meester Cornelis berubah menjadi Jatinegara Ken berdasarkan UU No 30 Tahun 2602 tepatnya pada 1 September 1942.

Wilayah Jatinegara Ken berdasarkan Maklumat Batavia Syuu No 1 Tahun 1942 dibagi atas tiga gun (setingkat kewedanaan). Tiga gun tersebut adalah Cawang-Jatinegara gun terdiri atas Pondok Gede son (setingkat kecamatan), Pasar Rebo, Pulogadung, Pasar Minggu. Bekasi gun yaitu Bekasi son, Cibitung dan Cilincing. Cikarang gun terdiri dari Cikarang son, Sukatani dan Cabangbungin.

Pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia dan masa perjuangan Revolusi Fisik (1946-1949), Bekasi memiliki sejarah khusus. Wilayah ini dijuluki sebagai Bumi Patriot yang dihuni oleh pejuang Tanah Air.

Di  Bekasi  muncul  beberapa  pergerakan  masyarakat  yang  tujuannya  untuk melawan  penjajahan  Jepang  yang  kejam  dan  menyengsarakan  rakyat.  Pada  tanggal  19  Oktober 1945 terjadi insiden Kali Bekasi dan tanggal 23 November 1945 dimulainya peristiwa Bekasi lautan api yaitu terjadi pertempuran antara masyarakat Bekasi dengan tentara sekutu.

Kemudian, pada tahun 1950-an, ketika muncul RIS Pasundan, masyarakat Bekasi kembali menunjukkan patriotisme. Pada 17 Januari 1950, para pemimpin dan tokoh masyarakat seperti R Soepardi, KH Noer Alie, Namin, Aminuddin, serta Marzuki Urmaini membentuk Panitia Amanat Rakyat Bekasi sekaligus menggelar rapat akbar di Alun-Alun Bekasi. Bumi Patriot menuntut kembalinya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Selanjutnya diadakan Rapat Raksasa di alun-alun Bekasi yang dihadiri oleh sekitar 40.000 orang rakyat Bekasi pada tanggal 17 Pebruari 1950. Terdapat empat tuntutan Rakyat Bekasi, yaitu pertama, penyerahan kekuasaan Pemerintah Federal kepada Republik Indonesia. Kedua, pengembalian seluruh Jawa Barat kepada Negara Republik Indonesia.

Ketiga, tidak mengakui lagi adanya pemerintahan di daerah Bekasi, selain Pemerintahan Republik Indonesia. Keempat, menuntut kepada Pemerintah agar nama Kabupaten Jatinegara diganti menjadi Kabupaten Bekasi.

Setelah tiga kali pembicaraan antara bulan Februari sampai  Juni  1950,  akhirnya  Mohammad  Hatta  sebagai  Perdana  Menteri  RIS  menyetujui  pembentukan Kabupaten Bekasi. Penggantian nama Kabupaten Jatinegara menjadi Kabupaten Bekasi tertuang dalam  UU 14/1950 tentang Pembentukan Daerah-daerah Kabupaten dalam Lingkungan Propinsi Djawa Barat.

Kabupaten Bekasi secara resmi dibentuk dan ditetapkan tanggal 15 Agustus 1950 sebagai Hari Jadi Kabupaten Bekasi. Selanjutnya pada tanggal 2 April 1960 Pusat Pemda Bekasi yang semula dipusatkan di Jatinegara (sekarang Markas Kodim 0505 Jayakarta, Jakarta) dipindahkan ke gedung baru Mustika Pura Kantor Pemda Bekasi yang terletak di Bekasi Kaum JI. Ir. H. Juanda.

Ketika resmi menjadi Kabupaten Bekasi, wilayah administrasi pemerintahan meliputi empat kewedanan dengan 13 kecamatan dan terdiri atas 95 desa. Pembagian wilayah administrasi pemerintahan ini kemudian terabadikan dalam Lambang Daerah Kabupaten Bekasi yang ditetapkan dengan Peraturan Daerah Nomor 12/P.D./’62 pada tanggal 20 Agustus 1962 dengan sesanti “Swatantra Wibawa Mukti” yang diartikan sebagai “Daerah yang Mengurus Rumah Tangga Sendiri, Berpengaruh dan Jaya-Makmur”.

Pesatnya perkembangan pembangunan di Kabupaten Bekasi mendorong Kota Administratif Bekasi menjadi Kotamadya Daerah Tingkat II Bekasi. Dengan diundangkannya UU 9/1996 tanggal 18 Desember 1996, terbentuklah Kotamadya Daerah Tingkat II Bekasi dengan ibu kota di Bekasi.

Kota Bekasi meliputi luas wilayah 21.000 ha dan terdiri atas tujuh kecamatan, yakni Bekasi Utara, Bekasi Barat, Bekasi Selatan, Bekasi Timur, Jatiasih, Pondokgede, dan Bantargebang.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Foto udara warga menikmati suasana halaman depan Gedung Juang Tambun yang tengah direvitalisasi di Desa Setiadarma, Kecamatan Tambun Selatan, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Minggu (20/12/2020). Gedung Tinggi Tambun atau yang dikenal juga dengan Gedung Juang ’45 yang direnovasi menjadi Museum Perjuangan Rakyat Bekasi ini ditargetkan dibuka untuk umum pada akhir tahun ini. Gedung yang sudah dijadikan cagar budaya ini dibangun dalam kurun waktu 1906-1925 dan pernah dijadikan pusat komando perjuangan RI untuk mempertahankan kemerdekaan dalam menghadapi tentara sekutu seusai Perang Dunia Kedua.

Geografis

Kabupaten Bekasi memiliki wilayah seluas 127.388 ha atau sebesar 3,43 persen dari luas Provinsi Jawa Barat.  Kabupaten ini berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sebelah utara, dengan Kabupaten Bogor di sebelah selatan, dengan Kabupaten Karawang di sebelah timur dan dengan Kota Bekasi dan DKI Jakarta di sebelah Barat.

Kabupaten  Bekasi  memiliki  letak  geografis  pada  posisi  106048’ 28” –107027’ 29” Bujur Timur  dan  05054’ 50” –06029’ 15” Lintang Selatan.

Topografinya  terbagi atas dua bagian yaitu dataran rendah yang meliputi sebagian wilayah bagian utara dan dataran bergelombang di wilayah bagian selatan, ketinggian lokasi terletak diantara 6-115 meter dan kemiringan 0-250 meter.

Di Kabupaten Bekasi, terdapat 16 aliran sungai besar yaitu Sungai Citarum, Sungai Bekasi, Sungai Cikarang, Sungai Ciherang, Sungai Belencong, Sungai jambe, Sungai Sadang, Sungai Cikedokan, Sungai Ulu, Sungai Cilemahabang, Sungai Cibeet, Sungai Cipamingkis, Sungai Siluman, Sungai Serengseng, Sungai Sepak dan Sungai Jaeran. Lebar sungai tersebut berkisar antara 3 sampai 80 meter.

Selain sungai, kabupaten ini memiliki 13 situ yang tersebar di beberapa kecamatan yaitu situ Tegal Abidin, situ Bojongmangu, situ Bungur, situ Ceper, situ Cipagadungan, situ Cipalahar, situ Ciantra, situ Taman, situ Burangkeng, situ Liang Maung, siru Cibeureum, situ Cilengsir dan situ Binong. Luas situ tersebut berkisar antara 3 sampai 40 ha.

KOMPAS/RIZA FATHONI

Warga menikmati suasana santai dan spot berfoto menara kasih di kawasan Ekowisata Mangrove Sunge Jingkem di Kampung Sembilangan, Desa Samudra Jaya, Kecamatan Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (4/7/2019). Kawasan yang baru dibuka pada libur Lebaran 2019 tersebut menawarkan objek wisata alam mangrove yang masih asri dengan menara kasih, dermaga hati, jalur pelangi, wahana sepeda air dan kuliner khas pesisir.

Pemerintahan

Tahun 2021 ini, Kabupaten Bekasi genap berusa 71 tahun. Wilayah ini mengalami banyak perkembangan sejak berdiri. Seiring waktu berjalan, tongkat estafet kepemimpinan bergulir dari bupati ke bupati.

Dalam buku “Citra Daerah Kabupaten Bekasi dalam Arsip 1900-1945” (2014), disebutkan setidaknya sejak 1883, terdapat empat distrik yang dipimpin seorang demang, yakni Kebayoran (Jakarta Selatan), Meester Cornelis (Jatinegara sekarang), Cabangboengin, dan Bekasi. Distrik Cabangboengin sekarang adalah Cikarang. Nama itu berganti pada tahun 1911. Di tahun yang sama pula, istilah pemimpin distrik berubah, dari Demang menjadi Wedana.

Orang-orang yang pernah menjadi Wedana atau Demang di Bekasi antara lain Achmat Mantor Abdoel Rachiem (1881-1885), Mochamad Ali (1885-1894), Moedjimi (1894-1903), Achmad Solihoen (1903-1908), Raden Bachram (1908-1917), Mohamad Samik (1917-1919), Moedjitaba (1919-1924), Raden Kartasoemitra (1924-1927), Raden Achamad Djajadiningrat (1927-1931), Raden Hasan Madiadipoera (1931-1937), Raden Hardjadiparta (1937-1940). Wedana di zaman Jepang pun ada Soehardjo Soeriasapoetra.

Adapun bupati dan kepala daerah Kabupaten Bekasi yang pernah menjabat adalah R. Suhandan (1949-1951), dilanjutkan di tahun 1951 selama tiga bulan jabatan sementara Bupati Bekasi dijabat oleh Kiai Haji Noer Alie. Kemudian diteruskan oleh Bupati R. Sampoerno Kolopaking yang menjabat dari tahun 1951 sampai 1958.

Pada periode 1958-1960, Bupati Bekasi dijabat oleh RMKS Prawira Adiningrat sedangkan Kepala Daerah Swatantra Tingat II Bekasi dijabat oleh Nausan. Pada periode 1960-1967, jabatan bupati dan jabatan Kepala Daerah Swatantra Tingkat II Bekasi dijabat dan dirangkap oleh Ismaun.

Selanjutnya Bupati Bekasi berturut-turut dijabat oleh MS. Soebandi (1967-1973), Abdul Fatah (1973-1978 dan 1978-1983), Suko Martono (1983-1988 dan 1988-1993),  Mochamad Djamhari (1993-1998), Wikanda Darmawijaya (1998-2004), Saleh Manaf (2004-2006), Sa’duddin (2007-2012), Neneng Hassanah Yasin (2012-2018), Eka Supria Atmaja (2018-11 Juli 2021), Pelaksana Harian Herman Hanafi (11-23 Juli 2021) dan Penjabat Bupati Deni Ramdan (23-Juli 2021 – sekarang).

Secara administratif, Kabupaten  Bekasi  terdiri  dari  23  Kecamatan, 7  Kelurahan  dan 180 desa. Untuk mendukung jalannya pemerintahan, jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan pemerintah Kabupaten Bekasi di tahun 2019 sebanyak 11.308 PNS.

Berdasarkan komposisi jenis kelamin, jumlah PNS laki-laki dan perempuan masing-masing sebanyak 5.037 dan 6.271 orang. Dari sisi golongan, sebanyak 6.815 orang masuk golongan III. Adapun dari latar belakang pendidikan, PNS terbanyak adalah jenjang Sarjana/Doktor sebanyak 8.405 orang di 2019.

KOMPAS/IMAN NUR ROSYADI

BUPATI BEKASI – Kolonel (Inf) Mochammad Djamhari dilantik menjadi Bupati Bekasi periode 1993-1998 di Gedung DPRD Bekasi, hari Selasa, 9 November 1993 oleh Gubernur Jabar, R. Nuriana, atas nama Menteri Dalam Negeri.

Politik

Dalam tiga kali penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu), peta politik di Kabupaten Bekasi berlangsung dinamis. Hal itu tampak dari perolehan kursi partai politik (parpol) di DPRD Kabupaten Bekasi.

Di Pemilu legislatif 2009, Partai Demokrat meraih kursi terbanyak, yakni sembilan kursi. Disusul PKS dan Golkar masing-masing meraih delapan kursi, PDI-P tujuh kursi, PPP dan PAN masing-masing memperoleh empat kursi. Kemudian PKB tiga kursi, PBB dan Hanura masing-masing dua kursi serta Gerindra satu kursi.

Adapun di Pemilu legislatif 2014, Partai Golkar memperoleh 10 kursi di DPRD Kabupaten Bekasi. Disusul  PDI-P mendapat delapan kursi, Gerindra memperoleh tujuh kursi. Sedangkan PKS, PAN, Demokrat masing-masing mendapat lima kursi. PPP dan Nasdem meraih tiga kursi, Partai Hanura mendapat dua kursi. Sementara, PBB dan PKB masing-masing memperoleh satu kursi.

Di Pemilu legislatif 2019, giliran Partai Gerindra meraih kursi terbanyak dengan 11 kursi, disusul PKS dengan 10 kursi, dan PDI Perjuangan serta Partai Golkar dengan masing-masing tujuh kursi. Kemudian Partai Demokrat yang meraih enam kursi, PAN tiga kursi, PPP dua kursi, dan terakhir Partai Nasdem, PBB, PKB, serta Partai Perindo masing-masing meraih satu kursi.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Spanduk Caleg Marak – Warga melintasi deretan poster dan baliho calon legislatif (caleg) di Jalan Kalimalang, Bekasi, Jawa Barat, Senin (5/11/2018). Saat ini sejumlah caleg yang akan bertarung dalam Pemilu 2019 mulai memperkenalkan diri dan memohon dukungan kepada masyarakat dengan memajang foto diri mereka di sembarang tempat yang dinilai strategis.

Kependudukan

Sensus Penduduk 2020 mencatat penduduk di Kabupaten Bekasi berjumlah 3,11 juta jiwa. Rinciannya, sebanyak 1,58 juta jiwa berjenis kelamin laki-laki dan sebanyak 1,53 juta jiwa berjenis kelamin perempuan. Rasio jenis kelamin penduduk Jawa Barat sebesar 103, yang artinya terdapat 103 laki-laki per 100 perempuan di Jawa Barat pada tahun 2020.

Kabupaten Bekasi memiliki kepadatan penduduk mencapai 2.444 jiwa/km persegi. Kabupaten ini termasuk kabupaten terpadat ketiga di Provinsi Jawa Barat setelah Kabupaten Bandung dan Kabupaten Bogor.

Penduduk terpadat berada di Kecamatan Tambun Selatan yakni 10.001 jiwa km2. Sementara kecamatan yang paling rendah kepadatannya adalah Kecamatan Muaragembong (288 jiwa per km2).

Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Disdukcapil) Kabupaten Bekasi, mayoritas penduduk Kabupaten Bekasi adalah warga pendatang. Diperkirakan, dari 3,11 juta penduduk Kabupaten Bekasi, 60 persennya merupakan warga pendatang.

Adapun dari penduduk usia kerja tahun 2020, mereka yang termasuk angkatan kerja berjumlah 1.840.666 orang yang terdiri dari 1.628.231 orang bekerja dan 212.435 orang pengangguran terbuka.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Buruh tani beristirahat usai menanam benih padi varietas IR 42 yang berumur 25 hari di areal persawahan Desa Sumbereja, Kecamatan Pebayuran, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (25/2/2021). Upah buruh tani Rp. 70 ribu dalam sehari bekerja. Padi tersebut siap panen pada umur 110 hari. Berdasarkan data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS), harga gabah di tingkat petani naik pada Januari 2021, yakni Rp 4.921 per kilogram (kg) kering panen di tingkat petani.

Indeks Pembangunan Manusia
74,07 (2020)

Angka Harapan Hidup 
73,68 tahun (2020)

Harapan Lama Sekolah 
13,09 tahun (2020)

Rata-rata Lama Sekolah 
9,12 tahun (2020)

Pengeluaran per Kapita 
Rp 11,24 juta (2020)

Tingkat Kemiskinan
4,82 persen (2020)

Tingkat Pengangguran Terbuka
11,54 persen (2020)

Kesejahteraan

Dalam kurun waktu 2010-2020, pembangunan manusia di Kabupaten Bekasi terus menunjukkan kemajuan. Di tahun 2020, pembangunan manusia seperti tercermin dari Indeks pembangunan manusia (IPM) mencapai angka 74,07.

Pencapaian IPM tersebut masuk kategori tinggi. Dibandingkan kabupaten/kota di Provinsi Jawa Barat, capaian IPM Kabupaten Bekasi tersebut menempati peringkat ke-8.

Dari komponennya,  angka harapan hidup (AHH) di tahun 2020 telah mencapai 73,68 tahun. Di bidang pendidikan, rata-rata lama sekolah (RLS) tercatat selama 9,12 tahun dan harapan lama sekolah (HLS) tercatat selama 13,09 tahun. Adapun pengeluaran per kapita per tahun sebesar Rp 11,24 juta.

Angka pengangguran terbuka di tahun 2020 tercatat sebesar 11,54 persen, naik dibandingkan tahun 2019 yang sebesar ,94 persen. Kenaikan angka pengangguran tersebut dipicu oleh merebaknya virus Covid-19 di Tanah Air yang berdampak pada lesunya ekonomi.

Sementara itu, angka kemiskinan di Kabupaten Bekasi di tahun 2020 tercatat sebesar 4,82 persen atau sebanyak 186,3 ribu orang. Angka kemiskinan tersebut meningkat jika dibandingkan dengan angka kemiskinan di tahun 2019 yang sebesar 4,01 persen.

KOMPAS/HARRY SUSILO

Siswa SDN Pantai Bahagia 02 berangkat sekolah menggunakan perahu kayu motor Anugrah menyusuri Sungai Citarum, Kecamatan Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Rabu (23/8/2017). Perahu tersebut merupakan kendaraan jemputan sekolah bagi siswa SDN Pantai Bahagia 02. Setiap siswa dikenakan tarif Rp 4.000.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp 2,26 triliun (2020)

Dana Perimbangan 
Rp 1,77 triliun (2020)

Pendapatan Lain-lain 
Rp 1,43 triliun (2020)

Pertumbuhan Ekonomi
-3,30 persen (2020)

PDRB Harga Berlaku
Rp 317,94 triliun (2020)

PDRB per kapita
Rp 81,54 juta/tahun (2020)

Ekonomi

Struktur ekonomi Kabupaten Bekasi didominasi oleh sektor industri pengolahan. Sebagai leading sector, industri menyumbang 77,20 persen dari total kegiatan ekonomi yang mencapai Rp 317,94 triliun di tahun 2020.

Selain industri pengolahan, perekonomian Kabupaten Bekasi juga disumbang bidang usaha konstruksi dengan porsi 6,48 persen dan perdagangan eceran 5,72 persen. Sejak 2014 hingga 2020, ketiga sektor tersebut menjadi penopang utama perekonomian daerah ini.

Tingginya kontribusi sektor industri pengolahan tersebut tidak terlepas dari banyaknya kawasan industri yang berdiri di Kabupaten Bekasi. Menurut data Kementerian Perindustrian, Kabupaten Bekasi memiliki 11 Kawasan Industri dan 7.600 perusahaan.

Kawasan tersebut meliputi Kawasan Satria Manunggal Industrial Estate, Kawasan Industri Gobel, Kawasan Hyundai Inti Development, Kawasan Jababeka Industrial Estate, Kawasan EJIP, Kawasan MM 2100 Industrial Town, Kawasan Lippo Cikarang, Kawasan Greenland International City, Kawasan MM2100 Industrial Town, Kawasan Indutri Terpadu Indonesia China, dan Kawasan Marunda Centre.

Secara keseluruhan, kawasan industri tersebut memproduksi sekitar satu juta mobil dan 10 juta kendaraan bermotor. Produksi lainnya dihasilkan oleh industri elektronik, suku cadang otomotif, farmasi, peralatan rumah tangga, dan lain-lain.

Di sisi keuangan daerah, pendapatan asli daerah (PAD) Kabupaten Bekasi menyumbang pendapatan terbesar keuangan daerah di Kabupaten Bekasi, yakni sebesar Rp 2,27 triliun pada 2020. Sedangkan dana perimbangan dari pemerintah pusat sebesar Rp 1,77 triliun dan pendapatan lain-lain sebesar Rp 1,43 triliun

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Aktivitas alat berat dalam proyek konstruksi pendirian pabrik otomotif di kawasan industri GICC, Desa Sukamukti, Kecamatan Bojongmangu, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (13/8/2020). Pemerintah tengah gencar berburu investor, khususnya ke bidang berbasis padat karya untuk menekan dampak resesi. Sektor penanaman modal yang diincar antara lain industri alat kesehatan, energi, tambang, manufaktur, dan infrastruktur. Akibat pandemi Covid-19, arus investasi di Indonesia mengalami pertumbuhan terendah selama satu dekade terakhir. Badan Pusat Statistik mencatat, pertumbuhan investasi triwulan I-2020 hanya 1,7 persen dibandingkan dengan capaian tahun-tahun sebelumnya. Pada triwulan I-2018, misalnya, investasi sempat bertumbuh pesat hingga 7,94 persen. Pada triwulan II-2020, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencatat, realisasi investasi memburuk ketimbang triwulan I-2020. Nilai investasi itu Rp 191,9 triliun, turun 4,3 persen daripada periode yang sama tahun lalu.

Selain sebagai kawasan industri terbesar, Kabupaten Bekasi dikenal pula memiliki sejumlah destinasi yang menarik perhatian wisatawan. Destinasi wisata itu antara lain  Pantai Muara   Gembong, wisata alam Kawung Tilu, Danau  Cibeureum,  Taman  Buaya Indonesia Jaya, Jembatan Cinta, dan Taman Sehati.

Disamping itu, terdapat pula daya tarik wisata seperti kampung batik Bekasi, Desa Wisata Rumah Lio, Rumah Tradisional Saung Ranggon, Makam KH. Raden Ma’mun Nawawi bin Raden Anwar, Makam KH Noer Ali, dan Gedung Juang.

Untuk menunjang pariwisata dan industri, Kabupaten Bekasi terus meningkatkan sarana dan prasarana pendukung bagi para tamu yang berkunjung ke daerah ini. Tidak sedikit hotel dan tempat penginapan yang tersebar didaerah ini. Saat ini terdapat 30 hotel berbintang dan non bintang di Kabupaten Bekasi. (LITBANG KOMPAS)

KOMPAS/RIZA FATHONI

Jembatan Cinta, salah satu daya tarik tujuan wisata Mangrove, Tarumajaya, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Kamis (11/5/2017). Wisata ini menawarkan panorama mangrove, wisata air, perkampungan nelayan dan ada pasar ikan.

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Kabupaten Bekasi *Otonomi”, Kompas, 19 Januari 2001, hlm. 08
  • “Siap, tapi Belum Menjanjikan *Otonomi”, Kompas, 19 Januari 2001, hlm. 08
  • “Bekasi Semakin Diberati Beban Kemacetan *Laporan Akhir Tahun Metropolitan”, Kompas, 06 Desember 2001, hlm. 44
  • “Bekasi, Bangkit dari Reruntuhan Perang * Riwayat Kota”, Kompas, 24 September 2018, hlm. 24
  • “Bekasi Pangkas Birokrasi”, Kompas, 19 Desember 2018, hlm. 20
  • “Kali Malang, Penanda Perubahan Peradaban * Riwayat Kota”, Kompas, 29 April 2019, hlm. 24
Buku dan Jurnal
Aturan Pendukung

Editor
Topan Yuniarto