KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA
Pada 9 Agustus 2022, tepat setahun Pertamina mengelola penuh Blok Rokan, setelah dialihkelola dari PT Chevron Pacific Indonesia yang melakukannya sejak 1924. Selama satu tahun alih kelola, Pertamina Hulu Rokan (PHR) melakukan 370 pengeboran atau lebih dari tiga kali lipat dari sebelumnya.
Fakta Singkat
- Perjalanan industri perminyakan di Indonesia dimulai pada 1871, dengan pencarian sumber minyak oleh pengusaha Belanda di Majalengka, Jawa Barat.
- Penemuan minyak pertama kali di Indonesia terjadi pada tahun 1883 di Telaga Said, Sumatera Utara.
- Perusahaan minyak yang pertama berdiri dan melakukan pengeboran komersil adalah Royal Dutch Petroleum Company pada 1885.
- Perusahaan minyak pertama yang dimiliki oleh bangsa Indonesia adalah Perusahaan Tambang Minyak Negara Republik Indonesia (PTMNRI), berdiri pada 1945.
- Pada 1962, Indonesia resmi menjadi bagian dari negara penghasil dan pengeskpor minyak dalam forum OPEC. Namun Indonesia keluar hingga dua kali, yakni pada 2008 dan 2016.
- Puncak produksi minyak Indonesia tercapai pada tahun 1977, yakni hingga 1,6 juta barel per hari.
- Dalam tiga tahun (2018-2021), bangsa Indonesia berhasil mencapai akuisisi penting dua blok pengeboran minyak terbesar, yakni Blok Mahakam dan Blok Rokan. Keduanya telah dikuasai asing lebih dari setengah abad.
Industri perminyakan di Indonesia diharapkan mengalami lompatan besar. Pada 2018, pemerintah Indonesia memutuskan untuk tidak memperpanjang kontrak PT Chevron Pacific Indonesia (CPI) di Blok Rokan, Riau. Sejak 8 Agustus 2021, blok tersebut pun sepenuhnya dikuasai oleh bangsa Indonesia, lewat pengelolaan PT Pertamina (Persero).
Blok Rokan adalah salah satu wilayah produksi minyak dengan terbesar di Indonesia. Pada tahun 1970, produksi dari blok ini bahkan bisa mencapai 1 juta barel per hari.
Hingga 2018, total kontribusi produksi minyak nasional dari Blok Rokan mencapai 26 persen. Dengan akuisisi nasional demikian, Blok Rokan diharapkan mampu menjadi penopang bagi target produksi minyak nasional hingga 1 juta barel per hari pada 2030 (Kompas.id, 14/8/2022, Melawan Penurunan Produksi di Blok Rokan).
Namun, berita baik dari tahun 2021 tersebut tidak diiringi dengan kondisi yang diharapkan. Sebab, hulu industri minyak nasional saat ini tengah mengalami tantangan. Sejak tahun 2016, capaian lifting minyak (minyak produksi yang sampai pada pengolahan dan siap digunakan) nasional terus mengalami penurunan, bahkan setelah Blok Rokan diambil alih negara.
Alih kelola Blok Rokan merupakan catatan penting dalam kronologi industri minyak di Indonesia. Namun dengan masalah yang luas dan holistik akan industri minyak nasional, kronologi yang ada juga perlu diikuti dengan revisi Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi.
Revisi terhadap UU diperlukan untuk membuka pintu lebar bagi masuknya investasi dalam industri minyak Indonesia. Kehadiran investor dengan modal segar menjadi kunci bagi peningkatan produksi sekaligus eksplorasi minyak, sehingga mampu meningkatkan kualitas industri minyak Tanah Air. Dalam revisi demikian, soal perizinan, kelembagaan, dan kepastian menjadi hal-hal yang patut disoroti (Kompas, 11/1/2023, Revisi UU Migas Mendesak Dituntaskan).
Selain itu, dalam kronologi panjang industri minyak, bangsa Indonesia harus menjaga jati dirinya sebagai tuan rumah di negeri sendiri. Belajar dari kehadiran PT CPI di Blok Rokan, perusahaan asing yang berbasis di Amerika Serikat ini mampu melampaui capaian lifting dari tuan rumah sekalipun. Pada 2014, capaian lifting PT CPI adalah 280.000 barel per hari. Jumlah tersebut melampaui PT Pertamina yang pada tahun yang sama hanya mencapai 188.193 barel per hari.
Sejumlah perusahaan asing juga mengalami kejayaan di Indonesia. Seperti misalnya, Total Exploration dan Production Indonesie (Perancis) yang pada tahun yang sama mencapai lifting minyak sebesar 62.679 barel per hari. Juga terdapat Mobil Cepu Ltd (Amerika Serikat) dengan lifting hingga 99.642 barel per hari.
Di tahun 2014 tersebut, PT Pertamina sebagai satu-satunya badan usaha milik negara di sektor minyak, hanya mampu mencapai kontribusi sebesar 22 persen terhadap seluruh produksi minyak siap jual di Indonesia (Kompas, 16/4/2015, Saatnya Menjadi Tuan di Rumah Sendiri).
Hadirnya berbagai cerita dan kasus di atas hanyalah bersitan kecil dari kronologi panjang industri perminyakan Indonesia. Tercatat sejak tahun 1871, telah tertuliskan berbagai peristiwa penting dalam industri minyak di Indonesia.
Berikut linimasa perkembangan dan peristiwa penting terkait industri perminyakan di Indonesia.
Linimasa Industri Minyak di Indonesia
Periode 1871 – 1945
1871
Pencarian sumber minyak pertama kali di Majalengka, Jawa Barat oleh pengusaha Belanda, Jan Reerink. Pengusaha Belanda itu kemudian memperoleh konsesi dari pemerintah Belanda.
1883
Penemuan minyak secara komersial di Telaga Said, Pangkalan Brandan, Langkat, Sumatera Utara. Konsesi pertama pengusahaan minyak diserahkan Sultan Langkat kepada Aeilko J. Zijlker untuk daerah Telaga Tiga, Pangkalan Brandan.
1885
Sumur Telaga Tunggal I di Langkat, Sumatera Utara, menghasilkan minyak komersial pertama. Menjadi titik awal rintisan Royal Dutch Petroleum Company.
1887
Perusahaan minyak lain dibangun dekat Surabaya oleh Adrian Stoop, mantan pegawai Aeilko J. Zijlker. Daerah tersebut dikenal mengandung lapisan-lapisan minyak.
1890
Kilang minyak pertama dibangun di Wonokromo oleh Adrian Stoop. Dibentuk Koninklijke Petroleum Maatschappij untuk mengusahakan minyak di Sumatera Utara. Pada 16 Juni 1890 perusahaan Royal Dutch dari Belanda resmi berdiri.
1892
Kilang minyak di Pangkalan Brandan yang dibangun “Royal Dutch” mulai berjalan.
1894
Kilang minyak kedua dibangun oleh Adrian Stoop di Cepu.
1898
Kilang minyak Balikpapan di Kalimantan mulai beroperasi.
1899
Lapangan minyak Perlak, konsesi baru dari Koninklijke, mulai mengahsilkan minyak.
1900
Kilang minyak Plaju di Sumatera Selatan mulai beroperasi.
1901
Saluran pipa Perlak-Pangkalan Brandan selesai dibangun.
1907
Perusahaan Koninklijke Petroleum Maatschappij dan Shell Transport and Trading Company bergabung membentuk Bataafsche Petroleum Maatschappij (BPM).
1907
Royal Dutch menyerahkan konsesi-konsesinya di Indonesia kepada BPM.
1911
BPM mengoperasikan daerah-daerah minyak sekitar Cepu. Instalasi minyak berkapasitas kecil dibangun.
1912
Dibentuk Nederlandsche Koloniale Petroleum Maatschappij (NKPM), yakni sebuah anak perusahaan dari Standard Oil Company of New Jersey. NKPM mulai beroperasi dan berhasil membeli beberapa konsesi minyak.
1916
Perusahaan minyak Standard Vacuum Petroleum Maatschappij (Stanvac) menemukan minyak di Daerah Talang Akar, Pendopo, Sumatera Selatan.
1920
Caltex masuk Indonesia. Caltex menemukan minyak di ladang Sebanga dan Duri, Blok Rokan, Riau pada tahun 1940-1941. BPM memperoleh kontrak untuk mengusahakan daerah Jambi. Dibentuklah N. V. Nederlandsch-Indische Aardolie Maatschappij (NIAM), dengan modal 50/50 persen antara BPM dan Hindia Belanda. Manajemen berada di tangan BPM.
1923
NIAM Jambi menghasilkan produksi untuk pertama kali.
1925
Standard Oil Company of New Jersey berhasil memperoleh konsesi minyak yang pertama di Hindia Belanda.
1926
Kilang minyak Stanvac di Sungai Gerong selesai dibangun, mulai berproduksi.
1931
Standard Oil Company of California membentuk anak perusahaan. Pencarian ladang minyak mulai diintensifkan.
1935
Saluran pipa dari Jambi ke BPM di Plaju selesai dibangun.
1936
Konsesi yang bernama “Kontrak 5A” untuk daerah di Sumatera diberikan kepada Caltex.
1939
Caltex memulai penggalian sumur eksplorasinya yang pertama di Sebaga, Blok Rokan, utara Pekanbaru, Riau.
1941
Pecah perang di Asia Tenggara. Terjadi penghancuran dan penutupan sumur minyak bumi.
1944
Tentara Jepang menemukan lapangan Minas, Riau. Ladang minyak terbesar di Asia Tenggara itu mulai berproduksi pada 1952.
1945
Lapangan minyak sekitar Pangkalan Brandan diserahkan pihak Jepang atas nama Sekutu kepada Indonesia. Perusahaan ini diberi nama Perusahaan Tambang Minyak Negara Republik Indonesia (PTMNRI).
Artikel terkait
Periode 1946 – 1960
1946
Jepang mundur, lapangan minyak Stanvac dikuasai Perusahaan Negara (PN) Pertambangan Minyak Indonesia (Permiri).
1948
Stanvac kembali mencapai tingkat produksi tertinggi sebelum perang.
1949
Caltex kembali mengusahakan lapangan minyak di Sumatera. Konsesi BPM Cepu yang dikuasai Permiri atau PTMNRI dikembalikan kepada BPM akibat adanya Konferensi Meja Bundar (KMB). PTMNRI dibubarkan.
1951
PTMNRI diakui sah oleh pemerintah RI dan berganti nama menjadi PN Perusahaan Minyak dan Gas Nasional (Permigan).
1952
Caltex mulai mengekspor minyak dari lapangan Minas, Riau.
1954
Pemerintah RI mengangkat seorang koordinator untuk Tambang Minyak Sumatera Utara (TMSU) dan PTMNRI diubah menjadi TMSU.
1957
Awal Oktober, Kepala Staf Angkatan Darat/KSAD (saat itu sebagai Penguasa Perang Pusat karena Presiden Soekarno menetapkan negara dalam keadaan perang (SOB) ) Jenderal Abdul Haris Nasution menunjuk Kolonel dr. Ibnu Sutowo untuk membentuk perusahaan minyak yang berstatus hukum. Pada 10 Desember didirikan PT Perusahaan Minyak Negara (Permina) dan disahkan dengan Surat Keputusan Menteri Kehakiman Nomor J. A. 5/32/11 tertanggal 3 April 1958. Sebelas tahun kemudian, Permina digabung dengan PN Pertambangan Minyak Indonesia (Pertamin) menjadi Pertamina.
1958
Pada Juni 1958, PT Permina mengekspor minyak mentah untuk pertama kali dan disusul yang kedua pada Agustus 1958. PT Permina mengadakan perjanjian kerja sama dengan perusahaan Jepang Nosodeco. PT Permina membuka perwakilan di Tokyo, Jepang.
1959
NIAM berubah nama menjadi PN Pertambangan Minyak Indonesia (Permindo). Dalam periode tersebut BPM/Shell memulai proyek Tanjung di Kalimantan.
1960
Pemerintah RI mengeluarkan UU Nomor 44 Tahun 1960 tentang Pertambangan Minyak dan Gas Bumi.
1960
Chaerul Saleh dilantik sebagai Menteri Perindustrian dan Pertambangan pada Kabinet Kerja I oleh Presiden Soekarno.
1960
BPM di Indonesia dilikuidasi dan sebagai gantinya dibentuk PT Shell Indonesia. Dengan diberlakukannya UU Nomor 44 tahun 1960,seluruh pengusahaan minyak di Indonesia dilaksanakan oleh negara.
Artikel terkait
Periode 1961 - 1998
1961
Pemerintah mengambil alih saham Shell dalam Permindo. Permindo diluidasi dan dibentuk PN Pertamin. Dengan Peraturan Pemerintah Nomor 198 Tahun 1961, pemerintah merestrukturisasi status PT Permina menjadi PN Permina.
1961
Sistem konsensi perusahaan minyak asing dihapuskan dan diganti dengan sistem kontrak karya.
1962
Indonesia menjadi anggota negara-negara penghasil dan pengekspor minyak atau Organization of Petroleum Exporting Countries (OPEC). Kontrak bagi hasil (production sharing contract) pertama ditandatangani oleh Pertamin dengan Pan America pada 15 Juni 1962.
1964
PN Permina mengambil alih semua aktivitas Nederlandsche Nieuw Guinea Petroleum Maatschappij (NNGPM) dengan mengambil alih atau membeli perusahaan tersebut.
1965
Pemerintah mendirikan lembaga minyak baru yakni Lembaga Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) pada 11 Juni. Di penghujung tahun, pada 31 Desember Pemerintah membeli PT Shell Indonesia.
1966
- Armunanto dilantik sebagai Menteri Pertambangan Kabinet Dwikora I oleh Presiden Soekarno.
- Presiden Soekarno melantik Mayor Jenderal Ibnu Sutowo sebagai Menteri Urusan Minyak dan Gas Bumi.
- Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertambangan Nomor 124/M/Migas tertanggal 24 Maret, organisasi Permina dibagi dalam lima unit Operasi Daerah Produksi dengan kantor pusat di Jakarta.
1967
- Konsep production sharing contract (PSC) mulai diperkenalkan dalam industri migas di Indonesia.
- Japex menemukan Blok Mahakam, ladang gas bumi terbesar di Indonesia, kemudian menandatangani kontrak bagi hasil atau PSC. Total E&P digandeng menggarap Blok Mahakam.
- Bratanata dilantik sebagai Menteri Pertambangan kabinet Ampera I.
1968
Pertamin dengan Permina digabung menjadi PN Pertamina.
1968
Presiden Soekarno melantik Soemantri Brojonegoro sebagai Menteri Pertambangan Kabinet Ampera II.
1971
Terbit UU Nomor 8 Tahun 1971 yang menempatkan Pertamina sebagai perusahaan migas milik negara. Pertamina memainkan peran ganda regulator dan operator.
1975
Pertamina mengalami krisis keuangan, diisukan default terhadap bank asing.
1977
Indonesia mencapai puncak produksi minyak sebesar 1,6 juta barel per hari.
1998
Krisis moneter menghantam Indonesia.
KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA
Di Bintuni masih ditemukan sejumlah tambang minyak peninggalan kolonial Belanda yang dibangun pada tahun 1950-an. Minyak mentah dari daerah itu diangkut ke Sorong untuk diproses di kilang minyak milik Pertamina di daerah itu. Selain itu terdapat ladang gas alam yang luas (31/1/2002).
Artikel terkait
Periode 2001 – 2023
2001
UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas disahkan. Kemudian dibentuk Badan Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (BPMIGAS). Pertamina melepas fungsi regulator, hanya menjadi pemain.
2003
Dengan lahirnya UU Nomor 22 Tahun 2001, maka PN Pertamina berubah menjadi PT Pertamina (persero).
2009
Indonesia keluar dari anggota OPEC.
2012
Putusan Mahkamah Konstitusi membubarkan BPMIGAS pada November.
2013
Pemerintah membentuk Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK MIGAS) melalui Peraturan Presiden Nomor 9 Tahun 2013.
2016
Untuk terakhir kalinya, PT Pertamina (Persero) memperoleh peningkatan capaian lifting minyak dari tahun sebelumnya. Minyak lifting yang mampu diperoleh meningkat dari 777.560 barel per hari pada 2015 menjadi 829.000 barel per hari. Peningkatan ini menjadi yang terakhir, dimana setelah 2016, perolehan minyak lifting Indonesia terus mengalami penurunan tiap tahunnya.
2018
Blok Mahakam di Kalimantan Timur diambil alih oleh PT Pertamina (Persero) dari perusahaan Total E&P Indonesie dan Inpex Corporation. Alih kelola ini menjadi sejarah industri migas nasional karena blok yang berperan sebagai salah satu produsen minyak terbesar di Indonesia ini telah dikuasai perusahaan asing tersebut sejak tahun 1966. Per 1 Januari 2018, Blok Mahakam dikelola oleh anak usaha PT Pertamina, yakni PT Pertamina Hulu Indonesia.
2021
PT Pertamina (Persero) melakukan alih kelola dengan mengakuisisi Blok Rokan dari PT CPI. Akuisi dilakukan setelah pemerintah menolak perpanjangan pengelolaan PT CPI terhadap Blok Rokan, yang telah berlangsung sejak tahun 1971. Hingga tahun 2019, PT CPI telah meraup 12 miliar barel dari blok yang diproyeksikkan akan menjadi penyumbang produksi minyak terbesar di Indonesia.
2023
Setelah terus terjadinya penurunan investasi pada industri minyak dan capaian lifting nasional, maka revisi terhadap UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas kian menjadi prioritas. Untuk itu, revisi UU Migas dimasukkan DPR ke dalam rencana pembahasan, dengan nama Rancangan UU tentang Perubahan UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Hal ini perlu dilakukan meski tidak masuk Program Legislasi Nasional Prioritas 2023.
Artikel terkait
Kontrak Migas
Sejarah sistem kontrak migas Indonesia bermula sat Aeilko J. Zilker menemukan minyak untuk pertama kalinya pada Juni 1885 di wilayah Telaga Said, Langkat, Sumatera Utara.Temuan ini menjadi momentum pendirian perusahaan minyak Belanda (Royal Dutch) pada 1890 dan mendorong lahirnya UU Pemerintah Hindia Belanda (Indische Mijnwet) pada 1899 yang mengatur konsensi minyak. Sejak itu, sistem kontrak mengalami perubahan.
1899: Indische Mijnwet Nomor 214 Tahun 1899
- Sistem konsensi diberikan ke perusahaan asing
- Pemerintah menerima pemasukan dari pemegang konsensi
1960: Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Migas Nomor 44 Tahun 1960
- Penerapan sistem kontrak karya
- Pemerintah menerima iuran pasti, iuran eksplorasi, dan eksploitasi
- Pembagian laba pemerintah dan kontraktor sebesar 60:40
- Kontraktor wajib menyerahkan 25 persen dari bagiannya sebagai domestic market obligation (DMO)
1966: PSC Generasi I
- Cost recovery dibatasi maksimal 40 persen
- Bagi hasil Pertamina dan kontraktor adalah 65:35 dari pendapatan bersih
- Kontraktor wajib menyerahkan 25 persen dari bagiannya sebagai DMO
1976: PSC Generasi II
- Tidak ada pembatasan cost recovery
- Bagi hasil Pertamina dan kontraktor sebesar 85:15 (minyak) dan 70:30 (gas)
- Kewajiban DMO sebesar 25 persen mengacu pada harga pasar untuk lima tahun
1988: PSC Generasi III
- Mulai dikenakan first tranche petroleum (FTP) sebesar 20 persen dari produk bruto
- FTP 20 persen akan dibagi untuk pemerintah dan kontraktor
- Kewajiban DMO sebesar 25 persen mengacu pada harga pasar untuk lima tahun
1988-1993: Paket Intensif
- Bagi hasil Pertamina dan kontraktor untuk daerah frontier (terpencil) pada 1988 yaitu:
- 80:20 untuk produksi < 50.000 barel per hari (bph)
- 85:15 untuk produksi 50.000-150.000 bph
- 90:10 untuk produksi > 150.000 bph
- Bagi hasil untuk lapangan marjinal dan EOR sebesar 75:25
- Bagi hasil untuk laut dalam sebesar 75:25 (minyak) dan 55:45 (gas) pada tahun 1992
- Bagi hasil untuk laut dalam sebesar 65:35 (minyak) dan 60:40 (gas) pada tahun 1993
2001: Struktur baru PSC
- Perubahan tingkat pajak penghasilan
- Intensif baru untuk lapangan marjinal (2005)
- FTP sebesar 10 persen tidak dibagi
Kontrak Migas yang Pernah Berlaku di Indonesia
Aspek |
Konsensi (Kontrak 5A) |
Kontrak Karya |
Production Sharing Contract (PSC) |
PSC |
Dasar hukum |
Indische Mijnwet 1899 |
UU No.44/1960 |
UU No. 8/1971 |
UU No.22/2001 |
Manajerial |
Kontraktor |
Kontraktor |
Pemerintah/ Pertamina |
Pemerintah/ BPMIGAS |
Kepemilikan migas |
Kontraktor |
Pemerintah |
Pemerintah |
Pemerintah |
Kepemilikan aset |
Kontraktor |
Pemerintah |
Pemerintah |
Pemerintah |
Penerimaan negara |
Royalti dan pajak |
Profit sharing |
PSC |
PSC |
Sumber: Arsip pemberitaan Kompas, Buku “Pertamina: Dari Puing-puing ke Masa Depan 1957-1997,” Pertamina (1997) dan Buku “Sejarah Perminyakan di Indonesia”, Juli Panglima Saragih, (2010)
(LITBANG KOMPAS)
Referensi
Kompas. (2015, April 16). Saatnya Menjadi Tuan di Rumah Sendiri. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 17.
Kompas. (2023, Januari 11). Revisi UU Migas Mendesak Dituntaskan. Jakarta: Harian Kompas. Hlm 10.
Kompas.id. (2020, September 13). Proyek Pembangunan Jaringan Pipa Blok Rokan Dimulai. Diambil kembali dari Kompas.id: https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2020/09/13/proyek-pembangunan-jaringan-pipa-blok-rokan-dimulai
Kompas.id. (2022, Agustus 14). Melawan Penurunan Produksi di Blok Rokan. Diambil kembali dari Kompas.id: https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2022/08/13/melawan-penurunan-di-blok-rokan
Buku “Pertamina: Dari Puing-puing ke Masa Depan 1957-1997,” Humas Pertamina, 1997
Buku “ Sejarah Perminyakan di Indonesia”, Juli Panglima Saragih, Sekretariat Jenderal DPR, 2010
Buku “Wajah Baru Industri Migas Indonesia”, Katadata Indonesia, 2013