Paparan Topik | Virus Korona

Merunut Kebijakan Penanganan Wabah Covid-19 di Indonesia

Pemerintah Indonesia menerapkan berbagai kebijakan di bidang hukum, kesehatan, maupun ekonomi untuk menanggulangi wabah Covid-19. Strategi tiap bidang terkait satu sama lain.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Presiden Joko Widodo menyampaikan pidatonya saat rapat percepatan penanganan Covid-19 terintegrasi di Jawa Tengah di Gedung Gradika Graha Praja, Kompleks Kantor Gubernur, Jawa Tengah, Semarang, Selasa (30/6/2020).

Fakta Singkat

2 Maret 2020
Kasus pertama Covid-19 di Indonesia

11 Maret 2020
Kasus pertama kematian karena Covid-19 di Indonesia

17 Juni 2020
Indonesia menjadi negara dengan kasus positif Covid-19 terbanyak di Asia Tenggara

Wabah Covid-19 diketahui mulai menyebar di Indonesia sejak awal Maret 2020. Presiden Joko Widodo secara resmi mengumumkan kasus pertama pada 2 Maret 2020. Saat itu, diumumkan adanya dua warga negara Indonesia (WNI) yang positif Covid-19. Kedua WNI tersebut sebelumnya pernah mengadakan kontak dengan warga negara Jepang yang berkunjung ke Indonesia.

Pascapengumuman kasus pertama, penyebaran pandemi Covid-19 di Indonesia terjadi begitu cepat dan meluas. Pada 11 Maret 2020, untuk pertama kalinya terjadi kematian karena Covid-19 di Indonesia. Korban yang meninggal adalah seorang WNA perempuan berusia 53 tahun.

Pada pekan yang sama, pasien yang diberi kode 01 dan 03 dinyatakan sembuh. Kedua pasien tersebut boleh meninggalkan rumah sakit pada 13 Maret 2020. Kesembuhan tersebut merupakan kesembuhan pertama kali pengidap Covid-19 di Indonesia.

Seiring waktu, angka kasus positif Covid-19 terus mengalami lonjakan setiap harinya. Jumlah kasus positif korona hingga 2 Juli 2020 telah mencapai 59.394 orang. Dari jumlah tersebut, sejumlah 29.740 pasien masih berada dalam perawatan, 26.667 pasien dinyatakan sembuh, dan 2.987 pasien lainnya meninggal dunia.

Penyakit Covid-19 telah menyebar luas di 34 provinsi dan 440 kabupaten/kota di Indonesia. Dari 34 provinsi tersebut, lima provinsi dengan kasus positif Covid-19 tertinggi adalah Jawa Timur (21,3 persen), DKI Jakarta (20,1 persen), Sulawesi Selatan (9 persen), Jawa Tengah (6,9 persen), dan Jawa Barat (5,7 persen) hingga 2 Juli 2020.

Di tingkat dunia, Indonesia menempati urutan ke-29 kasus sebaran Covid-19 dari 216 negara yang sudah terpapar virus tersebut. Organisasi Kesehatan Dunia atau WHO mencatat, hingga 2 Juli 2020, jumlah kasus korona tercatat 10.533.779 dengan 512.842 kasus kematian.

Amerika Serikat (AS) masih menempati urutan teratas negara dengan kasus Covid-19 terbanyak di dunia, yakni 2.616.949 kasus positif. Disusul kemudian Brasil (1.402.041 kasus), Rusia (661.165 kasus), India (604.641 kasus), Inggris (313.487 kasus), Peru (285.213 kasus), Chile (282.043 kasus), Spanyol (249.659 kasus), Italia (240.760 kasus), dan Iran (230.211 kasus) per 2 Juli 2020.

Di kawasan Asia Tenggara, Indonesia menempati urutan pertama kasus positif korona sejak 17 Juni 2020. Posisi berikutnya diduduki oleh Singapura (44.122 kasus), Filipina (38.511 kasus), Malaysia (8.640 kasus), dan Vietnam (355 kasus).

Penambahan kasus harian virus korona yang masih tinggi menjadi penyebab Indonesia menduduki peringatan pertama. Sebelumnya, kasus positif korona tertinggi di Asia Tenggara ditempati Singapura.

Sejak akhir Maret 2020, Indonesia menjadi negara dengan jumlah kematian tertinggi akibat Covid-19 di Asia Tenggara. Laju kematian akibat virus korona berada di kisaran 6 persen.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Warga tanpa menggunakan masker melintas di depan mural ajakan antisipasi penyebaran Covid-19 di Jalan N, Utan Panjang, Kemayoran, Jakarta Pusat, Sabtu (20/6/2020).

Bidang kesehatan dan hukum

Sejak kasus pertama diumumkan, Pemerintah Indonesia berupaya menyiapkan beragam langkah dan kebijakan untuk menangani dan mencegah meluasnya penyebaran Covid-19.

Di bidang kesehatan, Kementerian Kesehatan menyiapkan 132 rumah sakit rujukan dengan kapasitas 40.829 tempat tidur untuk fokus menangani pasien Covid-19. Selain itu, tercatat 40.320 dokter spesialis yang disiagakan untuk menangani pasien Covid-19 yang tersebar di 2.877 rumah sakit, baik RS milik pemerintah maupun swasta.

Pemerintah terus mencari pengobatan yang tepat bagi pasien korona. Pemerintah memesan 2 juta obat Avigan, menyusul pemesanan 5 ribu obat yang sama sebelumnya. Selain Avigan, pemerintah juga memesan 3 juta Klorokuin.

Di bidang hukum, Presiden Joko Widodo telah menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Penetapan status tersebut didorong oleh bertambahnya kasus virus korona di tanah air setiap hari.

Selanjutnya, Presiden Joko Widodo menetapkan pandemi virus korona sebagai bencana nasional pada 13 April 2020. Penetapan ini dilakukan dengan penerbitan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020.

Dalam Keppres tersebut dinyatakan bahwa penanggulangan bencana nasional yang diakibatkan oleh virus korona dilaksanakan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Adapun gubernur, bupati, dan wali kota akan menjadi ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 di tingkat daerah.

Untuk menekan laju penyebaran virus korona, pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Korona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Kementerian Kesehatan mengeluarkan aturan turunan dari PP 21/2020, yakni Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Korona Virus Disease 2019 (Covid-19).

Kebijakan pembatasan sosial juga didukung dengan empat strategi yang dibuat oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 demi menekan penyebaran pandemi Covid-19.

Strategi pertama adalah gerakan masker untuk semua. Pemerintah terus mengampanyekan kewajiban memakai masker saat berada di luar rumah atau di ruang publik. Strategi kedua adalah penelusuran kontak atau tracing contact dari kasus positif yang dirawat dengan menggunakan tes cepat atau rapid test.

Strategi ketiga adalah edukasi dan penyiapan isolasi secara mandiri pada sebagian hasil tracing yang menunjukkan hasil tes positif dari tes cepat atau negatif dengan gejala untuk melakukan isolasi mandiri.  Adapun strategi keempat adalah isolasi rumah sakit yang dilakukan kala isolasi mandiri tidak mungkin dilakukan, seperti saat terdapat tanda klinis yang butuh layanan definitif di rumah sakit.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Lalu lintas lengang di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat, Jumat (10/4/2020). Peraturan Gubernur DKI Jakarta 33/2020 mengenai pembatasan sosial berskala besar (PSBB) dalam penanganan Covid-19 yang terdiri dari 28 pasal mulai diterapkan mulai Jumat (10/4/2020).

Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB)

Guna memutus rantai penularan wabah Covid-19, sebagian daerah menerapkan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB. Penerapan PSBB tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 yang ditetapkan Presiden Joko Widodo pada akhir Maret 2020.

Penerapan PSBB bisa diajukan oleh kepala daerah, baik gubernur, bupati, maupun wali kota dan harus mendapat persetujuan dari menteri kesehatan. Selain itu, penerapan PSBB juga bisa berasal dari permintaan Ketua Gugus Tugas.

Dalam peraturan tersebut diatur pembatasan terhadap beberapa tempat dan kegiatan, antara lain peliburan sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan/atau pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum.

DKI Jakarta menjadi provinsi pertama yang menerapkan kebijakan PSBB setelah mendapat persetujuan dari Menteri Kesehatan pada 6 April 2020. Pembatasan tahap pertama ini berlaku selama dua minggu, hingga 23 April 2020.

Selama penerapan kebijakan PSBB, dilakukan pembatasan jumlah penumpang transportasi publik di DKI Jakarta hingga 50 persen pada moda transportasi KRL Commuter Line, MRT Jakarta, dan Transjakarta. Ojek daring dilarang mengangkut penumpang. Kegiatan sekolah, kampus, dan kantor dilakukan dari rumah.

Hingga 22 Juni 2020 PSBB masih dilaksanakan di empat provinsi dan dua kabupaten/kota.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menyampaikan keterangan kepada wartawan seusai mengikuti sidang lanjutan uji materi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan untuk Penanganan Pandemi Covid-19 di Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu (20/5/2020).

Anggaran PSBB

Pemerintah menggelontorkan dana besar untuk menangani penyebaran wabah korona, memberikan bantuan perlindungan sosial, dan mitigasi ekonomi kepada masyarakat yang terpapar korona.

Selama tiga bulan terakhir, dana penanganan penyebaran virus korona sudah naik sebanyak tiga kali. Awalnya, pemerintah hanya mengalokasikan dana sebesar Rp 405,1 triliun, lalu naik menjadi Rp 677 triliun, dan terakhir dinaikkan lagi menjadi Rp 695,2 triliun. Dana tersebut diberikan untuk seluruh sektor yang terdampak penyebaran virus korona.

Jika dirinci, pemerintah akan menggunakannya untuk sektor kesehatan sebesar Rp 87,5 triliun, perlindungan sosial Rp 203,9 triliun, insentif usaha Rp 120,61 trililun, UMKM Rp 123,46 triliun, pembiayaan korporasi Rp 53,57 triliun, dan sektoral kementerian/lembaga serta pemerintah daerah Rp 106,11 triliun.

Pada 19 Juni 2020, Menteri Keuangan Sri Mulyani memproyeksikan bahwa dana penanganan penyebaran virus korona dan pemulihan ekonomi nasional (PEN) bisa melonjak hingga Rp 905,1 triliun. Jumlah tersebut naik lebih dari 30 persen dari sebelumnya yang ditetapkan sebesar Rp 695,2 triliun.

Kenaikan dana penanganan penyebaran virus korona dan pemulihan ekonomi nasional itu akan membuat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020 semakin membengkak. Laporan APBN hingga akhir Mei 2020 menunjukkan bahwa realisasi defisit APBN mencapai Rp 179,62 triliun atau sekitar 1,10 persen PDB.

KOMPAS/COKORDA YUDISTIRA

Penerapan protokol kesehatan pencegahan penyakit Covid-19, di antaranya, penggunaan alat pelindung diri, turut disyaratkan dalam pelaksanaan tatanan kelaziman baru (new normal) era pandemi Covid-19. Pegawai sebuah restoran di Ubud, Gianyar, Bali, Rabu (17/6/2020), mengenakan alat pelindung diri berupa pelindung wajah dan masker penutup hidung dan mulut serta sarung tangan saat mengantarkan hidangan ke pengunjung restoran itu.

Memasuki normal baru

Setelah tiga bulan Indonesia menghadapi pandemi Covid-19, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 menyusun lima tahapan untuk menuju Indonesia produktif dan aman Covid-19. Tahapan tersebut merupakan langkah memasuki situasi normal baru (new normal) yang diawali dengan pelonggaran terhadap pembatasan sosial berskala besar atau PSBB.

Normal baru yang dikampanyekan pemerintah tersebut tidak lepas dari kondisi tiga bulan terakhir masa pandemi yang memukul banyak sektor usaha dan roda perekonomian. Kementerian Ketenagakerjaan mencatat setidaknya 1,7 juta pekerja formal dan informal telah terdampak Covid-19.

Keadaan itu membuat pemerintah dihadapkan pada pilihan sulit, menyelamatkan perekonomian tanpa harus mengorbankan kesehatan masyarakat.

Menghadapi kondisi tersebut, mulai pertengahan Mei pemerintah mulai mengimbau masyarakat untuk hidup damai dan berdampingan dengan Covid-19. Dengan demikian, diharapkan aktivitas dan produktivitas masyarakat kembali bergulir dengan tetap mengedepankan protokol kesehatan.

Dalam menentukan suatu daerah dapat kembali melaksanakan aktivitas ekonomi yang produktif dan aman, Gugus Tugas menggunakan 11 indikator epidemiologi, surveilans kesehatan masyarakat, dan pelayanan kesehatan sesuai rekomendasi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Salah satu syarat bagi suatu daerah untuk dapat kembali melaksanakan aktivitas ekonomi yang produktif dan aman adalah penurunan jumlah kasus selama dua minggu sejak puncak terakhirnya. Target penurunannya lebih dari 50 persen untuk setiap wilayah.

Namun dalam penerapannya, tahapan Indonesia produktif dan aman Covid-19 mendapat ujian dari tiga aspek. Ketiga aspek itu adalah penambahan jumlah kasus baru, jangkauan tes massal, serta kurang siapnya masyarakat menjalani fase normal baru. (LITBANG KOMPAS)

Referensi