Paparan Topik | Virus Korona

Penyakit Covid-19

Akhir Desember 2019, muncul pandemi baru yaitu Covid-19. Apa itu, bagaimana sejarahnya, gejala dan penanganannya, semua dijelaskan dalam tulisan ini.

Fakta Singkat

Nama Penyakit :
Covid-19 (Coronavirus Disease 2019)

Penyebab :
Virus severe acute respiratory syndrome coronavirus 2  (SARS-CoV-2)

Kemunculan Pertama :
Wuhan, Hubei, China
(1 Desember 2019)

Sebaran Pandemi :
188 negara
(17 Juni 2020)

Kasus Terkonfirmasi Positif :
8.145.047 orang
(17 Juni 2020)

Penderita Sembuh :
3.939.208 orang
(17 Juni 2020)

Kematian :
440.600 orang
(17 Juni 2020)

Apa itu Covid-19?

Penyakit Virus Korona 2019 atau Coronavirus Disease 2019  yang kemudian lebih populer dengan nama Covid-19 adalah penyakit menular yang disebabkan oleh infeksi salah satu jenis virus korona atau severe acute respiratory syndrome coronavirus 2  yang kemudian disingkat SARS-CoV-2. Virus korona ini penularannya cepat dan menyerang sistem pernapasan manusia dan dapat menyebabkan kematian.

Sejak Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menerima laporan kejadian penyakit ini pertama kali yang melanda Kota Wuhan dari otoritas China  pada akhir 2019, wabah Covid-19 membuat cemas, panik dan takut warga dunia. Covid-19 sudah menjadi topik pembicaraan setiap orang. Ini tergambar pada situs mesin pencari Google, dalam kurun lima bulan, kata  ‘covid-19’ hingga Mei 2020 sudah dicari 5,4 milyar kali.

Penyakit ini menyebar dengan cepat. Infeksi virus korona jenis ini menyebar dari satu orang ke orang lain melalui percikan cairan atau droplet pada saat penderita sedang berbicara, batuk atau bersin. Apabila percikan cairan ini mengenai mulut, hidung atau mata orang lain di dekatnya, maka orang sehat tersebut dapat tertular. Jarak penularan lewat percikan cairan ini sekitar satu meter.

Penderita Covid-19 akan mengalami gejala umum seperti demam, batuk kering, dan infeksi pernafasan ringan seperti gejala flu. Bahkan di banyak kasus, bagi penderita yang rentan dan biasanya disertai penyakit bawaan atau komorbid seperti diabetes melitus, jantung, dan hipertensi akan berakibat pada kematian. Gejala klinis ini akan muncul 2-14 hari setelah penderita tertular penyakit ini.

Bagaimana sejarah kemunculannya?

Awalnya, tak banyak yang menduga bila kasus pneumonia yang diderita satu klaster pasien di Kota Wuhan, Provinsi Hubei, China akan menjadi pandemi yang melumpuhkan dunia. Klaster Wuhan yang terhubung dengan pasar grosir ikan dan hewan liar hidup ini menjadi titik awal mula penyebaran virus.

Kemunculan penyakit ini dilansir WHO pertama kali setelah Komisi Kesehatan Kota Wuhan atau Wuhan Municipal Health Commission, China pada 31 Desember 2019 menginformasikan bahwa ditemukan kasus pneumonia yang tidak diketahui etiologinya atau penyebabnya.  Otoritas China melaporkan ke WHO (5/1/2020) adanya 44 pasien pneumonia, dengan perincian 11 dalam kondisi parah dan 33 orang dalam kondisi stabil.

Semua pasien diisolasi dan dirawat di institusi medis Wuhan dengan gejala berupa demam, sulit bernapas, dan lesi invasif di paru-paru. Sejumlah pasien ialah pedagang pasar sari laut di Huanan yang sejak 1 Januari 2020 ditutup karena sanitasi buruk. Tak ada penularan antarmanusia.

Sebulan kemudian WHO melaporkan kejadian kasus pneumonia di Wuhan dengan menuliskan tanpa ada kematian. Bahkan di publikasi perdananya di situs resminya, WHO menentang keinginan berbagai pihak untuk memberlakukan larangan berkunjung dan hubungan dagang dengan China, berdasarkan laporan dan infomasi kejadiaan saat itu.

Hasil pemeriksaan sampel dari pasien Wuhan di Shanghai menemukan bahwa penyakit itu disebabkan oleh virus korona yang mirip dengan SARS atau severe acute respiratory syndrome pada 4 Januari 2020. Tiga hari kemudian, situs John Hopkins University mempublikasikan bahwa virus ini adalah korona. Lalu pada 9 Januari, otoritas China melaporkan untuk pertama kalinya penderita yang meninggal setelah terpapar virus korona.

Penyakit ini kemudian mulai menyebar ke luar China. Thailand menjadi negara pertama yang melaporkan kasus ini pada 13 Januari 2020. Lalu disusul Korea Selatan menyatakan ada warganya yang terkorfirmasi positif pada 20 Januari.

Setelah tiga minggu, baru pada 19 Januari 2020, Kepala Komisi Kesehatan Nasional China Zhong Nashan,  mengatakan bahwa penyakit yang disebabkan oleh virus baru ini bisa menular antarmanusia. Sehari kemudian, WHO menetapkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang Meresahkan Dunia atau Public Health Emergency of International Concern (PHEIC). Kasus dilaporkan sudah merebak di 19 negara dengan penderita mencapai 7.818 kasus positif. Kota Wuhan pun akhirnya dikarantina selama tiga bulan mulai dari tanggal 23 Januari 2020.

Dapatkan Artikel Paparan Topik Terkini

Daftarkan email Anda untuk mendapatkan Paparan Topik terkini dari Kompaspedia.

    Dengan mengklik “Daftarkan Email”, Anda telah menyetujui untuk memberikan alamat email pribadi dan mendapatkan email dari Kompaspedia setiap minggunya.

    Klik foto untuk melihat selengkapnya.

    Sebulan kemudian negara-negara yang terkena penyakit ini semakin banyak. Akhirnya pada 11 Februari 2020, WHO memberi nama baru penyakit ini dengan Covid-19. Kepala WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengatakan bahwa “co” kependekan dari “corona”, “vi” untuk “virus”, lalu “d” untuk “disease”, sedangkan “19” untuk menyebutkan tahun 2019 yang menunjukkan pertama kalinya penyakit ini muncul.

    Dalam laporan situs sciencealert.com, WHO sebelumnya menyebut penyakit dari virus korona ini dengan nama “Penyakit Pernapasan Akut 2019-nCoV” atau 2019-nCoV acute respiratory disease. Sementara Komisi Kesehatan  Nasional China menyebutnya dengan nama “novel coronavirus pneumonia” atau NCP.

    Apa penyebab kemunculan Covid-19?

    Covid-19 disebabkan oleh virus korona yang tergolong baru. Virus jenis ini belum pernah teridentifikasi sebelum menginfeksi manusia (novel virus). Virus korona adalah virus-virus yang masuk dalam keluarga Coronaviridae. Diberi nama korona atau crown atau mahkota karena penampakan sang virus di bawah kaca pembesar mikroskop memang menyerupai mahkota akibat tonjolan protein berbentuk paku-paku yang ada di permukaan tubuh virus.

    Dalam situs britanica.com disebutkan bahwa ciri-ciri virus korona adalah memiliki amplop yang menyelubungi partikel virus dengan ukuran diameter kurang lebih 120 nm. Di selimut itulah protein berbentuk paku-paku bertonjolan sehingga disebut crown-like virus. Bagian tubuh virus yang lainnya adalah nukleokapsid yaitu protein pelindung untuk asam nukleotida virus yang berbentuk spiral atau tabung. Sedangkan genom dari virus korona adalah untai tunggal (positif) asam ribonukleotida (RNA).

    Virus korona menjadi agen penyakit di berbagai spesies hewan termasuk tikus, ayam, kalkun, sapi anjing, kucing, kelinci hingga babi. Tidak hanya menimbulkan penyakit di saluran napas, pada hewan virus korona bisa menyebabkan radang usus, hepatitis, ensepalitis dan peritonitis. Namun, sejarah virus korona yang menginfeksi manusia baru tercatat sejak David Tyrrell dan Malcom Bynoe yang bekerja di British Medical Research Center pada pertengahan tahun 1960 berhasil mengisolasi virus dari seorang anak laki-laki yang menderita flu biasa atau disebut common cold. Virus itu mereka namai B814.

    Melansir uraian di situs journals.lww.com, Tyrrel dan Bynoe dibuat heran oleh pengamatannya. Virus ini ternyata tidak bisa hidup di kultur jaringan standar yang bisa menumbuhkan rhinovirus dan adenovirus. Baru pada tahun 1965, duet Tyrrell dan Bynoe berhasil menumbuhkan virus pada kultur jaringan. Saat diuji coba dimasukkan ke tubuh relawan manusia, agen penyakit ini bisa menimbulkan penyakit. Namun, ia langsung inaktif saat diberi eter atau senyawa organik.

    Pada waktu yang hampir bersamaan, di Universitas Chicago, Dorothy Hamre dan John Procnow juga sukses mengisolasi virus baru yang diberi nama 229E. Sampel virus ini berasal dari mahasiswa kedokteran yang menderita flu. Mereka membiakkan virus dengan jaringan ginjal. Seperti B814, 229E ketika disuntikkan ke tubuh relawan juga menimbulkan penyakit flu dan inaktif oleh eter.

    Kemudian, berpasangan dengan DJ Almeida, Tyrrell memeriksa cairan dari organ yang terinfeksi virus B814 lebih lanjut. Mereka menemukan bahwa virus itu serupa dengan virus penyebab bronchitis pada ayam. Tak sampai di situ, Tyrrel dan para virologis yang ia pimpin meneliti berbagai strain virus yang menginfeksi manusia dan hewan, kemudian kelompok virus tersebut diberi nama corona dan diterima sebagai genus virus baru.

    Berdasarkan antigenik dan genetiknya, virus korona yang menginfeksi manusia maupun hewan dibedakan menjadi 3 grup besar. Grup I terdiri dari virus 229E dan virus-virus lain, grup II terdiri dari virus OC43 dan virus lain, dan grup III adalah virus-virus yang terkait dengan burung-burungan.

    Sejak tahun 2003, ditemukan lima virus korona yang menginfeksi manusia, yaitu NL63, NL, HCoV-NH, HKU1 dan SARS.

    Virus NL63 ditemukan pada tahun 2004, diisolasi dari bayi perempuan berusia 7 bulan yang menderita demam, bronkiolitis, konjungtivitis dan coryza. Dari hasil penelitian, virus ini termasuk dalam Grup I, serupa dengan virus 229E. Lalu Virus NL ditemukan dari bayi laki-laki berusia delapan bulan yang menderita pneumonia.  Kemudian, dari anak-anak balita yang mengalami batuk, rhinorrea dan tachypnea, ditemukan virus yang diberi nama New Haven Coronavirus (HCoV-NH).

    Pada tahun 2001, para ahli menemukan virus novel dari seorang pria Hongkong berusia 71 tahun yang baru saja kembali dari Shen-zhen. Pria renta tersebut menderita demam dan batuk berdahak. Saat itu, China baru terkena SARS, dan saat dites, pria tersebut negatif. Hasil pemeriksaaan, virus itu dari Grup II virus korona, yang berbeda dengan Virus OC43 yang sudah diketahui bisa menginfeksi manusia. Virus ini dinamai HKU1.

    Kadang kala, virus korona yang mengifeksi hewan bisa berkembang dan menyebabkan penyakit pada manusia dan menjadi virus korona baru yang menginfeksi manusia. Sebelum SARS-CoV-2, telah ada  SARS-CoV dan MERS-CoV.

    SARS-CoV atau Severe Acute Syndrome Coronavirus pertama kali muncul pada November 2002 yang menyebabkan sindrom pernapasan akut yang berat. Menurut Centers for Diseases Control and Prevention, 2005; World Health Organization, pada 2003, SARS membunuh 774 orang.

    Sedangkan Middle East Respiratory Syndrome (MERS) disebabkan MERS Coronavirus (MERS-CoV).  Virus ini ditularkan lewat perantaraan onta sebagai hewan reservoir yakni hewan tempat virus tersebut hidup, tumbuh dan bereplikasi secara alami. MERS diidentifikasi pada September 2012 dan terus menyebabkan wabah secara sporadis dan terlokalisir. Selama tahun 2012-2019, MERS membunuh 858 orang.

    Seperti apa penularannya?

    Seiring dengan penelitian mendalam tentang virus baru ini, penularan virus tegolong cepat. Para peneliti mengetahui bahwa virus ini menyebar melalui droplet yang keluar dari mulut orang yang terinfeksi ketika ia batuk, bicara atau bersin. Karena itu, orang-orang yang sedang sakit dianjurkan menggunakan masker. Tak heran bila kemudian masker menjadi barang yang langka dan diburu orang. Dropet tersebut secara umum tidak bisa berpindah lebih dari beberapa meter, lalu akan jatuh ke tanah atau permukaan benda-benda lain dalam beberapa detik. Karena itu, social distancing juga menjadi cara efektif untuk menekan penyebaran virus.

    Menurut Centers for Disease Control & Prevention, Covid-19 menular antara orang-orang yang melakukan kontak fisik yang dekat, sekitar 1,8 meter, melalui droplet yang keluar dari mulut saat batuk, bersin dan berbicara. Droplet ini akan menempel pada mulut atau hidung orang yang berada di dekat penderita dan kemungkinan akan terhirup bersama nafas hingga masuk ke paru-paru. Covid-19 juga bisa disebarkan orang yang terinfeksi tetapi tidak menunjukkan gejala.

    Cara penularan lain kemungkinan seseorang bisa terinfeksi Covid-19 adalah setelah menyentuh permukaan benda yang telah tertempel virus lalu orang tersebut menyentuh mulut, hidung atau matanya. Cara ini memang tidak lazim, namun para ahli masih mempelajarinya lebih lanjut.

    Hingga Mei 2020, risiko penularan COVID-19 dari hewan ke manusia masih sangat-sangat rendah. Justru, virus SARS-CoV-2 ini dapat menular dari manusia ke hewan pada situasi tertentu.

    Apa saja gejalanya?

    Infeksi virus korona umumnya membuat penderitanya mengalami gejala seperti flu biasa. Bedanya, meski sama-sama virus corona, infeksi Covid-19 dilaporkan memiliki gejala yang sangat luas, mulai dari gejala ringan hingga berat. Virus ini memiliki masa inkubasi 14 hari, sehingga gejala bisa keluar pada 2-14 hari setelah seseorang terpapar virus.

    Ada beberapa gejala ringan jika seseorang terinfeksi virus:

    • Batuk
    • Demam
    • Nyeri otot
    • Hidung beringus
    • Nyeri tenggorokan
    • Menggigil dan badan merasa tidak enak
    • Sakit kepala

    Ada juga gejala yang belakangan ditemukan adalah kehilangan indra perasa dan penciuman, kelelahan, mata merah serta gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah dan diare.

    Virus korona ini juga dapat menimbulkan gejala yang parah. Gejala seperti sesak napas, demam cukup tinggi dan  batuk berlendir akan dialami penderita peneumonia dan bronkitis.

    Bagaimana proses pemeriksaannya?

    Swab atau PCR? Belakangan kosakata ini banyak diucapkan orang terkait pemeriksaan Covid-19. Dua jenis tes yang untuk mengetahui apakah seseorang terkena Covid-19 atau tidak, yaitu tes virus atau viral test dan tes antibodi.  Tes virus dengan mengambil sampel dari saluran pernapasan (swab) untuk kemudian diperiksa secara metode PCR atau Polymerase Chain Reaction. Sedangkan tes antibodi dengan mengambil sampel darah.

    Tes virus dilakukan untuk mengetahui apakah seseorang sedang terinfeksi pada saat tes tersebut dilakukan. Hasilnya pun bisa diketahui dengan cepat. Menurut CDC, hasil tes PCR bisa didapatkan dalam waktu 20-30 menit saja. Sementara, tes antibodi (serologi) adalah untuk mengetahui apakah seseorang pernah menderita infeksi.

    Antibodi tidak terbentuk sesaat seseorang terinfeksi virus. Tubuh membutuhkan waktu 1 sampai 3 minggu untuk membentuk antibodi setelah pertama kali virus memasuki tubuh. Hingga per Mei 2020, belum diketahui, apakah antibodi yang dihasilkan tubuh seseorang yang sembuh dari infeksi SARS-CoV-2 bisa melindungi orang tersebut dari infeksi ulang atau seberapa lama antibodi akan bisa melindungi seseorang dari infeksi di kemudian hari.

    Di tengah pandemi, wajar bila setiap orang yang merasa sakit atau kontak dengan penderita Covid-19 ingin melakukan pemeriksaan. Setiap negara memiliki protokol masing-masing. Demikian juga di Indonesia, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 mengeluarkan Protokol Penanganan Kesehatan Covid-19. Seseorang bisa melakukan tes bila: seseorang merasa tidak sehat, yaitu mengalami demam 38 derajat celsius, batuk atau pilek, mengalami kesulitan bernapas (sesak atau napas cepat), maka ia harus berobat ke fasilitas pelayanan kesehatan.

    Setelah screening oleh tenaga kesehatan, maka jika memenuhi kriteria suspect Covid-19, maka orang tersebut akan dirujuk ke salah satu rumah sakit rujukan yang siap untuk penanganan Covid-19.  Namun, jika tidak memenuhi kriteria maka orang tersebut akan dirawat inap atau rawat jalan tergantung diagnosis dan keputusan dokter.

    Jika memenuhi kriteria suspect Covid-19, orang tersebut akan diantar ke rumah sakit rujukan dengan menggunakan ambulans didampingi oleh tenaga kesehatan yang menggunakan alat pelindung diri (APD). Selama di RS rujukan, ia harus menjalani pengambilan spesimen untuk pemeriksaan laboratorium dan dirawat di ruang isolasi.

    Spesimen akan dikirim ke Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) di Jakarta. Hasil pemeriksaan pertama akan keluar dalam 24 jam setelah spesimen diterima.  Jika hasilnya positif, maka orang tersebut akan dinyatakan sebagai penderita Covid-19.  Setiap hari akan diambil sampel dan bila dalam dua kali pemeriksaan hasilnya negatif, maka orang tersebut bisa keluar dari isolasi dan dirawat sesuai dengan penyebab penyakit.

    Dapatkah diobati?

    Untuk kasus Covid-19, pemberian antibiotik tidaklah efektif. Sebelum obat antivirusnya ditemukan, perawatan untuk infeksi virus umumnya adalah perawatan suportif atau berdasarkan gejalanya. Sedangkan untuk Covid-19 dengan gejala yang berat perawatan dilakukan dengan pemberian cairan untuk menghindari dehidrasi; obat penurun deman; dan oksigen untuk kasus berat. Sedangkan bagi penderita yang mengalami kesulitan bernapas mungkin juga memerlukan respirator.

    Sepanjang Covid-19 ini merebak, berbagai berita menghiasai media massa mengenai obat-obatan yang bisa digunakan untuk menyembuhkan penderita. Cloroquin yang merupakan obat antimalaria banyak disebut-sebut. Namun, The European Medicines Agency’s (EMA) melaporkan, pihaknya terus melakukan kontak dengan pihak-pihak yang sedang mengupayakan vaksin dan obat untuk Covid-19.

    Setidaknya ada 115 potensi obat yang masih dalam tahap uji klinis, diantaranya: remdesivir (masih dalam penyelidikan); lopinavir/ritonavir (selama ini digunakan sebagai obat anti-HIV); chloroquine dan hydroxychloroquine (selama ini merupakan obat untuk malaria dan penyakit autoimun rheumatoid arthritis); systemic interferons, khususnya interferon beta (selama ini untuk obat multiple sclerosis) dan monoclonal antibodies yang cara kerjanya melawan komponen-komponen sistem imunitas.

    Dalam suatu penelitian yang dilansir dari situs nature.com, disebutkan bahwa remdesivir dan chloroquine sangat efektif untuk mengontrol infeksi 2019-nCoV secara in vitro (di luar tubuh). Karena senyawa obat ini biasa digunakan pada manusia dan rekam jejak yang aman dan efektif melawan berbagai penyakit. Kedua obat ini disarankan bisa diberikan bagi penderita COVID-19.

    Lalu untuk vaksin bagaimana? Oleh karena Covid-19 disebabkan virus, maka vaksin merupakan upaya untuk pencegahan penularan virus yang masif. Namun, membuat vaksin tidak semudah membalik telapak tangan. Hingga Mei 2020, vaksin untuk COVID-19 belum diketemukan dan masih dalam tahap penelitian. Untuk itu, upaya-upaya preventif harus dilakukan agar tidak tertular virus ini terus digulirkan dan disosialisasikan semua otoritas kesehatan.

    Seperti umumnya gejala infeksi virus corona, penderita Covid-19 mengalami gejala-gejala penyakit saluran pernapasan yang ringan hingga sedang dan akan sembuh sendiri tanpa memerlukan perlakuan khusus seperti halnya penyakit pilek dan influenza. Namun, bagi orang berusia lanjut (65 tahun ke atas) dan orang dengan riwayat penyakit seperti penyakit kardiovaskular, diabetes, penyakit saluran pernafasan kronis dan kanker, berisiko mengalami gejala yang serius hingga mengalami kematian.

    Mungkinkah dicegah?

    Sebelum ditemukan vaksin, kewaspadaan semua kalangan tetap dijaga. Ada beberapa cara untuk mencegah agar tidak terinfeksi virus ini:

    • Kenakan masker jika akan keluar rumah atau di tempat umum
    • Menjaga jarak 1-2 meter dengan orang lain di tempat umum
    • Sering mencuci tangan dengan air yang mengalir dengan sabun
    • Menghindari menyentuh wajah, hidung, mulut dan mata saat di tangan di tempat umum dan tangan belum dicuci
    • Menghindari kontak langsung dengan penderita Covid-19
    • Menghindari menyentuh langsung dengan unggas liar
    • Secara rutin membersihkan dan mensterilkan permukaan benda yang sering digunakan umum
    • Hindari keluar rumah jika sedang sakit

    Selain itu, untuk memperkuat kekebalan tubuh perlu rutin berolahraga, berjemur matahari di pagi hari dan mengonsumsi vitamin.