Paparan Topik | Virus Korona

Upaya dan Kebijakan Pemerintah Indonesia Menangani Pandemi Covid-19

Virus korona tipe baru menjadi pandemi yang menyebar dengan cepat ke berbagai negara. Hal ini mendorong pemerintah Indonesia melakukan upaya dan mengambil kebijakan penanganan virus korona. Artikel berikut menjelaskan langkah-langkah pemerintah dalam mencegah penyebaran virus tersebut.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO (KUM)

Presiden Joko Widodo saat menyampaikan bahwa dua orang warga Indonesia positif terinfeksi virus corona jenis baru (Covid-19) di Veranda Istana Merdeka, Jakarta, Senin (2/3/2020). Dua orang ini tertular dari warga negara Jepang yang menemui mereka di Depok, Jawa Barat. Ini merupakan kasus pertama warga Indonesia positif korona di wilayah Indonesia. Kedua orang ini juga sudah dirawat di ruang isolasi Rumah Sakit Pusat Inveksi Sulianti Saroso.

Fakta Singkat

Nama Penyakit :
Covid-19 (Coronavirus Disease 2019)

Penyebab :
Virus severe acute respiratory syndrome coronavirus 2  (SARS-CoV-2)

Kemunculan Pertama :
Wuhan, Hubei, China
(1 Desember 2019)

Sebaran Pandemi :
188 negara
(24 Juni 2020)

Kasus Terkonfirmasi Positif :
9.240.398 orang
(24 Juni 2020)

Penderita Sembuh :
4.614.071 orang
(24 Juni 2020)

Kematian :
476.960 orang
(24 Juni 2020)

Januari 2020, siap siaga

Memasuki tahun 2020, dunia diguncang oleh wabah virus korona yang menyebar dengan sangat cepat ke seluruh dunia. Hal ini mendorong pemerintah Indonesia untuk melakukan upaya dan mengambil kebijakan penanganan virus korona. Salah satu tindakan awal yang dilakukan oleh Presiden Joko Widodo saat itu adalah dengan memerintahkan kedutaan Indonesia di China untuk memberi perhatian khusus terhadap WNI yang terisolasi di Wuhan.

Selain di tingkat pusat langkah siaga juga dilakukan oleh pemerintah daerah dengan menyiagakan 100 rumah sakit. Kesiagaan juga dilakukan di 135 bandara dan pelabuhan internasional dengan memasang alat pendeteksi suhu tubuh.

Pada tanggal 28 Januari 2020, Kepala Pusat Krisis Kesehatan Kementerian Kesehatan Budi Sylvana menerangkan soal penerbitan pedoman kesiapsiagaan khusus menghadapi virus baru korona. Pedoman ini dibuat mengadopsi apa yang dibuat oleh Organisasi Kesehatan WHO. Inilah yang dijadikan acuan petugas kesehatan untuk penganganan jika terjadi penularan.

”Pedoman menjelaskan surveilans dan respons, manajemen klinis, pengendalian infeksi, pengelolaan spesimen dan konfirmasi laboratorium, komunikasi risiko, dan pemberdayaan warga,” ujar Budi (Kompas, 29/1/2020)

Upaya preventif yang dilakukan adalah dengan pengawasan ketat di jalur masuk ke Indonesia dari negara lain meliputi bandara, pelabuhan dan pos lintas batas darat. Deteksi dini sebagai bentuk pengawasan dilakukan terutama untuk 19 area yang memiliki akses langsung ke China, yakni Jakarta, Padang, Tarakan, Bandung, Jambi, Palembang, Denpasar, Surabaya, Batam dan Manado.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kemenkes Anung Sugihantono menjelaskan bahwa terapi spesifik antivirus korona baru belum ada. Namun, untuk mencegah komplikasi maka terapi diberikan menyesuaikan gejala yang muncul. Berkaitan dengan petugas medis, Anung menjelaskan pentingnya memakai pelindung lengkap saat penananganan pasien terduga dan terinfeksi virus.

Hingga akhir Januari 2020, belum ditemukan pasien positif korona. Hal ini dikonfimasi oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy sembari mengingatkan pentingnya meningkatkan kewaspadaan. “Kita mesti meningkatkan kewaspadaan agar terhindar dari wabah ini. Kita juga perlu bersiap jika itu terjadi,” ujar Muhadjir (Kompas, 29/1/2020).

Meskipun belum ada kasus positif Korona di Indonesia, pada tanggal 30 Januari 2020 Presiden Jokowi menginstruksikan agar segera dibuat prosedur evakuasi WNI yang berada di Provinsi Hubei, China. Perintah itu disampaikan Presiden setelah bertemu dengan Menteri Luar Negeri Retno LP Marsudi, Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama, serta Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Monardo di ruang tunggu Pangkalan TNI AU Halim Perdanakusuma, Jakarta.

”Kita memiliki opsi untuk evakuasi, tetapi itu ada prosedurnya. Tadi pagi, saya sudah sampaikan kepada Menlu untuk mulai menjajaki mengenai itu. Yang namanya evakuasi, masuknya nanti seperti apa. Kemudian setelah dibawa ke sini, apakah ada karantina dalam jumlah besar dan di mana. Hal-hal seperti ini jangan dianggap gampang, harus disiapkan betul karena ini menyangkut virus,” kata Presiden (Kompas, 31/1/2020).

Jaga pertumbuhan ekonomi antisipasi pandemi

Pemerintah Indonesia meningkatkan kesiagaan mencegah penyebaran virus korona dengan menutup sementara penerbangan dari dan ke daratan China mulai 5 Februari 2020. Keputusan ini diambil dalam rapat terbatas yang dipimpin oleh Presiden Jokowi. Selain itu, Pemerintah juga menghentikan sementara pemberian visa kunjungan dan visa on arrival untuk warga negara China.

Terkait dengan evakuasi WNI dari Wuhan, Provinsi Hubei, China, mereka telah tiba di Batam pada Minggu, 2 Februari 2020. Para WNI itu segera diterbangkan ke Pulau Natuna untuk diobservasi selama 14 hari. Total WNI yang diobservasi termasuk dengan 42 orang tim penjemput sebanyak 285 orang.

Masa observasi ini berakhir pada tanggal 15 Februari 2020. Dari hasil observasi, semua WNI dinyatakan sehat dan tidak ada seorang pun yang terjangkir virus korona. Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto memastikan pemeriksaan dilakukan dengan lengkap. ”Kami lengkapi dengan sertifikat kesehatan, mulai dari hasil pemeriksaan hingga pemantauan selama observasi,” ujar Terawan (Kompas, 16/2/2020).

Dalam bidang ekonomi, pemerintah berusaha untuk menjaga pertumbuhan ekonomi tahun 2020 tetap mencapai 5,3 persen. Kajian Kementerian Koordinator Perekonomian menunjukkan kemungkinan pertumbuhan ekonomi bisa berkurang 0,1—0,3 persen dalam 6 bulan. ”Terobosan kebijakan tengah disiapkan untuk mengantisipasi dampak ekonomi atas penyebaran virus korona. Pertumbuhan ekonomi tetap dijaga sesuai target 5,3 persen pada 2020,” ujar Sekretaris Menteri Koordinator Perekonomian Susiwijono Moegiarso.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO (KUM)

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati (kiri) bersama Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Puan Maharani (tengah), Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menyampaikan keterangan kepada wartawan di Kompleks Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (02/04/2020). Sri Mulyani bersama Yasonna Laoly mewakili Presiden menyampaikan Surat Presiden terkait pengajuan aturan hukum mengenai tambahan anggaran pemerintah untuk penanganan pandemi Covid-19 ke DPR.

Berkaitan dengan menurunnya pertumbuhan ekonomi ini. Sektor pariwisata merupakan bidang yang terdampak secara langsung akibat wabah Korona. Untuk itu, pemerintah menyiapkan insentif fiskal demi mendongkrak industri pariwisata yang lesu akibat wabah korona. Insentif ini diharapkan akan mendorong maskapai penerbangan, industri perhotelan, dan agen perjalanan untuk memberikan diskon tarif 30-40 persen selama tiga bulan.

Menteri Keuangan Indonesia Sri Mulyani mengakui bahwa wabah korona mulai memengaruhi sejumlah negara, termasuk Indonesia. Menanggapi insentif ini Sri Mulyani berkata, ”Beberapa negara menyiapkan beberapa skenario pelemahan yang cukup serius. Kita juga perlu mengantisipasi. Paket-paket ini diharapkan bisa memengaruhi pertumbuhan ekonomi agar berjalan lebih cepat” (Kompas, 25/2/2020).

Sumber insentif ini, menurut Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, bersumber dari APBN, PT Angkasa Pura I (Persero), dan PT Angkasa Pura II (Persero). Selain itu, terdapat pula insentif penurunan harga avtur. Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Wishnutama Kusubandio menambahkan bahwa insentif tidak hanya diberikan untuk tiket penerbangan, namun juga perhotelan, agen perjalanan dan restoran.

Maret 2020

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Awak media menyimak penjelasan juru bicara penanganan Covid-19, Achmad Yurianto, di Kantor Presiden, Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (6/3/2020). Pemerintah menjadi salah satu sumber resmi terkait perkembangan wabah penyakit itu

Babak baru penanganan Covid-19

Indonesia memasuki babak baru dalam pencegahan virus korona setelah Presiden Jokowi mengumumkan ada dua warga terjangkit virus korona dan sedang dirawat di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso, Jakarta. Dua kasus ini merupakan yang pertama dilaporkan terjadi di Indonesia.

”Minggu lalu ada orang Jepang yang ke Indonesia, lalu tinggal di Malaysia, dicek di sana, positif korona. Setelah ditelusuri, saat berada di Indonesia ia kontak dengan ibu berusia 64 tahun dan putrinya berusia 31 tahun. Setelah dicek, keduanya positif korona,” kata Presiden, didampingi Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto, di Istana Merdeka, Jakarta (Kompas, 3/3/2020).

Setelah pengumuman ini, pemerintah mengimbau warga untuk tidak panik, termasuk untuk tidak melakukan panic buying. ”Kami mengimbau masyarakat tidak panic buying atau berbelanja berlebihan. Pasokan kebutuhan pokok dipastikan cukup,” ujar Menteri Perdagangan Agus Suparmanto dalam keterangan pers bersama Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Kementerian Pertanian, Satuan Tugas Pangan Polri, dan pengusaha ritel, di Jakarta (Kompas, 4/3/2020).

Akan tetapi, fakta lapangan menunjukkan bahwa penularan virus korona terjadi dengan sangat cepat. Dalam 11 hari setelah pengumuman kasus pertama, jumlah kasus positif Korona mencapai 69 orang, 4 orang di antaranya meninggal dan 5 kasus sembuh.

Penanganan cepat diusahakan pemerintah dengan membentuk tim satuan tugas penanggulangan covid-19 yang dipimpin langsung oleh Presiden. ”Sejak awal ada task force (satuan tugas). Saya komandani sendiri. BNPB mengoordinasi tim reaksi cepat sehingga saat evakuasi (WNI) dari Wuhan (tempat pertama kali Covid-19 muncul dan mewabah di China), hanya dalam dua hari kita putuskan dan disiapkan tempatnya oleh TNI di Natuna,” kata Presiden (Kompas, 14/3/2020).

Berkaitan dengan langkah itu, pada tanggal 13 Maret 2020 Presiden menandatangai Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 2020 tentang Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Gugus tugas ini dipimpin oleh Kepala BNPB Doni Monardo. ”Kepala Pelaksana Gugus Tugas harus melaporkan pelaksanaannya kepada Presiden dan pengarah,” ujar Doni.

Langkah strategis juga segera diambil pemerintah terutama dalam bidang kesehatan. Rumah sakit rujukan covid-19 ditambah. Awalnya disiapkan 100 RS pemerintah ditambah menjadi 132 RS pemerintah, 109 RS milik TNI, 53 RS Polri, dan 65 RS BUMN.

Pada tanggal 10 Maret 2020, Direktur Jenderal Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) Tedros Adhanom Ghebreyesus menulis surat kepada Presiden Jokowi. Salah satu isi surat ini adalah agar pemerintah Indonesia meningkatkan mekanisme tanggap darurat menghadapi Covid-19 melalui deklarasi darurat nasional.

Sejak tanggal 15 Maret 2020, Presiden meminta pemda membuat kebijakan belajar dari rumah untuk pelajar dan mahasiswa. Jokowi menyerahkan penentuan status kedaruratan daerah kepada kepala daerah.

Hal di atas dikuatkan dengan siaran pers Presiden di Istana Bogor pada hari yang sama. Presiden menyerukan kerja dari rumah, belajar dari rumah, dan ibadah di rumah. Sejak saat itu, pemerintah bersama seluruh lapisan masyarakat mengkampanyekan pembatasan sosial (social distancing) demi mencegah penularan covid-19.

Hingga akhir Maret 2020, kasus positif covid-19 di Indonesia terus meningkat. Pada tanggal 27 Maret 2020, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 melaporkan jumlah pasien positif covid-19 mencapai 1.406 orang.

Hal ini mendorong Dewan Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) meminta adanya karantina wilayah secara selektif sebagai opsi penanganan Covid-19. Pertimbangan utamanya adalah layanan kesehatan akan lumpuh jika arus wabah meledak secara luas di Indonesia.

Dengan berbagai pertimbangan, Presiden Jokowi menetapkan peraturan tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19. Selain itu, Presiden juga menerbitkan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat Covid-19.

Langkah ini diambil untuk memutus rantai penularan covid-19 dengan perhatian utama pemerintah adalah kesehatan masyarakat. ”Inti kebijakan kita sangat jelas dan tegas. Pertama kesehatan masyarakat adalah yang utama. Oleh sebab itu, kendalikan penyebaran Covid-19 dan kita obati yang terpapar,” kata Presiden telekonferensi dari Istana Kepresidenan Bogor, Selasa 31 Maret 2020 (Kompas, 1/4/2020).

April 2020

Pembatasan Sosial Berskala Besar

Untuk melindungi warga dari risiko penularan, Presiden Jokowi menetapkan peraturan tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 21 Tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan mulai berlaku sejak 1 April 2020. Pemerintah daerah yang ingin memberlakukan PSBB di daerahnya harus melalui persetujuan pemerintah pusat.

Mekanisme dan indikator penerapan PSBB di tingkat daerah diatur secara rinci dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 9/2020 tentang Pedoman Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19.

Provinsi pertama yang mengajukan PSBB adalah DKI Jakarta, yang menjadi wilayah terdampak korona paling tinggi. Pengajuan PSBB DKI Jakarta disetujui oleh Menteri Kesehatan Agus Terawan dengan Keputusan Menteri Kesehatan mengenai PSBB di Wilayah Provinsi DKI Jakarta dalam rangka Percepatan Penanganan COVID-19 yang ditandatangani tanggal 7 April 2020.

Keputusan Menteri Kesehatan ini kemudian disusul dengan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 380 Tahun 2020 Tentang pemberlakuan pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dalam penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) di Provinsi DKI Jakarta. Gubernur DKI Anies Baswedan menandatangai keputusan itu pada 9 April 2020. Pemberlakuan PSBB DKI Jakarta belangsung selama 14 hari mulai tanggal 10—24 April 2020.

Dengan adanya PSBB ini pemerintah DKI berharap pencegehan penularan covid-19 lebih efektif karena ada sanksi tegas untuk yang melanggar.  ”Prinsipnya, selama tiga pekan terakhir Jakarta sudah melakukan pembatasan dengan bekerja, belajar, dan beribadah di rumah. Sekarang, aturan PSBB akan dibuat mengikat dengan sanksi tegas yang boleh diterapkan langsung di lapangan oleh polisi, TNI, ataupun aparat pemerintah provinsi yang berpatroli,” ujar Anies (Kompas, 8/4/2020).

Pengajuan PSBB DKI Jakarta ini diikuti oleh wilayah Tangerang, Depok, Bogor dan Bekasi. Pengajuan ini dilakukan oleh pemeritah terkait pada 11 April 2020. Sehari kemudian Menteri Kesehatan mengeluarkan dua surat keputusan untuk menyetujui pemberlakuan PSBB di wilayah-wilayah tersebut.

Aturan pertama yaitu Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.01.07/Menkes/248/2020 Tentang penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar di wilayah Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kabupaten Bekasi, dan Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat dalam rangka percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Sementara aturan kedua adalah Keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.0 1.07/Menkes/249/2020 Tentang penetapan Pembatasan Sosial Berskala Besar di wilayah Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang, dan Kota Tangerang Selatan, Provinsi Banten dalam rangka percepatan penanganan Corona Virus Disease 2019 (COVID-19).

Hingga akhir April,  sudah ada tiga provinsi dan 16 kabupaten dan kota yang mengajukan dan menerapkan PSBB. Tiga provinsi itu adalah DKI Jakarta, Sumatera Barat, dan Jawa Barat. Adapun 16 kabupaten/kota yang menerapkan PSBB yakni Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Kota Bekasi, Kabupaten Bekasi Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang, Kabupaten Tangerang,  Kota Pekanbaru, Kota Makassar, Kota Tegal, Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Kabupaten Bandung Barat, Kabupaten Sumedang, dan Kota Cimahi

Larangan mudik

Memasuki bulan Mei, penanganan covid-19 mendapat tantangan besar. Pasalnya, tanggal 24-25 Mei 2020 merupakan Hari Raya Idul Fitri. Sudah menjadi adat kebiasaan masyarakat untuk melakukan mudik pada kesempatan itu. Padahal, pemberlakuan PSBB di beberapa daerah belum bisa dicabut sebab kasus positif covid-19 belum menunjukkan penurunan.

Untuk mengantisipasi lonjakan pemudik yang memperbesar risiko penularan, Presiden Jokowi segera melakukan rapat terbatas tentang pelarangan mudik. Hasilnya, melalui saluran Sekretariat Presiden, imbauan untuk tidak melakukan mudik diserukan oleh Jokowi. Sementara untuk ASN, Presiden tidak hanya mengimbau namun memberlakukan larangan mudik.

Apa yang disampaikan oleh Presiden ini segera ditindaklanjuti oleh kementerian terkait. Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) mengeluarkan Surat Edaran yang melarang Aparatur Sipil Negara (ASN) dan keluarganya untuk mudik selama masa pandemi. Kebijakan ini diatur dalam SE Menteri PANRB Nomor 46 Tahun 2020 Tentang Pembatasan Kegiatan Bepergian Keluar Daerah bagi ASN.

Senada dengan imbauan Presiden, Menteri Perhubungan segera membuat aturan tentang pengendalian transportasi untuk mencegah aktivitas mudik. Aturan ini tertuang dalam Permenhub No. PM 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Masa Mudik. Larangan sementara meliputi penggunaan alat transportasi darat, perkeretaapian, laut dan udara.

Tidak hanya pemerintah pusat, pemerintah daerah juga melakukan imbauan yang sama. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo misalnya, menyerukan agar warga Jateng yang berada di luar Jawa Tengah untuk tidak mudik ke kampung halaman. ”Tolong, jangan pulang sekarang dan tetap di posisi masing-masing hingga penyebaran virus mereda,” katanya (Kompas, 4/4/2020).

Selain seruan larangan mudik, sejumlah daerah yang belum menerapkan kebijakan PSBB mulai menerapkan kebijakan itu. Hingga akhir Mei, Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 melaporkan sudah ada 29 wilayah yang menerapkan PSBB yang terdiri atas 4 provinsi dan 25 kabupaten/kota.

Juni 2020

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Warga berolahraga mengayuh sepeda mengitari kawasan Bundaran Hotel Indonesia di Jakarta Pusat, Minggu (14/6//2020). Pelonggaran pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang memasuki masa transisi normal baru digunakan oleh warga untuk beraktivitas di luar rumah.

Normal baru

Tidak bisa dimungkiri dengan adanya pembatasan aktivitas masyarakat, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia cenderung mandeg. Awal Juni 2020, Bank Dunia memproyeksikan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia adalah 0 persen pada 2020. Bahkan, dalam skenario terburuk bahkan pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa minus 3,5 persen.

Demi mencegah situasi ekonomi Indonesia semakin tidak kondusif, pemerintah mulai melihat kemungkinan untuk melakukan relaksasi pembatasan sosial. Dalam rapat terbatas pada tanggal 27 Mei 2020, Presiden Jokowi meminta agar dilakukan sosialisasi kepada masyarakat tentang protokol tananan normal baru.

“Tatanan normal baru yang sudah disiapkan oleh Kementerian Kesehatan ini agar disosialisasikan secara masif sehingga masyarakat tahu apa yang harus dikerjakan baik mengenai jaga jarak, memakai masker, mencuci tangan, dan dilarang berkerumun dalam jumlah yang banyak,” ujar Presiden.

Untuk mengatur mobilitas warga dengan protokol aman, beberapa dirjen di bawah Kementerian Perhubungan segera mengeluarkan surat edaran yang mengatur transportasi darat, perkeretapian, laut dan udara berlandaskan pada Surat Edaran No. 7 Tahun 2020 Tentang Kriteria dan Persyaratan Perjalanan Orang dalam Masa Adaptasi Kebiasaan Baru Menuju Masyarakat Produktif dan Aman Covid-19 yang dikeluarkan oleh Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 tanggal 6 Juni 2020.

Demi memperkuat pedoman bagaimana masyarakat dalam situasi normal baru, Kementerian Kesehatan menerbitkan Keputusan Menteri Kesehatan Nomor Hk.01.07/Menkes/382/2020 Tentang Protokol Kesehatan Bagi Masyarakat Di Tempat Dan Fasilitas Umum Dalam Rangka Pencegahan Dan Pengendalian Covid-19. Segala hal terkait bagaimana semestinya masyarakat bertindak di tempat umum dalam situasi normal baru diatur dalam aturan ini.

Kebijakan pemerintah untuk menerapkan normal baru ini diharap berbarengan dengan kesadaran masyarakat untuk tetap menjaga protokol kesehatan secara ketat sebab covid-19 belum sepenuhnya sirna.

Saat meninjau kantor Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 pada Rabu (10/6/20), Presiden menegaskan, ”Tugas besar kita belum berakhir. Ancaman Covid-19 masih ada, kondisi dinamis. Jangan sampai ada gelombang kedua. Jangan sampai ada lonjakan kasus.” (Kompas, 11/6/2020)

Referensi