KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Warga menikmati suasana di taman kota Payakumbuh di kawasan Jembatan Ratapan Ibu, Rabu (29/4/2015) lalu. Kehadiran ruang terbuka hijau, termasuk juga pembenahan sektor lain seperti sanitasi, perilaku hidup bersih dan sehat pada masyarakat, layanan kesehatan, merupakan bagian dari upaya pemerintah setempat untuk mewujudkan kota sehat di kota berpenduduk sekitar 143.000 jiwa.
Fakta Singkat
Hari Jadi
17 Desember 1970
Dasar Hukum
Undang-Undang No.8/1956
Luas Wilayah
80,43 km2
Jumlah Penduduk
143.325 jiwa (2022)
Kepala Daerah
Pj. Wali Kota Rida Ananda
Instansi terkait
Pemerintah Kota Payakumbuh
Kota Payakumbuh merupakan salah satu kota di Provinsi Sumatera Barat. Payakumbuh berjarak 32 km ke Kota Bukittinggi, 123 km ke Kota Padang, dan 188 km ke Pekanbaru.
Berada di jalur pelintasan Sumatera Barat-Riau, Payakumbuh menjadi pintu gerbang kawasan timur dan memiliki prospek ekonomi yang bagus dengan hinterland-nya, yakni Pekanbaru, Padang, Batam, Singapura, Johor, Brunei, India, Arab Saudi, dan Jepang.
Kota ketiga terluas di Sumatera Barat setelah Kota Padang dan Kota Sawahlunto ini dibentuk berdasarkan UU 8/1956. Sebelum 1970, Payakumbuh adalah bagian dari Kabupaten Lima Puluh Kota sekaligus ibu kota kabupaten tersebut.
Kemudian melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 tahun 1970 tanggal 17 Desember 1970 menetapkan kota ini menjadi daerah otonom pemerintah daerah tingkat II Kotamadya Payakumbuh. Sejak itu, setiap tanggal 17 Desember diperingati sebagai Hari Jadi Kota Payakumbuh.
Kota yang dihuni oleh sekitar 143 ribu penduduk ini terdiri dari lima kecamatan. Kota seluas 80,43 km persegi ini saat ini dipimpin oleh Penjabat Wali Kota Rida Ananda.
Payakumbuh mempunyai beberapa julukan. Salah satunya adalah Kota Biru. Julukan itu muncul karena warna yang medominasi lambang daerah ini adalah warna biru. Warna biru berarti “keramahtamahan, air jernih ikannya jinak mengandung harapan pada masa depan yang lebih baik”.
Julukan lainnya adalah Kota Gulamai, Kota Batiah, dan Kampung Rendang. Batiah merupakan camilan sejenis rengginang. Penggunaan nama makanan khas yang unik ini sebagai julukan ini juga sekaligus mempromosikan wisata kuliner Payakumbuh. Pada akhir 2018, Pemerintah Kota Payakumbuh mempromosikan daerahnya sebagai Kampung Rendang.
Sejarah pembentukan
Dilansir dari buku Asal-usul Kota-kota di Indonesia Tempo Doeloe yang ditulis Zaenuddin HM disebutkan, menurut sejarah, asal nama Kota Payakumbuh terdiri dari dua kata, yakni “Payo” dan “Kumbuah”. “Payo” dalam bahasa Indonesia berarti rawa-rawa dan “Kumbuah” atau Kumbuh adalah sejenis tanaman yang dahulunya banyak tumbuh subur di daerah rawa di Kenagarian Koto Nan Gadang, pusat kota sekarang.
Oleh masyarakat setempat, daerahnya itu sering disebut “Payo Kumbuah” yang kemudian lebih gampang diucapkan “Payakumbuh” hingga akhirnya menjadi nama bagi Kota Payakumbuh.
Daerah Payakumbuh merupakan sebagian dari wilayah adat Minangkabau yang terdiri dari tiga luhak yang disebut luhak nan tigo, yaitu Nan Tuo Luhak Tanah Datar, Nan Tangah Luhak Agam, dan Nan Bungsu Luhak Limo Puluah Koto. Ketiga luhak ini kemudian masing-masing berkembang menjadi kabupaten dan kota.
Merunut sejarahnya, Payakumbuh memiliki sejarah yang panjang. Pusat kotanya dibangun oleh pemerintah kolonial Hindia Belanda. Sejak keterlibatan Belanda dalam Perang Padri, kawasan ini berkembang menjadi depot atau kawasan gudang penyimpanan dari hasil tanam kopi dan terus berkembang menjadi salah satu daerah administrasi distrik pemerintahan kolonial Hindia-Belanda waktu itu.
Menurut tambo atau cerita sastra/cerita rakyat setempat, dari salah satu kawasan di dalam kota ini terdapat suatu nagari tertua, yaitu Nagari Aie Tabik. Pada tahun 1840, Belanda membangun jembatan batu untuk menghubungkan kawasan tersebut dengan pusat kota sekarang. Jembatan itu sekarang dikenal juga dengan nama Jembatan Ratapan Ibu.
Payakumbuh sejak zaman sebelum kemerdekaan telah menjadi pusat pelayanan pemerintahan, perdagangan, dan pendidikan terutama bagi Luhak Limo Puluah. Pada zaman pemerintahan Belanda, Payakumbuh adalah tempat kedudukan asisten residen yang menguasai wilayah Luhak Limo Puluah. Kemudian pada zaman pemerintahan Jepang, Payakumbuh menjadi pusat kedudukan pemerintah Luhak Limo Puluah.
Kota Payakumbuh sebagai pemerintah daerah berdasarkan UU 8/1956 tanggal 19 Maret 1956, yang menetapkan kota ini sebagai kecil. Kemudian ditindaklanjuti oleh Permendagri 8/1970 tanggal 17 Desember 1970 yang menetapkan kota ini menjadi daerah otonom pemerintah daerah tingkat II Kotamadya Payakumbuh.
Selanjutnya, wilayah administrasi pemerintahan terdiri atas 3 wilayah kecamatan dengan 73 kelurahan yang berasal dari 7 jorong yang terdapat di 7 kanagarian yang ada waktu itu. Pembagiannya, kecamatan Payakumbuh Barat dengan 31 Kelurahan, kecamatan Payakumbuh Timur dengan 14 kelurahan dan kecamatan Payakumbuh Utara dengan 28 kelurahan. Sebelum tahun 1970, Payakumbuh adalah bagian dari Kabupaten Lima Puluh Kota dan sekaligus ibu kota kabupaten tersebut.
KOMPAS/RINI KUSTIASIH
Museum Tan Malaka di Nagari Suliki, Payakumbuh, Sumatera Barat. Museum itu adalah bekas Balai Adat Nagari Suliki, yang menjadi saksi bisu masa kecil Tan Malaka yang bernama asli Ibrahim itu. Kondisi museum mengenaskan. Beberapa kaca jendela telah pecah, dan lantai kayu bangunan rumah gadang itu pun telah reyot. Foto diambil pada 24 Februari 2017.
Artikel Terkait
Geografis
Kota Payakumbuh terletak pada posisi 000 10’ sampai dengan 000 17’ LS dan 100 0 35’ sampai dengan 1000 45’ BT. Wilayah administratifnya dikelilingi oleh Kabupaten Lima Puluh Kota.
Sebelah utara Payakumbuh berbatasan dengan Kecamatan Harau dan Kecamatan Payakumbuh. Sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Luak dan Kecamatan Situjuh Limo Nagari. Sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Payakumbuh dan Kecamatan Akabiluru. Sedangkan sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Luak dan Kecamatan Harau.
Kota ini tercatat memiliki luas wilayah 80,43 km persegi atau setara dengan 0,19 persen dari luas Sumatera Barat. Payakumbuh merupakan kota terluas ketiga di Sumatera Barat.
Kota Payakumbuh terletak di daerah dataran tinggi yang merupakan bagian dari Bukit Barisan. Berada pada hamparan kaki Gunung Sago, bentang alam kota ini memiliki ketinggian yang bervariasi.
Topografi daerah kota ini terdiri dari perbukitan dengan rata-rata ketinggian 514 m di atas permukaan laut. Wilayahnya dilalui oleh tiga sungai, yaitu Batang Agam (15,6 km), Batang Lampasi (11,6 km), dan Batang Pulau (11,4 km). Suhu udara di kota ini relatif sejuk di kisaran 180–290 Celcius dengan kelembaban udara berkisar antara 69–94 persen.
Sebagian besar lahan di Kota Payakumbuh digunakan untuk lahan sawah seluas 2.751 hektare (34,20 persen). Kemudian digunakan untuk bangunan dan sekitarnya seluas 2.543 hektare (31,62 persen), kebun/ladang 1.320 hektare (6,41 persen), hutan rakyat 283 hektare (3,52 persen), lahan pengembalaan/ padang rumput 4 hektare (0,05 persen), serta untuk penggunaan lainnya seluas 1.142 hektare (14,20 persen).
Artikel Terkait
Pemerintahan
Sejak ditetapkan menjadi Kotamadya Payakumbuh 1970 hingga tahun 2023 ini, Kota Payakumbuh telah dipimpin oleh 9 pemimpin baik wali kota, penjabat wali kota hingga pelaksana tugas wali kota.
Kesembilan tokoh tersebut adalah Drs. Soetan Oesman (1970–1978), Masri M.S. (1978–1983), H. Muzahar Muchtar (1983–1988), Muchtiar Muchtar (1988–1993), dan Fahmi Rasyad (1993–1998).
Selanjutanya kepemimpinan di Kota Payakumbuh diteruskan oleh Darlis Ilyas (1998–2002), Yulrizal Baharin (2002), Capt. H. Josrizal Zain (2002–2012), H. Riza Falepi (2012–2022), dan terakhir H. Rida Ananda sebagai Penjabat Wali Kota (2022).
Secara administratif, Kota Payakumbuh terdapat 5 kecamatan dan 47 kelurahan. Kelima kecamatan itu adalah Kecamatan Payakumbuh Barat, Kecamatan Payakumbuh Timur, Kecamatan Payakumbuh Utara, Kecamatan Payakumbuh Selatan, dan Kecamatan Lamposi Tigo Nagori.
Untuk mendukung jalannnya pemerintahan, pemerintah Kota Payakumbuh didukung oleh 3.433 pegawai negeri sipil (PNS) pada tahun 2022. Rinciannya, 1.206 PNS laki-laki dan 2.227 PNS perempuan.
Dilihat dari segi pendidikan, lebih dari separuh PNS atau sebanyak 1.873 PNS memiliki ijazah S1 atau diatasnya. Diikuti PNS lulusan akademi sebanyak 651 dan selebihnya lulusan SMA ke bawah.
DOKUMENTASI DISKOMINFOTIK SUMBAR
Gubernur Sumatera Barat, Buya Mahyeldi melantik dan mengambil sumpah jabatan, Rida Ananda, MSi, Sebagai Penjabat (Pj) Wali Kota Payakumbuh, menggantikan Riza Falepi yang habis masa jabatannya sebagai Wali Kota pada 23 September 2022. Acara serah terima tersebut dilaksanakan di Auditorium Gubernuran Sumbar, Jl. Sudirman, Padang, Jumat (23/9/2022).
Artikel Terkait
Politik
Peta perpolitikan di Kota Payakumbuh berlangsung relatif dinamis. Hal itu tampak terlihat dari perolehan kursi masing-masing partai politik dalam tiga kali pemilihan umum legislatif. Dari kursi yang tersedia, tidak ada partai politik yang dominan dalam meraih kursi di parlemen.
Pada Pemilu Legislatif 2009, dari 24 kursi yang diperebutkan, Golkar, PAN, dan Demokrat meraih kursi terbanyak di DPRD Kota Payakumbuh. Masing-masing partai tersebut merebut lima kursi. Kemudian disusul PKS dan PPP masing-masing tiga kursi, PBB dua kursi serta PDI Perjuangan dan PBR mendapatkan satu kursi.
Pada Pemilu Legislatif 2014, dari 25 kursi, PKS, Golkar, Gerindra, Demokrat, PAN, PPP sama-sama meraih lima kursi. Kemudian disusul Nasdem, PDI Perjuangan, dan PBB yang memperoleh dua kursi serta PAN meraih satu kursi.
Terakhir pada Pemilu Legislatif 2019, dari 25 kursi yang diperebutkan, PKS berhasil meraih lima kursi. Kemudian disusul Partai Gerindra empat kursi; Demokrat, Golkar dan PPP masing-masing tiga kursi, PAN dan Nasdem masing-masing dua kursi serta PKB, PDIP dan PBB masing-masing satu kursi.
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Ketua Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Barat Amnasmen (dua dari kanan) menjelaskan tentang kotak suara dari kertas karton duplex yang akan digunakan untuk Pemilu 2019 pada acara Sosialisasi Tahapan Logistik Pemilu 2019 di Padang, Senin (3/12/2018). Sosialisasi dengan tema “Dukungan Stakeholder Untuk Kelancaran Penyediaan Logistik Pemilu Berkualitas” itu dihadiri antara lain komisioner KPU Sumbar, perwakilan partai politik, pemangku kepentingan seperti kejaksaan, TNI, Polri, pemerintah provinsi, dan organisasi kemasyarakatan.
Artikel Terkait
Kependudukan
Kota Payakumbuh dihuni oleh 143.325 jiwa yang terdiri dari terdiri atas 72.186 jiwa penduduk laki-laki dan 71.139 jiwa penduduk perempuan. Dibandingkan dengan tahun sebelumnya, penduduk Kota Payakumbuh mengalami pertumbuhan sebesar 1,52 persen. Sementara itu, besarnya angka rasio jenis kelamin tahun 2022 penduduk laki-laki terhadap penduduk perempuan sebesar 101.
Penduduk Kota Payakumbuh menurut kelompok umur didominasi oleh penduduk usia dini 0–4 tahun sebanyak 12.825 jiwa. Sedangkan kelompok terendah, yakni 70–74 tahun sebanyak 2.676 jiwa.
Di bidang ketenagakerjaan, dari seluruh penduduk angkatan kerja, sebanyak 93,53 persen dikategorikan bekerja dan 6,47 persen yang menganggur/mencari kerja. Sementara penduduk yang bukan angkatan kerja sebagian besar mengurus rumah tangga (48,36 persen), sekolah (36,23 persen), dan memiliki kegiatan lainnya (15,41 persen).
Sebagian besar penduduk Kota Payakumbuh bekerja di bidang manufaktur, sebanyak 46.660 orang. Sedangkan di pertanian hanya 9.008 orang
Kota ini didominasi oleh etnis Minangkabau, namun terdapat juga etnis Tionghoa, Jawa, dan Batak. Pada tahun 1943 etnis Tionghoa di kota ini pernah mencapai 2.000 jiwa dari 10.000 jiwa total populasi masa itu.
KOMPAS/YOLA SASTRA
Pedagang pengecer di Pasar Ibuh Payakumbuh mengangkut bawang putih yang dibelinya dalam operasi pasar yang diadakan Kementerian Pertanian dan Pemerintah Kota Payakumbuh, Sumatera Barat, Sabtu (11/5/2019). Pedagang yang ikut operasi pasar hanya diperbolehkan menjual bawang putih maksimal Rp 35.000 per kilogram.
Indeks Pembangunan Manusia
79,53 (2022)
Angka Harapan Hidup
74,14 tahun (2022)
Harapan Lama Sekolah
14,29 tahun (2022)
Rata-rata Lama Sekolah
10,82 tahun (2022)
Pengeluaran per Kapita
Rp 13,687 juta (2022)
Tingkat Pengangguran Terbuka
5,16 persen (2022)
Tingkat Kemiskinan
5,66 persen (2022)
Kesejahteraan
Penduduk Kota Payakumbuh terus meningkat kesejahteraannya seperti tecermin dalam indeks pembangunan manusia (IPM). Pada 2022, IPM Payakumbuh tercatat sebesar 79,53 atau tumbuh 0,47 persen dari tahun 2021 yang mencapai 79,08 persen. Dengan capaian IPM itu, Payakumbuh masuk kategori tinggi.
Dari komponen pembentuk IPM, tercatat umur harapan hidup selama 74,14 tahun pada 2022. Kemudian harapan lama sekolah mencapai 14,29 tahun dan rata-rata lama sekolah mencapai 10,82 tahun. Untuk pengeluaran per kapita per tahun yang disesuaikan mencapai Rp 11,153 per kapita per tahun.
Di sisi kesejahteraan penduduknya, angka pengangguran di Kota Payakumbuh tercatat sebesar 5,16 persen atau sebanyak 8,08 ribu jiwa pada 2022. Kemudian persentase penduduk miskin pada tahun yang sama tercatat sebesar 5,66 persen.
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Rp 90,29 miliar (2021)
Dana Perimbangan
Rp 534,13 miliar (2021)
Pendapatan Lain-lain
Rp 34,20 miliar (2021)
Pertumbuhan Ekonomi
4,52 persen (2022)
PDRB Harga Berlaku
Rp 8,52 triliun (2022)
PDRB per kapita
Rp 57,56 juta/tahun (2022)
Ekonomi
Produk domestik regional bruto (PDRB) Kota Payakumbuh pada tahun 2022 tercatat sebesar Rp 8,52 triliun. Layaknya sebuah kota, struktur perekonomian Kota Payakumbuh didominasi kegiatan sektor tersier, antara lain, perdagangan, konstruksi, transportasi dan komunikasi, serta pelayanan jasa-jasa.
Tercatat kontribusi sektor perdagangan terhadap PDRB Payakumbuh masih yang terbesar, yakni 25,12 persen. Kemudian disusul kontribusi sektor konstruksi sebesar 13,49 persen, sektor transportasi dan pergudangan 11,85 persen, informasi dan komunikasi sebesar 8,39 persen, serta sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib 7,20 persen.
Sebagai sentra perdagangan, kota ini melengkapi diri dengan empat unit pasar dan pusat pertokoan yang menampung kegiatan pedagang. Komoditas yang masuk ke Payakumbuh kemudian diperdagangkan ke Padang, Pekanbaru, Batam, bahkan ke luar negeri, antara lain, tembakau, gambir, hasil ternak, beras, gula aren, dan hasil bumi lainnya.
Komoditas perdagangan yang potensial di kota ini berasal dari industri rumahan yang banyak membuat sulaman, bordiran, tenun tradisional, dan makanan khas daerah dari beras, seperti batiah, beras rendang, dan gelamai (semacam dodol).
Industri-industri yang ada di Payakumbuh masih masih berskala kecil. Biarpun begitu, sudah ada industri yang mampu berproduksi untuk memenuhi permintaan pasar luar negeri, seperti industri sulaman bordir dan songkok/kopiah/peci.
Terdapat sekitar 10–15 eksportir yang memasarkan sulaman bordir dan songkok kepala ke Malaysia melalui Pelabuhan Teluk Bayur. Bahan baku yang digunakan pengusaha-pengusaha garmen ini berasal dari Bukittinggi dan Padang. Peluang ekspor komoditas andalan baru terbuka bagi pengusaha garmen. Sementara pengusaha makanan khas daerah baru mampu memasarkan produknya secara lokal.
Dalam kegiatan pertanian, komoditas yang turut menggerakkan perdagangan berasal dari kelompok tanaman bahan pangan. Produktivitas padi cukup tinggi di wilayah perkotaan ini. Dari lahan 2.733 hektare, produksi padi 15.763 ton. Selain dikonsumsi sebagai bahan makanan pokok, beras dimanfaatkan untuk membuat makanan khas daerah. Jenis tanaman lain yang cukup berlimpah adalah ubi kayu, pisang, rambutan, mentimun, dan kangkung.
KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO
Tiga perempuan menggiling belasan kilogram cabai setiap hari di Pasar Ibuh Timur, Payakumbuh, Sumatera Barat, Rabu (10/7/2013). Hanya dengan cabai yang digiling menggunakan tangan, rendang terlezat bisa dihasilkan. Para koki di Istana Silinduang Bulan, Batusangkar, juga menggunakan cabai giling seperti ini untuk membuat rendang yang akan disajikan kepada sultan, presiden, dan pejabat yang bertandang ke sana.
Di bidang keuangan daerah, realisasi pendapatan pemerintah Kota Payakumbuh pada tahun 2021 tercatat sebesar Rp 677,29 miliar. Sumber terbesar masih berasal dari dana perimbangan sebesar Rp 534,14 miliar, diikuti oleh pendapatan asli daerah sebesar Rp 90,28 miliar, dan lain-lain pendapatan yang sah sebesar Rp 52,87 miliar.
Sebagai salah satu kota terbesar di Sumatera Barat, Payakumbuh memiliki banyak tempat wisata menarik. Beberapa kawasan wisata di kota ini, antara lain, Ngalau Indah, Ngalau Sompik, Puncak Simarajo, dan Panorama Ampangan. Selain itu, ada pertunjukan pacu itik yang merupakan tradisi tahunan nagari-nagari, yang juga menjadi salah satu atraksi pariwisata di kota ini.
Kemudian terdapat pula Rumah Tan Malaka, salah satu pahlawan nasional Indonesia yang berasal dari Sumatera Barat, Rumah Gadang, dan Masjid Tuo yang terdapat di Taram.
Adapun kekayaan kulinernya, antara lain, batiah yang merupakan kuliner khas Payakumbuh dan jadi salah satu julukan kota ini. Batiah adalah sejenis kerupuk rengginang. Kemudian galamai atau yang dikenal dengan dodol di daerah lainnya di Indonesia.
Kemudian, ada randang yang merupakan makanan populer asal Sumatra Barat, dan dikenal luas di Indonesia serta mancanegara. Makanan khas Minang ini pernah dua kali didaulat menjadi makanan terlezat di dunia versi CNN. Saat ini, Payakumbuh memiliki 37 Industri Kecil dan Menengah (IKM) rendang yang akan mendukung Payakumbuh sebagai Kota Rendang.
Kota ini memiliki 14 hotel yang tersebar di empat kecamatan, yaitu Kecamatan Payakumbuh Timur, Kecamatan Payakumbuh Barat Kecamatan Payakumbuh Utara dan Kecamatan Payakumbuh Selatan. Ke-14 hotel tersebut menyediakan 282 kamar dengan 478 tempat tidur. Adapun restoran dan rumah makan di kota ini tercatat sebanyak 207 pada tahun 2021.
KOMPAS/YOLA SASTRA
Peserta melepas itik di titik start dalam lomba pacu itik terbang di Gelanggang Tunggul Kubang, Kelurahan Kapalo Koto Ampangan, Kecamatan Payakumbuh Selatan, Kota Payakumbuh, Sumatera Barat, Sabtu (30/10/2021). Festival Itik Terbang ini digelar setiap Sabtu-Minggu sejak 16 Oktober-21 November 2021. Pacu itik yang diadakan sejak 1926 ini telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda Indonesia oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sejak 9 Oktober 2020.
Artikel Terkait
Referensi
- “Diperdebatkan, Pemberhentian Wali Kota Payakumbuh”, Kompas, 25 Februari 2000, hlm. 11
- “Kota Payakumbuh *Otonomi”, Kompas, 07 Mei 2003, hlm. 33
- “Peluang Masyarakat, Perantau, dan Investor *Otonomi”, Kompas, 07 Mei 2003, hlm. 33
- “Pilkada Kota Payakumbuh: Pemilih Diperkirakan Meningkat”, Kompas Sumbagut, 26 April 2007, hlm. 27
- “Kota Payakumbuh: Berbenah Menuju Kota Sehat * Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015”, Kompas, 21 Mei 2015, hlm. 22
- “Strategi Pembangunan: Perjuangkan Aksesibilitas * Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015”, Kompas, 21 Mei 2015, hlm. 22
- Zaenuddin, HM. 2013. Asal-Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe. Jakarta: Change
- Kota Payakumbuh Dalam Angka 2023, BPS Kota Payakumbuh
- Statistik Daerah Kota Payakumbuh 2022, BPS Kota Payakumbuh
- Produk Domestik Regional Bruto Kota Payakumbuh Menurut Lapangan Usaha 2018-2022, BPS Kota Payakumbuh
- Profil Kota Payakumbuh, Sejarah, Lokasi, dan Obyek Wisata, laman Kompas.com
- UU 8/1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota-Kecil dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah
- UU 18/1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah
- UU 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah
- UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah
- Permendagri No. 8 Tahun 1970 tentang Pelaksanaan Pemerintah Kotamadya Kota Solok dan Kotamadya Payakumbuh
Editor
Topan Yuniarto