Daerah

Kota Bukittinggi: Dari ”Parijs Van Sumatra” Hingga Pusat Perdagangan di Sumatera Barat

Kota Bukittinggi sarat dengan sejarah dan keindahan alam. Berjuluk “Parijs Van Sumatra”, kota ini menjadi salah satu ikon pariwisata di Sumatera Barat. Pesonanya tampak dari liukan pegunungan nan elok, dan hamparan ngarai. Kota ini juga menjadi tempat kelahiran sejumlah tokoh pendiri bangsa. Dalam perkembangannya, kota ini berkembang menjadi pusat perdagangan di Pulau Sumatera.

KOMPAS/JOHNNY TG

Jam Gadang — Bangunan bermenara yang memiliki jam berukuran besar ini selesai dikerjakan tahun 1926. Deretan delman terparkir rapi di dekat Jam Gadang, Bukittinggi, Sumatera Barat, Sabtu (6/8/2016). Wisatawan bisa menyewa delman tersebut untuk berkeliling seputar kawasan Jam Gadang.

Fakta Singkat

Hari Jadi 
22 Desember 1784

Dasar Hukum
Undang-Undang No.9/1956

Luas Wilayah
25,239 km2

Jumlah Penduduk
122.311 jiwa (2022)

Kepala Daerah
Wali Kota H. Erman Safar
Wakil Wali Kota H. Marfendi

Instansi terkait
Pemerintah Kota Bukittinggi

Kota Bukittinggi merupakan salah satu kota di Provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Berjarak 91 km dari Padang, Bukittinggi terhitung strategis karena menjadi titik pelintasan tiga arah, yaitu menuju Sumatera bagian utara, timur, dan selatan.

Kota kedua terbesar di Sumatera Barat ini dibentuk berdasarkan UU 9/1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota Besar dalam Lingkungan Daerah Propisi Sumatera Tengah. Adapun hari jadinya ditetapkan pada tanggal 22 Desember 1784 berdasarkan Surat Keputusan Walikota Kepala Daerah Kota Bukittinggi No.188.45-177-1988 tanggal 17 Desember 1988.

Kota berpenduduk 122.311 jiwa (2022) ini memiliki luas 25,239 km persegi dan menjadi kota terkecil keempat di Indonesia. Terdiri atas tiga kecamatan dan 24 kelurahan, untuk periode 2021–2025 kota ini dipimpin oleh Wali Kota Erman Safar dan Wakil Wali Kota Marfendi.

Dalam sejarahnya, kota ini merupakan tempat kelahiran beberapa tokoh pendiri Republik Indonesia, di antaranya adalah Mohammad Hatta dan Assaat yang masing-masing merupakan Proklamator dan Pejabat Presiden Republik Indonesia.

Selain sebagai kota perjuangan, Bukittinggi juga terkenal sebagai kota wisata. Salah satu yang terkenal adalah obyek wisata Jam Gadang, yang pada masa kolonial Belanda bernama The Kurai Wilhelmina Tower. Menara jam ini terletak di jantung kota sekaligus menjadi markah tanah (landmark) kota.

Selain Kota Medan, Bukittinggi juga erat dengan sebutan “Parijs van Sumatra” karena kondisi alamnya. Alasan lain karena asal-usul kota ini sendiri. Bung Hatta pernah berkata, ”Bukittinggi tidak lahir dari rahim kebudayaan Minangkabau.” Kota Bukittinggi merupakan benteng yang diciptakan oleh tangan-tangan Belanda.

Kota ini juga pernah menjadi ibu kota Provinsi Sumatera Barat sampai tahun 1978 secara de jure, serta pernah ditunjuk menjadi ibu kota negara Republik Indonesia ketika Yogyakarta diduduki oleh Belanda pada tanggal 19 Desember 1948.

Pemindahan ibu kota negara dari Yogyakarta ke Bukittinggi tersebut dikenal dengan masa Pemerintahan Darurat Republik Indonesia, yang kemudian pada tahun 2006 ditetapkan oleh pemerintah sebagai Hari Bela Negara.

Kota ini memiliki visi: “Menciptakan Bukittinggi Hebat, Berlandaskan Adat Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah”.

Pemerintah Kota Bukittinggi ingin menjadikan kotanya hebat dalam sektor ekonomi kerakyatan, pendidikan, kesehatan dan lingkungan, pariwisata, tata kelola pemerintahan, sosial kemasyarakatan, dan bidang pertanian.

Sejarah pembentukan

Dalam buku Asal Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe yang ditulis Zaenuddin HM dan tulisan “Sejarah Kota Bukittinggi” di laman resmi Pemerintah Kota Bukittinggi, disebutkan berdirinya Kota Bukittinggi seiring dengan kedatangan Belanda ke Indonesia pada tahun 1825, khususnya daerah Sumatera Barat.

Pada masa itu, sedang terjadi perang paderi, dan masyarakat Minangkabau membentuk kerja sama dengan Belanda dalam menghadapi perang tersebut. Sehingga dengan demikian pemerintah Belanda membentuk kubu pertahanan di salah satu bukit yang terdapat dalam kota ini sebagai tempat peristirahatan opsir-opsir Belanda di wilayah jajahannya, yang dikenal dengan Benteng Fort de Kock.

Pendirian benteng ini erat hubungannya dengan para penghulu kaum kurai yang memberikan sebidang tanah kepada Belanda yang bertujuan untuk bekerja sama dalam melawan kaum paderi. Tanah pemberian ini kemudian dijadikan tempat berdirinya Benteng Fort de Kockpada tahun 1926 oleh Kapten Bauer. Namanya mengambil nama Baron Hendrik Merkus de Kock, yang merupakan salah seorang pimpinan Hindia-Belanda pada masa itu.

Dalam menghadapi perang paderi, Belanda berhasil memperoleh kemenangan dan kemenangan itu disalahfungsikan oleh pemerintahan Belanda dalam menguasai Ranah Minang dengan melebarkan kekuasaanya ke segala penjuru.

Seiring berjalannya waktu, kekuasaan pemerintah kolonial Belanda yang semakin menguat, benteng ini pun merekah menjadi kota administratif. Kota ini merupakan perluasan dari kekuasaan Belanda dari sebuah pendirian banteng. Gemeente Fort de Kock lalu berubah menjadi Sudsgemeente Fort de Kock yang masuk dalam Staatsblad No. 358 Tahun 1938.

Kemudian pada zaman pendudukan Jepang kehidupan pemerintah daerah Bukittinggi tetap berlanjut dengan nama “Bukittinggi Shi Yaku Sho”. Ketika itu, wilayah pemerintahannya lebih luas dari wilayah penjajahan Belanda. Di samping mencakup Kurai Lima Jorong, juga meliputi nagari-nagari Sianok, Gadut, Kapau, Ampang Gadang, Batu Taba, dan Bukit Batabuah. Saat ini wilayah tersebut masuk dalam Kabupaten Agam

Di kota ini pulalah, pemerintah bala tentara Jepang mendirikan pemancar radio terbesar untuk Pulau Sumatera dalam rangka mengibarkan semngat rakyat untuk menunjang kepentingan perang Asia Timur Raya versi Jepang.

KOMPAS/RINI KUSTIASIH

Rumah Mohammad Hatta di Bukittinggi, Sumatera Barat, seperti terlihat pada Kamis (23/2/2017) dalam kondisi terawat dan kini dijadikan museum Hatta. sejumlah barang-barang peninggalan Hatta di masa kecil. Dari rumah ini, Hatta muda mendapatkan banyak pengaruh dari paman dan kakeknya yang adalah pengusaha yang berhasil di eranya.

Setelah kemerdekaan Indonesia, Bukittinggi dipilih menjadi ibu kota Provinsi Sumatera, dengan Gubernurnya, yaitu Mr. Teuku Muhammad Hasan. Kemudian Bukittinggi ditetapkan sebagai wilayah pemerintahan kota berdasarkan ketetapan Gubernur Provinsi Sumatera Nomor 391 Tanggal 9 Juni 1947.

Sebelum menjadi ibu kota Pemerintahan Darurat Republik Indonesia (PDRI), Bukittinggi pernah menjadi pusat perjuangan perang kemerdekaan di Sumatera yang dipimpin oleh Bung Hatta (29 Juli 1947 — 17 Januari 1948). Setelah tokoh proklamasi ditangkap, Mr. Syafruddinn Prawiranegara diangkat menjadi ketua PDRI, dan kota ini menjadi pelopor dalam melawan agresi militer Belanda.

Bukittinggi menjadi kota besar berdasarkan UU 9/1956 tentang pembentukan Daerah Otonom Kota Besar dalam lingkungan daerah Provinsi Sumatera Tengah. Setelah keresidenan Sumatera Barat dikembangkan menjadi Provinsi Sumatera Barat, Bukittinggi ditunjuk sebagai ibu kota provinsinya.

Sejak tahun 1958 secara de facto ibu kota Provinsi pindah ke Kota Padang, namun secara de iure pada tahun 1978 Bukittinggi tidak lagi menjadi ibu kota Provinsi Sumatera Barat, dengan dikeluarkannya PP 29/1979 yang menyatakan Provinsi Sumatera Barat ke Kota Padang.

Kemudian Bukittinggi ditetapkan sebagai Kotamadya Daerah Tingkat II sesuai dengan UU 5/974 tentang pokok pemerintahan daerah yang telah disempurnakan dengan UU 22/1999 menjadi kota Bukittinggi.

KOMPAS/JOHNNY TG

Lubang Jepang – Selain keindahan Ngarai Sianok, pengunjung di Taman Panorama dapat mencoba petualangan menelusuri Lubang Jepang, Sabtu (6/8/2016). Lubang Jepang merupakan sebuah terowongan (bunker) perlindungan yang dibangun oleh tentara Jepang sekitar tahun 1940an untuk kepentingan pertahanan. Perjalanan dimulai dengan menuruni 135 anak tangga, dengan kedalaman mencapai 40 meter di bawah permukaan tanah. Di dalamnya disimpan perbekalan dan peralatan perang tentara Jepang. Panjang terowongan mencapai 1.400 meter dan berkelok, dengan lebar sekitar 2 meter. Sejumlah ruangan khusus terdapat di terowongan ini seperti ruang pengintaian, penyergapan, penjara, gudang senjata dan ruang sidang. Diperkirakan puluhan sampai ratusan ribu tenaga kerja paksa atau romusha dikerahkan dari Pulau Jawa, Sulawesi dan Kalimantan untuk menggali terowongan ini.

Geografis

Terletak antara antara 100°20’ — 100°25’ Bujur Timur dan 00°16’ — 00°20′ Lintang Selatan, dengan ketinggian 909–941 meter di atas permukaan laut, Bukittinggi memiliki konfigurasi fisik berbukit dan berlembah. Kota ini terletak pada rangkaian Bukit Barisan yang membujur sepanjang Pulau Sumatera.

Dengan luas 25,239 km persegi, topografi kota ini berbukit dan berlembah dengan panorama alam yang elok serta dikelilingi oleh tiga gunung, yakni Marapi, Singgalang, dan Sago. Inilah yang menyebabkan Bukittinggi disebut juga sebagai “Kota Tri Arga”.

Di sebelah barat kota ini, terdapat lembah yang dikenal dengan Ngarai Sianok dengan kedalaman yang bervariasi antara 75–110 m, serta mempunyai kemiringan 80°–90° yang menjadi daya tarik wisata.

Kota Bukittinggi dialiri oleh dua batang sungai, yaitu Batang Tambuo di sebelah timur dan Batang Sianok di sebelah barat.

Bukittinggi berhawa sejuk dengan kisaran suhu 17,1 — 24,9 derajat Celsius, bercurah hujan tinggi-rata-rata 2,381 ml per tahun dengan jumlah rerata 193 hari per tahun-berikut kelembaban 82,0 — 90,8 persen.

KOMPAS/JOHNNY TG

Ngarai Sianok – Pemandangan Ngarai Sianok, lembah yang memiliki kedalaman sekitar 100 meter dan lebar 200 meter, menjadi salah satu tujuan wisata bagi wisatawan yang singgah di kota Bukittinggi, Sabtu (6/8/2016). Lembah yang membentang sepanjang 15 kilomter, dibawahnya mengalir sungai Sianok.

Pemerintahan

Sejak kemerdekaan 1945 hingga saat ini, Kota Bukittinggi telah dipimpin oleh 24 pimpinan pemerintah daerah baik penjabat sementara (Pjs) atau sebagai penjabat (Pj), maupun wali kota.

Seperti dikutip dari laman Pemerintah Kota Bukittinggi, pimpinan pemerintahan Kota Bukittingi pertama kali dipimpin oleh Bermawi Datuak Rajo Ameh yang memimpin tahun 1945 dan dilanjutkan oleh Iskandar Tedjasukmana pada tahun yang sama (1945).

Kemudian berturut-turut dilanjutkan oleh Djamin Datuk Bagindo (1945–1947), Aziz Karim, Eni Karim, Saadudin Jambek (1950–1952), Nauman Djamil Dr Mangkuto Ameh (1952–1957), MB. Dr. Mano Basa Kuning, Syahbuddin Latif Dt. Sibungsu, Abdoel Rivai (1958–1959), Bahruddin Kamil (1959–1960), dan Anwar Maksum Marah Sutan (1960–1966).

Pada masa Orde Baru, Bukittinggi pernah dipimpin oleh M. Asril (1966–1968), H. A. Kamal (1968–1976), Masri (1976–1978), Oemar Gaffar (1978–1983), Burhanuddin (1983–1988), H. Hasan Basri (1988–1989), dan Armedi Agus (1989–1999).

Sementara pada masa Reformasi, kepala daerah yang pernah menjabat adalah Rusdi Lubis (1999–2000), H. Jufri (2000–2010), Ismet Amzis (2010–2015), Ramlan Nurmatias (2015–2021), dan terakhir Erman Safar (2021–2025).

Secara administratif, Kota Bukittinggi dibagi menjadi tiga kecamatan, 24 kelurahan, 106 Rukun Warga (RW), dan 337 Rukun Tetangga (RT). Untuk mendukung jalannya roda pemerintahan, Pemerintah Kota Bukittinggi didukung oleh 2.457 aparatur sipil negara (ASN) pada tahun 2022. Rinciannya, 856 ASN laki-laki dan 1.601 ASN perempuan.

Berdasarkan golongan, pegawai pemda banyak berada di Golongan III (63,68 persen), sedangkan jika dilihat berdasarkan tingkat pendidikan, sekitar 67,42 persen pegawai memiliki tingkat pendidikan S1 ke atas.

DOKUMENTASI PEMERINTAH KOTA BUKITTINGGI

Wali Kota Bukittinggi menerima penghargaan dari  Kementrian Keuangan melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) Bukittinggi. Penghargaan itu diberikan dalam puncak peringatan Hari Oeang Republik Indonesia (HORI) ke 76 tahun 2022, di Kantor KPPN Bukittinggi, Minggu 30 Oktober 2022.

Politik

Peta politik di Kota Bukittinggi dalam tiga kali pemilihan umum legislatif memperlihatkan dinamisnya partai-partai politik dalam meraih simpati masyarakat. Hal itu tecermin dari perolehan kursi partai politik (parpol) di DPRD Kota Bukittinggi.

Pada Pemilu Legislatif 2009, Partai Demokrat mendominasi perolehan kursi di DPRD Kota Bukittinggi dengan delapan kursi dari 25 kursi yang diperebutkan. Di posisi berikutnya, PKS, PAN, Golkar, dan PPP masing-masing memperoleh tiga kursi. Sedangkan Gerindra, PKPI, dan PBB hanya meraih satu kursi.

Pada Pemilu Legislatif 2014, peta politik di Kota Bukittinggi bergeser. Di Pemilu kali ini, terdapat tiga partai yang memperoleh kursi terbanyak, yakni Gerindra, Golkar, dan Demokrat. Masing-masing partai tersebut memperoleh empat kursi. Kemudian di urutan berikutnya PKS, PAN, dan PPP sama-sama meraih tiga kursi. Sementara Hanura, PDI Perjuangan, Nasdem, dan PKB sama-sama hanya memperoleh satu kursi.

Di Pemilu Legislatif 2019, Gerindra dan PKS mampu memperoleh kursi terbanyak di parlemen. Masing-masing partai tersebut meraih lima kursi. Disusul Demokrat dengan empat kursi serta Golkar dan PKS yang sama-sama meraih tiga kursi. Kemudian, Nasdem dan PPP masing-masing memperoleh dua kursi sedangkan PKB meraih satu kursi.

KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA

Petugas KPPS di TPS 11 Kelurahan Cimpago Ipuh, Kecamatan Mandiangin Koto Selayan, Kota Bukittinggi, Sumatera Barat menunjukkan kertas suara kepada warga yang akan mengikuti Pemungutan Suara Ulang (PSU), Sabtu (12/7/2014). Selain di Kota Bukittinggi, pada hari yang sama juga digelar di TPS 17 Nagari Padang Laweh, Kecamatan Koto Tujuh, Sijunjung.

Kependudukan

Kota Bukittinggi dihuni oleh 122.311 jiwa pada tahun 2022. Rinciannya, 61.198 jiwa penduduk laki-laki dan 61.113 jiwa penduduk perempuan. Dengan proporsi tersebut, rasio jenis kelamin atau sex ratio nilainya sebesar 100,14.

Penduduk terpadat berdomisili di kecamatan Guguk Panjang, karena pusat perdagangan dan kegiatan lain sebagian besar berada di kecamatan tersebut dengan kepadatan rata-rata 5.531 jiwa per km.

Berdasarkan lapangan usaha, penduduk Bukittinggi banyak bekerja di sektor perdagangan, rumah makan, dan hotel, yakni sebesar 44,61 persen. Kemudian diikuti kategori jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan 24,13 persen dan kategori industri pengolahan 12,24 persen.

Mayoritas penduduk kota Bukittinggi adalah pemeluk agama Islam (97,38 Persen), dan selebihnya beragama Katolik, Protestan, Budha dan Hindu. Kemudian karakter masyarakatnya, yaitu mandiri, dinamis, kritis dan unggul dalam mengembangkan kewirausahaan.

Seperti halnya sebagian kota-kota di Indonesia, Kota Bukittinggi didiami beberapa komunitas etnis. Selain Minangkabau sebagai etnis mayoritas, ada lagi etnis Jawa, Batak, Melayu, China, dan India.

Pada masa lalu, Bukittinggi termasuk dalam bekas Kerajaan Minangkabau atau dikenal juga dengan sebutan Ranah Minang. Masyarakat Bukittinggi pada umumnya menganut sistem kekerabatan matrilineal, artinya setiap harta pusaka, gelar, dan nama suku ditarik berdasarkan garis keturunan ibu.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Silat Lereng Gunung Marapi – Perwakilan dari Bukittinggi membawakan Silat Lereng Gunung Marapi saat pagelaran kesenian se Sumatera Barat dalam salah satu rangkaian program aktivasi Taman Budaya Sumatera Barat, Padang, Sumatera Barat, Minggu (23/6/2013). Sumatera Barat memiliki kekayaan berbagai macam aliran Silat termasuk aliran Lereng Gunung Marapi. Pagelaran kesenian dalam program aktivasi taman budaya ini merupakan rangkaian pengaktifan kembali 10 Taman Budaya di Indonesia oleh pemerintah pada tahun 2013 ini termasuk Taman Budaya Sumatera Barat.

Indeks Pembangunan Manusia
81,42 (2022)

Angka Harapan Hidup 
74,82 tahun (2022)

Harapan Lama Sekolah 
14,99 tahun (2022)

Rata-rata Lama Sekolah 
11,63 tahun (2022)

Pengeluaran per Kapita 
Rp13,633 juta (2022)

Tingkat Pengangguran Terbuka
4,90 persen (2022)

Tingkat Kemiskinan
4,46 persen (2022)

Kesejahteraan

Penduduk Kota Bukittinggi terus meningkat kesejahteraannya seperti tecermin dalam indeks pembangunan manusia (IPM). Pada 2022, IPM Kota Bukittinggi tercatat sebesar 81,42 atau tumbuh 0,22 persen dari tahun 2021 yang mencapai 80,70 persen. Dengan capaian IPM itu, Kota Bukitinggi masuk kategori sangat tinggi, dan berada di peringkat kedua di bawah Kota Padang.

Dari komponen pembentuk IPM, tercatat umur harapan hidup selama 74,82 tahun pada 2022. Kemudian harapan lama sekolah mencapai 14,99 tahun dan rata-rata lama sekolah mencapai 11,63 tahun. Untuk pengeluaran per kapita per tahun yang disesuaikan mencapai Rp 13,633 per kapita per tahun.

Kemudian untuk angka pengangguran terbuka (TPT), Kota Bukittinggi tahun 2022 tercatat sebesar 4,90 persen. Angka ini turun drastis dari sebelumnya di 2021 di posisi 6,09 dan 2020 di angka 7,51.

Sementara itu, angka kemiskinan di Kota Bukittinggi pada tahun 2022 tercatat sebesar 4,46 persen atau sebanyak 6.160 jiwa. Sebelumnya, persentase penduduk miskin tahun 2021 sebesar 5,14 persen atau 6.980 jiwa.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Lukisan Minang Mardiana mengerjakan lukisan cat minyak khas Bukittinggi di studionya di Taman Panorama, Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Selasa (24/9/2013). Lukisan bertema jam gadang, rumah adat, dan keindahan alam Bukittinggi tersebut dijual dengan harga Rp 10.000 hingga Rp700.000 bergantung pada ukuran.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp 130,79 miliar (2022)

Dana Perimbangan 
Rp 532,57 miliar (2022)

Pendapatan Lain-lain 
Rp 35,02 miliar  (2022)

Pertumbuhan Ekonomi
4,68 persen (2022)

PDRB Harga Berlaku
Rp 10,19 triliun (2022)

PDRB per kapita
Rp 83,35 juta/tahun (2022)

Ekonomi

Bukittinggi merupakan kota dengan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) terbesar kedua di Sumatera Barat setelah Kota Padang. Nilai PDRB kota ini pada 2022 tercatat sebesar Rp 10,19 triliun.

Perekonomian kota ini ditopang oleh sektor perdagangan dan jasa. Kontribusi sektor perdagangan tercatat sebesar 34,25 persen. Kemudian disusul sektor transportasi dan pergudangan 10,12 persen, sektor informasi dan komunikasi 7,36 persen, sektor konstruksi 6,45 persen, sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib 6,29 persen, dan jasa pendidikan 6,02 persen.

Bukittinggi merupakan salah satu pusat perdagangan grosir terbesar di pulau Sumatera. Kota ini memiliki tiga pasar besar, yaitu Pasar Atas, Pasar Bawah, dan Pasar Aur Kuning. Pasar Aur Kuning merupakan pasar grosir terbesar di Sumatera sehingga Pasar Aur Kuning disebut juga sebagai Tanah Abang II.

Adapun toko yang ada di Bukittinggi sebanyak 2.315 toko. Selain toko, terdapat juga los dengan luas 8.609,42 meter persegi yang dapat menampung 5.156 pedagang.

Kota ini juga berpotensi di sektor industri. Tercatat perusahaan industri sedang sebanyak 3 perusahaan, 1 usaha industri makanan, dan 2 usaha industri barang kimia potrolen, bata, karet dan barang dari plastik. Bukittinggi belum memiliki industri besar.

Selain industri kategori sedang, Bukittinggi memiliki 2.253 industri kecil dengan serapan tenaga kerjanya sebanyak 8.105 orang. Industri terbanyak bergerak di industri kecil sandang dan kulit sebanyak 1.001 usaha dengan serapan tenaga kerja sebanyak 4.626 orang.

Di bidang keuangan daerah, realisasi pendapatan daerah Kota Bukittinggi pada tahun 2022 sebesar Rp 698,39 miliar. Proporsi terbesar masih bersumber dari Dana Perimbangan sebesar Rp 532,57 miliar. Sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 130,79 miliar dan lain-lain pendapatan yang sah sebesar Rp 35,02 miliar.

KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA

Dua wisatawan asal Pekanbaru, Riau, menikmati pemandangan dari puncak Janjang Seribu, Kota Bukittinggi, Sumatera Barat, Sabtu (25/4/2015). Potensi wisata, baik alam maupun budaya, yang sangat besar menjadi sektor penting dalam menunjang pembangunan Bukittinggi. Sektor tersebut menyumbang sekitar 62 persen bagi pendapatan asli daerah kota yang terkenal dengan ikon Jam Gadang ini.

Bukittinggi merupakan kota tujuan utama untuk pariwisata di Sumatera Barat. Kedudukan Bukittinggi sebagai pusat wisata Ranah Minangkabau didukung oleh obyek-obyek wisata alam, sejarah, dan budaya yang ada di sekelilingnya.

Obyek wisata itu, antara lain, Danau Maninjau, Danau Singkarak, Koto Gadang, Pusat Kebudayaan Minangkabau di Tanahdatar, Pusat Dokumentasi, dan Pusat Informasi Kebudayaan Minangkabau di Padangpanjang. Selain itu, terdapat pula Ngarai Sianok, ikon Kota Bukittinggi Jam Gadang, Benteng Fort de Kock, Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan, dan lain-lain.

Selain wisata alam, Bukittinggi juga merupakan surga bagi para pecinta kuliner yang terkenal dengan masakan-masakannya yang kaya akan cita rasa. Misalnya, Nasi Kapau yang merupakan hidangan yang berasal dari sebuah nagari atau desa bernama Kapau yang terletak di kabupaten Agam, Sumatera Barat.

Karena didukung oleh udara yang sejuk, Bukittinggi juga sering dijadikan untuk tempat pertemuan atau konferensi yang menggunakan jasa perhotelan. Hal ini didukung oleh banyaknya hotel yang ada di kota Bukittinggi. Tercatat pada tahun 2020 terdapat 120 hotel di Kota Bukittinggi yang terdiri dari 23 hotel bintang dan 97 hotel nonbintang, dengan 2.410 kamar dan 3.730 tempat tidur.

KOMPAS/SYAHNAN RANGKUTI

Ernida yang akrab dipanggil Uni (kakak) Er, sedang mengambil lauk dan sayuran di kedai Nasi Kapau miliknya di Los Lambuang, Pasar Bawah, Kota Bukittinggi, Sumatera Barat. Nasi Kapau dikenal bercita rasa enak dan unik dibandingkan dengan Nasi Padang umumnya. Bahkan tidak sedikit kalangan menyebut Nasi Kapau rajanya kuliner dari Ranah Minangkabau.

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Bukittinggi: Kota Unik di Puncak, Lereng, Bawah dan dalam Bukit”, Kompas, 07 Mei 2000, hlm. 16
  • “Bukittinggi, Menjadi Laboratorium Kinerja *Otonomi”, Kompas, 09 Agustus 2002, hlm. 59
  • “Kota Bukittinggi *Otonomi”, Kompas, 09 Agustus 2002, hlm. 59
  • “Di Balik Istana Bung Hatta di Bukittinggi”, Kompas, 12 Agustus 2002, hlm. 40
  • “Wisata: Menata Bukittinggi”, Kompas, 29 Maret 2006, hlm. 27
  • “Kemerdekaan: Peran PDRI Membela Negara Kesatuan”, Kompas, 01 Maret 2007, hlm. 34
  • “Jam Gadang: Kebanggaan Sumbar yang Sedang Terancam”, Kompas, 26 Mei 2010, hlm. 37
  • “Perjalanan: Kota Bukittinggi Masih Memesona * Kota & Jejak Peradaban Ekspedisi Sabang-Merauke”, Kompas, 25 September 2013, hlm. 24
  • “Kota Bukittinggi: Pesona yang Harus Dijaga * Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015”, Kompas, 06 Mei 2015, hlm. 22
  • “Strategi Pemerintahan: Bangun Pendidikan Karakter * Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015”, Kompas, 06 Mei 2015, hlm. 22
  • “Pengembangan Pariwisata: Bukittinggi, ”Parisj Van Sumatra” * Pesona Wisata Indonesia”, Kompas, 18 Agustus 2016, hlm. 22
Buku dan Jurnal
Internet
Aturan Pendukung
  • UU 9/1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota Besar dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah
  • UU 18/1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah
  • UU 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah
  • UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah
  • PP 29/1979 tentang Pemindahan Ibukota Propinsi Daerah Tingkat I Sumatera Barat Dari Bukittinggi Ke Padang

Editor
Topan Yuniarto