KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Tari Pasambahan disuguhkan pada puncak perayaan hari jadi ke-126 Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, Senin (1/12/2014). Sawahlunto pada akhir abad ke-20 sempat menjadi kota mati seiring terhentinya aktivitas tambang batubara yang menjadi sumber kehidupannya, berhasil bangkit dan kini menjadi salah satu destinasi wisata unggulan di Sumatera Barat.
Fakta Singkat
Hari Jadi
1 Desember 1888
Dasar Hukum
Undang-Undang No.8/1956
Luas Wilayah
273,45 km2
Jumlah Penduduk
66.413 jiwa (2022)
Kepala Daerah
Wali Kota Deri Asta
Wakil Wali Kota H. Zohirin Sayuti
Instansi terkait
Pemerintah Kota Sawahlunto
Sawahlunto merupakan salah satu kota di Provinsi Sumatera Barat, yang berjarak 95 km dari Kota Padang. Kota ini dibentuk berdasarkan UU 8/1956. Kota dengan luas wilayah 273,45 km persegi ini memperingati hari lahirnya pada 1 Desember 1888.
Kota ini dihuni oleh 66.413 jiwa pada 2022. Terbagi atas 4 kecamatan, 10 kelurahan, dan 27 desa, kota ini dipimpin oleh Wali Kota Deri Asta dan Wakil Wali Kota H. Zohirin Sayuti untuk periode 2018–2023.
Sawahlunto dikenal sebagai kota tambang tertua dan kota kelahiran tokoh intelektual terkenal dan berkaliber internasional seperti Dr Soejatmoko dan Muhammad Yamin.
Pada masa lalu, Kota Sawahlunto menyimpan kisah kejayaan. Dikenal sebagai bekas kota tambang, Sawahlunto pernah berjaya sejak tambang batu bara dimulai pada 1888. Ketika itu, Sawalunto dikenal sebagai pusat tambang batu bara, karena pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, daerah ini merupakan penyuplai utama bahan bakar bagi angkatan perang negeri kincir angin tersebut.
Setelah penambangan batu bara dihentikan, kota ini sempat mati suri, karena tidak ada lagi andalan yang bisa menghasilkan pendapatan bagi daerah. Namun dalam perkembangannya, Sawahlunto mulai menggeliat.
Bangunan tua peninggalan Belanda dan bekas tambang batubara, kini dikembangkan menjadi museum dan gedung kebudayaan, sebagai destinasi wisata sejarah eksotik. Lebih dari 100 objek cagar budaya masih bertahan di tengah sapuan zaman. Lokomotif uap, terowongan kereta api, hingga lubang tambang masih tersisa sebagai wiyata berbilang masa.
Salah satu yang terkenal adalah peninggalan tambang batu bara Ombilin. Pada tahun 2019 lalu, jejak fisik aktivitas pertambangan batu bara ini memperoleh pengakuan sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO. Inilah warisan budaya kelima di Indonesia, dan pertama di Sumatera, yang diakui dunia. Pengakuan itu dicetuskan dalam sidang ke-43 Komite Warisan Dunia UNESCO PBB di Baku, Azerbaijan pada Sabtu, 6 Juli 2019.
Sesuai dengan RPJMD Kota Sawahlunto tahun 2018–2023, Kota Sawahlunto memiliki visi: “Dengan kebersamaan kita wujudkan Sawahlunto sebagai kota wisata yang kreatif, inovatif, unggul, bermartabat, berkeadilan dan sejahtera”.
Adapun misinya, antara lain, menciptakan kehidupan beragama dan budaya semakin baik; meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pengembangan ekonomi kerakyatan berbasis ekonomi kreatif; serta mengadakan pelatihan melalui BLK.
Kemudian, mewujudkan pendidikan yang berkualitas untuk menghasilkan sumber daya manusia yang beriman, kreatif, dan berdaya saing; menghadirkan pemerintahan yang baik, bersih, dan inovatif; serta meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu dengan memberikan jaminan kesehatan untuk seluruh masyarakat.
Selain itu, mengembangkan potensi wisata secara serius dan berkelanjutan; tersedianya infrastruktur publik yang merata dan memadai; penanganan khusus terhadap kelompok marginal seperti lansia, penyandang disabilitas, gangguan jiwa dan kelompok marginal lainnya; dan mewujudkan kota berbasis Smart City dalam peningkatan kualitas pelayanan publik dan daya tarik investor.
Sejarah pembentukan
Dilansir dari buku Asal-usul Kota-kota di Indonesia Tempo Doeloe yang ditulis Zaenuddin HM dan Sawahlunto Dulu, Kini, Dan Esok yang ditulis Andi Asoka dkk., disebutkan nama “Sawahlunto” berasal dari dua kata, yakni “sawah” dan “lunto.”
Kata “sawah” merujuk pada sawah yang terletak di sebuah lembah yang dialiri anak sungai yang bernama Batang Lunto. Anak sungai tersebut itu berhulu di bukit-bukit Nagari Lumindai di sebelah barat dan mengalir ke Nagari Lunto. Sungai Batang Lunto terus menglir ke area persawahan yang dimiliki anak Nagari Kubang.
Konon, kata “lunto” berasal dari sebuah legenda pohon besar yang berbunga. Pohon tersebut ada di pinggir jalan dan selalui dilewati oleh penduduk Nagari Kubang dan Nagari Lunto. Setiap ada yang bertanya nama pohon tersebut, orang menjawab dengan alun tau yang berarti belum tahu.
Karena diucapkan cepat dengan logat khas daerah, kata alun tau terdengar seperti “lunto”. Tak ada yang tahu nama pohon tersebut. Namun, sungai yang melintasi daerah tersebut diberi nama Batang Lunto. Kemudian, daerah tersebut diberi nama Sawahlunto yang dahulunya adalah areal persawahan yang dikelola nenek moyang masyarakat Nagari Kubang.
Dahulu, Sawahlunto adalah desa kecil yang dikelilingi jenggala tak bertuan. Metamorfosis Sawahlunto sebagai sebuah kota tambang dimulai pada medio akhir abad ke-19. Saat itu, Belanda tengah fokus melakukan eksplorasi potensi cadangan tambang batu bara untuk mengurangi ketergantungan impor.
Pada 1868, De Greve dan Kalshoven, geolog Belanda menyelidiki adanya batu bara di Sawahlunto. Menurut laporan de Grave pada tahun 1871, diperkirakan terdapat lebih dari 200 juta ton cadangan “emas hitam” di Sawahlunto. Ketika diteliti, deposit batu bara di daerah itu berjumlah lebih dari 200 juta ton.
Pada 27 Juli 1886 terjadi pembebasan lahan tambang batu bara di Sawahlunto. Daerah itu diserahterimakan untuk dijadikan areal penambangan batu bara atas dasar akta notaris yang dikeluarkan oleh E.L van Rouvery selaku Asisten Residen Tanah Datar dan Djaar Sutan Pamuncak sebagai kepala Laras Silungkang. Adapun penerimanya, yaitu Hendrik Yakobus Shuuring, pemegang konsesi pertambangan kolonial Belanda.
Masalah pembebasan tanah ini mengikuti hukum adat Minangkabau. Jumlah ganti rugi tak sesuai dengan harga sesungguhnya. Itu membuat makna ganti rugi itu malah merugikan masyarakat adat.
Pada 1887, diperkirakan Sawahlunto mulai menjadi daerah permukiman, ketika Belanda menanamkan modal sebesar 5,5 juta gulden untuk realisasi konsensi tambang batu bara. Meski Sawahlunto tumbuh dan berkembang sebagai kota tambang satu-satunya di Sumatera Barat, pemerintah kolonial memperlakukannya sama seperti kota-kota jajahan lainnya.
KOMPAS/YOLA SASTRA
Pemandu wisata (kanan) menjelaskan kepada para pengunjung terkait Lubang Tambang Mbah Soero, salah satu lubang tambang peninggalan Tambang Batubara Ombilin di Sawahlunto, Sumatera Barat, Sabtu (29/6/2019). Situs warisan penambangan batubara Ombilin menunggu hasil penetapan sebagai warisan dunia kategori benda oleh World Heritage UNESCO pada 10 Juli 2019 di Baku, Azerbaijan.
Sejak 1887, Pemerintah Hindia Belanda melakukan persiapan pembangunan prasarana transportasi kereta api yang menghubungkan dengan pelabuhan Emma Haven yang kini dikenal dengan Teluk Bayur sebagai penunjang proses ekspor produksi batu bara dari Sawahlunto.
Kota Sawahlunto lebih berfungsi sebagai pusat eksploitasi komoditi daerah sekitarnya dan sebaliknya juga dijadikan sebagai tempat pemasaran hasil industri Belanda atau negara Eropa lainnya. Apapun yang dibangun oleh Belanda prinsipnya untuk kepentingan kolonial semata.
Pada 1 Desember 1888, Pemerintahan Hindia Belanda mengeluarkan keputusan tentang batas-batas ibu kota Afdeeling. Pemerintahan itu setingkat dengan kabupaten pada masa kolonial Belanda. Pada 1 Desember inilah kemudian dijadikan sebagai ulang tahun Kota Sawahlunto sampai sekarang.
Setelah ditemukannya batu bara di Sawahlunto dan sekitarnya, Belanda mulai membangun pemerintahan di Sawahlunto. Secara administrasi pemerintahan Hindia Belanda, Sawahlunto termasuk bagian dari wilayah Onderafdeeling VII Koto dalam Afdeling Tanah Datar dan ibu kotanya di Batusangkar.
Onderafdeeling VII Koto yang berpusat di Silungkang terdiri dari enam kelarasan, yaitu Kelarasan Koto Baru, Silungkang, Sijunjung, Koto VII, Padang Sibusuak dan Lubuak Tarok dan pusatnya terletak di Silungkang. Sawahlunto yang berada dalam Kenagarian Kubang termasuk dalam Kelarasan Silungkang.
Pada masa pendudukan Jepang, perhatian untuk pertambangan batu bara tidak setinggi pada masa sebelumnya. Hal itu dapat dilihat dari produksi batu bara yang dihasilkan dari Sawahlunto. Sungguhpun demikian, Jepang menjadikannya sebagai sebuah kota dan menjadi ibukota kabupaten (Ken) Solok dengan ibu kota Sawahlunto. Oleh karena itu, Bung Tsu Tjo-nya (Bupati: Bung Tsu Tjo) berkedudukan di kota itu.
Setelah kemerdekaan Indonesia, Sawahlunto dibagi atas 2 kecamatan, yaitu Kecamatan Sawahlunto Utara dan Kecamatan Sawahlunto Selatan. Kecamatan Sawahlunto Utara dibagi atas 2 nagari, sedangkan Kecamatan Sawahlunto Selatan terdiri dari 3 nagari.
Namun, ketika diterapkan UU 5/1979, Sawahlunto dibagi atas 20 kelurahan dan pemerintahan nagari dihapuskan, 8 kelurahan terdapat di Kecamatan Sawahlunto Utara dan 12 kelurahan di Kecamatan Sawahlunto Selatan.
Kota Sawahlunto awalnya merupakan bagian dari Kabupaten Sawahlunto/Sinjunjung. Namun, setelah keluarnya PP 44/1990, Kota Sawahlunto memekarkan diri menjadi kota madya yang terdiri atas atas 4 kecamatan, 27 desa dan 10 kelurahan
Meskipun secara adnimistrasi Sawahlunto terdiri dari desa dan kelurahan, secara adat Sawahlunto terbagi atas sepuluh kenagarian, di antaranya kenagarian Lunto, Kubang, Lumindai, Kajai, Talawi, Kolok, Sijantang, Taratak Boncah, Silungkang dan Talago Gunuang. Kesepuluh nagari ini tersebar di setiap kecamatan di Kota Sawahlunto. Setiap nagari tentunya memiliki peraturan dan adat tersendiri dalam pemerintahannya.
KOMPAS/RINI KUSTIASIH
Makam Muhammad Yamin dan ayahnya, Usman gelar Bagindo Khatib di Kecamatan Talawi, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, seperti tampak pada Jumat (24/2/2017). makam itu terawat dan sekaligus menjadi destinasi ziarah atau wisata orang dari berbagai daerah. Pemerintah setempat memberikan perhatian lebih kepada kompleks makam itu karena sejumlah upaya renovasi sedang diupayakan.
Artikel Terkait
Geografis
Terletak antara 0°33’40” — 0°43’33” Lintang Selatan dan 100°42’59” — 100°49’60” Bujur Timur, Kota Sawahlunto tercatat memiliki luas 27,345 km persegi atau sekitar 0,65 persen dari luas Provinsi Sumatera Barat.
Kota ini dikelilingi oleh tiga kabupaten di Sumatera Barat, yaitu Kabupaten Tanah Datar di bagian utara, Kabupaten Solok di sebelah selatan dan barat, serta dengan Kabupaten Sijunjung di bagian timur.
Secara geografis, tempat ini terletak di lembah yang sempit di sepanjang pegunungan Bukit Barisan sehingga berbentuk bagaikan kuali. Sebab itu, warga sekitar sering menyebutnya sebagai Kota Kuali.
Secara topografi, Sawahlunto terletak pada daerah perbukitan dengan ketinggian antara 250–785 meter di atas permukaan laut. Sebagian besar wilayah Kota Sawahlunto terletak pada ketinggian 100–450 meter. Temperatur udara berkisar 22 derajat hingga 33 derajat Celsius.
Wilayah Kota Sawahlunto dialiri oleh lima anak sungai, yaitu Batang Ombilin, Batang Malakutan, Batang Lunto, Batang Lasi, dan Batang Sumpahan. Di antara kelima anak sungai itu, Batang Ombilin merupakan yang terbesar dan keempat anak sungai lainnya bermuara ke sungai itu.
Sebagian besar wilayah Kota Sawahlunto merupakan kebun campuran sebesar 10.057 hektare. Hutan merupakan lahan dengan luas terbesar kedua di kota ini dengan luas lahan 4.322 hektare. Luas semak/alang-alang 3.909 hektare, kampung/pemukiman 3.068 hektare, sawah 2.094 hektare, dan kantor/industri seluas 975 hektare.
Artikel Terkait
Pemerintahan
Sejak tahun 1918, Sawahlunto telah berstatus gemeente atau kota. Namun, belum sempat menjadi stadsgemeente walaupun hingga tahun 1930 telah memiliki penduduk yang banyak.
Pada tanggal 10 Maret 1949, Sawahlunto bersama dengan wilayah Kabupaten Solok, Kota Solok, Kabupaten Sijunjung dan Kabupaten Dharmasraya sekarang, ditetapkan menjadi Afdeeling Solok yang dipimpin oleh seorang bupati.
Selanjutnya, dengan dikeluarkannya UU 18/1965, status Sawahlunto kemudian berubah menjadi daerah tingkat II dengan sebutan Kotamadya Sawahlunto dan mulai dipimpin oleh seorang wali kota.
Terhitung mulai tanggal 11 Juni 1965, Achmad Noerdin ditunjuk sebagai wali kota Sawahlunto pertama yang memerintah hingga 1971. Kemudian, kepemimpinan di Sawahlunto diteruskan oleh Shaimoery hingga 1983.
Selanjutnya Sawahlunto dipimpin berturut-turut oleh Nuraflis Salam (1983–1988), Rahmatsjah (1988–1993), Subari Sukardi (1993–1998), Subari Sukardi (1998–2003), Amran Nur (2003–2013), Ali Yusuf (2013–2018), dan Abdul Gafar sebagai Penjabat Wali Kota (25 Juni 2018 — 17 September 2018). Sejak 17 September 2018 hingga 2023 nanti, Deri Asta memimpin Kota Sawahlunto.
Secara administratif, kota ini terbagi atas 4 kecamatan, 10 kelurahan, dan 27 desa. Keempat kecamatan itu adalah Kecamatan Silungkang, Kecamatan Lembah Segar, Kecamatan Barangin, dan Kecamatan Talawi.
Untuk menjalankan roda pemerintahan, pemerintah Kota Sawahlunto didukung oleh 2.040 Aparatur Sipil Negara (ASN) pada 2022. Rinciannya, 665 ASN laki-laki dan 1.375 ASN perempuan.
Dari tingkat pendidikan, terbanyak berpendidikan tingkat sarjana, yakni 1.440 ASN. Kemudian berpendidikan Diploma I-III 329 ASN, dan selebihnya berpendidikan SMA ke bawah.
KOMPAS
Gubernur Sumatera Barat Irwan Prayitno (jas hitam) melantik pasangan Deri Asta-Zohirin Sayuti sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Sawahlunto di Aula Kantor Gubernur Sumbar di Padang, Senin (17/9/2018). Tiga pasangan terpilih, yakni untuk Pariaman, Padang Panjang, dan Padang, akan dilantik pada Desember dan Juli mendatang.
Artikel Terkait
Politik
Peta perpolitikan Kota Sawahlunto tampaknya berlangsung relatif dinamis. Hal itu terlihat dari perolehan kursi masing-masing partai politik dalam tiga kali pemilihan umum legislatif di Kota Sawahlunto. Dari 20 kursi yang tersedia, tidak ada partai politik yang terlalu dominan meraih kursi di parlemen.
Pada Pemilu Legislatif 2009, tercatat Golkar meraih kursi terbanyak dengan empat kursi. Kemudian disusul PPP yang meraih tiga kursi. Selanjutnya PAN, PKS, Demokrat, PKPB, dan PKPI sama-sama meraih dua kursi sedangkan Gerindra dan PDP masing-masing meraih satu kursi.
Lima tahun kemudian, pada Pemilu Legislatif 2014, giliran PPP memperoleh kursi terbanyak dengan empat kursi. Kemudian disusul Golkar, Demokrat, dan PKPI masing-masing meraih tiga kursi. Sementara partai lainnya yang mendapatkan kursi adalah PAN, PKS, dan PDI Perjuangan sama-sama meraih dua kursi serta Nasdem memperoleh satu kursi.
Terakhir pada Pemilu Legislatif 2019, PPP dan PKPI berhasil memperoleh kursi terbanyak dengan tiga kursi. Kemudian Golkar, PKS, PAN, Demokrat, PDI Perjuangan, dan Nasdem sama-sama memperoleh dua kursi. Sementara Perindo dan Gerindra sama-sama meraih satu kursi.
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Ketua Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sumatera Barat Amnasmen (dua dari kanan) menjelaskan tentang kotak suara dari kertas karton duplex yang akan digunakan untuk Pemilu 2019 pada acara Sosialisasi Tahapan Logistik Pemilu 2019 di Padang, Senin (3/12/2018). Sosialisasi dengan tema “Dukungan Stakeholder Untuk Kelancaran Penyediaan Logistik Pemilu Berkualitas” itu dihadiri antara lain komisioner KPU Sumbar, perwakilan partai politik, pemangku kepentingan seperti kejaksaan, TNI, Polri, pemerintah provinsi, dan organisasi kemasyarakatan.
Artikel Terkait
Kependudukan
Kota Sawahlunto dihuni oleh 66.413 jiwa pada tahun 2022. Rinciannya, 33.430 penduduk laki-laki dan 32.983 penduduk perempuan. Dengan demikian, Rasio Jenis Kelamin penduduk Kota Sawahlunto pada tahun 2022 adalah 101,36.
Kepadatan penduduk Kota Sawahlunto pada tahun 2021 tercatat sebanyak 240,22 jiwa/km persegi, artinya dalam setiap luas daerah 1 km persegi terdapat penduduk sebanyak 240 sampai 241 jiwa. Dari 4 kecamatan di Kota Sawahlunto, Kecamatan Silungkang tercatat sebagai kecamatan terpadat yang mencapai 348,80 jiwa/km persegi.
Sebagian besar penduduk Sawahlunto memiliki mata pencaharian utama di lapangan usaha jasa, yakni sebanyak 57,27 persen, diikuti sektor manufaktur 24,35 persen dan pertanian sebanyak 18,37 persen.
Dari status pekerjaan utama, buruh/karyawan/pegawai mendominasi sebesar 14.017 pekerja, berusaha sendiri sebesar 8.385, dan berusaha dibantu buruh tidak tetap/pekerja keluarga/tidak dibayar 2.699.
Sawahlunto berkembang menjadi kota multietnis, seperti Minangkabau, Jawa, Batak, Tionghoa, dan Sunda, yang hidup harmonis. Kedatangan berbagai macam etnis ini disebabkan semasa kolonial Belanda banyak dibutuhkan orang sebagai pekerja buruh tambang, selain juga terdapat orang tahanan.
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Warga etnis Jawa yang tinggal di Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, memotong tumpeng pada tradisi Makan Bajamba, Senin (1/12/2014). Tradisi itu merupakan puncak perayaan hari jadi Kota Sawahlunto yang tahun ini memasuki usia ke-126. Adanya etnis Jawa di Kota Sawahlunto tidak terlepas dari sejarah tambang batubara yang berjaya sejak tahun 1888 hingga 1988. Saat itu, Pemerintah Kolonial banyak mendatangkan warga etnis Jawa sebagai pekerja di tambang batubara.
Indeks Pembangunan Manusia
73,73 (2022)
Angka Harapan Hidup
70,40 tahun (2022)
Harapan Lama Sekolah
13,42 tahun (2022)
Rata-rata Lama Sekolah
10,43 tahun (2022)
Pengeluaran per Kapita
Rp 10,537 juta (2022)
Tingkat Pengangguran Terbuka
5,0 persen (2022)
Tingkat Kemiskinan
2,28 persen (2022)
Kesejahteraan
Penduduk Kota Sawahlunto terus meningkat kesejahteraannya seperti tecermin dalam indeks pembangunan manusia (IPM). Pada 2022, IPM Kota Sawahlunto tercatat sebesar 73,73 atau tumbuh 0,85 persen dari tahun 2021 yang mencapai 72,88 persen. Dengan capaian IPM itu, Sawahlunto masuk kategori tinggi, dan berada di peringkat ketujuh di antara kabupaten/kota di Sumatera Barat.
Dari komponen pembentuk IPM, tercatat umur harapan hidup selama 73,73 tahun pada 2022. Kemudian harapan lama sekolah mencapai 13,42 tahun dan rata-rata lama sekolah mencapai 10,43 tahun. Untuk pengeluaran per kapita per tahun yang disesuaikan mencapai Rp 10,537 per kapita per tahun.
Kemudian untuk angka pengangguran terbuka (TPT), Kota Sawahlunto tahun 2022 tercatat sebesar 5 persen. Angka ini turun drastis dari sebelumnya pada 2021 di posisi 6,38 persen dan 2020 di angka 8,20 persen.
Sementara untuk kemiskinan, Sawahlunto tercatat menjadi salah satu kota dengan jumlah penduduk miskin terendah di Sumatera Barat. Angka kemiskinan tercatat sebesar 2,28 persen atau sebanyak 1,47 ribu jiwa pada 2022. Sebelumnya, persentase penduduk miskin tahun 2021 sebesar 2,38 persen atau 1,52 ribu jiwa.
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Seorang pengrajin songket di Desa Lunto Timur, Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, terlihat tengah menenun Jumat (22/5/2015) petang. Kerajinan songket saat ini menjadi salah satu ikon Kota Sawahlunto yang sejak 2001 lalu mengembangkan diri sebagai Kota Wisata Tambah Berbudaya. Jumlah pengrajin di seluruh kota Sawahlunto mencapai 980 orang.
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Rp 66,92 miliar (2022)
Dana Perimbangan
Rp 551,92 miliar (2022)
Pendapatan Lain-lain
Rp 2,65 miliar (2022)
Pertumbuhan Ekonomi
3,98 persen (2022)
PDRB Harga Berlaku
Rp 4,38 triliun (2022)
PDRB per kapita
Rp 66,10 juta/tahun (2022)
Ekonomi
Sawahlunto memiliki Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar Rp 4,38 triliun. Perekonomian kota ini ditopang oleh sektor perdagangan dan jasa. Kontribusi sektor perdagangan tercatat sebesar 14,92 persen. Kemudian disusul administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib 12,56 persen, sektor konstruksi 10,90 persen, dan industri pengolahan 10,80 persen.
Sektor lainnya yang kontribusinya cukup besar adalah sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 8,73 persen, sektor informasi dan komunikasi sebesar 8,27 persen, serta sektor transportasi dan pergudangan sebesar 8,18 persen. Adapun sektor tambang hanya berkontribusi sebesar 5,29 persen terhadap perekonomian Sawahlunto.
Di sektor industri, pada 2021 terdapat lima industri kecil dan kerajinan rumah tangga yang terdaftar pada Dinas Koperasi, UKM Perindustrian, dan Perdagangan Kota Sawahlunto. Kelima industri itu adalah industri pertenunan sebanyak 1.058 unit; industri kerupuk, keripik, peyek, dan sejenisnya sebanyak 274 unit; industri produk roti dan kue sebanyak 60 unit; industri air minum dan air mineral sebanyak 58 unit; dan industri kain rajutan 38 unit.
Di bidang keuangan daerah, realisasi pendapatan daerah Kota Sawahlunto pada tahun 2022 sebesar Rp 620,24 miliar. Proporsi terbesar masih bersumber dari Dana Perimbangan sebesar Rp 551,07 miliar. Sementara Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 66,92 miliar dan lain-lain pendapatan yang sah sebesar Rp 2,65 miliar.
KOMPAS/ISMAIL ZAKARIA
Lansekap Kota Sawahlunto, Sumatera Barat dilihat dari kawasan Puncak Cemara Sawahlunto, Kamis (28/5/2015). Kota yang berada sekitar 90 kilometer dari Padang (Ibu Kota Sumatera Barat) ini, terus menggenjot sektor pariwisata dengan menawarkan destinasi berupa kota tua yang berisi bangunan dan fasilitas sisa kegiatan tambang batubara yang berjaya sejak 1888 hingga akhir abad ke-20.
Kota Sawahlunto memiliki sejumlah destinasi wisata yang tak terlepas dari sejarahnya sebagai kota tambang pada era Hindia Belanda. Nuansa Eropa begitu kental terasa di kota ini. Kesan autentik milik kolonial Belanda masih membekas kuat dengan banyaknya bangunan tua bersejarah yang berdiri di sudut-sudut kota.
Salah satu peninggalannya adalah lubang tambang Mbah Suro yang dulu dinamakan Lubang Soegar. Lubang ini merupakan lubang pertama di kawasan Soegar yang dibuka oleh kolonial Belanda pada tahun 1898.
Selain itu, ada Museum Kereta Api Sawahlunto, Museum Goedang Ransoem, Puncak Cemara, Puncak Poland, Taman Satwa Kandi Sawahlunto, dan Water Boom.
Salah satu kuliner khas yang ada Desa Silungkang Duo, Sawahlunto adalah Ale-ale Apam. Bentuknya mirip serabi. Bahan pembuatnya juga mirip, yakni tepung beras, gula aren, santan, dan pandan.
Akomodasi yang ada di kota ini pada 2022 tercatat sebanyak 53 yang terdiri dari 2 hotel bintang, 5 hotel nonbintang dan 46 akomodasi lainnya, sementara rumah makan atau restoran tercatat sebanyak 67 yang sebagian besar berada di Kecamatan Silungkang.
KOMPAS/YOLA SASTRA
Kereta api uap “Mak Itam” berhenti di Stasiun Muaro Kalaban, Kecamatan Silungkang, Kota Sawahlunto, dalam perjalanan perdana setelah diresmikan di Stasiun Sawahlunto, Kelurahan Pasar, Kecamatan Lembah Segar, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat, Selasa (20/12/2022). Kereta api legendaris ini terakhir kali beroperasi pada Maret 2013 karena rusak. Lokomotif uap E 1060 buatan Hartmann Chemnitz di Esslingen, Jerman, pada 1965 ini melayani perjalanan wisata sekitar 7 km dari Stasiun Sawahlunto ke Stasiun Muaro Kalaban. Pengoperasian kembali kereta api ini menggunakan anggaran Rp 20 miliar dari empat BUMN, yaitu PT Kereta Api Indonesia, PT Semen Padang, PT Bio Farma, dan PT Pupuk Indonesia.
Artikel Terkait
Referensi
- “Era Otonomi Daerah: Sawahlunto Terancam Jadi “Kota Mati”, Kompas, 26 Agustus 2000, hlm. 20
- “Sawahlunto, Kota Tambang Tertua”, Kompas, 08 September 2000, hlm. 33
- “Kota Sawahlunto *Otonomi”, Kompas, 11 Mei 2001, hlm. 08
- “Sawahlunto, Kota Kecil Terkenal dan Mandi Uang … *Otonomi”, Kompas, 11 Mei 2001, hlm. 08
- “Kota Sawahlunto: Komitmen Mengelola Kota Tua * Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015”, Kompas, 29 Juni 2015, hlm. 23
- “Menyambut Kereta ”Mak Itam” yang Kembali Melaju”, Kompas, 30 Desember 2022, hlm. D
- Zaenuddin, HM. 2013. Asal-Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe. Jakarta: Change
- Asoka, Andi, dkk.. 2016. Sawahlunto Dulu, Kini, Dan Esok (Menjadi Kota Wisata Tambang yang Berbudaya). Lembaga Pengembangan Teknologi Informasi dan Komunikasi (LPTIK) Universitas Andalas
- Suprayoga, Gede Budi. 2008. “Identitas Kota Sawahlunto Paska Kejayaan Pertambangan Batu Bara”. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Vol. 19 / No. 2 Agustus 2008, hal 1-21
- Pratama, Fery Mulya, dan Nia Suryani. 2020. “Penataan Dan Pelestarian Kawasan Bersejarah Kota Sawahlunto Sebagai Kota Pusaka Indonesia”. Jurnal Arsitektur LAKAR Volume 03 No 01 (2020), 59-71
- Kota Sawahlunto Dalam Angka 2023, BPS Kota Sawahlunto
- Statistik Daerah Kota Sawahlunto 2022, BPS Kota Sawahlunto
- Produk Domestik Regional Bruto Kota Sawahlunto Menurut Lapangan Usaha 2017-2021, BPS Kota Sawahlunto
- Sawahlunto, Kota Tambang Nan Mendunia, diakses dari laman http://kebudayaan.kemdikbud.go.id/
- Asal-usul Sawahlunto Kota Tambang Batu Bara, Kisah Orang Rantai dan Lubang Mbah Suro, laman Kompas.com
- UU 8/1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Kota-Kecil dalam Lingkungan Daerah Propinsi Sumatera Tengah
- UU 18/1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah
- UU 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah
- UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah
- PP 44/1990 tentang Perubahan Batas Wilayah Kotamadya Daerah Tingkat II Sawahlunto, Kabupaten Daerah Tingkat II Sawahlunto/Sijunjung dan Kabupaten Daerah Tingkat II Solok
- Perda Kota Sawah Lunto No. 17 Tahun 2013 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah Kota Sawahlunto Tahun 2013-2018
Editor
Topan Yuniarto