
KOMPAS/JUMARTO YULIANUS
Warga menimang bayi laki-laki yang baru lahir di Klinik Firdaus, Kota Banjarmasin, Kalimantan Selatan, Kamis (2/1/2025). Anak-anak yang lahir di tahun 2025 ini termasuk generasi beta.
Fakta Singkat
Generasi Beta
- Gen Beta: anak yang lahir mulai 2025 sampai dengan 2039.
- Istilah Generasi Beta dan Generasi Alpha diciptakan oleh Mark McCrindle, seorang pakar demografi dari Australia.
- Nama “Beta” dipilih mencerminkan sebuah lompatan besar dalam perkembangan zaman dan dunia yang semakin terhubung dengan teknologi.
- Salah satu tokoh yang dianggap memulai tren penamaan generasi adalah novelis Gertrude Stein.
- Menurut survei McCrindle, Gen Beta akan memiliki lebih banyak teman digital, banyak di antaranya mungkin belum pernah mereka temui secara fisik.
- Ketergantungan pada perangkat digital dan AI berpotensi mengurangi kemampuan personal, seperti berpikir kritis, empati, kreativitas, dan pengambilan keputusan.
- Gen Beta akan mewarisi planet yang menghadapi masalah lingkungan serius, seperti kenaikan suhu global, cuaca ekstrem yang sering, dan hilangnya keanekaragaman hayati.
Generasi Beta atau Gen Beta lahir dari orang tua yang berasal dari Gen Milenial maupun Gen Z. Generasi ini diperkirakan akan mencakup 16 persen dari populasi global pada tahun 2035.
Istilah “Gen Beta” pertama kali dicetuskan oleh peneliti sosial Mark McCrindle, yang juga merupakan orang pertama yang memperkenalkan istilah Gen Alpha. Dalam bukunya The ABC of XYZ: Understanding the Global Generations yang diterbitkan pada tahun 2005, ia menggagas penggunaan abjad Yunani untuk memberi label pada setiap generasi baru.
Sesuai dengan nomenklatur ilmiah yang menggunakan abjad Yunani sebagai pengganti abjad Latin, ia kemudian menamai generasi setelah Gen Z sebagai generasi alpha yang akan diikuti beta, gamma, delta, dan seterusnya
Nama “Beta” dipilih karena mencerminkan sebuah lompatan besar dalam perkembangan zaman dan dunia yang semakin terhubung dengan teknologi. Berbeda dengan generasi sebelumnya yang menyaksikan transisi besar dalam cara kita bekerja, berinteraksi, dan hidup melalui internet dan digitalisasi.
Gen Beta akan menjalani kehidupan yang sepenuhnya terhubung secara digital. Mereka akan berinteraksi dengan teman-teman mereka melalui platform digital, belajar dengan menggunakan aplikasi berbasis AI, dan bekerja di dunia yang semakin bergantung pada otomatisasi.
Selayang Pandang Generasi
Meskipun kita kini familiar dengan istilah-istilah generasi, seperti Geni Z, Millennial, atau Baby Boomers, sebenarnya tidak ada badan atau komisi resmi yang menentukan penamaan generasi serta memutuskan kapan setiap generasi dimulai dan berakhir.
Sebelum abad ke-20, penamaan generasi tidak pernah menjadi hal yang populer. Masyarakat lebih cenderung untuk melihat perubahan sosial dan budaya tanpa mengelompokkan individu berdasarkan tahun kelahiran mereka.
Penamaan generasi merupakan sebuah konstruksi sosial yang relatif baru. Istilah yang digunakan bisa berbeda antara satu negara dengan negara lainnya, mencerminkan bagaimana sejarah dan budaya masing-masing wilayah membentuk pandangan mereka terhadap generasi-generasi tersebut.
Baru pada awal abad ke-20, khususnya di Amerika Serikat, penamaan generasi mulai populer. Proses penamaannya cenderung dilihat dari kronologi, peristiwa penting dunia, kemajuan teknologi, dan pergeseran budaya pada masanya.
Salah satu tokoh yang dianggap memulai tren penamaan generasi adalah novelis Gertrude Stein, yang menciptakan istilah “Generasi Hilang/The Lost Generation” untuk menggambarkan orang-orang yang lahir antara tahun 1883-1900, yang tumbuh dewasa pada masa Perang Dunia I. Generasi ini menyaksikan kehancuran yang disebabkan oleh perang, termasuk hilangnya banyak nyawa dan peristiwa imigrasi massal. Frasa tersebut kemudian dipopulerkan oleh Ernest Hemingway dalam karya terkenalnya, The Sun Also Rises (1926), yang mengutip kata-kata Stein: “Mereka semua adalah generasi yang hilang.”
Setelah itu, muncul Generasi GI, lahir antara tahun 1901 hingga 1924, yang tumbuh selama Depresi Besar dan berjuang dalam Perang Dunia II. Generasi ini juga disebut sebagai Generasi Terhebat/The Greatest Generation oleh jurnalis Tom Brokaw. Dalam bukunya yang berjudul The Greatest Generation, Brokaw memuji peran mereka yang lahir pada masa ini, yang tidak hanya bertahan hidup di masa-masa sulit, tetapi juga berkontribusi besar dalam membangun dunia pasca-perang.
Kemudian, Generasi Pendiam/The Silent Generation, yang lahir antara tahun 1925 hingga 1942. Mereka tumbuh di tengah ketegangan Perang Dunia II namun terlalu muda untuk berperang. Istilah “The Silent Generation” pertama kali digunakan dalam sebuah esai di majalah Time pada 1951.

Selanjutnya, muncul Generasi Baby Boomers, lahir pada 1946-1964. Istilah ini pertama kali digunakan untuk menggambarkan lonjakan angka kelahiran yang terjadi pasca-Perang Dunia II, dimulai pada tahun 1946. Setelah perang yang menghancurkan, banyak pasangan muda yang kembali membangun keluarga, menghasilkan ledakan demografi yang meluas hingga 1964. Generasi ini dianggap menjadi salah satu kelompok paling berpengaruh dalam sejarah modern, membawa perubahan besar dalam kehidupan sosial, politik, dan ekonomi di banyak negara.
Setelah Baby Boomers ada Gen X, yang lahir antara tahun 1965 dan 1980. Nama Gen X diperkenalkan oleh Douglas Coupland dalam bukunya berjudul Generation X: Tales for an Accelerated Culture (1991). Dikenal juga sebagai “Baby Busters” karena angka kelahiran mereka jauh lebih rendah dibandingkan dengan Baby Boomers. Mereka menjadi generasi pertama yang tumbuh dengan televisi kabel yang tersedia secara luas.
Gen Y, yang lebih dikenal dengan sebutan “Millennials,” lahir antara tahun 1981 dan 1996. Istilah ini pertama kali digunakan dalam buku Generations (1991) oleh William Strauss dan Neil Howe. Disebut Millenial karena mereka menjadi dewasa pada pergantian milenium. Generasi ini juga dianggap sebagai generasi awal perkembangan teknologi dan digitalisasi.
Generasi yang lebih baru, yaitu Gen Z, lahir antara 1997 hingga 2012, merupakan kelompok yang tumbuh di tengah perkembangan pesat teknologi digital dan media sosial. Gen Z dikenal dengan kemahirannya dalam teknologi dan sering disebut sebagai generasi yang sangat terhubung dengan dunia maya.
Setelah Gen Z, masuk era Gen Alpha, lahir 2013 hingga 2024, yang tumbuh di dunia yang semakin canggih dengan kemajuan teknologi, serta Gen Beta, yang diprediksi akan menghadapi revolusi digital yang semakin didorong oleh kecerdasan buatan.
Artikel terkait
Tumbuh Bersama Teknologi
Gen Beta akan menjadi saksi sekaligus penggerak utama dari revolusi besar dalam tatanan masyarakat global. Mereka tumbuh dalam gelombang transformasi teknologi yang luar biasa, yang memengaruhi hampir setiap aspek kehidupan, dari cara berkomunikasi hingga cara bekerja. Di tengah pesatnya perkembangan teknologi, terutama AI, Gen Beta akan memasuki dunia yang sepenuhnya terhubung, otomatis, dan penuh inovasi tak terbayangkan sebelumnya.
Bagi mereka, teknologi bukan lagi sesuatu yang sekadar tambahan dalam kehidupan, tetapi menjadi bagian integral dari keseharian. Mereka akan tumbuh dalam lingkungan yang sangat terhubung dan penuh dengan otomatisasi. Kehidupan Gen Beta sejak dini akan dikelilingi oleh AI, robotika, dan perangkat canggih yang mendukung setiap aspek kehidupan, seperti meringkas, membuat kode, bernalar, terlibat dalam dialog, hingga membuat keputusan.
Menurut survei yang dilakukan oleh McCrindle, salah satu perubahan signifikan yang akan dihadapi oleh Gen Beta adalah cara mereka berkomunikasi. Interaksi secara virtual diperkirakan akan jauh lebih dominan dibandingkan komunikasi tatap muka. Dunia yang semakin terhubung ini akan memungkinkan mereka memiliki lebih banyak teman digital, banyak di antaranya mungkin belum pernah mereka temui secara fisik, dibandingkan dengan kenalan dari dunia nyata.
Dengan akses informasi global yang hampir tanpa batas sejak usia dini, Gen Beta akan tumbuh dengan pandangan dunia yang lebih inklusif dan beragam. Berbeda dengan generasi sebelumnya, mereka akan lebih terbiasa dengan dinamika perubahan yang cepat dan global.
Selain itu, Gen Beta adalah generasi pertama yang akan merasakan dampak dari transportasi otonom secara luas. Mereka akan melihat kendaraan yang dapat berjalan tanpa pengemudi. Teknologi kesehatan yang dapat dikenakan, atau wearable health tech, juga akan menjadi bagian dari kehidupan mereka, memungkinkan pemantauan kesehatan secara real-time dan lebih personal.
Generasi ini juga akan memasuki dunia kerja dengan kemampuan yang berbeda dari generasi sebelumnya. Keterampilan dalam mengoperasikan teknologi seperti augmented reality (AR), virtual reality (VR), dan asisten AI akan menjadi syarat standar dalam banyak profesi. Penguasaan terhadap teknologi-teknologi ini menjadi kebutuhan mendasar.
Merujuk laporan lembaga riset dan teknologi, McKinsey, bertajuk “The state of AI in 2022–and a half decade in review”, adopsi AI di lingkungan bisnis perusahaan dunia melonjak lima tahun terakhir. Pada 2022, sebanyak 50 persen responden melaporkan mengadopsi AI di setidaknya satu area bisnis, tumbuh lebih dari 2,5 kali lipat dari tahun 2017 yang hanya 20 persen. Jumlah rata-rata kemampuan AI yang digunakan organisasi juga terus meningkat dari 1,9 pada 2018 menjadi 3,8 tahun 2022.
Laporan Work Trend Index 2024 dari Microsoft dan LinkedIn yang melibatkan 31.000 karyawan dari 31 negara menunjukkan fakta serupa. Sebanyak 76 persen responden menyatakan bahwa mereka membutuhkan keterampilan AI untuk tetap kompetitif di pasar kerja yang semakin terhubung dan berbasis teknologi.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Perwakilan perusahaan teknologi berbasis kecerdasan buatan (Artificial Intelligence/AI) mendemonstrasikan sejumlah manfaat AI untuk kehidupan sehari -hari kepada delegasi yang menghadiri pertemuan Global Lifelong Learning Summit (GLLS) 2024 di kawasan Havelock Road, Singapura, Selasa (1/10/2024).
Tantangan
Dengan kemajuan teknologi yang begitu cepat, Gen Beta akan tumbuh dalam dunia yang sangat berbeda dibandingkan generasi sebelumnya. Di satu sisi, teknologi memberikan akses tak terbatas ke informasi dan peluang, tetapi di sisi lain, ia juga menciptakan jebakan baru.
Ketergantungan pada perangkat digital dan AI berpotensi mengurangi kemampuan personal dalam hal kreativitas dan pengambilan keputusan. Meskipun AI dapat mengoptimalkan berbagai aspek kehidupan, kebergantungan berlebihan pada teknologi ini dapat menghambat perkembangan keterampilan manusia yang lebih mendalam, seperti berpikir kritis, empati, dan kreativitas.
Mereka juga akan berhadapan dengan dilema etika yang semakin kompleks dalam penggunaan AI. Salah satunya adalah bagaimana data pribadi mereka digunakan dalam sistem algoritma yang semakin canggih. Isu mengenai privasi data dan penggunaan teknologi untuk memanipulasi preferensi serta perilaku individu menjadi masalah yang semakin mendesak.
Gen Beta harus mampu menavigasi dunia yang penuh dengan informasi yang melimpah, sambil menjaga keseimbangan emosional dan kemampuan beradaptasi. Ketahanan mental akan menjadi kemampuan yang sangat penting di masa depan.
Tantangan yang akan dihadapi oleh Gen Beta bukan hanya datang dari teknologi, tetapi juga ancaman nyata dari krisis iklim. Mereka akan mewarisi planet yang tengah bergulat dengan masalah-masalah lingkungan yang semakin parah. Mulai dari kenaikan suhu global yang mengkhawatirkan, cuaca ekstrem yang semakin sering terjadi, hingga hilangnya keanekaragaman hayati.
Data yang dirilis oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) menunjukkan kenyataan yang mengkhawatirkan, suhu rata-rata Bumi terus mengalami peningkatan signifikan.
Tahun 2024 tercatat sebagai tahun terpanas dalam sejarah, dengan suhu rata-rata global kini lebih dari 1,55 derajat Celsius di atas suhu pada masa pra-industri. Fenomena perubahan iklim yang dulu terasa jauh kini semakin terasa nyata, terutama dengan semakin seringnya bencana alam akibat pemanasan global, dari badai hebat, gelombang panas, hingga banjir yang merendam banyak kawasan.
Krisis iklim juga memberikan dampak besar terhadap keanekaragaman hayati. Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Biological Conservation pada April 2021 mengungkapkan bahwa spesies endemik, baik hewan maupun tumbuhan yang hanya ditemukan di daerah tertentu, terancam punah akibat perubahan iklim.
Dalam penelitian tersebut, para peneliti menganalisis hampir 300 lokasi penting (hotspot) keanekaragaman hayati yang merupakan tempat dengan jumlah spesies hewan dan tumbuhan sangat tinggi di darat maupun laut.
Dari hasil analisis, sekitar 92 persen spesies endemik darat dan 95 persen spesies endemik laut berada di ambang kepunahan. Kehilangan spesies-spesies ini tidak hanya merugikan ekosistem, tetapi juga mengancam keberlanjutan kehidupan di bumi.
Gen Beta akan sangat terampil dan canggih dalam mengendalikan teknologi, namun ancaman perubahan iklim dan menjaga keberlanjutan hayati merupakan tantangan tersendiri. Gen Beta juga harus mampu menjaga keseimbangan alam di tengah tuntutan hidup yang semakin modern.
(LITBANG KOMPAS)
Artikel terkait
Referensi
- “Bumi Memanas, Hewan dan Tumbuhan Endemik Terancam Punah,” Kompas, 9 April 2021.
- “AI Bisa Picu Peralihan Dunia Kerja Besar-besaran,” Kompas, 10 Mei 2023.
- “Generasi Beta dalam Balutan Pseudosains, Mitos dan ”Gimmick” Pemasaran,” Kompas, 5 Januari 2025.
- “Generasi Beta, Melek Teknologi Sekaligus Rawan Terdampak Perubahan Iklim,” Kompas, 3 Januari 2025.
- “Welcome Gen Beta,” diakses dari mccrindle.com.au pada 3 Maret 2025.
- “The fastest-growing jobs in the world,” diakses dari business.linkedin.com pada 3 Maret 2025.
- “2024 Annual Work Trend Index,” diakses dari news.microsoft.com pada 3 Maret 2025.
- “How Are Generations Named?” diakses dari pewtrusts.org pada 3 Maret 2025.
- “Preparing The Future Workplace For Generation Beta: Why We Must Start Now,” diakses dari forbes.com pada 3 Maret 2025.
- “Experience the Silent Generation,” diakses dari Britannica.com pada 3 Maret 2025.
- “Experience the Baby Boomer Generation,” diakses dari Britannica.com pada 3 Maret 2025.
- “Experience Generation X,” diakses dari Britannica.com pada 3 Maret 2025.
- “Experience the Millennial Generation,” diakses dari Britannica.com pada 3 Maret 2025.
- “Experience Generation Z,” diakses dari Britannica.com pada 3 Maret 2025.
Artikel terkait