Paparan Topik

Potret dan Kebijakan Mengatasi Pengangguran di Indonesia

Pengangguran masih menjadi salah satu tantangan yang dihadapi Indonesia pada tahun 2023. Ancaman resesi global bakal menjadi tantangan terberat sektor ketenagakerjaan. Untuk itu, pemerintah mengeluarkan beragam kebijakan untuk mengantisipasi melonjaknya angka pengangguran di tahun ini.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Sekumpulan manusia silver menumpang truk tronton untuk berpindah lokasi mengamen di kawasan Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (16/1/2021). Pandemi Covid-19 yang belum juga berakhir hingga 2021 menyebabkan jumlah pengangguran meningkat. Warga miskin memutar otak untuk dapat bertahan hidup, termasuk mengamen dengan menjadi manusia silver.

Fakta Singkat

Potret ketenagakerjaan

  • Angkatan kerja per Agustus 2022: 143,72 juta jiwa
  • Jumlah pengangguran 8,42 juta orang (5,86 persen)
  • TPT laki-laki: 5,93 persen; TPT perempuan 5,75 persen
  • TPT perkotaan 7,74 persen; TPT perdesaan 3,43 persen
  • TPT tertinggi ditempati oleh jenjang SMK

Strategi mengatasi pengangguran

  • Melakukan reformasi pendidikan dan pelatihan vokasi yang dilakukan melalui transformasi BLK
  • Optimalisasi sistem informasi dan layanan pasar kerja
  • Perluasan kesempatan kerja dengan mendorong peningkatan kemudahan iklim berusaha
  • Jaminan sosial dan perlindungan tenaga kerja yang adaptif
  • Melakukan hubungan industrial yang harmonis

Di tengah tren pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus membaik, kasus pemutusan hubungan kerja atau PHK oleh sejumlah perusahaan di penghujung tahun 2022 lalu tentu mengejutkan. Salah satunya dialami oleh industri tekstil dan perusahaan rintisan.

Ketua Umum Perkumpulan Pengusaha Produk Tekstil Jawa Barat (PPTPJB) Yan Mei melaporkan per Oktober 2022 sebanyak 64.000 lebih pekerja dikenakan pemutusan hubungan kerja ataun PHK dari 124 perusahaan. Angka tersebut diperkirakan akan terus bertambah mengingat kondisi kinerja tekstil yang semakin menurun dimana pesanan menurun hingga 50 persen dari April 2022.

Selain industri tekstil, PHK besar-besaran datang dari sejumlah perusahaan rintisan (start up) yang bergerak di bidang jasa dengan model bisnis digital atau daring. Beberapa di antaranya adalah Shopee Indonesia, Indosat, TaniHub, Ruangguru, GoTo, dan perusahaan investasi Ajaib Grup.

Kondisi itu memunculkan kekhawatiran akan melonjaknya angka pengangguran pada tahun 2023 ini. Terlbih, sejumlah lembaga keuangan global seperti Dana Moneter Internasional (IMF) dan Bank Dunia memperkirakan kondisi ekonomi global akan memburuk tahun ini.

Lembaga-lembaga tersebut memprediksikan resesi global akan terjadi pada tahun 2023. Diperkirakan pula gelombang PHK besar-besaran akan terjadi. Apalagi ditambah efek perang Rusia-Ukraina yang memicu stagflasi dan pelemahan daya beli.

Ancaman resesi global pada tahun 2023 tersebut bakal menjadi tantangan terberat sektor ketenagakerjaan. Jika tidak diatasi, hal ini akan berdampak pada sejumlah sektor seperti perekonomian hingga keamanan.

Untuk menanggulangi dampak negatif dari kondisi ekonomi global tersebut, pemerintah menyiapkan beragam kebijakan agar angka pengangguran tidak melonjak tahun ini.

KOMPAS/AGUIDO ADRI

Seorang pejalan kaki yang melintas Jalan Asia Afrika, memasukan uang ke kotak milik manusia silver, Senin (18/5/2020).

Konsep, penyebab, dan dampak pengangguran

Di Indonesia, lembaga yang bertugas dalam mengumpulkan data pengangguran di Indonesia adalah Badan Pusat Statistik (BPS).

Konsep pengangguran yang digunakan oleh BPS selama ini adalah seseorang yang tidak mempunyai pekerjaan dan sedang mencari pekerjaan, mempersiapkan usaha, atau tidak mencari pekerjaan karena merasa tidak mungkin untuk mendapatkan pekerjaan.

Selain itu, seseorang yang sudah mempunyai pekerjaan, tetapi belum mulai bekerja juga terklasifikasikan sebagai pengangguran. Konsep ini diadopsi dari The Labor Force Concept (konsep ketenagakerjaan) yang disarankan oleh Organisasi Buruh Internasional (ILO).

Sementara itu, BPS mengelompokkan jenis-jenis pengangguran, yakni pengangguran terbuka dan setengah penganggur (bekerja kurang dari 35 jam seminggu).

Menurut Sadono Sukirno (1994), faktor utama yang menimbulkan pengangguran adalah kekurangan pengeluaran agregat. Para pengusaha memproduksi barang dan jasa dengan maksud untuk mencari keuntungan.

Keuntungan tersebut hanya akan diperoleh apabila para pengusaha dapat menjual barang yang mereka produksi. Semakin besar permintaan, semakin besar pula barang dan jasa yang akan mereka wujudkan. Kenaikan produksi yang dilakukan akan menambah penggunaaan tenaga kerja.

Dengan demikian, terdapat hubungan yang erat di antara tingkat pendapatan nasional yang dicapai (GDP) dengan penggunaan tenaga kerja yang dilakukan. Semakin tinggi pendapatan nasional (GDP), semakin banyak penggunaan tenaga kerja dalam perekonomian.

Penduduk Usia Kerja menurut Kegiatan (2019–2021)

Kegiatan

2019

2020

2021

Penduduk Usia Kerja (juta orang)

201,18

203,97

206,70

Angkatan Kerja (juta orang)

135,85

138,22

140,15

Bekerja (juta orang)

128,75

128,45

131,05

Penganggur Terbuka (juta orang)

7,10

9,76

9,10

Bukan Angkatan Kerja (juta orang)

65,32

65,75

66,55

Sekolah (juta orang)

15,94

15,35

14,64

Mengurus rumah tangga (juta orang)

40,94

40,96

40,57

Lainnya (juta orang)

8,43

9,43

11,33

TPAK (%)

67,53

67,77

67,80

TPT (%)

5,23

7,07

6,49

TKK (%)

6,49

92,93

93,51

Sumber: Sakernas, Agustus 2019-2021 diolah Pusdatik Kemnaker

Pengangguran bisa disebabkan oleh banyak faktor. Salah satunya adalah jumlah penduduk yang tinggi sedangkan kesempatan kerja atau lapangan kerja relatif rendah.

Adapun penyebab lain, seperti pendidikan dan keterampilan yang rendah, lapangan kerja yang dipengaruhi oleh musim, penggunaan teknologi yang semakin maju sehingga membuat kebutuhan tenaga kerja semakin sedikit dan lain sebagainya.

Melonjaknya angka pengangguran di suatu negara juga bisa berdampak luas pada berbagai bidang kehidupan. Secara ekonomi, pengangguran akan menjadi beban orang yang bekerja. Dengan begitu, kesejahteraan pihak yang bekerja akan berkurang.

Pengangguran pun menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ekonomi yang jika tidak segera ditingkatkan akan menyulitkan adanya pembukaan lapangan kerja, serta penghasilan pajak menurun.

Di bidang pembangunan, pengangguran dapat menurunkan pendapatan nasional, pendapatan perkapita masyarakat, sumber utama kemiskinan, hingga pemborosan sumber daya, dan potensi yang ada.

Secara sosial, pengangguran berdampak pada meningkatnya angka kriminalitas yang umumnya terdesak kebutuhan ekonomi. Tindakan kriminalitas yang kerap muncul, misalnya perampokan, penjambretan, kecanduan alkohol, hingga kerawanan sosial lainnya.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Pemulung sambil menggendong anak berkeliling mengumpulkan botol bekas berjalan melewati jalur pedestrian di Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Rabu (2/2/2022). Beban kemiskinan dan pengangguran akan menjadi tantangan pemulihan kondisi perekonomian Indonesia pada tahun ini. Pandemi Covid-19 menyebabkan jumlah penduduk miskin Indonesia bertambah dan mencapai angka tertinggi pada September 2020 sebanyak 27,55 juta orang atau 10,19 persen dari total penduduk.

Potret pengangguran di Indonesia

Angka pengangguran di tanah air dalam satu dekade terakhir cenderung fluktuatif. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan dalam kurun 2011 sampai 2022, angka pengangguran dalam rentang terendah 4,94 persen pada Februari 2020 dan tertinggi 7,48 persen pada Agustus 2011.

Data terakhir yang dipublikasikan BPS pada Agustus 2022 mencatat, jumlah penduduk usia kerja di Indonesia mencapai 209,42 juta jiwa pada Agustus 2022. Dari jumlah tersebut, yang termasuk angkatan kerja mencapai 143,72 juta jiwa. Dari angkatan kerja tersebut, sekitar 8,42 juta orang masih tergolong ke dalam pengangguran. Porsinya 5,86 persen dari total angkatan kerja nasional.

Pengangguran paling banyak berasal dari kelompok usia 20–24 tahun, yakni 2,54 juta orang. Angka ini setara 30,12 persen dari total pengangguran nasional. Kemudian penduduk usia 15–19 tahun yang menganggur ada 1,86 juta jiwa (22,03 persen), penganggur usia 25–29 tahun 1,17 juta jiwa (13,84 persen), usia 30–34 tahun 608,41 ribu jiwa (7,22 persen), dan usia 60 tahun ke atas 485,54 ribu jiwa (5,76 persen).

Ada juga penganggur dari kelompok usia 35–39 tahun 439,94 ribu jiwa (5,22 persen), usia 40–44 tahun 395,17 ribu jiwa (4,69 persen), usia 45–49 tahun 355,84 ribu jiwa (94,22 persen), usia 50–54 tahun 324,18 ribu jiwa (3,85 persen), dan usia 55–59 tahun 254,17 ribu jiwa (3,02 persen).

Jumlah dan Persentase Pengangguran di Indonesia

Keterangan

Jumlah Pengangguran (juta orang)

Persentase (%)

Februari 2011

8,37

6,96

Agustus 2011

8,68

7,48

Februari 2012

7,75

6,37

Agustus 2012

7,34

6,13

Februari 2013

7,24

5,88

Agustus 2013

7,41

6,17

Februari 2014

7,14

5,70

Agustus 2014

7,24

5,94

Februari 2015

7,45

5,81

Agustus 2015

7,56

6,18

Februari 2016

7,02

5,50

Agustus 2017

7,03

5,61

Februari 2017

7,00

5,33

Agustus 2017

7,04

5,50

Februari 2018

6,96

5,10

Agustus 2018

7,07

5,30

Februari 2019

6,89

4,98

Agustus 2019

7,10

5,23

Februari 2020

6,92

4,94

Agustus 2020

9,76

7,07

Februari 2021

8,74

6,26

Agustus 2021

9,10

6,49

Februari 2022

8,40

5,83

Agustus 2022

8,42

5,86

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS

Berdasarkan jenis kelaminnya, TPT laki-laki cenderung lebih tinggi, yakni 5,93 persen. Sementara, TPT perempuan tercatat sebesar 5,75 persen. Menurut wilayahnya, TPT di perkotaan terpantau sebesar 7,74 persen pada Agustus 2022. Angkanya jauh lebih tinggi dibandingkan TPT di perdesaan yang sebesar 3,43 persen.

TPT menurut pendidikan tertinggi ditempati oleh jenjang SMK, diikuti oleh SMA sebesar 8,57 persen, kemudian SMP (5,95 persen). Selain itu, TPT dari jenjang Diploma IV, S1, S2, dan S3 menyumbang 4,80 persen, Diploma I/II/III menyumbang 4,59 persen. Sementara TPT yang paling rendah adalah pendidikan SD ke Bawah, yaitu sebesar 3,59 persen.

Tingkat Pengangguran Terbuka berdasarkan Tingkat Pendidikan

Tingkat Pendidikan

2015

2016

2017

2018

2019

2020

2021

2022

Tidak/Belum Pernah Sekolah/Belum Tamat & Tamat SD

2,71

2,95

2,62

2,4

2,39

3,61

3,61

3,59

SMP

6,24

5,84

5,52

4,77

4,72

6,46

6,45

5,95

SMA umum

10,3

8,63

8,32

7,9

7,87

9,86

9,09

8,57

SMA Kejuruan

13

11,5

11,4

11,2

10,4

13,6

11,1

9,42

Diploma I/II/III

7,22

5,03

6,86

6

5,95

8,08

5,87

4,59

Universitas

5,98

4,54

5,25

5,88

5,64

7,35

5,98

4,8

Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas), BPS

Dalam APBN 2023, pemerintah menargetkan penurunan tingkat pengangguran terbuka menjadi 7,92 juta orang atau jadi 5,5 persen dengan menciptakan tiga juta lapangan kerja pada 2022.

Sementara itu, dari sisi lapangan kerja, prospeknya dapat dilihat dalam laporan Survei Konsumen Bank Indonesia yang berkaitan dengan indeks ketersediaan lapangan kerja.

Laporan terakhir Desember 2022 memperlihatkan masyarakat melihat ketersediaan lapangan kerja saat ini menggembirakan. Indeks menurun ke 109,5 pada November 2023, dari 111,3 pada Oktober 2022.

Indeks tercatat meningkat pada seluruh kategori pendidikan, kecuali pada responden dengan pendidikan pasca sarjana. Menurut usia, kenaikan indeks terjadi pada sebagian kelompok responden, dengan kenaikan terbesar pada kelompok usia 31–40 tahun.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Para pencari kerja antri untuk memasuki arena bursa kerja yang diadakan di Gedung Smesco, Jakarta, Jumat (17/2/2017). Menurut Badan Pusat Statistik, tingkat pengangguran terbuka pada Agustus 2016 adalah sebanyak 7,03 juta orang.

Strategi mengatasi pengangguran

Pemerintah mengerahkan berbagai strategi guna mengurangi tingkat pengangguran di tanah air. Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Ida Fauziah dalam rapat kerja dengan DPR RI November 2022 lalu menjelaskan, ada lima strategi dalam menghadapi resesi global 2023.

Pertama, melakukan reformasi pendidikan dan pelatihan vokasi yang dilakukan melalui transformasi Balai Latihan Kerja (BLK) yang dimulai dengan reformasi kelembagaan, redesain substansi pelatihan orientasi SDM, relationship, rebranding dan revitalisasi. Tujuan utama mengubah bentuk dan fungsi BLK agar mampu merespons ketenagakerjaan guna mencapai pembangunan ketenagakerjaan.

Kedua, optimalisasi sistem informasi dan layanan pasar kerja. Pihaknya juga telah membangun ekosistem digital layanan ketenagakerjaan melalui SIAPkerja dengan empat layanan utama yaitu skillhub, sertihub, karirhub, dan bizhub.

Ketiga, perluasan kesempatan kerja dengan mendorong peningkatan kemudahan iklim berusaha. Semakin banyak dana investasi masuk baik melalui dalam negeri maupun asing, semakin meningkat pula penyerapan tenaga kerja di pasar kerja.

Keempat, jaminan sosial dan perlindungan tenaga kerja yang adaptif dengan membuat program jaminan kehilangan pekerjaan (JKP) dan pelayanan JKP melalui sistem informasi ketenagakerjaan yang diatur dalam Pasal 25 dan Pasal 30 PP Nomor 37 Tahun 2021.

Kelima, melakukan hubungan industrial yang harmonis. Dengan memperkuat peran mediator dalam menyelesaikan perselisihan industrial, mendorong terbentuknya peraturan perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama (PKB), penyelesaian kasus hubungan kerja, serta memperkuat keberadaan LKS Bipartit.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Badut mickey mouse berjalan gontai menunggu belas kasihan pengguna jalan di Jalan MT Haryono, Jakarta Timur, Rabu (8/7/2020). Hasil kajian sejumlah lembaga memproyeksikan ledakan pengangguran. Riset Center of Reform on Economics (Core) Indonesia, misalnya, memproyeksikan jumlah penganggur secara nasional bertambah 4,25 juta menurut skenario ringan, 6,68 juta orang (skenario sedang), dan 9,35 juta orang (skenario berat).

Selain kebijakan yang ditetapkan pemerintah tersebut, menurut Nur Lella Junaedi (2020), secara umum terdapat tujuh cara mengatasi pengangguran, terlebih di masa pandemi Covid-19.

Pertama, mengeluarkan kebijakan moneter. Salah satu bentuk kebijakan yang bisa diambil adalah kebijakan moneter ekspansif atau disebut sebagai kebijakan moneter longgar.

Kebijakan ini merupakan suatu kebijakan dalam rangka menambah uang yang beredar. Kebijakan ini dilakukan untuk mengatasi pengangguran dan meningkatkan daya beli masyarakat (permintaan masyarakat) pada saat perekonomian mengalami resesi atau depresi.

Kebijakan tersebut dilakukan dengan menurunkan suku bunga, membeli atau menjual obligasi atau sekuritas pemerintah oleh bank sentral, mengatur nilai tukar mata uang asing dan mengatur ulang jumlah uang yang harus disimpan di bank.

Dengan penurunan suku bunga ini dapat menurunkan biaya pinjaman dan mendorong masyarakat supaya masyarakat mau berinvestasi dan berbelanja. Dengan begitu maka proses ekonomi di Indonesia akan kembali normal dan juga industri dapat memproduksi lebih banyak barang atau jasa.

Kedua, mengeluarkan kebijakan fiskal. Apabila kebijakan moneter masih kurang efektif untuk memulihkan ekonomi, cara lain yang bisa dilakukan adalah dengan mengeluarkan kebijakan fiskal.

Kebijakan fiskal ini merupakan kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah terutama Kementerian Keuangan (Kemenkeu) dengan cara memotong pajak dan meningkatkan jumlah pengeluaran negara supaya dapat memacu pertumbuhan ekonomi negara Indonesia.

Kebijakan fiskal juga selalu disebut sebagai cara untuk mengatasi pengangguran siklis, karena faktor yang menjadi penyebab dari pengangguran ini adalah fluktuasi ekonomi (kenaikan dan penurunan aktivitas ekonomi secara relatif) seperti adanya resesi atau depresi. Dengan kebijakan fiskal ini, dapat membantu meningkatkan pendapatan dan konsumsi masyarakat yang mengarah pada permintaan agregat yang lebih tinggi.

Peningkatan permintaan agregat yang tinggi ini dapat mempengaruhi pada peningkatan jumlah PDB (Produk Domestik Bruto). Jika jumlah PDB tinggi pada waktu tertentu atau setahun terakhir, maka itu menunjukkan bahwa proses produksi barang dan jasa akan kembali menjadi normal dan jumlah pengangguran akan berkurang pula.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Pemulung mengenakan masker beristirahat di pinggir Jalan Sudirman, Jakarta Pusat, Jumat (12/6/2020). Pemerintah Indonesia memproyeksikan, kenaikan jumlah penganggur akibat Covid-19 berkisar 2,92 juta-5,23 juta orang, dan jumlah penduduk miskin bertambah 1,16 juta-3,78 juta orang.

Ketiga, memberikan pendidikan dan pelatihan (program kartu prakerja). PHK sering terjadi karena sumber daya manusia (SDM) telah dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan perusahaan. Salah satu penyebabnya karena SDM digantikan dengan robot (pengangguran teknologi).

Karena itu, upaya untuk mengatasi pengangguran teknologi tersebut yaitu dengan memberikan pendidikan dan keterampilan baru. Upaya tersebut sebenarnya sempat dilakukan oleh pemerintah dengan meluncurkan program Kartu Prakerja bagi pekerja yang menganggur. Dengan program Kartu Pra-Kerja tersebut, masyarakat dapat mempelajari berbagai macam keterampilan baru melalui kursus secara daring.

Keempat, pemberian subsidi ketenagakerjaan. Cara lain untuk mengatasi pengangguran yaitu dengan memberikan subsidi berupa keringanan pajak untuk para pengusaha atau subsidi kepada para pengangguran. Akan tetapi, cara tersebut memang membutuhkan dana yang banyak sekali, apalagi jika jumlah pengangguran atau perusahaan yang perlu diberikan subsidi cukup banyak.

Meskipun begitu, ada dua langkah yang sebetulnya sudah dilakukan oleh pemerintah saat ini, yakni dengan memberikan keringanan pajak bagi lebih dari ratusan ribu perusahaan yang terdampak pandemi Covid-19, serta memberikan bantuan subsidi bagi yang terkena PHK melalui program Kartu Prakerja.

Kelima, perpanjangan tunjangan ketenagakerjaan. Cara ini merupakan perpanjangan tunjangan bagi para pencari kerja yang telah memenuhi syarat tertentu dan diketahui sebagai pengangguran yang disebabkan oleh PHK dari perusahaannya.

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Pengunjung melintasi gerai-gerai yang telah tutup di salah satu sudut pusat penjualan gadget di kawasan Roxy, Jakarta, Kamis (5/11/2020). Melemahnya daya beli masyarakat selama pandemi berimbas pada tutupnya sejumlah gerai penjualan gadget. Tutupnya gerai membuat banyak karyawan kehilangan pekerjaan dan menambah angka pengangguran.

Keenam, melakukan diversifikasi ekonomi. Pandemi Covid-19 ini telah menyebabkan perekonomian daerah yang biasanya bergantung pada sektor pariwisata menjadi hancur. Selain itu, tempat wisata pun menjadi sepi karena tidak adanya pengunjung wisata sehingga menimbulkan banyak pekerja dari tempat wisata menjadi pengangguran.

Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah dapat mengeluarkan kebijakan diversifikasi ekonomi. Kebijakan tersebut merupakan cara memunculkan berbagai macam produk atau bidang usaha yang diyakini mampu meningkatkan perekonomian.

Diversifikasi ekonomi ini bertujuan supaya masyarakat tidak hanya mengandalkan pada satu jenis usaha saja tetapi juga berbagai macam usaha. Upaya ini juga diyakini sebagai salah satu cara mengatasi pengangguran musiman yang sering terjadi ketika tempat wisata menjadi sepi.

Ketujuh, menyediakan banyak informasi lowongan kerja. Cara terakhir untuk mengatasi pengangguran yang dapat dilakukan, yaitu pemerintah dapat menyediakan banyak info lowongan kerja yang valid bagi para pencari kerja melalui kerja sama dengan platform penyedia info lowongan kerja dan perusahaan yang masih membuka lowongan kerja melalui bursa kerja online.

Upaya tersebut juga merupakan cara untuk mengatasi pengangguran friksional bagi pencari kerja yang selalu kesulitan dalam mencari pekerjaan yang cocok. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Arsip Kompas
  • “Mencermati Angka Pengangguran”, Kompas, 29 Juli 2020, hlm. 06
  • “Menahan Pengangguran Desa”, Kompas, 20 November 2020, hlm. 06
  • “Menangani Pengangguran di Masa Pandemi”, Kompas, 30 November 2020, 06
  • “Krisis Pengangguran Usia Muda di Indonesia”, Kompas, 30 Maret 2021, hlm. 06
  • “Setahun Kartu Prakerja”, Kompas, Kompas, 17 Mei 2021, hlm: 07
  • “Tingkat Pengangguran Alamiah”, Kompas, 17 Maret 2022, hlm. 07
  • “Riset: Problem Ketenagakerjaan, Tantangan Bagi Pemuda * Analisis Litbang Kompas”, Kompas, 03 November 2022, hlm. A
Buku dan Jurnal