Daerah

Kota Lubuklinggau: Dari Kota Transit Menuju Kota Metropolis yang Madani

Kota Lubuklinggau dikenal dengan sebutan "Kota Transit" karena berada persis di persimpangan jalan lintas tengah Sumatera. Dalam perkembangannya, kota ini tumbuh menjadi pusat ekonomi, perdagangan, dan jasa. Merunut sejarahnya, kota ini menyimpan pula kisah sejarah perjuangan kemerdekaan di Sumatera Selatan.

KOMPAS/RHAMA PURNA JATI

Pemandangan Kota Lubuk Linggau dari Puncak Bukit Sulap, Jumat (21/4/2017). Bukit sulap yang memiliki ketinggian puncak mencapai 700 meter di atas permukaan laut ini menawarkan pemandangan menawan bagi wisatawan yang berkunjung.

Fakta Singkat

Hari Jadi 
21 Juni 2001

Dasar Hukum
Undang-Undang No.7/2001

Luas Wilayah
401,50 km2

Jumlah Penduduk
236.828 jiwa (2021)

Kepala Daerah
Wali Kota SN Prana Putra Sohe
Wakil Wali Kota Sulaiman Kohar

Instansi terkait
Pemerintah Kota Lubuklinggau

Kota Lubuklinggau merupakan satu dari empat kota yang ada di Provinsi Sumatera Selatan. Letaknya paling barat dari wilayah Provinsi Sumatera Selatan.

Kota Lubuklinggau mekar dari Kabupaten Musi Rawas pada 2001. Semula Lubuklinggau berstatus kota administratif berdasarkan PP 38/1981 tentang Pembentukan Kota Administratif Lubuklinggau. Kemudian sejak tanggal 17 Oktober 2001, Lubuklinggau secara resmi ditingkatkan statusnya menjadi kota berdasarkan UU 7/2001 tentang Pembentukan Kota Lubuklinggau. Adapun tanggal 21 Juni 2001 diperingati sebagai hari jadi Kota Lubuklinggau.

Kota berpenduduk 236.828 jiwa (2021) ini terdiri dari 8 kecamatan dan 72 kelurahan. Untuk periode 2018–2023, Lubuklinggau dipimpin oleh Wali Kota SN Prana Putra Sohe dan didampingi oleh Sulaiman Kohar sebagai wakil wali kota.

Berlatar Bukit Sulap nan hijau, Kota Lubuklinggau tumbuh sebagai kota transit. Kota ini tepat berada di persimpangan antara Provinsi Jambi, Lampung, dan Bengkulu. Jalur ini juga menghubungkan Pulau Jawa dengan kota bagian utara di Sumatera.

Dengan posisi yang strategis, kota ini diramaikan oleh mereka yang transit untuk beristirahat di tengah perjalanannya. Setelah perjalanan jauh melalui darat, misalnya dari Jakarta atau Lampung, kerap kali orang akan beristirahat di Lubuk Linggau. Begitu pula kalau dari arah utara, seperti dari Medan atau Kota Padang via jalinteng, juga akan menyempatkan berhenti di Lubuk Linggau.

Ekonomi kota di jalur lintas tengah Sumatera ini digerakkan oleh banyaknya pelintas yang singgah. Lubuklinggau juga merupakan pusat ekonomi, jasa, dan perdagangan untuk daerah sekitar seperti Musi Rawas, Musirawas Utara, Rejang Lebong, Curup, dan Provinsi Bengkulu.

Kota ini juga menyimpan kisah sejarah perjuangan. Pada masa Agresi Belanda II, 1947–1949, kota ini merupakan pusat komando tentara Indonesia yang tertinggi di Sumatera Bagian Selatan.

Berslogan ”sebiduk, semare” yang berarti sewadah setujuan, kota ini memiliki visi “Terwujudnya Kota Lubuklinggau Menjadi Kota Metropolis Yang Madani”.

Adapun misinya adalah mewujudkan sumber daya manusia yang berakhlak, berkualitas dan berkarakter; meningkatkan daya saing ekonomi dan kesejahteraan sosial; meningkatkan infrastruktur daerah yang berwawasan lingkungan; dan meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik.

Sejarah pembentukan

Merujuk pada sejarah Kota Lubuklinggau di laman resmi Pemerintah Kota Lubuklinggau, buku Asal Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe yang ditulis Zaenuddin HM, dan tulisan “Kota Lubuklinggau Dalam Kurun Waktu 1825-1948” karya Berlian Susetyo dan Ravico, disebutkan sebelum tahun 1928, Lubuk Linggau hanyalah sebuah desa kecil yang kurang begitu dikenal.

Namun, keberadaannya mulai terlihat ketika Belanda membangun jaringan kereta api Palembang-Lahat-Lubuk Linggau antara tahun 1928 sampai 1932. Ketika itu, Desa Lubuk Linggau menjadi ujung jaringan jalan rel kereta api Palembang-Lahat-Lubuk Linggau, padahal ibu kota dari wilayah Onder Afdeling Musi Ulu adalah Muara Beliti (belasan kilometer di luar Kota Lubuk Linggau sekarang ini).

Masuknya Belanda ke wilayah ini, menurut buku Selayang Pandang Kabupaten Musi Rawas, terjadi setelah jatuhnya Kesultanan Palembang, serta enam Pasirah dari Pasemah Lebar ke tangan Pemerintah Belanda sekitar tahun 1866. Sejak saat itu, Belanda mengadakan ekspansi dan penyusunan pemerintahan di daerah ulu Palembang yang berhasil dikuasainya, dengan menggunakan metode dekonsentrasi.

Karesidenan Palembang kemudian dibagi atas wilayah binaan (Afdeling) Banyuasin en Kubustreken dengan ibu kota Palembang, Afdeling Palembangsche Beneden Landen (ibu kota Baturaja), dan Afdeling Palembangsche Boven Landen (ibu kota Lahat).

Untuk Afdeling Palembangsche Boven Landen, terdapat lima Onder Afdeling (Oafd), yaitu Oafd Lematang Ulu (ibu kota Lahat), Oafd Tanah Pasemah (Bandar), Oafd Lematang Ilir (Muara Enim), Oafd Musi Ulu (Muara Beliti), dan Oafd Rawas (Surulangun Rawas).

Ditinjau dari segi kepraktisan pemerintahan, sejak pembangunan jalan rel kereta api itu, Muara Beliti dinilai tidak bisa dipertahankan lagi sebagai ibu kota Oafd Musi Ulu, sehingga pada tahun 1933 ibu kota pindah ke Lubuk Linggau. Meskipun demikian, kedudukan Lubuk Linggau sebagai ibu kota Kabupaten Musi Rawas, tercatat resmi tanggal 20 April 1943 setelah Oafd Musi Ulu digabung dengan Oafd Rawas.

KOMPAS/MOCH S HENDROWIJONO

Pedagang makanan di emplasemen stasiun kereta api Lubuklinggau, Sumatera Selatan, melayani penumpang yang turun istirahat sebelum kereta berangkat kembali menuju Lahat ke arah Palembang. Dimuat Rabu, Kompas, 15-12-1982.

Pada tanggal 17 Februari 1942, pasukan Jepang mulai masuk ke Lubuklinggau menggunakan kereta api dari rute Kertapati, Palembang. Tujuannya ialah untuk mengambil alih kekuasaan Belanda yang telah kalah dalam Perang Asia Timur Raya yang bertekuk lutut di bawah bendera Hinomaru Jepang.

Pada hari itu, juga dilaksanakan serah terima pemegang kekuasaan Belanda atas wilayah Onder Afdeeling Moesie Oeloe dari controleur De Mey kepada pihak militer Jepang yang diwakili oleh Cato. Sejak saat itu, gedung controleur yang didiami bekas De Mey diambil alih menjadi tempat kediaman Cato sebagai kepala pemerintahan.

Perhatian pemerintah Jepang terkonsentrasi di Lubuklinggau sebagai ibu kota Bunshu Musikami Rawas, seperti sektor-sektor vital seperti Perkebunan Karet di Belalau, Perkebunan Kepala Sawit di Air Temam, Mesat dan Taba Pingin yang dikelola oleh orang Switzerland ini tidak luput dari pengawasan Jepang.

Pada masa awal kemerdekaan, Lubuk Linggau pernah dijadikan sebagai pusat perjuangan Sumatera Selatan, Juli 1947 sampai Desember 1948, sebagai markas “Subkoss Garuda Sriwijaya”.

Pada waktu Clash I tahun 1947, Lubuklinggau dijadikan ibu kota pemerintahan Provinsi Sumatera Bagian Selatan. Tahun 1948 Lubuklinggau menjadi ibu kota Kabupaten Musi Ulu Rawas dan tetap sebagai ibu kota Karesidenan Palembang.

Pada tahun 1956, Lubuklinggau menjadi ibu kota daerah Swatantra Tingkat II Musi Rawas. Tahun 1981 dengan PP 38/1981 Lubuklinggau ditetapkan statusnya sebagai Kota Administratif.

Kemudian pada 2001 dengan UU 7/2001 tanggal 21 Juni 2001 Lubuklinggau statusnya ditingkatkan menjadi Kota. Pada 17 Oktober 2001, Kota Lubuklinggau diresmikan menjadi daerah otonom.

KOMPAS/OEMAR SAMSURI

Menteri Dalam Negeri Amirmachmud meresmikan Kota Administratif Lubuk Linggau Sumatera Selatan 1981.

Geografis

Kota Lubuklinggau terletak pada posisi geografis yang sangat strategis. Kota ini terletak di antara tiga provinsi sekaligus, yaitu Jambi, Bengkulu, dan Sumatera Selatan (Palembang). Tidak hanya itu, Lubuklinggau merupakan jalur penghubung antara Pulau Jawa dengan kota-kota yang ada di Pulau Sumatera bagian utara.

Lubuklinggau terletak pada posisi 102º40’0” — 103º0’0” BT dan 3º4’10” — 3º22’30” LS. Secara geografis, kota dengan luas wilayah 401,5 km persegi ini berbatasan dengan Kabupaten Lahat di sebelah utara, barat, dan timur, Kabupaten Muara Enim di sebelah timur, dan Provinsi Bengkulu di sebelah selatan.

Dari tujuh kecamatan di Kota Lubuklinggau, Kecamatan Lubuklinggau Utara I merupakan kecamatan dengan luas wilayah terbesar, yaitu 37,93 persen, sedangkan Kecamatan Lubuklinggau Timur II merupakan kecamatan dengan luas wilayah terkecil.

Topografi Lubuklinggau berupa wilayah dataran di mana 66,5 persen dataran rendah yang subur dengan struktur 62,75 persen tanah liat.

Keadaan alamnya terdiri dari hutan potensial, sawah, ladang, kebun karet, dan kebun lainnya. Di Kota Lubuklinggau tidak terdapat gunung berapi. Di bagian sebelah barat terdapat sebuah bukit yang dikenal dengan nama Bukit Sulap.

KOMPAS/DWI AS SETIANINGSIH

Danau Aur, Musi Rawas, Sumatera Selatan.

Pemerintahan

Ketika menjadi kota administratif, Lubuklinggau pernah dipimpin oleh Riduan Efendi yang menjabat dari 6 Agustus 1998 sampai 12 November 2001.

Kemudian pada tanggal 17 Oktober 2001, Kota Lubuklinggau diresmikan menjadi Daerah Otonom. Riduan Efendi kembali terpilih menjadi Wali Kota Lubuklinggau. Ia menjabat dari 13 November 2001 sampai dengan 13 Januari 2003.

Selanjutnya, ketika pemilihan langsung mulai digelar, Riduan Efendi bersama Edi Saputra mencalonkan diri dan terpilih menjadi wali kota dan wakil wali Kota Lubuklinggau dari 24 Febuari 2003 sampai dengan 24 Febuari 2008.

Pada pemilihan tahun 2008, Riduan Efendi kembali mencalonkan diri bersama SN Prana Putra Sohe. Keduanya terpilih menjadi wali kota dan wakil wali Kota Lubuklinggau dan memimpin dari 24 Febuari 2008 hingga 24 Febuari 2013.

Kemudian pada pemilihan tahun 2013, SN Prana Putra mencalonkan diri bersama Sulaiman Kohar. Keduaya terpilih menjadi wali kota dan wakil wali kota Lubuklinggau dari 24 Febuari 2013 sampai dengan 24 Febuari 2018. Pada pemilihan tahun 2018 lalu, posisi Plt Wali Kota Lubuklinggau dijabat oleh Riki Junaidi.

Selanjutnya pada tahun yang sama pula, SN Prana Putra bersama Sulaiman Kohar kembali terpilih menjadi wali kota dan wakil wali kota Lubuklinggau. Keduanya menjabat dari 24 Febuari 2018 lalu hingga 24 Febuari 2023 mendatang.

Secara administratif, Kota Lubuklinggau terdiri dari 8 kecamatan, dan 72 kelurahan sedangkan jumlah  Rukun Tetangga (RT) sebanyak 513 RT. Kedelapan kecamatan tersebut adalah Lubuklinggau Barat I, Lubuklinggau Barat II, Lubuklinggau Selatan I, Lubuklinggau Selatan II, Lubuklinggau Timur I, Lubuklinggau Timur II, Lubuklinggau Utara I, dan Lubuklinggau Utara II.

Untuk mendukung jalannya roda pemerintahan, Pemerintah Kota Lubuklinggau didukung oleh 3.831 pegawai negeri sipil (PNS) pada tahun 2021. Rinciannya 1.453 laki-laki dan 2.378 perempuan. Dari segi pendidikan, mayoritas PNS telah menamatkan pendidikannya pada jenjang perguruan tinggi. Adapun yang hanya tamat SD sebesar 0,34 persen.

Dok. Website Pemkot Lubuklinggau

H SN Prana Putra Sohe saat mempimpin apel bersama pelaksanaan PPKM Kota Lubuklinggau. Apel dilaksanakan di halaman Masjid Agung As-salam, Kota Lubuklinggau.

Politik

Dalam tiga kali pemilihan umum legislatif, peta politik di Kota Lubuklinggau bergerak dinamis seperti tecermin dari perolehan kursi partai politik (parpol) di DPRD Kota Lubuklinggau. Secara umum tidak ada partai yang mendominasi keanggotaan DPRD Kota Lubuklinggau.

Pada Pemilu Legislatif 2009, Partai Golkar menempati posisi teratas perolehan kursi DPRD Kota Lubuklinggau dengan menempatkan empat kadernya. Disusul PKS dan PAN masing-masing tiga kader, kemudian PDP dan Partai Demokrat masing-masing dua kader.

Sementara PPPI, Partai Hanura, Gerindra, PKB, PPI, PPDI, PDS, PBB, PDI Perjuangan, PIS, dan Partai Buruh masing-masing mendapatkan satu kursi di DPRD Kota Lubuklinggau.

Pada Pemilu Legislatif 2014, Partai Golkar kembali meraih kursi terbanyak dengan 6 kursi. Di urutan berikutnya, PDI Perjuangan dan Demokrat masing-masing empat kursi, Partai Gerindra, PKB, dan Partai Nasdem masing-masing tiga kursi. Kemudian PPP, PBB dan PKS masing-masing dua kursi, serta Partai Hanura mendapatkan satu kursi.

Terakhir pada Pemilu Legislatif 2019, Partai Golkar dan Gerindra meraih kursi terbanyak di DPRD Kota Lubuklinggau. Masing-masing partai tersebut menempatkan lima kadernya. Disusul partai PDI Perjungan, Hanura, dan PKS  masing-masing sebanyak empat kader, serta Partai Demokrat dan Nasdem masing-masing menempatkan tiga orang kadernya.

KOMPAS/AGUS MULYADI

Kota Lubuk Linggau terus tumbuh dan semakin berkembang, sejak berdiri sendiri sebagai kota otonom pada 2001 lalu. Kota yang berada perlintasan jalan yang menghubungkan antara Provinsi Bengkulu, Provinsi Jambi, dan Sumatera Selatan ini, terus bergeliat dan menjadi pusat pertumbuhan ekonomi kawasan itu.

Kependudukan

Kota Lubuklinggau dihuni oleh 236.828 jiwa pada tahun 2021 berdasarkan hasil proyeksi penduduk sementara (interim) 2020–2023. Rinciannya, 119.313 penduduk laki-laki (50,38 persen) dan 117.515 penduduk perempuan (49,62 persen). Dengan demikian, Rasio jenis kelamin Kota Lubuklinggau pada tahun 2021 sebesar 101,5.

Struktur umur penduduk Kota Lubuklinggau tergolong penduduk “muda” karena proporsi penduduk pada tahun 2021 di bawah 15 tahun masih cukup tinggi, yaitu mencapai 27,88 persen dan penduduk tua (umur 65 tahun ke atas) hanya 4,74 persen.

Di bidang pekerjaan, pada tahun 2021, sekitar 67,21 pesen penduduk bekerja di sektor tersier atau jasa, 18,26 persen di sektor sekunder atau industri pengolahan, dan sektor primer, yakni pertanian menyerap 14,53 persen tenaga kerja.

Selain dihuni oleh penduduk asli, Marga Sidang Kelingi, Lubuklinggau juga didiami oleh warga pendatang dari daerah lain, di antaranya Jawa, Minang, Tionghoa, dan Rejang. Dengan banyaknya pendatang di Kota Lubuklinggau, memberikan dampak positif bagi perkembangan kota.

Masyarakat yang heterogen menjadikan adat dan budaya yang berkembang di Lubuklinggau menjadi majemuk. Banyak kebudayaan dari daerah lain yang berkembang di Lubuklinggau seperti tarian kuda lumping dan berbagai macam tarian dari daerah lainnya.

Kota Lubuklinggau memiliki beberapa bahasa di antaranya Lembak (coel), Palembang, Musi, Jawa, Komering, Rawas, Lampung, dan tentu saja bahasa Indonesia.

KOMPAS/IRENE SARWINDANINGRUM

Tim penari Kota Lubuklinggau tampilkan tarian Besukat Bubu di Festival Musi Jazz Sriwijaya di Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (10/3/2015). Festival yang diselenggarakan Pemerintah Provinsi Sumatera Selatan dan Konsulat Amerika Sumatera ini mengkolaborasikan tarian dan kesenian rakyat Sumatera Selatan dengan jazz Amerika yang menampilkan Anthony Stanco Ensemble.

Indeks Pembangunan Manusia
75,53 (2022)

Angka Harapan Hidup 
69,82 tahun (2022)

Harapan Lama Sekolah 
13,39 tahun (2022)

Rata-rata Lama Sekolah 
9,91 tahun (2022)

Pengeluaran per Kapita 
Rp13,83 juta (2022)

Tingkat Pengangguran Terbuka
6,27 persen (2021)

Tingkat Kemiskinan
13,23 persen (2021)

Kesejahteraan

Kesejahteraan penduduk di Kota Lubuklinggau terus membaik seperti tecermin dari indeks pembangunan manusia (IPM). Pada 2022, IPM Kota Lubuklinggau tercatat telah mencapai 75,53 atau naik 0,64 persen dari tahun 2021 yang mencapai 74,89 persen. Dengan capaian IPM itu, Kota Lubuklinggau masuk kategori tinggi.

Berdasarkan dimensinya, tercatat umur harapan hidup bagi bayi yang baru lahir memiliki peluang untuk hidup hingga berusia 69,82 tahun pada 2022. Kemudian, untuk harapan lama sekolah pada tahun yang sama mencapai 13,39 tahun. Sementara rata-rata lama sekolah mencapai 9,91 tahun. Untuk pengeluaran per kapita per tahun yang disesuaikan mencapai Rp 13,83 juta per kapita per tahun.

Tingkat pengangguran terbuka (TPT) Kota Lubuklinggau pada 2021 sebesar 6,27 persen, turun 1,17 persen poin dibandingkan 2020 sebsar 7,41. TPT di Kota Lubuklinggau didominasi oleh penduduk dengan pendidikan SMA keatas.

Angka kemiskinan Kota Lubuklinggau terhitung masih tinggi. Data BPS Kota Lubuklinggau menunjukkan pada 2021, persentase penduduk miskin Lubuklinggau masih sebesar 13,23 persen atau sebanyak 31,61 ribu orang dengan garis kemiskinan sebesar Rp 516.763 per kapita per bulan. Angka kemiskinan tersebut meningkat 1.810 jiwa dibanding tahun 2020.

KOMPAS/DWI AS SETIANINGSIH

Pemandangan saat menyebrang ke Lubuklinggau.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp 128,94 miliar (2021)

Dana Perimbangan 
Rp 665,02 miliar (2021)

Pendapatan Lain-lain 
Rp 154,10 miliar  (2021)

Pertumbuhan Ekonomi
3,15 persen (2021)

PDRB Harga Berlaku
Rp 7,04 triliun (2021)

PDRB per kapita
Rp 29,73 juta/tahun (2021)

Ekonomi

Perekonomian Kota Lubuklinggau terutama ditopang oleh sektor kontruksi dan perdagangan. Dengan produk domestik regional bruto (PDRB) Kota Lubuklinggau sebesar Rp7,04 triliun pada 2021, kontribusi masing-masing sektor tersebut sebesar 22,41 persen dan 21,87 persen.

Sektor yang kontribusinya di atas 5 persen terhadap PDRB Kota Lubuklinggau adalah real estate 9,05 persen, industri pengolahan 7,03 persen, transportasi dan pergudangan 5,89 persen, jasa keuangan dan asuransi 5,06 persen, dan pertanian, kehutanan, dan perikanan 5,02 persen. Sementara itu, sektor-sektor lainnya kontribusinya di bawah lima persen.

Di sektor konstruksi, struktur Lubuklinggau sebagai daerah perkotaan dan wilayah hasil pemekaran mendukung adanya pembangunan yang terus menerus baik bangunan gedung tempat tinggal, gedung bukan tempat tinggal, jalan, dan jembatan.

Sebagai kota perlintasan dan transit, sektor perdagangan memegang peranan penting kota ini. Kawasan Jalan Yos Sudarso merupakan sentra bisnis dan perdagangan di Kota Lubuklinggau. Berbagai aktivitas perekonomian terpusat di kawasan ini, misalnya perbankan, pertokoan, dan berbagai aktivitas perdagangan.

Selain itu, Lubuklinggau memiliki beberapa pasar, seperti Pasar Satelit Bukit Sulap dan Pasar Muara. Terdapat pula beberapa tempat perbelanjaan modern dan minimarket.

Di sektor industri pengolahan, kota ini didominasi oleh usaha mikro kecil dan menengah (UMKM). Tercatat UMKM di kota ini sebanyak 6.112 unit pada tahun 2021. Dari jumlah UMKM itu, 1.670 unit di antaranya tersebar di Kecamatan Lubuklinggau Timur I.

KOMPAS/DOTY DAMAYANTI

Penerbangan perintis di Sumatera Selatan kembali menggeliat dengan beroperasinya kembali penerbangan Palembang-Lubuk Linggau. Moda angkutan udara memiliki potensi untuk dikembangkan mengingat banyak wilayah di Sumsel yang cukup sulit dijangkau dengan angkutan darat. Apalagi sejumlah kabupaten telah memiliki lapangan terbang perintis, seperti Lapangan Terbang Silampari di Lubuk Linggau ini.

Di bidang keuangan, realisasi penerimaan pendapatan daerah Kota Lubuklinggau pada tahun 2021 mencapai Rp 956,60 miliar. Kontribusi terbesar masih disumbang oleh dana perimbangan sebesar Rp 665,02 miliar. Kemudian pendapatan lain-lain yang sah sebesar Rp 154,10 miliar dan pendapatan asli daerah (PAD) menyumbang Rp 128,94 miliar.

Di sektor pariwisata, Lubuklingga memiliki beragam potensi wisata alam dan sejarah yang menarik. Salah satunya adalah Bukit Sulap, yang letaknya sekitar dua kilometer dari pusat kota. Tempat wisata ini sudah dilengkapi toko-toko dan warung-warung.

Selanjutnya, ada Air Terjun Temam atau disebut juga “Niagara Lubuklinggau”. Pada malam hari, air terjun ini akan terlihat lebih bagus karena dilengkapi dengan lampu sorot. Ada juga Bendungan Watervang yang merupakan wisata tertua di kota Lubuklinggau bahkan lebih tua dari usia Kota Lubuk Linggau.

Selain itu, ada Masjid Agung Darussalam Musi Rawas, Kampung Warna Warni Lubuklinggau, Taman Bunga Tepian Kelingi, Museum Subkoss Garuda, Jamso Lubuklinggau, dan terbaru Taman Wisata Tepian Kelingi Bukit Sulap.

Adapun makanan khas Kota Lubuklinggau, salah satunya adalah Ayam Teciyet, Ikan Salai khas Lubuklinggau, dan Lempok Durian.

Sebagai salah satu kota tujuan wisata dan daerah transit, kota ini didukung oleh sarana penunjang yang memadai baik akomodasi hotel dan restoran. Tak kurang dari 26 hotel berdiri di kota ini sedangkan restoran atau rumah makan tercatat sebanyak 150 usaha.

Hotel-hotel di Lubuklinggau hampir tak pernah sepi dari tamu pelintas yang umumnya terdiri dari kalangan pegawai perusahaan tambang, perkebunan, pengusaha, atau pedagang. Kota Lubuklinggau di kelilingi kabupaten dan kota yang kaya akan sumber daya sehingga sejumlah perusahaan besar berdiri di lokasi itu.

KOMPAS/RHAMA PURNA JATI

Dua orang wisatawan sedang mengabadikan salah satu obyek wisata andalan di Lubuklinggau Air Terjun Temam, Rabu (19/4/2017) malam. Obyek wisata ini menjadi daya tarik wisatawan karena keindahannya terutama saat malam. Air terju ini juga dijuluki Niagara Mini karena bentuknya yang hampir serupa.

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Musi Rawas “Kehilangan” Lubuk Linggau *Otonomi”, Kompas, 08 Juni 2001, hlm. 08
  • “Lubuk Linggau, Keuntungan Sebuah Kota Perlintasan”, Kompas, 27 November 2001, hlm. 20
  • “Kota Pertemuan Beberapa Sungai * Otonomi”, Kompas, 23 Oktober 2003, hlm. 32
  • “Kota Lubuklinggau * Otonomi”, Kompas, 23 Oktober 2003, hlm. 32
  • “Kota Transit: Lubuk Linggau, Penyedia Jasa”, Kompas Sumbagsel, 02 Juli 2005, hlm. 28
  • “Pilwakot: Terserah Siapa yang Terpilih, asal Berjalan Damai”, Kompas, 12 Januari 2008, hlm. 27
  • “Strategi Pembangunan: Memoles Kota di Persimpangan * Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015”, Kompas, 22 Mei 2015, hlm. 22
  • “Kota Lubuklinggau: Kecerdasan Seni Pun Diasah * Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015”, Kompas, 22 Mei 2015, hlm. 22
Buku dan Jurnal
Aturan Pendukung

Editor
Topan Yuniarto