KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO
Sejumlah menara relai siaran televisi didirikan di kawasan Desa Ngoro-oro, Patuk, Gunung Kidul, DI Yogyakarta, Rabu (26/2/2020). Area tersebut dipilih antara lain karena posisi yang berada di ketinggian relatif strategis untuk meneruskan gelombang siaran televisi ke wilayah DIY dan sekitarnya. Banyaknya menara pemancar yang dipasang di kawasan itu membuat Desa Ngoro-ngoro kerap mendapat julukan ‘Desa Seribu Tower (menara)’.
Fakta Singkat
- Hari Penyiaran Nasional diperingati setiap 1 April, didasari oleh sejarah berdrinya stasiun radio pertama milik pribumi, Solosche Radio Vereeniging pada 1 April 1933, di Solo.
- Dasar hukum penetapan Hari Penyiaran Nasional adalah Kepres No. 9 Tahun 2019 tentang Hari Penyiaran Nasional.
- Pendirian SRV diprakarasi oleh Mangkunegoro VII dan didirikan oleh RM Ir. Sarsito Mangunkusumo, RM Soetarto Hardjowahono, Lim Tik Liang, RT Dr. Marmohoesodo, Tjan Ing Tjwan, Louwson, Wongsohartono, Tjiong Joe Hok dan Prijohartono.
- Pada 11 September 1945, Radio Republik Indonesia (RRI) berdiri. Tokoh yang terlibat di antaranya Abdulrahman Saleh, Adang Kadarusman, Soehardi, Soetarji Hardjolukita, Soemarmadi, Sudarmomarto, Harto, dan Maladi.
- Pada 1962, Televisi Repubik Indonesia (TVRI) berdiri melalui Surat Keputusan Menteri Penerangan RI No. 20/SK/VII/61.
- Siaran uji coba pertama dilaksanakan pada 17 Agustus 1962, siaran berupa liputan acara peringatan HUT RI ke-17 di Istana Merdeka, Jakarta.
- Siaran resmi dilakukan pada 24 Agustus 1962, dengan siaran pertandingan Asian Games IV di Jakarta.
- Pada 24 Agustus 1989, didirikan Rajawali Citra Televisi (RCTI) 1989 dan menjadi televisi swasta pertama.
Hari Penyiaran Nasional pertama kali digagas pada 2009. Peringatannya bertujuan untuk mengingatkan pelaku penyiaran di Indonesia bahwa penyiaran dirintis untuk kepentingan masyarakat.
Pada 2009, Masyarakat Penyiaran Solo Raya (MPSR) menggelar acara deklarasi Hari Penyiaran Nasional di Balai Soedjatmoko, Solo, Jawa Tengah. Selain deklarasi, acara juga diisi dengan pameran arsip foto-foto penyiaran radio dari tahun 1930 hingga 1940-an (“Deklarasi Hari Penyiaran Nasional”, Kompas, 1 April 2009).
Selanjutnya, pada 1 April 2010, Komisi Penyiaran Daerah (KPID) Jawa Tengah, dengan mengambil momen berdirinya Solosche Radio Vereeniging (SRV) pada 1 April 1933, mendeklarasikan kembali 1 April untuk diperingati sebagai Hari Penyiaran Nasional di Balaikota Solo. Pada kesempatan itu, KPID Jawa Tengah juga mengusulkan mengangkat Mangkunegoro VII sebagai Bapak Penyiaran Nasional.
Adapun tujuan dari diperingatinya Hari Penyiaran Nasional adalah untuk terus mengingatkan para pelaku penyiaran di tanah air tentang sejarah penyiaran yang dirintis untuk kepentingan masyarakat (“Deklarasi Hari Penyiaran Nasional”, Kompas, 3 April 2010).
Hari Wiryawan dalam buku Mangkunegoro VII dan Awal Penyiaran Indonesia, menyebutkan bahwa SRV merupakan stasiun radio penyiaran pertama yang dimiliki bangsa Indonesia. Sebelum berdirinya SRV, pada 1920-an sudah ada Bataviasche Radio Vereeniging di Batavia. Namun, radio tersebut milik orang Belanda. Begitupun Stasiun Radio Malabar di Bandung, juga milik orang Belanda, hanya sebatas radio telekomunikasi untuk sambungan Hindia-Belanda dengan negeri Belanda.
KOMPAS/JB SURATNO
Gedung baru RRI di jalan Merdeka Barat Jakarta. Didirikan tepat di tempat NIROM (Nederlands Indisce Radio Omroep Maatchappij) dulu. Di tempat yang sama pernah berkumandang Radio Pendudukan Jepang dan Radio Pendudukan Tentara Sekutu. Menteri Penerangan Mashuri Sabtu (2/4/1977) meresmikan gedung baru RRI (Radio Republik Indonesia) di Jalan Merdeka Barat, Jakarta. Luas gedung ini 6000 meter persegi, terdiri dari delapan lantai dan pembangunannya menelan Rp. 1.109.000.000,- lebih.
Berdirinya SRV tidak terlepas dari fenomena kehadiran teknologi pesawat radio di lingkungan Pura Mangkunegaran pada 1927. Pada saat itu, Mangkunegoro VII mendapatkan hadiah berupa pesawat radio dari seorang Belanda. Perkenalan dengan teknologi penyiaran radio lantas membuat Mangkunegoro VII ingin memanfaatkannya untuk untuk menyebarluaskan kebudayaan dan kesenian tradisional Jawa.
Ia pun kemudian membeli sebuah pemancar tua milik Djocjchasche RadioVereeniging, perusahan radio swasta Belanda di Yogyakarta, untuk merintis penyiaran radio sendiri. Pemancar ini lalu diberikan kepada perkumpulan seni Javanesche Kuntskring Mardiraras Mangkunegaran, yang menyiarkan kegiatan seni musik Jawa dengan call sign PK2MN. PK2 merupakan kode untuk radio amatir di Jawa Tengah, sedangkan MN singkatan dari nama pemiliknya yaitu Mangkunegoro VII.
Namun seiring berjalannya waktu, dengan berkembangnya teknologi, kualitas PK2MN dianggap sudah ketinggalan karena pemancar yang yang dibeli adalah pemancar bekas dan sudah tua. Mangkunegoro VII kemudian meminta agar stasiun radio PK2MN melakukan pembenahan secara total. Gagasan yang sama juga dikemukakan oleh Ir. Sarsito Mangunkusumo, yang merupakan Kepala Dinas Pekerjaan Umum Praja Mangunegaran dan anggota Javanesche Kuntskring Mardiraras.
Atas dasar pemikiran itu, pada 1 April 1933 diselenggarakan rapat di Gedung Societeit Sasono Soeka (kini Museum Pers Nasional), yang letaknya tidak jauh dari Istana Mangkunegaran. Rapat dihadiri oleh RM Ir. Sarsito Mangunkusumo, RM Soetarto Hardjowahono, Lim Tik Liang, RT Dr. Marmohoesodo, Tjan Ing Tjwan, Louwson, Wongsohartono, Tjiong Joe Hok dan Prijohartono.
Rapat tersebut membahas perihal pembaharuan radio. Dari hasil rapat dihasilkan sebuah kesepakatan untuk mendirikan sebuah perhimpunan radio oemroep (artinya siaran) dan pendirian sebuah stasiun radio profesional, yang diberi nama Solosche Radio Vereeniging.
Untuk dapat melaukan siaran, SRV pun berencana untuk membeli peralatan pemancar baru dari Perusahaan Telepon dan Telegraph Pemerintah Hindia-Belanda. Namun, ternyata harga peralatan pemancar baru yang dibutuhkan sangat mahal sebesar f 1.500 (dibaca 1.500 gulden Belanda). Harga tersebut diluar kemampuan SRV yang hanya memiliki kas dari iuran dan sumbangan anggota sebesar f 600.
Dengan melihat kondisi tersebut, SRV pun meminta bantuan Mangkunegoro VII, yang kemudian menyanggupi untuk menanggung biaya pembelian alat pemancar baru. Pemancar baru tersebut kemudian tiba di Solo pada 5 Januari 1934 dan ditempatkan di studio sementara di Pendapa Kepatihan Mangkunegaran atas izin Patih Mangkunegaran KRMT Sarwoko Mangunkusumo, yang merupakan kakak Ir. Sarsito Mangunkusumo.
Sore harinya, SRV langsung mengudara dengan siaran gamelan atau klenengan dan dapat langsung disiarkan juga ke negeri Belanda. Dalam perkembangannya, SRV menyiarkan program acara berupa siaran kebudayaan dan kesenian, seperti klenengan atau gamelan, wayang, serta hiburan anak-anak.
KOMPAS/BRE REDHANA
Etty Bustami, penyiar RRI (Radio Republik Indonesia), sedang siaran (10/10/1988)
Pada tahun 1935, SRV hendak mendirikan studio dan gedung baru. Untuk itu, Mangkunegoro VII memberikan tanah seluas 5.000 meter persegi di Kestalan Mangkunegaran untuk keperluan pembangunan tersebut. Selanjutnya, SRV berkembang pesat. Kurang dari 10 tahun, SRV berhasil membuka cabang di stasiun radio di Jakarta, Bandung, Surabaya, Madiun, Yogyakarta, Semarang, Purwokerto, dan Bogor. SRV pun menjadi penanda momentum kebangkitan radio milik pribumi.
Lebih lagi, menurut Hari Wiryawan seperti dikutip Kompas (31/3/2010), SRV berdiri satu tahun lebih cepat dari stasiun radio milik pemerintah Hindia-Belanda, Netherlands Indische Radio Oemroep Maschapaij (NIROM), yang berdiri pada Maret 1934. Hal ini menunjukan bahwa bangsa Indonesia saat itu tidak tertinggal dari penjajahnya.
Atas dasar itu, pada 29 Maret 2019, Presiden Joko Widodo melalui Keputusan Presiden No. 9 Tahun 2019 tentang Hari Penyiaran Nasional menetapkan secara resmi 1 April sebagai Hari Penyiaran Nasional.
Pada 1 April 2022, merupakan Hari Penyiaran Nasional ke-89. Puncak peyelenggaraannya berlangsung di Kota Bandung, Jawa Barat. Peringatan Harsiarnas ke-89 mengangkat tema “Transformasi Penyiaran Era Digital”, sebab bertepatan dengan tahun pelaksanaan analog switch off (ASO) atau peralihan dari siaran TV analog ke TV digital secara nasional.
Jejak Langkah Penyiaran di Indonesia
Penyiaran Radio
Sejarah penyiaran radio di Indonesia telah berlangsung sejak 1920-an, yakni pada masa pemerintahan kolonialisme Hindia-Belanda. Jennifer Lindsay dalam Making Waves: Private Radio and Local Identities in Indonesia, menyebutkan bahwa sejarah radio di Indonesia dimulai dengan berdirinya Bataviasche Radio Vereeniging (BRV) pada 16 Juni 1925 di Batavia, yang melakukan siaran dari salah satu ruang di Hotel Des Indes dengan bahasa Belanda.
Siaran BRV bersifat komersil, berisi propaganda dan iklan perusahan atau perdagangan, sebab biaya operasionalnya berasal dari pengusaha Belanda. Hadirnya BRV sendiri terpaut 19 tahun setelah Reginald Aubrey Fessenden pertama kali melakukan siaran suara dan permainan biolanya ke kapal-kapal di laut Atlantik yang berjarak ratusan kilometer.
Kemunculan BRV pun kemudian memicu munculnya perkumpulan penyiaran radio di Hindia-Belanda, baik yang didirikan oleh orang Eropa maupaun pribumi. Seperti Vereniging van Radio Amateurs Voor Bandoeng di Bandung pada 1926 dan Meyers Omroep Voor Allen (MOVA) yang didirikan oleh tuan Meyers di Medan pada 1930.
Di kalangan pribumi minat mendirikan stasiun siaran pun juga tumbuh, khususnya untuk melakukan siaran yang bersifat kultural atau dikenal sebagai “radio ketimuran”. Hal ini dirintis oleh Solosche Radio Vereeniging (SRV) yang berdiri pada 1 April 1933 di Solo. Menyusul SRV, pada 1934 di Solo berdiri Siaran Radio Indonesia (SRI), yang dikelola oleh bangsawan dari Kasunanan Surakarta dan dikenal sebagai radio yang pertama kali menggunakan kata “Indonesia”.
Selain itu, ada pula Mataramse Verniging Voor Radio Omroep (MAVRO) di Yogyakarta, Verniging Oosterse Radio Luisteraars (VORL) di Bandung, Chineese en Inheemse Radio Luisteraars Vereniging Oost Java (CIRVO) di Surabaya, dan Eerste Madiunse Radio Omroep (EMRO) di Madiun. Semuanya bersifat swasta, dengan dana operasional dari iuran anggota.
Pada saat itu, SRV bersama radio ketimuran lainnya mampu memberikan program alternatif yang berbeda dengan radio-radio milik Belanda, yang didominasi siaran musik Barat. Program-program radio ketimuran berciri khas kesenian dan kebudayaan tradisional, dengan acara-acara sairan berupa siaran langsung pertunjukan klenengan atau gamelan, wayang, serta hiburan anak-anak.
Pada 1934, BRV berafiliasi dengan pemerintah Hindia Belanda dan berganti nama menjadi Nederlandsch Indische Radio Omroep Masstchapij (NIROM). Pada umumnya, isi siaran terdiri dari hiburan berupa musik yang diputar dari gramafon, pariwisata, pendidikan, serta iklan niaga.
Dengan bantuan penuh dari pemerintah Hindia-Belanda, NIROM berkembang pesat menjadi stasiun radio terbesar. NIROM mendapat perlakuan istimewa berupa izin menyelenggarakan program siaran yang lengkap, serta memperoleh hak menerima pajak radio sebesar f 1,50 per bulan dari setiap stasiun radio. Sedangkan stasiun-stasiun siaran radio lainnya yang berbentuk perkumpulan, seperti stasiun siaran milik pribumi, umumnya hidup dari iuran para anggota.
Pada tahun 1937, sejumlah radio ketimuran di antaranya SRV, VORO, VORL, MAVRO, dan CIRVO mengadakan pertemuan di Bandung. Dari pertemuan tersebut kemudian didirikan Perserikatan Perkumpulan Radio Ketimuran (PPRK). PPRK bersifat nonkomersial dengan tujuan memajukan kebudayaan dan kesenian tradisional.
Kemenangan Jepang atas Belanda pada 1942, menempatkan Indonesia berada di bawah pemerintahan militer Jepang. Mengacu buku Dasar-Dasar Penyiaran: Sejarah, Organisasi, Operasional, dan Regulasi, pada masa itu, siaran-siaran radio yang sedang berkembang mengalami guncangan, di mana pihak militer Jepang mengambil alih dan menguasai stasiun-stasiun radio swasta milik Belanda maupun pribumi.
Sebagai gantinya, pemerintah Jepang mendirikan suatu badan yang mengurus dan menyelenggarakan siaran radio baik di pusat maupun di daerah. Badan ini diberi nama Hoso Kanri Kyoku (Jawatan Urusan Radio) yang berada di bawah pengawasan Departemen Informasi dan Propaganda Jepang.
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Pengisi suara dari kiri, Angie Rasidy sebagai Dewi Durgandini, Arie Dagienkz sebagai Bisma dan penulis skrip, Asmara Letizia sebagai Dewi Kunti dan Anto Nugroho sebagai Gunungan atau Mas Gun dalam lakon wayang Asal Muasal Pundawa dan Kurawa di Radio Motion 97,5 FM di Gedung Kontan, Jakarta Selatan, Rabu (22/2/2012).
Untuk wilayah Jawa, pusat radio berada di Jakarta, sedangkan di Sumatera berpusat di Bukittinggi. Selain itu, didirikan pula cabang-cabang di daerah-daerah, seperti Bandung, Purwokerto, Semarang, Yogyakarta, Surakarta, Malang, Surabaya, Medan, Padang, dan Makassar, yang disebut sebagai Hoso kyoku. Setiap Hoso kyoku membuka kantor cabang di kabupaten-kabupaten yang disebut Shodanso.
Pada masa itu Jepang melakukan sensor ketat terhadap siaran radio. Siaran radio dari luar negeri dilarang, musik-musik Barat diganti dengan musik-musik Indonesia dan Jepang. Adapun bahasa yang digunakan dalam siaran adalah bahasa Indonesia atau Jepang.
Sejalan dengan usaha memenagkan perang melawan sekutu, siaran Hoso Kyoku diarahkan untuk menanamkan ke dalam jiwa semangat Nippon Seinsi dan mendorong masyarakat untuk mau menyumbangkan tenaga, pikiran dan lainnya untuk mendukung Jepang dalam perang melawan sekutu.
Setelah Jepang mengalami kekalahan dalam perang melawan sekutu, radio Hoso Kyoku berhenti mengudara. Meski demikian, orang-orang Indonesia yang berkerja pada radio Jepang tersebut, pada 17 Agustus 1945 mampu mengambil alih dan menyiarkan Proklamasi Kemerdekaan serta menyebarkan siaran kabar kemerdekaan ke daerah-daerah dan luar negeri.
KOMPAS/WAWAN H PRABOWO
Penyiar radio, Arya Iman Danusaputra atau yang akrab dipanggil Arya Tanjidor dan Fe Kusumawardhani atau biasa disapa Ipeh Yapong, menyapa para pendengar Bens Radio di studio Bens Radio, Jakagarsa, Jakarta Selatan, Kamis (9/6/2011).
Menyadari pentingnya radio sebagai perangkat komunikasi, orang-orang Indonesia yang pernah aktif dan bekerja di stasiun radio Jepang kemudian membicarakan mengenai apa yang harus dilakukan terkait radio sebagai alat komunikasi yang diperlukan oleh pemerintah Indonesia.
Atas dasar pemikiran tersebut, mereka bersepakat untuk mengadakan pertemuan di Jakarta pada 11 September 1945. Perwakilan yang hadir adalah Abdulrahman Saleh, Adang Kadarusman, Soehardi, Soetarji Hardjolukita, Soemarmadi, Sudarmomarto, Harto, dan Maladi.
Pada sore hari sebelum melakukan pertemuan, mereka berusaha untuk menemui Presiden Sukarno di Pegangsaan Timur, namun tidak mendapatkan izin dan hanya bertemu dengan Menteri Sekretaris Negara Mr. AG Pringgodigdo. Dalam pertemuan tersebut, Abdulrachman Saleh sebagai perwakilan menyampaikan beberapa poin penting, salah satunya adalah mereka bertekad untuk membentuk Radio Republik Indonesia dan melanjutkan penyiaran radio untuk kepentingan komunikasi pemerintah dengan rakyat.
Selanjutnya, mereka mengadakan rapat di rumah Adang Kadarusman di daerah Menteng Dalam. Dari hasil rapat, disepakati untuk didirikannya Radio Republik Indonesia (RRI). Jakarta untuk sementara waktu ditetapkan sebagai kantor pusat dan Abdulrachman Saleh sebagai ketuanya.
Selain sejumlah keputusan, rapat tersebut juga menghasilkan sebuah deklarasi yang dikenal dengan Piagam 11 September 1945, yang kemudian disebut sebagai Tri Prasetya RRI. Bunyi piagam tersebut adalah:
- Kita harus menyelamatkan segala alat siaran radio dari siapa pun yang hendak menggunakan alat tersebut untuk menghancurkan negara kita dan membela alat itu dengan segala jiwa raga dalam keadaan bagaimana pun dan dengan akibat apa pun juga.
- Kita harus mengemudikan siaran RRI sebagai alat perjuangan dan alat revolusi seluruh bangsa Indonesia, dengan jiwa kebangsaan yang murni, hati yang bersih dan jujur serta budi penuh kecintaan dan kesetiaan kepada tanah air dan bangsa.
- Kita harus berdiri di atas segala aliran dan keyakinan partai atau golongan, dengan mengutamakan persatuan bangsa dan keselamatan negara, serta berpegang teguh pada jiwa Proklamasi 17 Agustus 1945.
Dalam perkembangannya, radio menjadi salah satu media penyiaran yang memiliki sebaran paling luas di Indonesia. Di beberapa daerah terpencil, masyarakat mendirikan radio komunitas untuk memenuhi kebutuhan komunikasi dan informasi mereka.
Pada 1970-an, stasiun-stasiun radio swasta dilegalkan oleh pemerintah. Sejak saat itu, terjadi peningkatan dalam jumlah jaringan radio, dan berkembang menjadi sebuah industri. Pada 1977, Persatuan Radio Siaran Swasta Niaga Indonesia (PRSSNI) pun dibentuk.
Berdasarkan riset Centre for Innovation Policy and Governance (CIPG), pada 2005, tercatat anggota PRSSNI yang terdaftar berjumlah 831 stasiun radio. Jumlah ini meningkat pada 2010, dimana jumlah anggota yang terdaftar mencapai 1.248 stasiun radio.
Jumlah Radio dan TV Lokal
Provinsi |
Radio Lokal |
TV Lokal |
Nanggroe Aceh Darussalam |
117 |
1 |
Sumatera Utara |
162 |
3 |
Sumatera Selatan |
82 |
4 |
Sumatera Barat |
106 |
5 |
Bengkulu |
45 |
1 |
Riau |
92 |
4 |
Kepulauan Riau |
40 |
4 |
Jambi |
53 |
3 |
Lampung |
108 |
3 |
Bangka Belitung |
48 |
0 |
Kalimantan Barat |
79 |
1 |
Kalimantan Timur |
89 |
3 |
Kalimantan Selatan |
75 |
11 |
Kalimantan Tengah |
46 |
2 |
Kalimantan Utara |
30 |
1 |
Banten |
18 |
6 |
DKI Jakarta |
66 |
9 |
Jawa Barat |
302 |
30 |
Jawa Tengah |
395 |
13 |
Daerah Istimewa Yogyakarta |
62 |
5 |
Jawa Timur |
345 |
28 |
Bali |
69 |
4 |
Nusa Tenggara Timur |
64 |
3 |
Nusa Tenggara Barat |
57 |
1 |
Gorontalo |
25 |
2 |
Sulawesi Barat |
13 |
0 |
Sulawesi Tengah |
59 |
0 |
Sulawesi Utara |
50 |
5 |
Sulawesi Tenggara |
42 |
1 |
Sulawesi Selatan |
90 |
3 |
Maluku Utara |
24 |
0 |
Maluku |
35 |
2 |
Papua Barat |
30 |
0 |
Papua |
31 |
1 |
Papua Tengah |
12 |
0 |
Papua Pegunungan |
8 |
0 |
Papua Selatan |
10 |
0 |
Total |
2.979 |
159 |
Sumber: asiawaves.net diakses pada 30 Maret 2024
KOMPAS/PRIYOMBODO
Suasana talk show di Sonora 92,0 FM di jalan Kebahagiaan, Jakarta, Kamis (3/12/2015). Sonora FM mulai mengudara pada tanggal 8 Agustus 1972.
Penyiaran Televisi
Jika sejarah penyiran radio di Indonesia dapat dirunut sejak masa kolonialisme Hindia-Belanda, sejarah penyiaran televisi di Indonesia baru dimulai ketika Indonesia merayakan kemerdekaannya yang ke-17. Hal itu terjadi manakala pemerintah mendirikan Televisi Repubik Indonesia (TVRI) melalui Surat Keputusan Menteri Penerangan RI No. 20/SK/VII/61.
Menurut Agus Sudibyo dalam Ekonomi Politik Media Penyiaran, saat itu pemerintah Indonesia memasukkan proyek televisi ke dalam proyek pembangunan persiapan Asian Games IV yang akan diselenggarakan di Jakarta pada 24 Agustus – 4 September 1962. Hal itu tidak terlepas dari keinginan Presiden Sukarno agar momen Indonesia sebagai tuan rumah pesta olahraga tersbesar se-Asia tersebut bisa dikenal luas sekaligus mengangkat citra bangsa Indonesia.
Sejarah itu dimulai pada 17 Agustus 1962. Pada saat itu, untuk pertama kalinya TVRI melakukan uji coba siaran televisi dengan menyiarkan peringatan HUT RI ke-17 dari halaman Istana Merdeka, Jakarta. Siaran percobaan menyiarkan gambar dengan format hitam putih yang ditopang pemancar berkekuatan 100W.
Hal tersebut lantas menjadikan Indonesia sebagai negara keempat di Asia yang memiliki penyiaran televisi, setelah Jepang, Filipina, dan Thailand. Di sisi lain, hadirnya TVRI juga menandai perkembangan penyiaran di Indonesia yang tidak lagi terbatas hanya siaran suara seperti pada radio, tetapi juga menyajikan gambar atau visual.
Pada 24 Agustus 1962, secara resmi TVRI mengudara pertama kali sebagai bagian dari proyek khusus untuk menyukseskan penyelenggaraan Asian Games IV di Jakarta. Pertandingan Asian Games IV di Jakarta disiarkan oleh TVRI berkoordinasi dengan Organizing Committee Asian Games IV di bawah naungan Biro Radio dan Televisi Departemen Penerangan.
Sukses menyiarkan momen Asian Gemes IV, tepatnya sejak tanggal 12 November 1962, TVRI mulai melakukan siaran setiap hari dengan program acara yang berbeda-beda. Disusul kemudian menyiarkan tayangan iklan perdana pada 1 Maret 1963.
KOMPAS/HERU SRI KUMORO
Menara TVRI di Jalan Gerbang Pemuda, Senayan, Jakarta, Minggu (25/9/2022). Menara TVRI dibangun pada April 1975 dan selesai pada Agustus 1977. Biaya pembangunnya menghabiskan mencapai Rp 379 juta. Menara itu dirancang Wiratman Wangsadinata dan tim arsitek Yodya Karya, bekerja sama dengan RBW Consulting Engineer. Pembangunannya digarap Waskita Kajima yang dipimpin Ir M Arifin. Kompleks studio yang baru dan menara diresmikan pada 24 Agustus 1982. Saat ini, Menara TVRI tidak digunakan lagi, karena sudah ada menara baru yang dibangun di wilayah Joglo, Jakarta Barat.
Pada Oktober 1963, struktur organisasi TVRI dibentuk. Dengan status yayasan, TVRI bertanggung jawab kepada Departemen Penerangan untuk isi program. Sedangkan, pendanaan operasional bersifat otonom, digalang dari iuran kepemilikan pesawat televisi.
Dalam perkembangannya, TVRI menjadi televisi nasional yang menghadirkan tayangan-tayangan program informasi, pendidikan, dan hiburan. Program acara seperti kuis, drama, lenong, dan musik menjadi program unggulan yang menjadi tontonan hiburan masyarakat.
Setelah 27 tahun TVRI menjadi satu-satunya stasiun televisi di Indonesia. Pada tahun 1989 pemerintah membuka izin untuk pendirian televisi swasta. Pada tahun tersebut, Rajawali Citra Televisi (RCTI) didirikan pada 24 Agustus 1989 dan menjadi televisi swasta pertama. Siaran RCTI pada saat itu masih besifat lokal, terbatas di wilayah Jakarta saja. Dan, baru pada 1993 melakukan siaran nasional.
Kemunculan RCTI pun kemudian disusul oleh Surya Citra Televisi (SCTV) pada 1990 dan Televisi Pendidikan Indonesia (TPI) pada 1991. Kemudian, pada 1994 berdiri ANTeve dan Indosiar. Sampai puncaknya terjadi pada awal tahun 2000-an, dimana telah terdapat belasan stasiun televisi swasta, di antaranya adalah TransTV, Lativi, TV7, dan Metro TV.
Ruang Lingkup Penyiaran
Menurut UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran, siaran adalah pesan atau rangkaian pesan dalam bentuk suara, gambar, atau suara dan gambar atau yang berbentuk grafis, karakter, baik yang bersifat interaktif maupun tidak, yang dapat diterima melalui perangkat penerima siaran.
Dalam pasal 1 ayat 2, penyiaran merupakan kegiatan pemancarluasan siaran melalui sarana pemancaran ataupun sarana transmisi di darat, di laut atau di antariksa dengan menggunakan spektrum frekuensi radio melalui udara, kabel, dan/atau media lainnya untuk dapat diterima secara serentak dan bersamaan oleh masyarakat dengan perangkat penerima siaran.
Adapun tujuannya, Pasal 3 menyebutkan bahwa penyiaran diselenggarakan dengan tujuan untuk memperkukuh integrasi nasional, terbinanya watak dan jati diri bangsa yang beriman dan bertakwa, mencerdaskan kehidupan bangsa, memajukan kesejahteraan umum, dalam rangka membangun masyarakat yang mandiri, demokratis, adil dan sejahtera, serta menumbuhkan industri penyiaran Indonesia.
Dalam pasal 13 ayat 2, ditegaskan bahwa jasa penyiaran radio dan televisi diklasifikasikan sebagai:
- Lembaga Penyiaran Publik (LPP), merupakan stasiun penyiaran yang mendapatkan biaya operasional dari APBN untuk stasiun pusat dan APBD untuk stasiun daerah. LPP mempunyai wilayah siaran secara nasional.
- Lembaga Peyiaran Swasta (LPS), merupakan stasiun penyiaran yang biaya operasionalnya berasal dari potensi iklan serta jasa-jasa lain seperti pembuatan produksi terkait penyelenggaraan penyiaran. LPS memeliki wilayah siaran secara lokal dan berjejaring secara terbatas.
- Lembaga Penyiaran Komunitas (LPK), merupakan stasiun penyiaran yang biaya operasionalnya berasal dari iuran dan donasi anggotanya, atau pihak-pihak yang bersimpati. Dalam UU Penyiaran, LPK bersifat independen, didirikan oleh komunitas dalam wilayah tertentu, dan tidak diperkenankan mendapatkan biaya operasiona dari iklan. LPK memili jangkauan siaran dengan radius terbatas, sekitar 2,5 km dan berdaya pancar 50 watt.
- Lembaga Penyiaran Berlangganan (LPB), merupakan stasiun penyiaran yang mendapatkan anggaran operasional melalui iuran pelanggan, potensi iklan, dan jasa-jasa lain seperti pembuatan produksi, seperti jasa akses internet. LPB meliputi siaran melalai satelit, kabel, dan terestrial.
Berdasarkan wilayah cakupan layanan jangkauan siaran, menurut Hidajanto Jamal dan Andi Fachruddin, penyiaran dikategorikan ke dalam empat kategori, yaitu:
- Media Penyiaran Lokal, yang mempunyai wilayah siaran hanya sebatas wilayah perkotaan atau kabupaten. Contohnya siaran radio FM (frequency modulation).
- Media Penyiaran Regional, yang mempunyai wilayah siaran hingga melintasi batasan wilayah satu kota atau kabupaten. Contohnya siaran MW (medium wave).
- Media Penyiaran Nasional, yang memiliki wilayah cakupan secara nasional. Contohnya adalah RRI dengan siaran dari stasiun pusat di Jakarta.
- Media Penyiaran Internasional, yang mempunyai jangkauan wilayah siaran secara internasional, melintasi wilayah satu negara. Contohnya adalalah Voice of Indonesia (VOI) dan British Broadcasting Corporation (BBC).
Digitalisasi Penyiaran
Regenerasi penyiaran terus berlangsung dengan menyesuaikan perkembangan di setiap zaman. Dari sejak kemunculannya, media penyiaran radio dan televisi telah mengalami sejumlah perubahan-perubahan yang disebabkan oleh adanya inovasi dan tantangan baru.
Sistem siaran televisi analog yang telah bertahan puluhan tahun pun kini telah tergantikan dengan sistem siaran digital. Sejak November 2022 kemarin, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Informasi dan Komunikasi telah menghentikan siaran analog dan melakukan migrasi penyiaran televisi terestrial ke digital atau disebut analog switch off (ASO).
Hal tersebut merupakan bentuk implementasi amanat dari UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Di dalam UU Cipta Kerja, diatur bahwa penyelenggaraan penyiaran dilaksanakan dengan mengikuti perkembangan teknologi. Oleh karena teknologi analog sudah tidak lagi sejalan dengan kemajuan teknologi, perlu adanya konversi teknologi penyiaran ke digital, yang lebih sesuai dengan perkembangan teknologi.
Mengacu dari laman resmi Kominfo, penyiaran televisi digital terrestrial adalah penyiaran yang menggunakan frekuensi radio Very High Frequency (VHF) maupun Ultra High Frequency (UHF) seperti halnya penyiaran analog, akan tetapi dengan format konten digital. Secara teknis, jika siaran analog menggunakan pancaran dengan memodulasikannya langsung pada pembawa frekuensi, dalam siaran digital data tidak serta merta dimodulasikan, melainkan terlebih dahulu dikodekan dalam bentuk bit, baru kemudian dipancarkan.
Dengan sistem siaran digital ini, pemirsa siaran televisi digital akan tetap mendapatkan siaran gratis namun dengan kualitas gambar yang lebih jernih dan bersih serta konten yang lebih beragam dibanding sistem analog.
Dalam buku Digitalisai Televisi di Indonesia, disebutkan bahwa digitalisasi juga memungkinkan adanya efisiensi investasi infrastruktur pemacar karena satu pemancar dapat digunakan bersama-sama. Selain itu, sistem siaran digital juga memberikan efisiensi frekuensi yang memungkinkan lebih banyak saluran televisi.
Menurut Kominfo, migrasi teknologi siaran ke digital akan menghasilkan efisiensi penggunaan frekuensi (digital dividen)sebesar 112 MHz, yang mana dapat dimanfaatkan untuk menambah kapasitas, jangkauan dan kualitas internet broadband.
Meski demikian, dalam hal migrasi penyiaran dari teknologi analog ke digital, Indonesia termasuk tertinggal dibandingkan dengan negara-negara lain. Pada 2006, dalam konferensi International Telecommunication Union (ITU) di Jenewa, Swiss, di mana Indonesia turut terlibat, telah disepakati bahwa masa transisi dari penyiaran analog ke digital, akan dimulai 17 Juni 2006 dan harus berakhir pada tanggal 17 Juni tahun 2015. Adapun untuk beberapa negara berkembang diberikan keringan berupa tambahan waktu lima tahun untuk proses transisi ini, atau tepatnya hingga tahun 2020.
Di kawasan Asia, Jepang telah menyelesaikannya ASO pada 2011, dan Korea Selatan pada 2012. Sementara di tingkat Asean, Malaysia dan Singapura sudah menyelesaikannya pada 2019, kemudian disusul Vietnam, Thailand, dan Myanmar pada 2020 (“Digitalisasi Televisi Dipercepat”, Kompas, 7 Juli 2020).
Infografis: Sebaran Sistem Siaran Digital di Dunia
Indonesia yang baru melakukan migrasi penyiaran analog ke digital pada 2022, berarti sudah melewati target dan batas waktu dari ketetapan Konferensi ITU. Hal ini terjadi disebabkan oleh tidak adanya kejelasan payung hukum, tarik ulur regulasi, dan silang pendapat dalam pelaksanaanya.
Dalam perjalanannya, permerintah Indonesia sebenarnya sudah memulai langkah melakukan migrasi siaran digital sejak 2008, dengan melakukan soft launcing TV Digital di Studio TVRI di Jakarta. Kemudian pada 2009, Kementrian Komunikasi dan Informasi telah menyusun roadmap infrastruktur penyiaran digital.
Dalam peta jalan tersebut, implementasi migrasi siaran analog ke digital direncanakan akan selesai pada akhir tahun 2018. Merujuk kembali buku Digitalisasi Televisi di Indonesa, dalam peta jalan penyiaran digital pengimplementasian proses migrasi dari sistem analog ke digital akan dilakukan secara bertahap.
Tahap pertama, periode 2010–2014, merupakan tahap siaran Simulcast, yaitu siaran dilakukan berbarengan antara analog dan digital. Kedua, pada tahun 2014-2017, sejumlah siaran analog di beberapa wilayah akan dimatikan sebagian. Ketiga, setelah 2017, seluruh siaran analog akan dimatikan.
Sebagai dukungan terhadap rencana tersebut, pada 2009 pemerintah juga menetapkan Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 39 Tahun 2009 tentang Kerangka Dasar Penyelenggaraan Penyiaran TV Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free to Air). Kemudian, pada 2011, Menkominfo Tifatul Sembiring menerbitkan Permenkominfo No. 22 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free-to-air) sebagai ganti Permenkominfo sebelumnya.
Namun, menurut Asosiasi Televisi Jaringan Indonesia (ATJI), terdapat sejumlah pertentangan secara materiil antara Permenkominfo tersebut dengan UU Penyiaran. Salah satunya adalah tidak adanya jaminan bagi lembaga penyiaran swasta yang sudah memiliki izin penyiaran untuk melakukan penyiaran.
Pada 2012, Mahkamah Agung melalui keputusan No. 38P/HUM/2012 menyatakan bahwa Permenkominfo tersebut dianggap tidak sah dan tidak berlaku secara hukum sebab bertentangan dengan UU Penyiaran setelah dilakukan uji materiil,. (“ASO: Sejarah dan Masa Depan Penyiaran Digital di Indonesia”, Kompaspedia, 30 Desember 2020).
Isu yang sempat kandas ini baru mendapatkan momentumnya kembali pada 2020, ketika UU Cipta Kerja menambahkan tentang ihwal penyiaran digital di dalam pasal 60A. Dalam UU tersebut, pemerintah mengamanatkan untuk segera dilakukan migrasi teknologi penyiaran analog ke digital dalam waktu dua tahun sejak UU tersebut diberlakukan.
KOMPAS/RADITYA HELABUMI
Pekerja mengemas perangkat alat bantu siaran televisi digital (set top box/STB DVB-T2) yang diproduksi oleh perusahaan manufaktur PT Pampas Electric di Kawasan Industri Delta Silicon, Cikarang Selatan, Bekasi, Jawa Barat, Kamis (2/12/2021). Saat ini pemerintah sudah menetapkan 6,7 juta unit alat bantu penerima siaran televisi digital untuk disalurkan kepada rumah tangga miskin. Migrasi siaran televisi analog ke televisi digital atau analog switch off (ASO) paling lambat akan diberlakukan pada 2 November 2022.
Dalam Permenkominfo No. 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran, menyebutkan bahwa penghentian siaran televisi analog dilakukan melalui 5 (lima) tahapan yang terdiri atas:
- Tahap I: paling lambat 17 Agustus 2021
- Tahap II: paling lambat 31 Desember 2021
- Tahap III: paling lambat 31 Maret 2022
- Tahap IV: paling lambat 17 Agustus 2022
- Tahap V: paling lambat 2 November 2022
Namun, dalam pelaksanaanya terjadi penundaan. Tahap pertama yang semula direncanakan berjalan 17 Agustus 2021, baru mulai berjalan pada 30 April 2022 dengan batas akhir penghentian siaran analog tetap pada 2 November 2022.
Untuk mencapai target tersebut, pemerintah melakukan sejumlah langkah percepatan. Mulai dari memberikan kemudahan dan fasilitas dalam membangun infrastruktur telekomunikasi hingga pemberian bantuan alat bantu penerima siaran (set top box/STB) kepada masyarakat.
FAKHRI FADLURROHMAN
Salah satu penjual televisi bekas memperlihatkan siaran digital dan siaran analog di Jalan Kembang Sepatu, Jakarta Pusat, Kamis (3/11/2022). Kementerian Komunikasi dan Informasi mematikan siaran televisi analog pada Rabu (2/11/2022) sebagai upaya migrasi televisi analog menuju digital. Fakhri Fadlurrohman.
Menurut pemberitaan Kompas (26/2/2023), meski sudah menghentikan siaran analog dan beraih ke siaran digital pada November 2022 kemarin, proses migrasi penyiaran digital masih belum tuntas. Hingga Februari 2023, baru 571 dari 695 stasiun televisi analog terestrial yang telah bersiaran digital. Sedangkan sisanya, yaitu 124 stasiun televisi analog, masih dalam proses migrasi dari analog ke digital terestrial.
Selain itu, ada sekitar 4 juta unit bantuan STB yang masih belum selesai untuk didistribusikan kepada masyarakat. Hal ini menjadi pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan sebagai bentuk komitmen pemerintah terhadap upaya modernisasi penyiaran di tanah air.
Artikel terkait
Penyiaran di Tahun Politik
Pada tahun politik 2024, diskursus mengenai independensi dan netralitas media massa, salah satunya media penyiaran kembali menjadi perhatian berbagai pihak. Hal itu didasarkan pada kemungkinan adanya pemberitaan di media penyiaran yang akan sarat dengan kepentingan politik dalam momentum menuju pemilu 2024.
Kekhawatiran terhadap pemberitaan dan informasi dari media penyiaran yang sarat dengan kepentingan politik tertentu menjelang kompetisi pemilu 2024 bukan tanpa alasan. Saat ini, terdapat beberapa media penyiaran, khususnya televisi yang dikuasai oleh tokoh politik, baik secara langsung ataupun secara kedekatan.
Contohnya adalah Aburizal Bakrie, Ketua Umum Partai Golkar yang juga pemilik Viva Group (ANTV dan TVOne), dan Surya Paloh, pendiri partai politik NasDem yang juga pemilik Media Group (MetroTV dan Sai Radio). Selain itu, ada pula Hary Tanoesoedibjo Ketua Umum Partai Perindo yang juga pemilik MNC Grup (RCTI, MNCTV, GTV, iNews). Tentunya, kepentingan-kepentingan mereka dalam pemilu 2024 tidak bisa dipungkiri turut mempengaruhi penyiaran program-program media yang bersangkutan yang mungkin akan condong pada salah satu tokoh atau kelompok politik tertentu.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Kegiatan memonitor siaran televisi nasional di ruang Analisa Pemantauan Langsung Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Jakarta, Kamis (23/2/2023). Sebanyak 18 stasiun televisi nasional yang 15 diantaranya tayang selama 24 jam dimonitor oleh petugas analis.
Puji Rianto dalam tulisan “Memperjuangkan Hak Publik: Pelanggaran Kampanye di Televisi dan Ketidakberdayaan KPI” berdasarkan catatan dari Komisi Penyiaran Indonesia menyebutkan, pada 2012, saat Hary Tanoesoedibjo, pemilik RCTI dan MNC group, masih di Partai NasDem, antara bulan Oktober sampai dengan November 2012, stasiun televisi swasta tersebut telah menayangkan sebanyak 127 iklan partai tersebut.
Pada 2013, Aburizal Bakrie yang sempat akan mencalonkan diri sebagai presiden pada pemilu 2014 juga banyak bermunculan di TV One. KPI mencatat 10 pemberitaan dan 143 kali tayangan iklan politik tentang Aburizal Bakrie sepanjang April 2013.
Pada 2019, sejumlah tokoh politik juga melakukan pelanggaran kampanye melalui media penyiaran, khususnya televisi. Merujuk laporan Kompas (25/2/2019), Bawaslu menemukan sejumlah dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh Joko Widodo dan Prabowo Subianto, dua calon presiden yang berkompetisi dalam pemilu 2019 yang lalu.
Pada Pemilu 2019, misalnya, Jokowi diduga melanggar aturan kampanye di televisi setelah muncul di acara bertajuk ”Visi Presiden” yang disiarkan serentak di lima stasiun televisi swasta, 13 Januari 2019 lalu. Dalam acara yang dimulai pukul 21.00 dan berlangsung selama 30 menit itu, Jokowi memaparkan capaian dan kinerjanya selama menjabat sebagai presiden.
Kompetitor Jokowi, Prabowo Subianto, diduga melanggar aturan kampanye di televisi karena pidatonya yang menyosialisasikan visi dan misinya di Jakarta pada 14 Januari 2019 disiarkan oleh sejumlah stasiun televisi swasta.
KOMPAS/RIZA FATHONI
Staf analis memonitor siaran televisi nasional di ruang Analisa Pemantauan Langsung Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat, Jakarta, Kamis (23/2/2023). Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) menyebutkan penetrasi televisi digital setelah penghentian siaran televisi analog (analog switch off/ASO) di beberapa daerah di Indonesia menuju kondisi normal di Februari 2023.
Aturan yang diduga dilanggar adalah Peraturan KPU Nomor 23 Tahun 2018 yang menyatakan kampanye peserta pemilu di media massa hanya diperbolehkan berlangsung selama 21 hari, yakni dari 24 Maret hingga 13 April 2019 (“Dugaan Pelanggaran Kampanye di Televisi Segera Diputuskan”, Kompas, 25 Januari 2019).
Hal ini jelas menjadi persoalan. Menurut Puji Rianto, media-media penyiaran tersebut menggunakan public domain sehingga para elit politik, meskipun mereka pemilik tv, yang bersangkutan tidak dapat menggunakan begitu saja media televisi demi tujuan-tujuan politik.
Hal ini secara normatif regulatif juga sudah diatur secara jelas oleh Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dalam Pedoman Perilaku Penyiaran (P3). Dalam P3 bab VII pasal 11, disebutkan bahwa lembaga penyiaran wajib memperhatikan kemanfaatan dan perlindungan untuk kepentingan publik. Dalam hubungannya dengan kepentingan publik, dalam ayat 2 disebutkan bahwa lembaga penyiaran wajib menjaga independensi dan netralitas isi siaran dalam setiap program siaran.
Lebih lanjut, dalam pasal 50 disebutkan bahwa lembaga penyiaran memiliki kewajiban untuk bersikap adil dan proporsional terhadap para peserta Pemilihan Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah. Lembaga penyiaran tidak boleh bersikap partisan terhadap salah satu peserta Pemilihan Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah. Selain itu, lembaga penyiaran tidak boleh menyiarkan program siaran yang dibiayai atau disponsori oleh peserta Pemilihan Umum dan/atau Pemilihan Umum Kepala Daerah.
Jika merujuk kembali fungsi penyiaran pada UU Penyiaran, media penyiaran memiliki fungsi sebagai pemberi informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial. Dengan demikian, tahun politik merupakan batu ujian bagi media penyiaran dan tentunya juga media massa lainnya dalam menjalankan amanat fungsinya tersebut.
Dengan memberikan siaran yang baik, berupa informasi yang sesuai fakta dan data, adil, dan berimbang. Lembaga penyiaran memiliki peran strategis dalam memberikan edukasi atau pendidikan politik pada masyarakat untuk terciptanya masyarakat demokratis yang lebih baik. (LITBANG KOMPAS)
Referensi
- Djamal, Hidajanto dan Andi Fachruddin. 2015. Dasar-Dasar Penyiaran: Sejarah, Organisasi, Operasional, dan Regulasi. Jakarta: Kencana.
- Lindsay, Jennifer. 1997. “Making Waves: Private Radio and Local Identities in Indonesia”. Indonesia, (64), pp.105-123. Diakses dari https://ecommons.cornell.edu/handle/1813/54121
- Rianto, Puji, dkk. 2012. Digitaisasi Televisi di Indonesia. Yogyakarta: PR2 Media dan Yayasan Tifa.
- Rianto, Puji. 2014. “Memperjuangkan Hak Publik: Pelanggaran Kampanye di Televisi dan Ketidakberdayaan KPI”. Seminar Besar Nasional Komunikasi. Diakses dari http://digilib.mercubuana.ac.id/manager/t!@file_artikel_abstrak/Isi_Artikel_572621814009.pdf
- Wiryawan, Hari. 2011. Mangkunegoro VI dan Awal Penyiaran Indonesia. Surakarta: Lembaga Pers dan Penyiaran Surakarta.
- “Deklarasi Hari Penyiaran Nasional”, Kompas, 1 April 2009, hlm. 012.
- “Hari Penyiaran: Penyiaran Berawal dari Solosche Radio Vereeniging” Kompas, 31 Maret 2010, hlm. 001.
- “Kilas Daerah: Deklarasi Hari Penyiaran Nasional”, Kompas, 3 April 2010, hlm. 022.
- “Apa Kabar Penyiaran Digital di Indonesia”, Kompas, 29 Mei 2020. https://www.kompas.id/baca/riset/2020/05/29/apa-kabar-penyiaran-digital-di-indonesia
- “Digitalisasi Televisi Dipercepat” Kompas, 7 Juli 2020. Diakses dari https://www.kompas.id/baca/dikbud/2020/07/07/digitalisasi-televisi-dipercepat
- “ASO 2022: Sejarah dan Masa Depan Penyiaran Digita di Indonesia”, Kompaspedia, 30 Desember 2020. Diakses dari https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/aso-2022-sejarah-dan-masa-depan-penyiaran-digital-di-indonesia
- “Siaran TV Digital: Teknologi, Tahapan, dan Proses Migrasi Siaran TV Digital”, Kompaspedia, 30 Juli 2021. Diakses dari https://kompaspedia.kompas.id/baca/paparan-topik/siaran-tv-digital-teknologi-tahapan-dan-proses-migrasi-siaran-tv-digital
- “Dinamika Penyiran dan Peran KPI”, Kompas, 18 September 2021. https://www.kompas.id/baca/riset/2021/09/18/dinamika-penyiaran-dan-peran-kpi.
- “Respon Publik pada Digitalisasi Penyiaran”, Kompas, 1 Desember 2021. https://www.kompas.id/baca/riset/2021/12/01/respon-publik-pada-digitalisasi-penyiaran.
- “Migrasi Penyiaran Digital Belum Kunjung Tuntas”, Kompas, 26 Februari 2023. Diakses dari https://www.kompas.id/baca/ekonomi/2023/02/26/migrasi-penyiaran-digital-belum-kunjung-tuntas
- The Future of Radio
- Nielsen Radio Audience Measurement 2016
- AsiaWaves.net
- Belanja Iklan Radio
- kominfo.go.id
- kpi.go.id
- siarandigital.kominfo.go.id
- Centre for Innovation Policy and Governance. 2013. Memetakan Lanskap Industri Media Kontemporer di Indonesia. Diakses dari cipg.or.id
- UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran
- Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika No. 39 Tahun 2009 tentang Kerangka Dasar Penyelenggaraan Penyiaran TV Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free to Air).
- Permenkominfo No. 22 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Penyiaran Televisi Digital Terestrial Penerimaan Tetap Tidak Berbayar (Free-to-air).
- UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
- Permenkominfo No. 6 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penyiaran.
- Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standar Program Siaran
Artikel terkait