KOMPAS/HERU SRI KUMORO (KUM)
Pegawai swasta melihat siaran televisi di Jakarta, Jumat (30/12/2016). Hingga kini Indonesia belum menerapkan sistem penyiaran digital secara penuh.
Fakta Singkat
Siaran TV Digital di Indonesia
- Pertama dirintis: 2004 (era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono)
- Pertama mengudara: 13 Agustus 2008 (soft launching)
- Grand Launching: 20 Mei 2009
Manfaat
- Kualitas gambar dan suara jernih
- Efisiensi spektrum
- Efisiensi infrastruktur
- Kualitas program dan layanan beragam dan lebih baik
- Sebagai sistem peringatan bencana
- Menumbuhkan industri kreatif
- Menumbukan peluang pemasaran
- Memunculkan industri perangkat
- Membuka peluang internet broadband
Terbitnya UU 11/2020 tentang Cipta Kerja pada 2 November 2020 memberikan angin segar terhadap rencana migrasi penyiaran ke teknologi digital di Indonesia. UU tersebut mengamanatkan migrasi penyiaran dari sistem analog ke digital paling lambat dua tahun sejak UU tersebut diberlakukan.
Di negara-negara maju, perencanaan switch off sistem analog sudah mulai dilakukan pada akhir tahun 2012. Oleh karena itu, muncul pandangan bahwa digitalisasi penyiaran merupakan sesuatu yang tak terelakkan bagi Indonesia, tinggal menunggu waktu. Di samping itu, terdapat berbagai manfaat yang didapatkan dalam penggunaan sistem penyiaran digital.
Sejak tahun 2004, pemerintah sebenarnya telah mencanangkan migrasi ke penyiaran digital dengan membuat kajian menuju penyiaran televisi digital. Akan tetapi, rencana tersebut kandas karena kurangnya payung hukum dalam pelaksanaannya.
Dengan mengetahui penyiaran digital serta memahami keuntungan-kerugiannya, diharapkan bahwa masyarakat dapat mengawal proses migrasi yang diamanatkan UU Cipta Kerja agar dapat rampung pada akhir tahun 2022.
DOK. KEMKOMINFO
Seorang tenaga ahli dari Jepang, sedang menunjukkan beberapa fitur dan aplikasi dalam siaran TV digital di negeri itu kepada delegasi Indonesia yang sedang melakukan studi banding berkait dengan rencana migrasi TV analog ke digital di Indonesia, (12/4/2006).
Artikel Terkait
Siaran digital
Dalam buku Digitalisasi Televisi di Indonesia (2012) yang diterbitkan PR2 Media disebutkan, digitalisasi merupakan terminologi untuk menjelaskan proses alih format media dari bentuk analog menjadi bentuk digital.
Secara teknis, digitalisasi merupakan proses perubahan segala bentuk informasi (angka, kata, gambar, suara, data, dan gerak) yang dikodekan ke dalam bentuk bit (binary digit). Bit ini berupa karakter dengan dua pilihan, seperti 0 dan 1, on dan off, maupun yes dan no, serta ada informasi atau tidak. Dengan demikain, dimungkinkan adanya manipulasi dan transformasi data (bitstreaming), termasuk penggandaan, pengurangan, maupun penambahan. Semua jenis informasi diperlakukan bukan dalam bentuk asli, tetapi bentuk digital yang sama (byte/bit).
Penyederhanaan ini pada akhirnya dapat merangkum aneka bentuk informasi, antara lain huruf, suara, gambar, warna, gerak, dan sebagainya sekaligus ke dalam satu format sehingga dapat memproses informasi untuk berbagai keperluan, seperti pengolahan, pengiriman, penyimpanan, penyajian, sekaligus dalam satu perangkat.
Di sisi lain, karena format digital kaya akan transformasi data dalam waktu bersamaan, digitalisasi televisi dapat meningkatkan resolusi gambar dan suara yang lebih stabil sehingga kualitas penerimaan oleh penonton akan lebih baik. Dengan kata lain, teknologi penyiaran televisi berbasis digital menjanjikan tampilan gambar lebih bersih dan suara yang lebih jernih.
Secara praktis, digitalisasi dianggap sebagai solusi untuk mengatasi keterbatasan dan inefisiensi pada penyiaran analog, baik radio maupun televisi. Efisiensi dan optimalisasi yang paling nyata dalam penyiaran, di antaranya adalah kanal siaran dengan jumlah yang lebih banyak dan infrastruktur penyiaran, seperti menara pemancar, antena, dan saluran transmisi yang masing-masing cukup menggunakan satu alat untuk banyak siaran.
Dalam konteks penyiaran radio, digitalisasi radio berarti menerapkan teknologi radio yang membawa informasi dalam sinyal digital dengan metode modulasi digital. Dalam hal ini, umumnya, disebut dengan teknologi penyiaran digital audio. Sama dengan televisi, teknologi penyiaran radio berbasis digital menjanjikan suara yang lebih jernih.
Sistem penyiaran digital berjalan melalui multiplexing dan kompresi yang menggabungkan sejumlah audio/data stream ke dalam satu kanal penyiaran. Setiap stasiun menempati slot di multiplex dengan bit rate yang sama atau berbeda sesuai kebutuhan. Teknologi multiplexing ini sendiri memungkinkan dilakukannya pelebaran kanal frekuensi.
Dalam sistem analog, satu kanal hanya bisa diisi satu saluran siaran. Sedangkan, dalam sistem digital, satu kanal bisa diisi dengan lebih dari 6-12 saluran siaran sekaligus. Kondisi ini dimungkinkan karena dalam sistem digital pelebaran frekuensi bisa dilakukan. Ini sangat berbeda dengan teknologi analog yang hanya memungkinkan satu frekuensi untuk satu saluran program siaran.
Satu stasiun televisi, misalnya Kompas TV, menggunakan satu kanal frekuensi 25 UHF di Jakarta untuk menyiarkan program siarannya. Dengan sistem digital, kanal 25 UHF digital bisa diisi 12 saluran stasiun televisi yang kontennya berbeda-beda sehingga menghemat frekuensi.
Frekuensi sendiri merupakan salah satu istilah penciri gelombang radio. Secara sederhana, frekuensi memiliki harga atau nilai dari nol sampai tak terhingga. Pancaran sinyal dari pemancar radio akan menempati satu rentang frekuensi tertentu. Jika dikaitkan dengan istilah lebih teknis, frekuensi menempati sebuah rentang, masing-masing rentang ini secara teknis disebut dengan channel/kanal.
Meskipun sama-sama menggunakan teknologi digital, siaran televisi digital bukanlah siaran televisi melalui internet atau streaming. Untuk mengakses informasi dan hiburan melalui siaran streaming, masyarakat harus memiliki layanan data internet. Sementara itu, untuk dapat menikmati siaran televisi digital, hanya diperlukan antena ultra high frequency (UHF) serta perangkat televisi yang selama ini digunakan untuk menerima siaran televisi analog. Selain itu, diperlukan teknologi penerima sinyal digital yang dipancarkan oleh sistem digital video broadcasting terrestrial (DVB-T). Saat ini, pemerintah Indonesia menggunakan sistem DVB generasi kedua (DVB-T2).
Televisi analog yang belum memiliki kemampuan menerima siaran DVB-T perlu menambahkan alat bernama bernama dekoder atau set top box (STB). STB merupakan perangkat tambahan berupa rangkaian konverter untuk menerima sinyal digital yang dipancarkan oleh sistem kemudian diubah ke dalam sinyal analog agar dapat ditampilkan pada monitor TV analog. Secara teknis, STB dipasang di antara antena dan televisi. Sedangkan, pesawat televisi yang sudah memiliki tuner penerima DVB-T2, tidak memerlukan perangkat STB tersebut, cukup mencari dengan scanning ulang frekuensi pada pesawat televisi.
Akibatnya, Indonesia menjadi negara yang terlambat menerapkan sistem penyiaran televisi digital free to air secara penuh.
Artikel Terkait
Manfaat siaran digital
Sebagai tuntutan zaman, migrasi siaran dari sistem analog ke digital telah dilakukan di banyak negara di dunia. Bahkan, sejumlah negara tetangga, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan negara-negara Asia lainnya, telah menyusul negara Benua Eropa dan Amerika bermigrasi dari sistem analog ke penyiaran televisi secara digital secara penuh pada 2020 ini. Terdapat sekurangnya sembilan manfaat yang dijanjikan dari migrasi tersebut bagi masyarakat pengguna televisi, penyelenggara siaran, masyarakat umum, maupun bagi negara.
Pertama, penyiaran digital menjanjikan kualitas gambar dan suara yang jernih bagi masyarakat. Dengan pancaran sinyal di frekuensi digital, gambar yang diterima tidak akan berbintik, berbayang, maupun bergoyang. Ketajaman warna gambar juga akan sempurna. Bahkan, bisa diterima dengan kualitas high definition (HD) resolusi 1080. Suara juga akan stabil tanpa noise atau gangguan akibat lemahnya sinyal.
Kedua, efisiensi spektrum televisi digital. Dalam dunia “pertelevisian”, efisiensi spektrum televisi digital yang sangat tinggi memungkinkan seluruh saluran televisi di Indonesia dikompresi hingga 12 kali pengecilan. Efisiensi ini dapat menyisakan ruang 112 MHz, sebuah kapling yang dikenal di seluruh dunia sebagai digital dividend (Kompas, 25/2/2016).
Ketiga, efisiensi infrastruktur. Dari sisi penyelenggara siaran, digitalisasi berarti efisiensi infrastruktur (hingga 75%) dan biaya operasional serta mendukung teknologi yang ramah lingkungan. Digitalisasi akan menghemat setidaknya biaya untuk pengadaan dan perawatan tower. Dalam sistem siaran analog, satu siaran televisi memerlukan satu pemancar. Dalam sistem siaran digital, satu pemancar bisa digunakan oleh banyak lembaga penyiaran.
Saat ini, dengan teknologi yang tersedia, satu kanal yang akan dikelola oleh satu pengelola multipleks akan mampu menyediakan setidaknya 12 kanal siaran. Penyelenggara siaran hanya perlu menyewa ke pengelola multipleks. Dengan demikian, jelas akan lebih menghemat biaya perawatan dan pengadaan infrastruktur. Di sisi lain, mata rantai produksi-distribusi-eksibisi bisa menjadi lebih singkat dan lebih murah.
Keempat, kualitas program yang lebih baik dan beragam. Dengan kemungkinan banyak saluran siaran dalam satu zona layanan, penyiaran digital akan memanjakan konsumen dengan berbagai alternatif tayangan, baik tayangan hiburan dan informasi.
Saat ini, dengan sistem analog, jatah frekuensi televisi swasta nasional telah penuh. Ditambah dengan hadirnya televisi swasta nasional di daerah, hanya sedikit televisi lokal yang mampu bersiaran karena terbatasnya kanal atau frekuensi. Roadmap pemerintah rencananya akan membuka 6 kanal frekuensi yang masing-masing bisa diisi hingga 12 saluran siaran. Dengan demikian, dalam satu zona layanan, akan ada kurang lebih 72 saluran siaran. Suatu pilihan yang sangat banyak dan menguntungkan bagi masyarakat.
Kelima, memungkinkan alokasi frekuensi digital untuk sistem peringatan bencana atau early warning system (EWS). Sistem penyiaran digital sangat memungkinkan memberikan peringatan bencana secara cepat karena adanya alarm di perangkat penerima siaran digital (STB maupun perangkat televisi digital) yang bisa terhubung langsung ke sinyal pantauan BMKG dan BNPB atas situasi kondisi iklim, cuaca, dan potensi bencana. Fungsi ini makin krusial mengingat Indonesia kerap dilanda bencana alam, seperti gempa, banjir, dan gunung meletus.
Keenam, dari industri kreatif, akan menumbuhkan industri konten lokal dan nasional. Logikanya, jika penyelenggara siaran lebih banyak, kebutuhan penyedia layanan akan lebih banyak. Pada akhirnya, hal ini akan mendorong industri konten tumbuh dengan baik.
Ketujuh, makin banyaknya stasiun bersiaran di kanal televisi digital, makin banyak peluang home industry memasarkan usahanya lewat beragam kanal pilihan program televisi. Dengan demikian, ekonomi akan makin terakselerasi. Jumlah konten kreator akan semakin banyak serta peluang membuka usaha secara daring juga sangat dimungkinkan di era industri 4.0 yang didukung internet berkecepatan tinggi.
Kedelapan, industri perangkat. Munculnya industri lokal bisa membuat dekoder atau STB penerima sinyal siaran televisi digital. UU Cipta Kerja juga memungkinkan kemudahan UKM memperluas jenis dan pangsa pasar usaha. Lulusan SMK bisa membuat STB dan ditawarkan ke industri yang pada akhirnya membuka lapangan kerja baru.
Kesembilan, selain berbagai manfaat di atas, migrasi penyiaran digital membuka peluang internet broadband bagi masyarakat luas.
Artikel Terkait
Peluang internet broadband
Dengan lowongnya frekuensi yang sebelumnya digunakan untuk siaran televisi analog, terdapat manfaat penggunaan frekuensi untuk penyediaan internet berkecepatan tinggi (internet broadband) bagi seluruh masyarakat. Dengan demikian, realisasi pemanfaatan frekuensi 5G untuk jalur internet broadband makin bisa dipercepat (Kompas, 30/5/2020).
Dengan berpindahnya sistem televisi broadcast dari teknologi analog ke teknologi digital, sebagian besar spektrum frekuensi yang sebelumnya digunakan untuk perambatan gelombang terrestrial dari pemancar televisi ke penerima di rumah-rumah menjadi bebas.
Sistem penyiaran televisi selama ini menggunakan spektrum di band 4 – 11 VHF sebesar 56 MHz (174 MHz sampai 230 MHz) dan band 21 – 60 UHF sebesar 392 MHz (470 MHz sampai 862 MHz). Efisiensi dalam pemakaian spektrum telah diperbaiki secara dramatis dengan bantuan teknologi transmisi digital.
Dengan migrasi teknologi digital (ASO), pita frekuensi 700 MHz merupakan pita frekuensi ”emas” untuk peningkatan internet broadband. Dengan digitalisasi penyiaran televisi, dari 328 MHz yang saat ini seluruhnya digunakan untuk siaran televisi analog, akan dihasilkan efisiensi spektrum digital dividend sebesar 112 MHz (90 MHz yang digunakan) untuk internet broadband.
KOMPAS/MADINA NUSRAT (MDN)
Dunia siap menyambut teknologi jaringan generasi ke 5 atau 5G, dan masing-masing perusahaan penyedia teknologi jaringan pun mempertunjukkan kemampuannya di Mobile World Congress 2019 dii Barcelona, Spanyol, 25-28 Februari 2019 lalu. Di Indonesia, teknologi jaringan 5G ini tengah dibangun oleh PT Telekomunikasi Indonesia bekerja sama dengan Huawei selaku perusahaan penyedia teknologi, dan Cisco selaku penyedia perangkat lunak untuk mendukung teknologi 5G.
Situasi ini merupakan kesempatan langka bagi Indonesia karena digital dividend adalah satu-satunya kemungkinan bagi Pemerintah RI untuk menyediakan internet broadband bagi seluruh masyarakat Indonesia dengan murah, merata, dan segera.
Inilah sebabnya, International Telecommunication Union, lembaga PBB yang mengurusi bidang telekomunikasi dunia, merekomendasikan pemanfaatan kanal ini demi internet broadband. Dengan kondisi saat ini, ketika seluruh dunia beramai-ramai berinovasi digital, Indonesia akan tertinggal di belakang tanpa adanya digital dividend dan internet broadband.
Ditambah lagi, menurut hasil kajian Bostol Consulting Group untuk Kemkominfo 2017, digital dividend untuk internet broadband akan menghasilkan multiplier effect untuk ekonomi digital di Indonesia (antara tahun 2020-2026). Efek pengganda tersebut, antara lain, penambahan kegiatan usaha baru sejumlah 181 ribu usaha, penambahan lapangan pekerjaan baru sejumlah 232 lapangan kerja, peningkatan pendapatan negara dalam bentuk pajak dan PNBP sebesar 5,5 miliar dollar AS atau Rp 77 triliun, serta peningkatan kontribusi pada PDB nasional sebesar 31,7 miliar dollar AS atau Rp 443,8 triliun. (LITBANG KOMPAS)
Referensi
Rianto, Puji, dkk. 2012. Digitalisasi Televisi di Indonesia. Yogyakarta: PR2 Media dan Yayasan Tifa.
- “Tanda Tanya Masa Depan Penyiaran Digital”, Kompas, 30 Mei 2020, halaman E.
- “Jebakan Draf RUU Penyiaran”, Kompas, 25 Februari 2016.
- Term of Reference (TOR) Indonesia Menuju ASO 2022 yang disusun Tim Komunikasi Publik Direktorat Penyiaran Kementerian Komunikasi dan Informatika, 2020
- Paparan Materi Ahmad M Ramli selaku Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos dan Informatika, Kemenkominfo dalam diskusi daring Televisi Digital pada 16 Juli 2020.
http://www.kpi.go.id/index.php/id/umum/38-dalam-negeri/36066-manfaat-dan-tantangan-siaran-tv-digital