Lembaga

Televisi Republik Indonesia

Sebagai lembaga penyiaran publik, TVRI menghadapi tantangan eksternal dan internal untuk bersaing secara global dan ikut berperan sebagai media pemersatu bangsa.

Fakta Singkat

Didirikan:

24 Agustus 1962

Dasar Hukum Penyelenggaraan TVRI:

  • SK Menpen RI No.20/SK/VII/61
  • UU 32/2002: Penyiaran (proses revisi UU masuk Prolegnas DPR)
  • PP 11/2005: Lembaga Penyiaran Publik
  • PP 13/2005: Lembaga Penyiaran Publik TVRI

Visi TVRI:

“Menjadi Lembaga Penyiaran kelas dunia yang memotivasi dan memberdayakan melalui program informasi, pendidikan dan hiburan yang menguatkan persatuan dan keberagamanan guna meningkatkan martabat bangsa”

Jumlah Stasiun dan Pemancar:

  • 29 Stasiun penyiaran di tingkat provinsi
  • 361 Jaringan transmisi teresterial
  • 63 Transmisi digital DVBT-2
  • 54 transmisi dual cast

Distribusi konten digital:

Over the top (OTT) dan video on demand (VOD) dilakukan melalui content delivery network (CDN)

Komposisi Program Siaran:

  • Informasi: 40%
  • Edukasi dan Budaya: 30%
  • Hiburan: 30%

Perubahan Badan Hukum:

  • Yayasan
  • Unit Pelaksana Teknis (UPT) Departemen Penerangan RI
  • Perusahaan Jawatan (Perjan)
  • Perseroan Terbatas (PT)
  • Lembaga Penyiaran Publik (LPP)

Tagline: 

  • Menjalin Persatuan dan Kesatuan (1962–2001)
  • Makin Dekat di Hati (2001–2003)
  • Semangat Baru (2003–2012)
  • Saluran Pemersatu Bangsa (2012–2019)
  • #kamikembali (2018–2019)
  • Media Pemersatu Bangsa (2019–sekarang)

Anggaran:

Rp 996 miliar (sebelumnya dianggarkan Rp1,1 miliar)

Direktur Utama (Pengganti Antarwaktu):

Iman Brotoseno (2020–2024)

Sejarah

ANTARA

Presiden Soeharto akan meresmikan gedung baru TVRI yang akan berfungsi sebagai pusat produksi pagi ini (24/8/1982). Acara tersebut akan disiarkan langsung. Dalam acara peresmian ini dijanjikan akan ada “surprise”. Gedung baru berisi sedikitnya empat studio produksi, studio film, studio suara dan dubbing.

Sejarah sistem penyiaran televisi di Indonesia dimulai pada tanggal 17 Agustus 1962. Pada saat itu, Televisi Republik Indonesia (TVRI) untuk pertama kalinya mengadakan siaran percobaan dengan menyiarkan peringatan HUT RI ke-17 dari halaman Istana Merdeka, Jakarta. Siaran percobaan yang didukung pemancar berkekuatan 100W tersebut mengudara dengan format gambar hitam putih.

Pendirian TVRI didasarkan atas Surat Keputusan Menteri Penerangan RI Nomor 20/SK/VII/61.  Secara resmi, pada tanggal 24 Agustus 1962, TVRI mengudara pertama kali sebagai bagian dari proyek khusus untuk menyukseskan penyelenggaraan Asian Games IV di Jakarta. Tanggal tersebut kemudian diperingati sebagai hari lahir TVRI.

Siaran TVRI pada saat itu berupa pertandingan Asian Games di Jakarta yang dikoordinasi oleh Organizing Committee Asian Games IV di bawah naungan Biro Radio dan Televisi Departemen Penerangan. Dengan hadirnya TVRI, pada saat itu Indonesia menjadi salah satu dari empat negara di Asia yang memiliki stasiun televisi, setelah Jepang, Filipina, dan Thailand.

Selanjutnya, TVRI mulai mengudara setiap hari sejak tanggal  12 November 1962 dengan variasi konten yang berbeda. Pada 1 Maret 1963, TVRI mulai menayangkan iklan seiring dengan ditetapkannya TVRI sebagai televisi berbadan hukum melalui Keputusan Presiden RI Nomor 215 Tahun 1963 tentang Pembentukan Yayasan TVRI dengan pimpinan umum presiden. Status TVRI sebagai yayasan berlangsung hingga 1975.

Pada tahun 1975 itu juga, Menteri Penerangan mengeluarkan SK Nomor 55 Bahan siaran/KEP/Menpen/1975 yang berisi status ganda lembaga TVRI, yaitu sebagai yayasan televisi RI dan sebagai direktorat televisi. Status ganda tersebut juga dibarengi dengan penerapan manajemen perkantoran dan birokrasi untuk TVRI. Setahun kemudian, pada tahun 1976 TVRI berubah status menjadi unit pelaksana teknis (UPT) di bawah Departemen Penerangan.

Memasuki tahun 1977, di beberapa ibukota provinsi dibentuk stasiun produksi keliling atau SPK yang berfungsi sebagai perwakilan atau koresponden TVRI di daerah. Pada tanggal 1 Januari 1983, TVRI membuka sebuah kanal baru, yaitu TVRI Programma 2 dengan jangkauan siaran terbatas di DKI Jakarta. Beberapa tahun berikutnya, TVRI di daerah juga membuka Programma 2 dengan konten khas hiburan, musik, dan berita lokal.

Selama era 1980–1990 konten siaran berita TVRI berada di bawah kendali Pemerintah Orde Baru. Mengingat saat itu TVRI adalah satu-satunya stasiun televisidi Indonesia, hiburan musik dan film yang disajikan menjadi primadona. Tayangan Piala Dunia, Olimpade, Asian Games, Sea Games, hingga kejuaraan dunia bulu tangkis menjadi program unggulan.

Pada tahun 1991, TVRI berbagi frekuensi dan jam siaran dengan Televisi Pendidikan Indonesia (TPI). Misi yang dibawa pada saat itu ialah memberikan materi pelajaran dan pendidikan yang disampaikan lewat televisi.

Memasuki era Reformasi, bersamaan dengan dilikuidasinya Departemen Penerangan melalui Keppres No.355/M/1999 tentang Pembentukan Kabinet Persatuan Nasional, status hukum TVRI mengambang.

Tahun 2000, status TVRI berubah menjadi perusahaan jawatan (Perjan) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2000 tentang Pendirian Perusahaan Jawatan Televisi Republik Indonesia tanggal 7 Juni 2000.

Dengan PP 36/2000 tersebut, TVRI memperoleh kejelasan status hukum, yakni sebagai perusahaan jawatan yang menyelenggarakan kegiatan penyiaran televisi sesuai dengan prinsip-prinsip televisi publik, independen, netral, mandiri, dan program siarannya senantiasa berorientasi kepada kepentingan masyarakat serta tidak semata-mata mencari keuntungan.

Selain itu TVRI juga menyelenggarakan kegiatan usaha jasa penyiaran publik dalam bidang informasi, pendidikan, dan hiburan, serta usaha-usaha terkait lainnya yang dilakukan dengan standar yang tinggi. Secara kelembagaan, TVRI berada di bawah pembinaan dan bertanggung jawab kepada Departemen Keuangan RI.

Pada September 2001, diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2001 tentang Pengalihan Kedudukan, Tugas dan Kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum (Perum), dan Perusahaan Jawatan (Perjan) Kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara. Dengan terbitnya PP 64/2001 ini, pembinaan Perjan TVRI dari Departemen Keuangan dialihkan kepada Menteri Negara BUMN.

Status TVRI kembali berubah pada tahun 2002, yakni menjadi perseroan terbatas (PT) TVRI di bawah pengawasan Departemen Keuangan RI dan Kantor Menteri Negara BUMN. Status hukum tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2002 tentang Pengalihan Bentuk Perusahaan Jawatan (Perjan) Televisi Republik Indonesia menjadi Perusahaan Perseroan (Persero) pada Tanggal 17 April 2002.

Dengan status persero ini, pemerintah mengharapkan TVRI dapat menyelenggarakan kegiatan penyiaran televisi sesuai dengan prinsip-prinsip televisi publik yang independen, netral, dan mandiri. Selain itu, TVRI juga diharapkan dapat meningkatkan dan mengembangkan sikap mental masyarakat Indonesia, meningkatkan pengetahuan dan kecerdasan masyarakat, serta lebih memperkokoh persatuan dan kesatuan bangsa. Untuk mewujudkannya, TVRI menyelenggarakan usaha di bidang pertelevisian yang menghasilkan program siaran yang sehat dan bermutu tinggi sekaligus dapat memupuk keuntungan berdasarkan prinsip-prinsip pengelolaan perusahaan yang modern dan profesional.

Sejak tahun 2005 hingga saat ini, status TVRI berubah menjadi Lembaga Penyiaran Publik sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia. Sebagai televisi publik, LPP TVRI mempunyai tugas untuk memberikan pelayanan informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, kontrol dan perekat sosial, serta melestarikan budaya bangsa untuk kepentingan seluruh lapisan masyarakat melalui penyelenggaraan penyiaran televisi yang menjangkau seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

KOMPAS/DUDY SUDIBYO

Pemandangan di sekitar Gedung Televisi Republik Indonesia (TVRI) di Jalan Gerbang Pemuda Senayan, Jakarta (7/9/1987)

Kekuatan TVRI

Modal utama TVRI yang tak dimiliki oleh stasiun televisi swasta dan televisi jaringan lain adalah jangkauan wilayah siaran (coverage area) yang paling luas. Modal tersebut dapat digunakan TVRI untuk kembali meraih kejayaan seperti yang terjadi di masa lalu saat masyarakat mengandalkan TVRI sebagai saluran informasi dan hiburan. Saat ini, TVRI ditopang dengan 29 stasiun TVRI daerah serta diperkuat dengan 361 stasiun transmisi terestrial yang menembus ke pelosok dan wilayah terluar kedaulatan Indonesia.

Ditambah lagi, TVRI kini diperkuat dengan siaran digital dengan mengoperasikan 63 pemancar transmisi Digital DVBT-2 dan 54 transmisi dual cast yang secara bersamaan memancarkan siaran digital. Distribusi konten TVRI dari TVRI pusat ke stasiun daerah atau sebaliknya dilakukan  menggunakan Satelit Palapa D dan Satelit Telkom.

Siaran digital terestrial TVRI di pusat maupun daerah telah dijalankan sejak beberapa tahun terakhir. Siaran digital TVRI dilakukan bersama dengan Asosiasi TV Swasta Digital Indonesia (ATSDI). Di DKI Jakarta, misalnya, saat ini mengudara sebanyak 33 kanal siaran digital yang dipancarkan oleh televisi swasta dan televisi yang tergabung dalam (ATSDI) dan TVRI.

Siaran tersebut berlangsung meskipun aturan kelembagaan dan peraturan tentang multipleksing, hingga saat ini, belum tersedia karena belum ada payung hukum sebagai regulasi siaran digital akibat molornya revisi UU Penyiaran.

Untuk wilayah Jakarta, TVRI mengudara dengan menggunakan empat kanal, yakni TVRI nasional, TVRI DKI Jakarta, TVRI 3 (dokumenter dan budaya), dan TVRI Sport HD. Liga Inggris dan Kejuaraan Dunia Bulutangkis BWF dari Swiss bisa disaksikan dengan kualitas gambar high definition (HD) di kanal TVRI. Siaran TVRI digital juga mengudara di daerah dengan pemancar DVBT-2. Akan tetapi, jumlah stasiun dan konten provider yang memancarkan bervariasi di tiap kota.

Selain siaran digital terestrial yang dapat diakses melalui antena, TVRI juga mendistribusikan konten digital nonterestrial melalui internet dengan aplikasi TVRI klik yang dapat diakses pengguna telepon berbasis android dan iOS.  Terobosan lain dilakukan TVRI dengan menyebarkan konten Over the Top, yakni layanan dengan konten data, informasi atau multimedia yang berjalan melalui jaringan internet. Layanan ini dapat diakses melalui media sosial, yakni Twitter, YouTube, dan Facebook.

TVRI juga memiliki layanan video on demand, yakni sistem televisi interaktif yang memfasilitasi khalayak untuk mengontrol atau memilih sendiri program video dan klip yang ingin ditonton. Layanan ini didistribusikan melalui content delivery network (CDN) atau jaringan distribusi melalui server di beberapa lokasi.

KOMPAS/B SUTIMAN

Menteri Penerangan H Harmoko meresmikan unit stasiun pemancar TV di Desa Puru, Kecamatan Karangan, Kabupaten Trenggalek, Jawa Timur, Senin (2/3/1987). Menteri menekan tombol tanda peresmian didampingi Dirjen RTF Subrata.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Suasana di komplek Lembaga Penyiaran Publik Televisi Republik Indonesia (TVRI) di Senayan, Jakarta Pusat, Sabtu (18/1/2020).

Tantangan TVRI

Sebagai lembaga penyiaran publik, di tingkat intenal TVRI menghadapi tiga tantangan utama. Pertama, minimnya anggaran bila dibandingkan dengan lembaga penyiaran televisi publik di luar negeri. Kedua, peralatan teknologi produksi dan pemancar transmisi yang harus diperbarui. Ketiga, reformasi kultur aparatur sipil negara (ASN) dari sumber daya manusia di TVRI agar sesuai dengan akselerasi persaingan media. Saat ini, ASN yang bekerja di TVRI adalah ASN dari Kementerian Komunikasi dan Informatika yang diperbantukan di TVRI sehingga TVRI tidak memiliki kewenangan untuk melakukan pembinaan kepegawaian.

Dari sisi eksternal, TVRI masih menunggu hasil Revisi UU Penyiaran No. 32 tahun 2002 terutama terkait pembiayaan, anggaran, dan regulasi penyiaran digital.

Perubahan bentuk badan hukum yang terus-menerus terjadi sejak lembaga penyiaran publik berdiri membawa implikasi dalam struktur dan pembiayaan serta format konten siaran yang terus berubah. Sejak mengudara tahun 1962 hingga saat ini, TVRI telah mengalami beberapa kali perubahan bentuk badan hukum dan organisasi.

Mengacu pada payung hukum terkini, TVRI sebagai TV publik di Indonesia dibentuk berdasarkan UU 32/2002 tentang Penyiaran, PP 11/2005 tentang Lembaga Penyiaran Publik, serta PP 13/2005 tentang LPP TVRI. Akan tetapi, implementasi beberapa payung hukum tersebut tidak berjalan sebagaimana diharapkan dan menemui beragam kendala karena belum dapat memberikan kekuatan hukum yang kuat bagi kelembagaan TVRI.

Salah satunya terkait istilah lembaga penyiaran publik (LPP). Dalam UU 32/2002 pasal 14 ayat 1 disebutkan, “Lembaga Penyiaran Publik adalah lembaga penyiaran yang berbentuk badan hukum yang didirikan oleh negara, bersifat independen, netral, tidak komersial, dan berfungsi memberikan layanan untuk kepentingan masyarakat.

Istilah LPP sendiri tidak masuk dalam klaster struktur penyelenggaraan pemerintahan negara. Hal ini menyebabkan proses pengembangan kelembagaan LPP TVRI tidak sinkron dengan undang-undang keuangan negara dan undang-undang aparatur sipil negara. Inilah dilema yang mengganjal dari sisi nomenklatur kelembagaan akibat undang-undang yang sudah tidak relevan dengan akselerasi perkembangan media.

Saat ini, pembahasan sebagian pasal-pasal Revisi UU Penyiaran sudah masuk dalam agenda RUU Cipta Kerja atau Omnibus Law. Dalam RUU Cipta Kerja, direncanakan pula pembahasan soal regulasi digitalisasi siaran televisi. Harapannya, setelah RUU ini disahkan menjadi UU, posisi TVRI menjadi semakin jelas.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Pegawai swasta melihat siaran televisi di Jakarta, Jumat (30/12/2016). Hingga kini Indonesia belum menerapkan sistem penyiaran digital secara penuh.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Bendera Merah Putih berukuran 1.000 meter persegi berkibar di Menara TVRI, Jakarta, Kamis (27/8/2020). Pengibaran bendera raksasa tersebut menandai peringatan ulang tahun ke-58 TVRI yang berbarengan dengan peringatan ulang tahun kemerdekaan ke-75 Indonesia merdeka. Bendera yang bekibar di menara setingga 147 meter tersebut dicatat oleh Museum Rekor Indonesia (MURI) sebagai bendera terbesar. Ulang tahun TVRI sendiri diperingati setiap tanggal 24 Agustus.

Pembiayaan televisi publik

Dibandingkan dengan lembaga penyiaran publik lain, seperti BBC di Inggris dan NHK di Jepang, TVRI masih perlu banyak berbenah. Kedua lembaga penyiaran publik tersebut sudah sangat kokoh dari sisi badan hukum, sumber pendanaan, serta sumber daya manusia. Dalam pendanaan, BBC-Inggris dan NHK-Jepang melibatkan partisipasi publik dalam pembiayaan berbentuk iuran publik (tv license) dan government grant (hibah dari pemerintah).

Dalam satu tahun, anggaran BBC dan NHK mencapai 80 triliun rupiah. Hal ini berbeda jauh dibandingkan dengan TVRI yang sumber pembiayaannya hanya mengandalkan anggaran APBN dan penghasilan negara bukan pajak (PNBP) dengan jumlah kurang dari satu triliun rupiah dalam satu tahun. Dana sebesar itu terlihat kecil dibandingkan besarnya tuntutan pengembangan TVRI untuk menjadi televisi publik yang modern dan menjadi lembaga penyiaran kelas dunia.

Idealnya, anggaran TVRI selama satu tahun adalah sebesar empat triliun rupiah. Anggaran sebesar itu dapat digunakan untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas jumlah produksi konten dan pembaruan kualitas gambar dengan piranti teknologi terkini. Pada tahun 2020, anggaran TVRI dari APBN sebesar 1,1 triliun rupiah. Namun, anggaran tersebut disesuaikan menjadi 996 miliar rupiah karena pandemi Covid-19.

Tanpa dukungan pemerintah dari sisi anggaran dan tambahan sumber daya manusia, harapan meningkatkan kualitas TVRI menjadi televisi publik berkualitas dari sisi konten menjadi semakin sulit diwujudkan.

Beberapa tahun lalu, anggaran satu tahun TVRI untuk pembuatan program siaran hanya cukup untuk membuat program selama 2-3 minggu bagi televisi swasta. Perbandingan pendanaan ini berbanding terbalik dengan jangkauan wilayah siaran TVRI yang jauh lebih luas dibandingkan dengan televisi swasta.

Dalam UU 32/2002 sebenarnya sudah diatur sumber dana LPP TVRI, yakni dari iuran penyiaran publik. Namun, penarikan iuran dari publik sulit diimplementasikan karena akan menghadapi penolakan dari masyarakat.

TVRI lantas mengoptimalkan dana yang diperoleh dari pemerintah untuk menggaji 4.800 pegawai, membiayai operasional siaran, dan meremajakan aset perusahaan. Gaji pegawai merupakan komponen biaya tertinggi bagi TVRI, yakni menyedot 27 persen dari jumlah total anggaran TVRI. Biaya terbesar kedua adalah biaya listrik, telepon, gas dan air, serta pemeliharaan aset. Di tingkat daerah, anggaran stasiun TVRI bervariasi, antara 2 hingga 3 mililar per tahun. Angka ini sangat kecil dibandingkan stasiun televisi swasta, apalagi dibandingkan dengan BBC dan NHK.

Sebagai lembaga penyiaran publik, TVRI tetap membutuhkan peran dan dukungan pemerintah untuk mewujudkan diri sebagai lembaga penyiaran publik yang mampu bersaing secara global dan sebagai media pemersatu bangsa.

Referensi

Laman Televisi Republik Indonesia

Upaya Mengembalikan Kejayaan TVRI”, Kompas, 24 Agustus 2019.

Pemerintah Nomor 36 Tahun 2000 tentang Pendirian Perusahaan Jawatan Televisi Republik Indonesia

UU Penyiaran No. 32 tahun 2002

Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun 2002

Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2005