Daerah

Kota Pekalongan: Geliat Sentra Batik dan Perdagangan di Pesisir Pantura

Batik dan Kota Pekalongan ibarat dua sisi mata uang yang tak dapat dipisahkan. Batik menjadi napas bagi warga kota yang tinggal di pesisir pantai Utara Jawa Tengah itu. Letaknya yang strategis karena berada di tengah-tengah perlintasan jalur utara Pulau Jawa menjadikan kota ini berpotensi pula di sektor industri pengolahan, perdagangan, dan jasa.

KOMPAS/SIWI NURBIAJANTI

Sejumlah perajin batik pada salah satu industri batik di Kota Pekalongan, Jawa Tengah, sedang menorehkan canting pada lembaran kain batik tulis (24/06/2013). Sejak puluhan tahun silam, batik telah menjadi sumber mata pencaharian bagi masyarakat di pesisir utara Jawa Tengah.

Fakta Singkat

Hari Jadi 
1 April 1906

Dasar Hukum
Undang-Undang No. 16/1950

Luas Wilayah
45,25 km2

Jumlah Penduduk
308.310 jiwa (2021)

Kepala Daerah
Wali Kota Afzan Arslan Djunaid
Wakil Wali Kota Salahudin

Instansi terkait
Pemerintah Kota Pekalongan

Kota Pekalongan adalah salah satu kota di pesisir pantai Utara Provinsi Jawa Tengah. Kota ini terletak pada posisi yang strategis karena berada di tengah-tengah perlintasan jalur utara Pulau Jawa yang menghubungkan Jakarta di sisi barat dan Surabaya di sisi timur.

Kota ini didirikan berdasarkan UU 16/1950 tentang Pembentukan Daerah-Daerah Kota Besar Dalam Lingkungan Propinsi Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.

Hari Jadi Kota Pekalongan ini ditetapkan pada tanggal 1 April 1906 berdasarkan Perda 2/2007 tentang Hari Jadi Kota Pekalongan. Tanggal tersebut merupakan tanggal diundangkannya staadblaad nomor 124 tahun 1906 tentang desentraliasi dengan pemisahan keuangan untuk Ibukota Pekalongan dari keuangan pemerintah Hindia Belanda.

Kota berpenduduk 308.310 jiwa ini terbagi dalam empat kecamatan dan 27 kelurahan. Adapun kepala daerah yang menjabat saat ini adalah Wali Kota HA Afzan Arslan Djunaid didampingi Wakil Wali Kota H. Salahudin (2021–2024).

Dalam sistem pengembangan wilayah Provinsi Jawa Tengah, Kota Pekalongan ditetapkan sebagai bagian dan simpul utama dari Kawasan Petanglong (Kota Pekalongan, Kabupaten Batang, dan Kabupaten Pekalongan). Kawasan Petanglong adalah kawasan strategis dari sudut kepentingan pertumbuhan ekonomi dengan sektor unggulan pertanian, pariwisata, industri, dan perikanan.

Pekalongan memiliki branding dengan slogan “World City of Batik” sejak tahun 2011. Slogan tersebut sebagai visualisasi dinamisme kota yang kaya akan budaya dan tradisi dengan masyarakat yang hangat dan bersahabat.

Di kota ini, terdapat ribuan industri batik yang tersebar di empat kecamatan. Batik merupakan salah satu sumber penghidupan pokok sebagian besar masyarakat Pekalongan. Batik berkembang di Kota Pekalongan sejak ratusan tahun silam.

Identitas Pekalongan sebagai kota batik, selain dilambangkan dalam logo Kota Pekalongan, juga terdapat pada slogannya, yaitu Batik yang artinya Bersih, Aman, Tertib, Indah, dan Komunikatif.

Selain dikenal sebagai Kota Batik, Kota Pekalongan termasuk dalam jaringan kota kreatif Organisasi Pendidikan, Ilmu Pengetahuan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNESCO) pada 2014.

Potensi lain yang diunggulkan di Kota Pekalongan adalah pengolahan ikan dan kerajinan. Sebagai daerah di pesisir utara Jawa, Kota Pekalongan kaya akan hasil laut. Pekalongan juga memiliki aneka industri kerajinan, seperti kerajinan akar wangi.

Sejarah pembentukan

Dalam buku Asal Usul Kota-kota di Indonesia Tempo Doeloe karya Zaenuddin HM dan dilansir dari tulisan “Sejarah Singkat Kota Pekalongan” di laman resmi Pemerintah Kota Pekalongan, disebutkan asal usul nama Pekalongan sampai saat ini belum jelas dan hanya berupa cerita rakyat atau legenda.

Dalam cerita rakyat disebutkan, nama Pekalongan berasal dari kisah Joko Bau putra Kyai Cempaluk yang dikenal sebagai pahlawan di kawasan Pekalongan. Joko Bau mengabdi kepada Sultan Agung, Raja Mataram. Ia kemudian diperintahkan untuk memboyong Putri Ratansari dari Kalisalak Batang ke Istana.

Namun, ternyata Joko Bau jatuh cinta kepada sang putri. Saat sang raja mengetahui hal itu, Joko Bau dihukum dan diminta untuk pergi untuk mengamankan daerah pesisir yang diserang oleh bajak laut. Kemudian, Joko Bau bersemedi di hutan Gambiran dan melakukan topo ngalong (bergelantungan seperi kelelawar atau kalong). Konon tempat Joko Bau bersemedi tersebut dikenal sebagai Kota Pekalongan.

Selain kisah Joko Bau, nama Pekalongan juga diyakini berasal dari kata pek dan along. Pek artinya teratas, sedangkan along atau halong berarti banyak yang kemudian membentuk kata pekalong atau yang kini dikenal dengan nama Pekalongan.

Kata pekalong disematkan pada sebuah daerah yang menjadi tempat para nelayan mencari ikan dan mendapatkan hasil yang banyak. Sejalan dengan itu, ada yang mengatakan jika along berasal dari kata kalong (jenis kelelawar yang keluar malam hari) untuk menyebut para nelayan yang mencari ikan pada malam hari.

Berdasarkan keputusan DPRD Kota Besar Pekalongan tanggal 29 januari 1957 dan Tambahan Lembaran daerah Swatantra Tingkat I Jawa Tengah tanggal 15 Desember 1958, serta persetujuan Pepekupeda Teritorium 4 dengan SK Nomer KTPS-PPD/00351/II/1958, nama Pekalongan berasal dari kata “A-Pek-Halong-An” yang berarti pengangsalan (pendapatan).

Pekalongan pada masa Hindu-Budha disebut Pu-Choa-Lung oleh sumber China di mana daerahnya makmur, kaya akan padi, dan aman. Karena itu, pada masa Dinasti Sung diketahui bahwa nama Pekalongan adalah pelabuhan utama untuk perdagangan China. Dalam prasasti Canggal Pu-Choa-Lung, disebutkan terletak di pesisir utara Jawa sebelah barat.

Di Pekalongan banyak terdapat peninggalan dari masa Hindu-Budha, yaitu 12 batu kecil, tiga di antaranya berupa arca Ganesha dan sebuah arca Durga. Di samping itu, banyak pula ditemukan arca kecil lainnya.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Perayaan HUT ke 110 Kota Pekalongan – Warga berebut gunungan di acara kirab budaya HUT ke 110 Kota Pekalongan, di Lapangan Jetayu, Pekalongan, Jawa Tengah, Jumat (1/4/2016). Selain kirab, Pemerintah Kota Pekalongan juga menggelar pentas budaya dengan menggandeng 21 komunitas.

Catatan sejarah mengungkapkan, cikal bakal Kota Pekalongan sudah ada sejak awal abad ke-16. Ketika itu, wilayah tersebut pernah disinggahi orang-orang dari Kerajaan Islam Demak dan Cirebon.

Selanjutnya, pada masa pemerintahan Mataram Islam di bawah kekuasaan Sultan Agung abad ke-17, keberadaan Pekalongan secara administratif merupakan bagian dari wilayah kesatuan Kerajaan Mataram Islam.

Kerajaan Mataram di bawah tampuk pemerintahan Sultan Agung mencapai kejayaannya. Wilayahnya meliputi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Adapun Jakarta belum berhasil ditaklukkan karena dikuasai oleh Belanda di bawah Gubernur Jenderal Jan Pieter Zoon Coen mulai 1619. Perlawanan Mataram terhadap penjajah Belanda mencapai puncaknya saat penyerangan ke Batavia pada 1628. Kala itu, Pangeran Manduredja dan Bahureksa ditunjuk sebagai panglima perangnya.

Lantaran daerah Pekalongan terletak pada jalur pantura dan perdagangan laut yang cukup strategis, pada saat penyerangan ke Batavia, Kabupaten Pekalongan dijadikan sebagai kantong atau lumbung perbekalan, baik senjata maupun pangan. Strategi ini juga digunakan Sultan Agung untuk mengumpulkan kekuatan-kekuatan di daerah.

Demikian pula pada abad ke-18, wilayah Pekalongan telah dipengaruhi VOC yang merupakan kongsi dagang Hindia Belanda yang sedang menjajah negeri ini pada masa itu. Bahkan sejak 1800-an sampai 1942, wilayah Pekalongan secara langsung menjadi wilayah administratif Pemerintahan Hindia Belanda, atau disebut wilayah Gubernemen.

Pada tanggal 8 Maret 1942, Pemerintah Hindia Belanda menandatangani penyerahan kekuasaan kepada tentara Jepang. Jepang menghapus keberadaan dewan-dewan daerah, sedangkan kabupaten dan kotamadya diteruskan dan hanya menjalankan pemerintahan dekonsentrasi. Jepang tidak lama menduduki Indonesia hingga pada 17 Agustus 1945.

Proklamasi Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada 17 Agustus 1945 oleh Soekarno-Hatta di Jakarta, ditindaklanjuti rakyat Pekalongan dengan mengangkat senjata untuk merebut markas Tentara Jepang pada 3 Oktober 1945. Perjuangan ini berhasil, sehingga pada 7 Oktober, Pekalongan bebas dari tentara Jepang. Untuk mengenang kejadian tersebut, didirikan Monumen Juang Pekalongan yang dibangun di bekas area jalan pemuda Kota Pekalongan.

Kota Pekalongan dibentuk berdasarkan UU 16/1950 tentang pembentukan daerah Kota Besar dalam lingkungan Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Daerah Istimewa Jogjakarta. Selanjutnya, dengan terbitnya UU 18/1965 tentang Pokok-pokok Pemerintahan Daerah, Pekalongan berubah sebutannya menjadi Kotamadya Dati II Pekalongan.

Sejalan dengan era reformasi yang menuntut adanya reformasi di segala bidang, diterbitkan UU 22/1999 dan UU 32/2004 yang mengubah sebutan Kotamadya Dati II Pekalongan menjadi Kota Pekalongan.

KOMPAS/KARTONO RYADI

Suasana di sebuah sudut pusat perdagangan di Kota Pekalongan, Jawa Tengah, awal Januari 1996.

Geografis

Kota Pekalongan terletak di dataran rendah pantai utara Pulau Jawa yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa di sebelah utara, di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Batang, di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan dan Kabupaten Batang, dan di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Pekalongan.

Posisi geografis kota ini antara 6 50’42” — 6 55′ 44″ Lintang Selatan dan 109 37′ 55″ — 109 42′ 19″ Bujur Timur serta dengan koordinat fiktif 510.00 — 518.00 km membujur dan 517.75 — 526.75 km melintang.

Kota Pekalongan terdiri dari empat kecamatan dan 27 kelurahan. Kecamatan terluas adalah Pekalongan Utara yang mencakup 33 persen (14,88 km2) dari luas wilayah Kota Pekalongan, sedangkan kecamatan terkecil adalah Pekalongan Timur yang mencakup 21  persen (9,52 km2) dari luas wilayah Kota Pekalongan.

Kota Pekalongan termasuk daerah dataran rendah dengan ketinggian 0–2 meter di atas permukaan laut. Bentuk permukaan lahannya relatif datar dengan kemiringan lereng antara 0–8 persen. Bentuk permukaan yang datar ini menunjukkan bahwa tingkat gerakan tanah di Kota Pekalongan rendah, namun rentan terhadap genangan khususnya pada daerah yang berada di pesisir pantai Utara. Selain genangan karena ombak pasang, daerah tersebut juga rentan terjadi banjir rob.

Terdapat delapan sungai atau kali yang melewati wilayah Kota Pekalongan dengan panjang aliran antara 2–7 km, yaitu Sungai Benger, Sungai Bremi, Sungai Sebulanan, Sungai Widuri, Sungai Kuripan, Sungai Gamer, dan Sungai Simbang. Sungai-sungai tersebut juga berfungsi sebagai saluran induk pembuangan drainase kota.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Cermin Berjuta Wajah di Pekalongan – Sungai Kupang yang kini lebih dikenal dengan nama Kali Loji membelah Kota Pekalongan.

Pemerintahan

Merunut catatan sejarah, Pemerintahan Kota Pekalongan sudah ada sejak tahun 1906. Pada masa itu, wali kota (Burgemeester) Pekalongan pertama adalah H.J. Kuneman. Ia menjabat sebagai wali kota Pekalongan mulai 1 April 1906 sampai dengan awal pendudukan Jepang 1942. Ia diangkat oleh Gubernur Jendral Hindia Belanda dengan masa jabatan waktu yang tidak terbatas.

Kemudian pada masa penjajahan Jepang, diangkat Kawabata/R. Soempeno Danoewilogo (8 Maret 1942 — 24 Agustus 1945). Pada masa ini, wali kota (Burgemeester) diganti namanya menjadi Sityo. Tugas utamanya adalah melayani kepentingan perang “Dai Toa“ (Perang Asia Timur Raya). R. Soempeno Danoewilogo masih terus menjabat sebagai wali kota hingga 15 Maret 1945.

Kemudian wali kota Pekalongan berturut-turut diteruskan oleh Agoes Miftah Danoekoesoemo (1 Juni 1954 – 1 November 1956), M. Soehartono Slamet Poespopranoto (1 November 1956 – 19 November 1957), Iskandar Said (13 Januari 1958 — 17 Januari 1959), R.M Bambang Sardjono Noersetyo (14 April 1959 – November 1959), Mochamad Tedjo (5 April — 30 Mei 1967), dan Teguh Soenarjo (30 Mei 1067– 11 Oktober 1972).

Selanjutnya dilanjutkan oleh R. Soepomo (11 Oktober 1972 — 7 Nopember 1979), H. Djoko Prawoto (7 Nopember 1979 – 7 November 1989), H. Mochamad Chaeron (7 Nopember 1989 – 7 November 1994),  Samsudiat (27 Oktober 1994 – 5 Juli 2004), H.M Basyir Ahmad (5 Juli 2005 — 9 Agustus 2015), Dwi Arie Putranto sebagai Pelaksana Tugas Wali Kota (09 Agustus 2015 – 15 September 2015), Prijo Anggoro Budi Rahardjo sebagai Penjabat Wali Kota (15 September 2015 – 17 Februari 2016), Achmad Alf Arslan Djunaid (17 Februari 2016 – 07 September 2017), HM. Saelany Machfudz (19 November 2017 — 2021), dan Achmad Afzan Arslan Djunaid (2021–2024).

Kota Pekalongan terbagi ke dalam empat kecamatan dan 27 kelurahan. Keempat kecamatan itu adalah Pekalongan Barat, Pekalongan Utara, Pekalongan Timur, dan Pekalongan Selatan.

Untuk mendukung jalannya roda pemerintahan, Kota Pekalongan didukung oleh 2.956 pegawai negeri sipil (PNS) pada tahun 2021. Rinciannya, PNS laki-laki sebanyak 1.438 laki-laki dan PNS perempuan sebanyak 1.518 perempuan.

Menurut tingkat pendidikannya, PNS yang lulus tingkat sarjana ke atas sebanyak 1.845 orang. Sementara dari tingkat kepangkatan, lebih dari setengah PNS di Kota Pekalongan merupakan PNS dengan golongan III, yaitu sebesar 57,61 persen.

PEMKOT PEKALONGAN

Wali Kota Pekalongan A. Afzan Arslan Djunaid, mengunjungi Kampung Batik Kauman yang dalam rangka Hari Batik Nasional, Sabtu (2/10/2021). Pada kesempatan tersebut, Wali Kota Pekalongan meresmikan peluncuran sarung Batik Pakem Kaumanan di kampung tersebut.

Politik

Peta politik di Kota Pekalongan dalam tiga kali pemilihan umum legislatif menunjukkan dominannya Partai Golkar dalam meraih simpati masyarakat. Hal itu tampak dari perolehan kursi partai politik (parpol) di DPRD Kota Pekalongan.

Di Pemilu Legislatif 2009, dari 30 kursi di DPRD Kota Pekalongan, Golkar meraih delapan kursi. Kemudian PAN meraih lima kursi serta PDI Perjuangan dan PPP sama-sama memperoleh empat kursi. Disusul PKB tiga kursi, PKS dan Demokrat masing-masing dua kursi serta Gerindra dan PKNU sama-sama mendapatkan satu kursi.

Di Pemilu Legislatif 2014, dari 30 kursi yang tersedia, Golkar masih memperoleh kursi terbanyak, yakni sembilan kursi. Disusul  PDI Perjuangan dan PPP sama-sama memperoleh empat kursi. Kemudian Gerindra, PKB, PKS, dan PAN masing-masing meraih tiga kursi serta Demokrat memperoleh satu kursi.

Di Pemilu Legislatif 2019, dari 35 anggota DPRD Kota Pekalongan, Golkar memperoleh sembilan kursi. Sisanya tujuh kursi PKB, lima kursi PDIP, empat kursi PPP, PKS dan PAN sama-sama mendapatkan tiga kursi, Gerindra dua kursi, lalu Hanura dan Nasdem yang sama-sama mendapatkan satu kursi.

DOK HUMAS DPRD KOTA PEKALONGAN

DPRD Kota Pekalongan, Jawa Tengah, menerima aspirasi penolakan mahasiswa terhadap RUU Cipta Kerja di gedung DPRD Kota Pekalongan, Selasa (13/10/2020). DPRD Kota Pekalongan berjanji akan menyampaikan aspirasi mahasiswa kepada pemerintah pusat dan DPR RI.

Kependudukan

Kota Pekalongan pada tahun 2021 dihuni oleh 308.310 orang dengan rincian 155.701 penduduk laki-laki dan 152.069 penduduk perempuan. Dengan proporsi jenis kelamin tersebut, rasio jenis kelamin sebesar 102,39, yang berarti dalam 100 penduduk perempuan ada 102 penduduk laki-laki.

Penduduk kota ini tersebar di Kecamatan Pekalongan Barat (30,87 persen), Kecamatan Pekalongan Utara (25,52 persen), Kecamatan Pekalongan Timur (22,38 persen), dan Kecamatan Pekalongan Selatan (21,22 persen).

Masyarakat Kota Pekalongan yang majemuk, terdiri atas beberapa suku, yaitu Suku Jawa, Suku Arab, Suku Tionghoa, Suku Madura, Padang, dan Batak.

Mata pencaharian masyarakat Pekalongan adalah petani, pedagang dan pelaku industri khususnya batik, nelayan, serta usaha di bidang jasa.

Menurut data BPS Kota Pekalongan, lebih dari setengah penduduk yang bekerja berstatus sebagai buruh, karyawan, dan pegawai, yaitu sebesar 55,45 persen. Kemudian sebanyak 22 persen berusaha sendiri dan hanya sebesar 2,08 persen yang berstatus sebagai pekerja bebas.

Mayoritas penduduk Kota Pekalongan memeluk agama Islam. Menurut data BPS Kota Pekalongan, jumlahnya mencapai 305.329 orang pada tahun 2021. Kemudian pemeluk agama Kristen 5.644 orang, Katolik 3.738 orang, Budha 1.374 orang, Hindu 55 orang, dan lainnya 70 orang.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Warga menunggu pembagian lupis ketan yang menjadi rangkaian cara syawalan di Kampung Krapyak, Kota Pekalongan, Jawa Tengah, Senin (9/5/2022). Tradisi ini menjadi bagian dari budaya silaturahmi antarwarga setelah merayakan Idul Fitri.

Indeks Pembangunan Manusia
75,40 (2021)

Angka Harapan Hidup 
74,44 tahun (2021)

Harapan Lama Sekolah 
12,85 tahun (2021)

Rata-rata Lama Sekolah 
9,18 tahun (2021)

Pengeluaran per Kapita 
Rp12,59 juta (2021)

Tingkat Pengangguran Terbuka
6,89 persen (2021)

Tingkat Kemiskinan
7,59 persen (2021)

Kesejahteraan

Penduduk Kota Pekalongan terus meningkat kesejahteraanya dari dari tahun ke tahun. Indeks pembangunan manusia (IPM) Kota Pekalongan pada tahun 2021 tercatat sebesar 75,40.  Tahun sebelumnya, IPM tercatat sebesar 74,98. Pencapaian IPM ini masuk kategori tinggi.

Ditilik dari komponen pembentuknya, umur harapan hidup tercatat selama 74,44 tahun. Kemudian dari segi pendidikan, harapan lama sekolah selama 12,85 tahun dan rata-rata lama sekolah selama 9,18 tahun. Sementara pengeluaran per kapita sebesar Rp12,59 juta.

Tingkat pengangguran terbuka (TPT) di Kota Pekalongan pada tahun 2021 mencapai 6,89 persen atau sebanyak 12.485 orang. TPT Kota Pekalongan turun tipis jika dibandingkan TPT tahun 2020 sebesar 7,02 persen.

Tingkat kemiskinan Kota Pekalongan pada tahun 2021 tercatat sebesar 7,59 persen atau sebanyak 23,49 ribu penduduk. Tingkat kemiskinan itu naik jika dibandingkan tahun 2020, yakni sebesar 7,17 persen atau sebanyak 22,16 ribu penduduk. Tingkat kemiskinan Kota Pekalongan selalu berada di bawah rata-rata tingkat kemiskinan Provinsi Jawa Tengah, yakni 11,25 persen (September 2021)

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Perajin menyelesaikan pembuatan kain batik di Kampung Kauman, Kota Pekalongan, Jawa Tengah, Kamis (1/10/2020). Industri batik menjadi salah satu penopang ekonomi Pekalongan.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp253,73 miliar (2021)

Dana Perimbangan 
Rp586,30 miliar (2021)

Pendapatan Lain-lain 
Rp105,23 miliar  (2021)

Pertumbuhan Ekonomi
3,59 persen (2021)

PDRB Harga Berlaku
Rp11,42 triliun (2021)

PDRB per kapita
Rp37,06 juta/tahun (2021)

Ekonomi

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Pekalongan menurut harga berlaku pada 2021 tercatat senilai Rp37,06 triliun. Struktur ekonomi kota ini didominasi oleh tiga sektor, yaitu sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor 21,37 persen, industri pengolahan 21,21 persen, serta sektor konstruksi 15,51 persen.

Sektor lainnya yang menopang ekonomi Kota Pekalongan adalah jasa keuangan dan asuransi 6,24 persen, penyediaan akomodasi dan makan minum 5,37 persen, dan transportasi dan pergudangan 5,08 persen.

Di sektor perdagangan, Kota Pekalongan didukung oleh pasar, toko, kios, los, maupun eceran. Menurut data BPS Kota Pekalongan, daerah ini memiliki 10 pasar yang tersebar di empat kecamatan, yakni Pekalongan Barat 4 pasar, Pekalongan Selatan 3 pasar, Pekalongan Timur 2 pasar, dan Pekalongan Utara 1 pasar.

Selain perdagangan, sektor industri pengolahan juga menjadi pilar utama penopang perekonomian Kota Pekalongan. Di kota ini, terdapat  485 perusahaan yang bergerak di industri logam mesin dan kimia, 2.207 perusahaan bergerak industri aneka, dan 1.635 perusahaan yang bergerak di industri hasil pertanian. Pada tahun 2018, industri pengolahan mampu menyerap 54.613 tenaga kerja.

Khusus untuk industri batik, di Kota Pekalongan terdapat sentra-sentra  batik  yang  menjadi ikon  dalam  perkembangan industri  batik. Sentra penjualan batik yang tumbuh di wilayah itu, seperti Pasar Grosir Batik Setono, Kampung Batik Kauman, Kampung Batik Pesindon, dan sentra kain tenun dari olahan alat tenun bukan mesin (ATBM) di Kelurahan Medono.

Laju pertumbuhan ekonomi Kota Pekalongan dalam satu dekade terakhir cenderung fluktuatif. Pada tahun 2020 pertumbuhan ekonomi turun tajam bahkan minus 1,87 persen. Hal ini disebabkan wabah global Covid-19 yang menyerang ke seluruh dunia hingga menjadi pandemi dan berdampak pada munculnya kebijakan pembatasan mobilitas masyarakat. Pada tahun 2021, laju pertumbuhan ekonomi kembali bangkit dan berada di posisi 3,59 persen.

KOMPAS/SIWI NURBIAJANTI

Aktivitas jual beli di Pasar Grosir Batik Setono di Kota Pekalongan, Jawa Tengah masih terlihat lengang, meskipun sudah memasuki pertengahan Ramadhan, Jumat (3/7/2015). Menjelang Lebaran tahun ini, para perajin dan pedagang batik di Pekalongan mengeluhkan kondisi pasar yang masih stagnan, dan bahkan menurun bila dibandingkan Lebaran tahun lalu.

Di bidang keuangan daerah, realisasi pendapatan Pemerintah Kota Pekalongan tahun 2021 tercatat sebesar Rp945,26 miliar. Dana Perimbangan masih menjadi penopang utama pendapatan daerah yakni sebesar Rp586,30 miliar. Kemudian, kontribusi pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp253,73 miliar serta lain-lain Pendapatan yang sah sebesar Rp105,23 miliar.

Di sektor pariwisata, Kota Pekalongan memiliki sejumlah obyek wisata. Beberapa destinasi wisata andalan di kota ini adalah pantai Pasir Kencana, pantai Slamaran Indah, Museum Batik, Kampung Batik Kauman, Kampung Wisata Batik Pesindon, dan Kampung Canting Landungsari.

Pantai Pasir Kencana menyuguhkan pemandangan matahari terbenam yang eksotis dan mempesona. Pantai Pasir Kencana menjadi objek wisata yang banyak dikunjungi di Kota Pekalongan selama tahun 2020 dengan jumlah pengunjung sebanyak 7.429 wisatawan mancanegara.

Pantai Slamaran Indah juga menarik minat wisatawan karena kesejukan udara dari laut lepas. Tercatat, Pantai Slamaran Indah dikunjungi oleh 2.287 wisatawan mancanegara.

Sementara di Museum Batik Pekalongan, pengunjung dapat menikmati wisata karya seni batik, sekaligus belajar berbagai hal terkait proses dan sejarah batik di Indonesia. Museum Batik pada tahun 2020 dikunjungi oleh 8.335 wisatawan mancanegara dan 93 wisatawan nusantara.

Untuk mendukung kegiatan ekonomi dan wisata, kota ini didukung oleh 35 hotel dengan jumlah kamar sebanyak 1.367 kamar. Sementara restoran tercatat sebanyak 150 restoran pada tahun 2020. Sedangkan untuk jumlah kunjungan wisata sebesar 283.882 pada tahun 2020, turun sekitar 60 persen dari tahun 2019.

KOMPAS/KRISTI UTAMI

Museum Batik, Kota Pekalongan.

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Kota Pekalongan *Otonomi”, Kompas, 24 Februari 2003, hlm. 32
  • “Dari Pusat Grosir hingga Museum Batik *Otonomi”, Kompas, 24 Februari 2003, hlm. 32
  • “Dari Pekajangan, Batik Pekalongan Berbicara * Ekonomi Rakyat”, Kompas, 17 April 2003, hlm. 31
  • “Citra Kota Pekalongan Diharapkan Membaik”, Kompas Jawa Tengah, 31 Maret 2004, hlm. 07
  • “Batik Pekalongan, antara Masa Lampau dan Kini *Teropong”, Kompas, 23 April 2004, hlm. 30
  • “Samsudiat Jadi Penjabat Wali Kota Pekalongan”, Kompas Jawa Tengah, 07 Januari 2005, hlm. 06
  • “Kota Pekalongan, Basis Historis PPP *Jelang Pilkada”, Kompas Jawa Tengah, 26 April 2005, hlm. 08
  • “Pilkada Kota Pekalongan: Basyir Dilantik sebagai Wali Kota Pekalongan”, Kompas Jawa Tengah, 07 Juli 2005, hlm. 08
  • “Wisata Belanja: Pesona Batik di Kampoeng Batik Kauman* Jalan-Jalan”, Kompas Jawa Tengah, 08 September 2007, hlm. 12
  • “HUT Ke-102 Kota Pekalongan: Membangun Masyarakat Kota Batik di Pesisir Utara”, Kompas Jawa Tengah, 01 April 2008, hlm. 07
  • “Pesona Batik Pekalongan”, Kompas, 01 Oktober 2010, hlm. 40
  • “Jejak Peradaban Dari Batik Pekalongan Mendunia”, Kompas, 17 Juli 2013, hlm. 24
  • “Kota Pekalongan: Batik, Kecerdasan Kreasi Warga * Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015”, Kompas, 04 April 2015, hlm. 22
  • “Kota Kreatif: Penghargaan untuk Sebuah Tanggung Jawab yang Besar * Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015”, Kompas, 04 April 2015, hlm. 22
  • “Dipacu, Geliat Wisata Batik Pekalongan”, Kompas, 08 Maret 2018, hlm. 22
Buku dan Jurnal
Aturan Pendukung

Editor
Topan Yuniarto