Daerah

Kota Tangerang Selatan: Dari Kota Anggrek Hingga Pusat Hunian dan Perdagangan

Kota Tangerang Selatan terkenal dengan tanaman anggrek yang menjadi ikon daerahnya. Kota yang dulunya menjadi bagian dari Kabupaten Tangerang ini kini berkembang menjadi kawasan hunian, perdagangan, dan jasa. Sebagai daerah penyangga DKI Jakarta, kota ini bisa dibilang populer sebagai lokasi hunian bagi para pekerja komuter.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Pekerja menyelesaikan pembangunan gedung Balai Kota Tangerang Selatan di kawasan Pondok Benda, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (26/11/2016). Menginjak usia sewindu, Kota Tangerang Selatan berupaya menuju kota cerdas dengan layanan publik yang cepat dan mudah.

Fakta Singkat

Hari Jadi
26 November 2008

Dasar Hukum
Undang-Undang No. 51/2008

Luas Wilayah
147,19 km2

Jumlah Penduduk
1.354.350 jiwa (2020)

Kepala Daerah
Wali Kota Benyamin Davnie
Wakil Wali Kota Pilar Saga Ichsan

Instansi terkait
Pemerintahan Kota Tangerang Selatan

Kota Tangerang Selatan  atau kerap disingkat Tangsel terletak di bagian timur Provinsi Banten. Kota ini berada 30 km sebelah barat Jakarta dan 90 km sebelah tenggara Serang, Ibu Kota Provinsi Banten. Pusat Pemerintahan Kota Tangerang Selatan terletak di Kecamatan Ciputat.

Tangsel merupakan wilayah pemekaran dari Kabupaten Tangerang. Kota ini diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Mardiyanto pada tanggal  29 Oktober 2008. Kemudian secara sah kota ini ditetapkan sebagai kota baru melalui UU 51/2008.

Hari jadi Kota Tangerang Selatan diperingati setiap tanggal 26 November berdasarkan Perda Kota Tangerang Selatan Nomor 3 Tahun 2010 tentang Hari Jadi Kota Tangerang Selatan. Penetapan hari jadi tersebut didasarkan pada momentum berdirinya Pemerintahan Kota Tangerang Selatan yang ditandai dengan ketuk palu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI mengesahkannya menjadi kota baru.

Kota Tangerang Selatan memiliki luas 147,19 kilometer persegi dengan penduduk berjumlah 1,35 juta jiwa orang pada tahun 2020. Terdiri dari tujuh kecamatan dan 54 kelurahan, Kota Tangerang Selatan saat ini dipimpin oleh Wali Kota Benyamin Davnie dan Wakil Wali Kota Pilar Saga Ichsan.

Wilayah yang dikenal dengan Cipasera, yaitu Ciputat, Pamulang, Serpong, dan Pondok Aren ini, termasuk daerah yang cukup strategis. Berbatasan langsung dengan wilayah DKI Jakarta menjadikannya sebagai salah satu kota satelit atau penyangga Ibu Kota Negara DKI Jakarta.

Sebagai daerah pemekaran, Kota Tangsel mengalami pertumbuhan sangat pesat. Setiap jengkal lahan tak lepas dari pembangunan fisik properti, mulai hunian berkonsep real estate, apartemen, ruko, rukan, pergudangan, perkantoran, hingga pusat-pusat belanja.

Lokasinya yang dekat dengan Ibu Kota Negara tersebut membuat kota ini menjadi pilihan tempat tinggal bagi para pekerja komuter atau pelaju. Tak heran, sektor properti menjadi salah satu potensi andalan untuk menggerakkan laju pertumbuhan ekonomi kota ini.

Berdasarkan RPJMD Kota Tangerang Selatan, kota ini memiliki visi: “Terwujudnya Tangsel Kota Cerdas , Berkualitas dan Berdaya Saing Berbasis Teknologi dan Inovasi”.

Adapun misinya adalah pertama, mengembangkan sumberdaya manusia yang handal dan berdaya saing. Kedua, meningkatkan infrastruktur kota yang fungsional. Ketiga, menciptakan kota layak huni yang berwawasan lingkungan. Keempat, mengembangkan ekonomi kerakyatan berbasis inovasi dan produk unggulan. Kelima, meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik berbasis teknologi informasi.

Tangsel karib dengan mekarnya bunga anggrek. Selain menjadi simbol atau ikon kota, bunga yang memiliki berbagai jenis itu memang marak dibudidayakan di kota ini. Saat ini, setidaknya ada 20 gabungan kelompok petani budidaya anggrek yang tersebar di tujuh kecamatan di Tangsel.

Usaha budidaya anggrek itu banyak dijumpai di Kecamatan Ciputat, Serpong, Pamulang, dan Setu. Ragam jenis anggrek yang dibudidayakan di kota ini seperti jenis anggrek “Vanda Douglas” dan anggrek “Dendrobium”.

Sejarah Pembentukan

Sejarah Kota Tangerang Selatan tidak terlepas dengan sejarah Kabupaten Tangerang sebagai wilayah induknya. Dalam buku Citra Kota Tangerang Selatan dalam Arsip yang diterbitkan oleh ANRI 2013, disebutkan status daerah Tangerang mengalami beberapa kali perubahan sebagai daerah administratif pemerintahan.

Sejak beberapa abad lalu, Tangerang sudah menjadi kota yang lokasinya sangat strategis karena berdekatan dengan Batavia. Di kota inilah, terdapat Sungai Cisadane yang mempunyai peran penting bagi kehidupan masyarakat,  bahkan terus berlangsung hingga saat ini.

Ketika masih berdiri Kerajaan Tarumanegara pada abad ke-15 hingga masa penjajahan kolonial Belanda, Sungai Cisadane difungsikan sebagai sarana transportasi air antara kawasan pesisir dan pedalaman. Selain itu, juga digunakan untuk pengairan di lahan-lahan pertanian yang ada di sepanjang sungai tersebut.

Tangerang sendiri menurut dugaan berasal dari bahasa Sunda “Tanggeran” yang memiliki arti tengger atau tanda dan perang. Penyebutan kata ini merujuk pada Sungai Cisadane yang pada masa lalu pernah menjadi lokasi peperangan dahsyat antara Kasultanan Banten dan VOC.

Pada masa Pemerintahan Kolonial Belanda, Tangerang Selatan masih menjadi satu wilayah dengan Tangerang serta dimasukkan dalam satu bagian dengan Keresidenan Batavia.

Kemudian, di masa pendudukan militer Jepang, kedudukan daerah Tangerang ditingkatkan menjadi daerah administratif kota, karena status Kota Jakarta ditingkatkan menjadi daerah khusus. Tangerang menjadi daerah kabupaten dengan ibu kota berada di Tangerang Kota, yang saat ini menjadi Kota Tangerang.

Pasca-kemerdekaan, seperti dikutip dari arsip Kompas, 27 November 2017, halaman 27, dikisahkan bahwa pada tahun 1946, kendati Soekarno dan Mohammad Hatta telah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, pasukan Belanda dan Jepang belum angkat kaki dari Indonesia. Tentara Belanda, yaitu NICA, masih ada di beberapa wilayah, termasuk di Tangerang yang saat itu disebut kawasan Benteng.

Kawasan Benteng meliputi Tangerang utara hingga selatan. Perjuangan rakyat pun belum berakhir. Di Benteng Selatan, atau yang kini bernama Kota Tangerang Selatan, terjadi beberapa peristiwa berdarah pasca-kemerdekaan.

Pertempuran terjadi di wilayah Serpong yang dahulu masih kebun karet. Di lokasi yang kini dibangun monumen Palagan Lengkong tercatat 34 prajurit muda dan tiga perwira Tentara Republik Indonesia tewas, 25 Januari 1946. Mereka tewas saat melucuti senjata tentara Jepang di bawah pimpinan Mayor Daan Mogot.

Perjuangan tidak berhenti pada peristiwa itu. Pada 26 Mei 1946, tercatat, laskar dari Banten menyerang tentara NICA Belanda yang tengah menduduki Serpong. Pasukan laskar itu, seperti tercantum dalam buku “Situs dan Cagar Budaya di Tangerang Selatan”, berasal dari Desa Sampeureun, Maja, dekat garis demarkasi. Pasukan berjumlah 400 orang dan berada di bawah pimpinan KH Ibrahim dari Pondok Pesantren Cibeureum, Rangkasbitung, itu mulai berjalan pada 23 Mei 1946.

Di Tenjo, Parungpanjang, pasukan bergabung dengan pasukan laskar dari Tenjo pimpinan KH Harun yang membawa sekitar 300 pasukan. Mereka berjalan kaki menuju Parungpanjang. Di sana, pasukan bertambah lagi dari Kampung Sengkol, Setu, dan Rangkasbitung.

Pada 26 Mei, mereka mendekati markas NICA di tempat yang saat ini difungsikan menjadi Satpas SIM Polres Tangsel. Pasukan dibagi dua, satu menyerang dari depan, satu dari belakang. Para pejuang ini hanya membawa senjata tajam.

Tentara Belanda mengetahui rencana itu dan sudah mempersiapkan pasukan. Mereka pun menyerang rakyat Indonesia dengan tembakan hingga korban berjatuhan.

Para pejuang itu pun dimakamkan secara massal di tempat itu dalam tiga lubang besar. Lokasinya saat ini menjadi pertigaan Serpong-Cisauk. Tempat pemakaman itu diberi nama Makam Pahlawan Seribu di Kampung Pariang, Kelurahan Cilenggang, Kecamatan Serpong.

Karena kebutuhan pembangunan jalan, makam itu pun dipindah pada tahun 1980-an di Kademangan, Setu, dan dinamakan kompleks Taman Makam Pahlawan Seribu. Ada 238 makam yang terdapat di lokasi itu.

Sebagai gantinya, untuk tetap mengingatkan peristiwa perjuangan rakyat itu, di pertigaan Serpong dibangun monumen yang dikenal sebagai monumen peringatan peristiwa berdarah.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Bekas rumah Akademi Militer Tangerang berdiri di kompleks monumen pertempuran Lengkong di kawasan Bumi Serpong Damai, Tangerang Selatan, Jumat (12/8/2016). Pertempuran Lengkong terjadi pada tanggal 25 Januari 1946, bermula dari pelucutan senjata pasukan Jepang oleh Resimen IV Tentara Kemanan Rakyat (TKR) di Tangerang. Sebanyak 3 perwira dan 34 taruna gugur dalam peristiwa berdarah tersebut.

Selanjutnya, pada tahun 1982, daerah administratif Kabupaten Tangerang berkembang dan dibagi dalam beberapa pemerintahan. Kabupaten Tangerang terdiri atas satu kota administratif (kotif), lima kewedanan, 21 kecamatan, lima kemantren, 20 kelurahan, dan 340 desa.

Wilayah Kotif Tangerang dibentuk berdasarkan PP 50/1981 dan diresmikan tanggal 19 Februari 1982. Daerah Kotif Tangerang mencakup lima kecamatan, yakni Tangerang, Batuceper, Cipondoh, Ciledug, dan Jatiuwung. Sedangkan lima kewedanan yang berada di luar Kotif Tangerang adalah kewedanan Serpong, Balaraja, Mauk, Curug, dan Teluknaga.

Pembentukan wilayah Tangerang Selatan sebagai kota otonom berawal dari keinginan warga di kawasan Tangerang Selatan untuk menyejahterakan masyarakat.

Pada tahun 2000, beberapa tokoh dari kecamatan-kecamatan mulai menyebut Cipasera yang merupakan akronim dari Ciputat, Cisauk, Pamulang, dan Serpong. Inilah kecamatan di Kabupaten Tangerang yang akan diperjuangkan sebagai wilayah otonom.

Pada tanggal 27 Desember 2006, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Tangerang menyetujui terbentuknya Tangerang Selatan. Calon kota otonom ini terdiri atas tujuh kecamatan, yakni, Ciputat, Ciputat Timur, Pamulang, Pondok Aren, Serpong, Serpong Utara, dan Setu.

Pada 22 Januari 2007, Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Tangerang yang dipimpin oleh Ketua DPRD kala itu, Endang Sujana, menetapkan Kecamatan Ciputat sebagai pusat pemerintahan Tangerang Selatan secara aklamasi. Hasil seluruh rapat di wakil rakyat daerah tingkat dua itu kemudian dibawa ke tingkat I.

Komisi I DPRD Provinsi Banten membahas berkas usulan pembentukan Tangerang Selatan mulai 23 Maret 2007. Pembahasan dilakukan setelah berkas usulan dan persyaratan pembentukan kota diserahkan Gubernur Banten Ratu Atut Chosiyah ke Dewan pada tanggal 22 Maret 2007.

Pada 2007, Pemerintah Kabupaten Tangerang menyiapkan dana Rp 20 miliar untuk proses awal berdirinya Tangerang Selatan. Dana itu dianggarkan, antara lain, untuk biaya operasional kota baru selama satu tahun pertama dan merupakan modal awal dari daerah induk untuk wilayah hasil pemekaran. Selanjutnya, Pemerintah Kabupetan Tangerang akan menyediakan dana bergulir sampai kota hasil pemekaran mandiri.

Pada 29 Oktober 2008, pembentukan Kota Tangerang Selatan diresmikan oleh Menteri Dalam Negeri Indonesia, Mardiyanto, dengan tujuh kecamatan hasil pemekaran dari Kabupaten Tangerang yang telah disetujui oleh DPRD Kabupaten Tangerang pada 27 Desember 2006.

KOMPAS/SOELASTRI SOEKIRNO

Beberapa anggota DPRD Kabupaten Tangerang, termasuk pimpinan, berdiri untuk memberikan suaranya dalam voting yang terpaksa dilakukan untuk mengambil keputusan, berapa kecamatan di Kabupaten Tangerang yang akan masuk ke kota baru Tangerang Selatan. Bupati Tangerang Ismet Iskandar menyaksikan peristiwa itu. Voting dilakukan pada rapat paripurna, Rabu (27/12/2006), untuk menyetujui pembentukan kota otonom baru di Kabupaten Tangerang.

Geografis

Kota Tangerang Selatan terletak di bagian timur Provinsi Banten, pada titik koordinat 106’38’ – 106’47’ Bujur Timur dan 06’13’30’ – 06’22’30’ Lintang Selatan. Luas wilayahnya mencapai 147,19 km2 atau 14.719 ha.

Wilayah Kota Tangerang Selatan berbatasan dengan Kota Tangerang dan DKI Jakarta di sebelah utara, Kota Depok dan DKI Jakarta di sebelah timur, Kota Depok di sebelah selatan, dan Kabupaten Tangerang di sebelah barat.

Letak geografis Kota Tangerang Selatan yang berbatasan dengan Provinsi DKI Jakarta pada sebelah utara dan timur memberikan peluang pada Kota Tangerang Selatan menjadi salah satu daerah penyangga DKI Jakarta.

Kecamatan dengan wilayah paling luas adalah Pondok Aren dengan luas 2.988 ha atau 20,30 persen dari luas keseluruhan Kota Tangerang Selatan. Sedangkan kecamatan dengan luas paling kecil adalah Setu dengan luas 1.480 ha atau 10,06 persen.

Secara topografi, sebagian besar wilayah Kota Tangerang Selatan merupakan dataran rendah dan memiliki topografi yang relatif datar dengan kemiringan tanah rata-rata 0-3 persen sedangkan ketinggian wilayah antara 0,25 meter.

Kemiringan  diantara 0-3 persen meliputi kecamatan Ciputat Timur, Kecamatan Pamulang, Kecamatan Serpong, Kecamatan Serpong Utara. Sementara itu, kemiringan 3-8 persen meliputi Kecamatan Pondok Aren dan Kecamatan Setu.

Wilayah Kota Tangerang Selatan dilintasi oleh Kali Angke, Kali Pesanggrahan dan Sungai Cisadane dari arah selatan menuju utara. Ketiga sungai itu sekaligus berfungsi sebagai batas wilayah administrasi kota.

Selain sungai, Tangsel juga memiliki sembilan situ, yaitu Situ Legoso, Situ Pamulang, Situ Bungur, Situ Rompang, Situ Parigi, Situ Ciledug, Situ Kayu Antap, Situ Pondok Jagung, dan Situ Gintung.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Situ Rompang di Cempaka Putih, Tangerang Selatan, Banten, menunjukkan situ yang dikepung pemukiman, Sabtu (28/9/2019). Berdasarkan data dari Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung Cisadane, luas Situ Rompang menyusut dari awalnya 10 hektar menjadi 2,99 hektar. Penyusutan disebabkan masifnya pembagunan perumahan di kawasan tangkapan air sekaligus pengendali banjir itu.

Pemerintahan

Sebelum menjadi Kota Administratif, Tangerang Selatan merupakan bagian dari Kabupaten Tangerang. Kota Tangerang Selatan merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Tangerang dan resmi berdiri pada tanggal 26 November 2008.

Sebelum terpilihnya wali kota dan wakil wali kota definitif, Kota Tangerang Selatan dipimpin oleh Penjabat Wali kota, yaitu Mohammad Shaleh (24 Januari 2009 hingga 18 Juli 2010), Eutik Suarta (18 Juli 2010-24 Januari 2011), dan Hidayat Djohari (24 Januari 2011-20 April 2011).

Kemudian, berdasarkan Keputusan KPU Kota Tangerang Selatan Nomor 11/Kpts/KPU-Tangsel/III/2011 tanggal 25 Maret 2011, menetapkan Pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota berdasarkan hasil Pilkada Kota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany dan Benyamin Davnie sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tangerang Selatan periode 2011-2016. Pasangan ini kembali maju di Pilkada Tangerang Selatan 2015 dan kembali terpilih memimpin Kota Tangerang Selatan periode 2016-2021.

Kemudian, kepemimpinan di Tangsel diteruskan oleh Wali Kota Benyamin Davnie dan Wakil Wali Kota Pilar Saga Ichsan. Pasangan Benyamin Davnie – Pilar Saga Ichsan terpilih sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Tangerang Selatan setelah memenangkan  Pilkada Kota Tangerang Selatan 2020.

Secara administratif, Kota Tangerang Selatan terdiri dari tujuh kecamatan, 54 kelurahan, 746 rukun warga (RW) dan 3.913 rukun tetangga (RT). Ketujuh kecamatan tersebut adalah Kecamatan Ciputat, Kecamatan Ciputat Timur, Kecamatan Pondok Aren, Kecamatan Serpong Utara, Kecamatan Setu, Kecamatan Serpong, dan Kecamatan Pamulang.

Untuk menjalankan roda pemerintahan, Pemerintah Kota Tangerang didukung oleh 4.815 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada tahun 2020. Menurut golongan kepangkatan, 64,20 persen diantaranya adalah golongan III (3.091 orang), kemudian 25,67 persen golongan IV (1.236 orang), 10,07 persen golongan II (485 orang) dan 0,06 persen merupakan gol I (3 orang).

Menurut jenis kelamin, PNS laki-laki sebanyak 1.968 orang (40,87 persen) sedangkan PNS perempuan sebanyak 2.847 orang (59,13 persen). Sementara itu, berdasarkan pendidikan, komposisi PNS tahun 2020 didominasi oleh lulusan sarjana 82,26 persen (3.961 orang) . Sementara lulusan diploma 11,63 persen (560 orang), lulusan SMA 6,00 persen (289 orang) dan SMP ke bawah 0,10 persen (5 orang).

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA

Pasangan Airin Rachmi dan Benyamin Davnie

Politik

Sejak menjadi daerah otonom tahun 2008, Kota Tangerang Selatan telah menyelenggarakan tiga kali pemilihan legislatif. Selama tiga kali itu pula, peta politik di Kota Tangerang berlangsung dinamis .

Pada Pemilihan Legislatif (Pileg) 2009, Partai Demokrat berhasil mengungguli perolehan kursi di DPRD Kota Tangerang Selatan. Partai berlambang mercy tersebut berhasil merebut 12 kursi dari 50 kursi yang tersedia. Di urutan kedua, PKS meraih tujuh kursi. Disusul Golkar enam kursi, PDI-P empat kursi, dan PAN tiga kursi.

Kemudian PPP, Gerindra, Hanura, PDS, dan PKB masing-masing memperoleh dua kursi. Sedangkan PKPB, PPDI, dan PBB masing-masing hanya mendapatkan satu kursi.

Di Pileg 2014, parpol yang mendapatkan kursi DPRD Kota Tangsel yaitu, Golkar dan PDI Perjuangan berhasil meraih kursi terbanyak dengan perolehan sembilan kursi. Disusul Gerindra tujuh kursi, Hanura enam kursi, Partai Keadilan Sejahtera (PKS) lima kursi. Kemudian Nasdem, PKB, PAN, dan Demokrat masing-masing meraih tiga kursi, dan PPP meraih dua kursi.

Adapun di Pileg 2019, peta perpolitikan Kota Tangerang Selatan didominasi oleh Partai Golkar dengan perolehan kursi sebanyak 10 orang. Disusul Partai PDI-P, Gerindra, dan PKS masing-masing sebanyak delapan kursi. Kemudian diikuti oleh Partai Demokrat sebanyak lima kursi, PKB dan PSI masing-masing sebanyak empat kursi, PAN sebanyak dua kursi dan Hanura meraih satu kursi.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Mural berisi ajakan untuk menolak politik uang, suap, dan ajakan untuk mengawasi proses pemilu terpasang di Kampung Antipolitik Uang di Parigi, Pondok Aren, Tangerang Selatan, Kamis (4/4/2019). Keberadaan kampung yang diinisiasi Bawaslu Kota Tangerang Selatan ini sebagai upaya mengajak masyarakat untuk bersama-sama mengawasi pelaksanaan proses pemilu agar berjalan jujur, adil, dan bebas dari praktik politik uang.

Kependudukan

Hasil Sensus Penduduk (SP) 2020 menunjukkan, jumlah penduduk Kota Tangerang Selatan berjumlah 1,35 juta jiwa pada 2020. Jumlah tersebut merupakan terbesar kedua di Provinsi Banten setelah Kota Tangerang serta terbesar kelima di kawasan atau wilayah Jabodetabek setelah Kota Jakarta, Kota Bekasi, Kota Tangerang, dan Kota Depok.

Laju pertumbuhan penduduk Kota Tangerang Selatan per tahun 2010-2020 sebesar 0,47 persen atau bertambah sebesar 55.846 jiwa dalam sepuluh tahun. Pertumbuhan penduduk yang paling besar ada di Kecamatan Setu sebesar 2,35 persen selanjutnya diikuti oleh Kecamatan Serpong sebesar 1,17 persen.

Berdasarkan jenis kelamin, sebanyak 678,16 ribu jiwa (50,07 persen) penduduk Kota Tangerang Selatan merupakan laki-laki. Sementara, ada 676,19 ribu (49,93 persen) penduduk di kota tersebut yang berjenis kelamin perempuan.

Adapun rasio jenis kelamin Kota Tangerang Selatan tahun 2020 sebesar 100,3. Angka ini menunjukkan bahwa dari setiap 100 penduduk perempuan di Kota Tangerang Selatan akan terdapat sekitar 101 penduduk laki-laki.

Penduduk Kota Tangerang didominasi oleh kelompok usia produktif. Hasil Sensus Penduduk menunjukkan sebanyak 964,01 ribu jiwa (71,18 persen) adalah kelompok usia produktif (usia 15-64 tahun). Sementara, 390,34 ribu (28,82 persen) penduduk Tangerang Selatan merupakan kelompok usia tidak produktif.

Rinciannya, sebanyak 325,54 ribu jiwa (24,04 persen) adalah kelompok usia belum produktif (usia 0-14 tahun) dan 64,8 ribu jiwa (4,78 persen) merupakan kelompok usia sudah tidak produktif (usia 65 tahun ke atas).

Pamulang merupakan kecamatan di Tangerang Selatan dengan penduduk terbanyak, yakni mencapai 305,56 ribu jiwa. Posisinya disusul oleh Pondok Aren sebanyak 294,99 ribu jiwa, Ciputat 208,72 ribu jiwa, Ciputat Timur 172,14 ribu jiwa, Serpong 154,74 ribu jiwa, Serpong Utara 134 ribu jiwa, dan Setu 84,18 ribu jiwa.

Dalam sejarahnya, Tangerang Selatan mula-mula dihuni oleh orang China yang datang pada abad ke-17. Mereka tinggal di kawasan Pasar Lama, Serpong, dekat Sungai Cisadane. Hal itu ditandai adanya Wihara Boen Hay Bio yang dibangun pada tahun 1694. Wihara ini berkaitan dengan dua wihara tua di Kota Tangerang, yaitu Boen Tek Bio (1684) dan Boen San Bio (1689).

Selain warga keturunan China, Tangerang Selatan juga dihuni sebagian besar oleh warga Betawi dan suku Sunda. Persebaran agama Islam mulai masuk pada abad ke-17 saat Sultan Ageng Tirtayasa dari Banten mengirim putra keenamnya, Raden Muhammad Atief atau yang dikenal dengan Tubagus Atief, ke Serpong untuk melawan penjajah Belanda sekaligus menyebarkan agama Islam. Hingga kini, makam Tubagus Atief yang dikenal dengan Makam Kramat Tajug di Cilenggang terus didatangi peziarah dari beberapa daerah.

Pada masa penjajahan Belanda, wilayah ini masuk dalam Keresidenan Batavia dan mempertahankan karakteristik tiga etnis, yaitu suku Sunda, suku Betawi, dan Tionghoa. Ketiga suku tersebut masih eksis hingga kini dengan penyebaran, Sunda di wilayah selatan dan barat, Betawi di utara dan timur sedangkan Tionghoa banyak terdapat di barat dan selatan yang tak jauh dari Sungai Cisadane.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Basri, merawat anggrek jenis vanda douglas di kebun anggrek milik Niman di kawasan Pondok Benda, Tangerang Selatan, Banten, Sabtu (5/12/2020). Setelah terpukul karena pandemi, sejak dua bulan terakhir permintaan tanaman anggrek mulai membaik. Acara hajatan pernikahan yang mulai diperbolehkan saat pandemi menjadi salah satu pendongkrak penjualan anggrek kembali bergairah.

Indeks Pembangunan Manusia
81,36 (2020)

Angka Harapan Hidup 
72,47 tahun (2020)

Harapan Lama Sekolah 
14,47 tahun (2020)

Rata-rata Lama Sekolah 
11,81 tahun (2020)

Pengeluaran per Kapita 
Rp 15,66 juta (2020)

Tingkat Kemiskinan
2,29 persen (2020)

Tingkat Pengangguran Terbuka
8,48 persen (2020)

Kesejahteraan

Pembangunan manusia yang diukur dengan indeks pembangunan manusia (IPM) di Kota Tangerang Selatan terus meningkat dalam satu dekade terakhir. IPM Kota Tangerang pada tahun 2020 tercatat 81,36. Pencapaian IPM ini masuk kategori sangat tinggi.

Dibandingkan kabupaten/kota lainnya di Provinsi Banten, IPM Kota Tangerang tersebut terhitung yang tertinggi. Angka IPM Kota Tangerang Selatan juga selalu berada di atas angka IPM Provinsi Banten dan Indonesia.

Adapun capaian indikator Umur Harapan Hidup, Harapan Lama Sekolah, Rata-rata Lama Sekolah, dan Pengeluaran per Kapita disesuaikan masing-masing adalah sebesar 72,47 tahun, 14,47 tahun, 11,81 tahun, dan Rp 15,67 juta.

Jumlah penduduk usia kerja Kota Tangerang Selatan pada tahun 2020 sebanyak 1.331.991 jiwa . Dari jumlah tersebut, 832.423 jiwa diantaranya atau 62,49 persen merupakan angkatan kerja dan sisanya adalah penduduk bukan angkatan kerja.

Tingkat pengangguran terbuka (TPT) Kota Tangsel pada tahun 2020 sebesar 8,48 persen. Jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, TPT Tangsel mengalami peningkatan yaitu dari 4,79 persen pada tahun 2019 menjadi 8,48 persen pada tahun 2020.

Peningkatan angka pengangguran tersebut tak lepas dari merebaknya pandemi Covid-19 yang mengakibatkan adanya gelombang PHK (pemutusan hubungan kerja) pada beberapa perusahaan di sejumlah sektor usaha yang ada di Kota Tangsel.

Pengangguran terbesar menurut pendidikan yang ditamatkan di Kota Tangerang Selatan pada tahun 2020 adalah lulusan SMA sebesar 58,88 persen. Lalu diikuti pengangguran lulusan Perguruan Tinggi sebesar 28,15 persen, lulusan SMP sebesar 8,12 persen, dan lulusan SD sebesar 4,84 persen.

Kota Tangerang Selatan memiliki persentase penduduk miskin terendah diantara kab/kota lain di Provinsi Banten yaitu sebesar 2,29 persen. Angka ini meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2019 sebesar 1,68 persen. Sedangkan rata-rata persentase penduduk miskin Provinsi Banten sebesar 5,92 persen.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Suasana di dalam kereta rel listrik (KRL) rute Tanah Abang-Serpong, saat jam pulang kantor, Rabu (31/1/2018). Penggunaan transportasi umum seperti KRL sudah menjadi keseharian dan gaya hidup bagi para pekerja yang tinggal di pinggiran Jakarta.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp 1,53 triliun (2020)

Dana Perimbangan 
Rp 907,14 miliar (2020)

Pendapatan Lain-lain 
Rp 558,66 miliar (2020)

Pertumbuhan Ekonomi
-1,01 persen (2020)

PDRB Harga Berlaku
Rp 82,55 triliun (2020)

PDRB per kapita
Rp 45,87 juta/tahun (2020)

Ekonomi

Sebagai kota yang berbatasan langsung dengan DKI Jakarta, geliat perekonomian di Kota Tangerang Selatan lebih didominasi oleh sektor tersier sebesar 75,82 persen, sedangkan sektor sekunder dan sektor primer masing-masing sebesar 23,96 persen dan 0,22 persen.

Kontribusi sektor real estat dan perdagangan menjadi yang tertinggi terhadap PDRB Tangerang Selatan, yakni sebesar 18,52 persen dan 16,20 persen. Selain real estate dan perdagangan, sektor lainnya yang berkontribusi dominan ialah konstruksi (15,90 persen), informasi dan komunikasi (11,15 persen), jasa pendidikan sebesar 9,37 persen dan industri pengolahan 7,89 persen. Sedangkan lapangan usaha lainnya memberi kontribusi sebesar 20,98 persen.

Sebagai kota penyangga Jakarta, Tangerang Selatan bisa dibilang populer sebagai lokasi hunian. Hal tersebut bukanlah tanpa sebab. Infrastruktur modern, fasilitas lengkap dan akses yang mudah ke Jakarta menjadikan kawasan ini semakin diminati.

Di sepanjang koridor Jl Pahlawan Seribu, BSD City Serpong mulai banyak bermunculan gedung-gedung baru yang megah. Pusat perbelanjaan, apartemen, hotel, pusat hiburan dan kuliner, pusat perkantoran, rumah sakit, dan pusat pendidikan telah dibangun.

Di kawasan Bintaro, berbagai infrastruktur berupa gedung perkantoran, pusat belanja, rumah sakit, pusat pendidikan telah berdiri di kawasan ini. Untuk memperlancar arus lalu lintas, di bundaran Bintaro Sektor IX telah dibangun fly over yang menghubungkan simpul-simpul bisnis dan jasa.

Bidang jasa dan perdagangan juga dikembangkan di kawasan Ciputat Pamulang. Sebagai kawasan pusat pendidikan skala nasional dengan adanya UIN Syarif Hidayatullah dan Universitas Terbuka, maka daerah Ciputat dan Pamulang dikembangkan sebagai kawasan jasa pendidikan.

Adapun di sektor industri pengolahan, industri tekstil dan pakaian jadi masih memberikan kontribusi terbesar, yakni 57,27 persen di tahun 2020. Disusul industri kertas dan barang dari kertas, percetakan dan reproduksi media rekaman yang berkontribusi sebesar 23,90 persen.

Menurut data Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kota Tangerang Selatan tahun 2020, jumlah perusahaan yang bergerak di industri pengolahan karet dan industri baja/pengolahan logam masih yang terbanyak di Kota Tangerang Selatan, yakni masing-masing sebanyak enam perusahaan. Kemudian disusul perusahaan yang bergerak di bidang industri tekstil sebanyak empat perusahaan.

Sedangkan untuk perusahaan industri kecil, industri pengolahan pangan adalah yang paling banyak di Kota Tangerang Selatan di tahun 2020, yakni sebanyak 885 perusahaan dengan serapan tenaga kerja sebanyak 1.935 orang. Diikuti industri tekstil dengan jumlah perusahaan sebanyak 293 perusahaan dengan serapan tenaga kerja sebanyak 2.904 orang.

Sementara itu, sebagian besar usaha mikro kecil dan menengah  bergerak di usaha kuliner, yaitu 28.036 usaha, disusul dengan usaha toko sembako sebanyak 25.103 usaha dan akomodasi sebanyak 9.510 usaha.

Pendapatan daerah Kota Tangerang Selatan tahun 2020 tercatat sebesar Rp 3,0 triliun. Dari jumlah tersebut, kontribusi terbesar masih disumbang oleh pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp 1,53 triliun atau 51,21 persen. Kemudian dana perimbangan sebesar Rp 907 miliar (30,19 ) persen), dan dari lain-lain pendapatan daerah yang sah sebesar Rp 558 miliar (18,59 persen).

Sumbangan terbesar terhadap PAD Kota Tangerang Selatan berasal dari pajak daerah yaitu sebesar Rp 1,34 triliun (87,42 persen dari PAD. Sementara itu, sumbangan terbesar Dana Perimbangan berasal dari Dana Alokasi Umum (DAU) yaitu sebesar Rp 558,08 milyar (61,52 persen dari Dana Perimbangan).

KOMPAS/STEFANUS OSA TRIYATNA

Ruang terbuka menjadi daya tarik tersendiri yang disajikan Summarecon Serpong. Bukan hanya taman, tetapi juga danau buatan yang menghiasi sekeliling hunian dua lantai ini.

Di sektor pariwisata, Tangerang Selatan memiliki beberapa lokasi wisata. Jenis wisata yang tawarkan beraneka ragam di antaranya wisata alam, wisata budaya, dan wisata belanja.

Beberapa lokasi wisata alam yang bisa dikunjungi diantaranya wisata Tanah Tingal, Kandank Jurank Doank, dan Kampung Dongeng.

Selain itu, juga terdapat taman/hutan kota di Serpong yang bisa dimanfaatkan sebagai lokasi rekreasi, seperti hutan kota di wilayah BSD, taman kota yang terdapat di Jl. Letnan Sutopo, dan taman kota yang terletak di Taman Tekno, Buaran.

Wisata air, seperti kolam renang, pemancingan, taman air  juga tersebar di berbagai wilayah, seperti Family Park Kampung Aer di Alam Sutera Serpong Utara, Ocean Park di BSD Serpong, Wisata Air Pulau Situ Gintung Ciputat Timur, serta kolam renang dan pemancingan yang terdapat di banyak kecamatan.

Adapun tempat menginap yang tersedia di Tangsel, yaitu hotel bintang sebanyak 19 hotel dan 11 hotel non bintang/akomodasi lainnya. (LITBANG KOMPAS)

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Warga menghabiskan waktu di tepian Situ Gintung, Ciputat, Tangerang Selatan Banten, Kamis (9/2/2017). Situ Gintung selain berfungsi sebagai pengendali banjir juga menjadi tempat warga untuk berekreasi.

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Pemekaran: Peresmian Tangerang Selatan Tertunda”, Kompas, 22 April 2008, hlm. 26
  • “Kota Tangerang Selatan Terbentuk * Wilayahnya Meliputi Tujuh Kecamatan”, Kompas, 30 Oktober 2008, hlm. 26
  • “Tangerang Selatan: Menggantung Harapan di Kota Baru…”, Kompas, 30 Oktober 2008, hlm. 27
  • “Tangsel (Tak) Siap Jadi Kota * Dana yang Ada Terserap untuk Pilkada”, Kompas, 10 Januari 2011, hlm. 27
  • “Catatan Akhir Tahun Tangerang Selatan: Berharap Sampah Tak Lagi Menumpuk”, Kompas, 20 Desember 2011, hlm. 27
  • “HUT Kota Tangerang Selatan: Bukan Sekadar Penyangga DKI”, Kompas, 26 November 2014, 26
  • “Sewindu Tangerang Selatan: Menggenjot Layanan Administrasi Kependudukan”, Kompas, 28 November 2016, hlm. 26
  • “HUT Tangerang Selatan: Perjuangan Rakyat di Benteng Selatan * Riwayat Kota”, Kompas, 27 November 2017, hlm. 27
  • “Tantangan Kota Cerdas Tangsel”, Kompas, 27 November 2018, hlm. 21
  • “Kemudi Tangsel Jatuh di Tangan Dinasti”, Kompas, 14 Desember 2020, hlm. 15
Buku dan Jurnal
Aturan Pendukung

Editor
Topan Yuniarto