Paparan Topik

Komoditas Durian: Sejarah, Jenis, Manfaat, Produsen Dunia, dan Sentra Produksi Indonesia

Indonesia adalah salah satu negara penghasil durian terbesar di dunia selain Thailand dan Malaysia. Produksi buah durian Indonesia mencapai 1,5 juta ton per tahun dan sebagian besar dikonsumsi di dalam negeri.

KOMPAS/DEFRI WERDIONO

Daging buah durian yang dibelah oleh warga Desa Pait, Kecamatan Kasembon, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Minggu (14/2/2016).

Fakta Singkat

Komoditas Durian

  • Durian mendapat julukan “King of Fruit” atau raja dari segala buah.
  • Durian merupakan tumbuhan asli di Kawasan Asia Tenggara.
  • Indonesia penghasil durian terbesar dunia dengan produksi 1,5 juta ton per tahun.
  • Thailand pengekspor durian terbesar dunia dengan ekspor 600.000 ton per tahun.
  • Sentra produksi durian di Indonesia, yakni Jawa Timur, Sumatera Barat, dan Jawa Tengah.
  • Sentra durian di Jawa Timur yakni Pasuruan, Trenggalek, Malang, Ponorogo, dan Probolinggo.
  • Sentra durian di Sumatera Barat terdapat di Kabupaten Agam, Solok, Pesisir Selatan, Tanah Datar, dan Lima Puluh Kota.

Durian (Durio zibethinus) adalah nama tumbuhan tropis yang berasal dari wilayah Asia Tenggara. Tumbuhan ini tumbuh subur di kawasan Asia Tenggara, terutama di Indonesia, Thailand, Malaysia, Vietnam, dan Filipina.

Nama buah yang rasa manis dan beraroma khas tajam dan menyengat ini diambil dari ciri khas kulit buahnya yang keras dan berlekuk-lekuk tajam sehingga menyerupai duri.

Durian menyandang predikat “raja dari segala buah” (King of Fruit) karena daging buahnya dikenal dengan aromanya yang menyengat dan kulitnya yang dipenuhi duri tajam.

Durian juga termasuk dalam buah musiman yang hanya bisa dinikmati saat musim panen tiba dan dijual dengan harga yang relatif mahal. Selain itu, buah durian punya banyak manfaat karena kaya akan serat, vitamin B, C, dan E, kaya kalsium, magnesium, dan berbagai mineral lain.

Di sejumlah daerah, “raja dari segala buah” ini memiliki nama inisial beragam. Nama terbanyak ditemukan di Kalimantan, yang mengacu pada berbagai varietas dan spesies yang berbeda. Durian di Jawa dikenal sebagai duren (bahasa Jawa, bahasa Betawi) dan kadu (bahasa Sunda).

Sementara di Sumatera dikenal sebagai durian dan duren (bahasa Gayo) dan Orang Batak menyebutnya tarutung. Di Sulawesi, orang Manado menyebutnya duriang, sementara orang Toraja duliang. Di Kota Ambon dan Kepulauan Lease biasa disebut sebagai doriang, sedangkan di Pulau Seram bagian timur disebut rulen.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Durian lokal dari Medan yang dijual di Resto Duren Harum, Pos Pengumben, Jakarta, Jumat (3/3/2017). Selain buah durian, berbagai makanan olahan durian seperti es krim durian, dodol durian, dan pia durian dijual di tempat ini.

Sejarah

Salah satu catatan paling awal soal durian di Nusantara terdapat di Candi Borobudur. Di permukaan batu candi yang dibangun pada 775 – 820 Masehi ini, terdapat relief yang menggambarkan pohon durian yang sedang berbuah. Adanya relief ini menunjukkan buah durian telah dikenal sejak ribuan tahun lalu di Nusantara.

Catatan lain terkait sejarah buah durian di Indonesia muncul dari laporan perjalanan para penjelajah Eropa abad ke-15 juga memuat soal sejarah tentang buah durian.

Masatoshi Iguchi dalam bukunya berjudul Java Essay: The History and Culture of Southern Country menceritakan soal ekspedisi VOC di wilayah Batavia sampai Bogor pada 1687 silam. Dalam ekspedisi yang dipimpin oleh Pieter Scipio van Ostende tersebut, diketahui banyak pohon durian yang tumbuh di sekitar Bogor, Jawa Barat.

Catatan lainnya yang mendeskripsikan durian secara detail dalam laporan penelitian  yang ditulis Georg Eberhard Rumphius, seorang ahli botani kelahiran Jerman yang bekerja untuk VOC. Laporan penelitian Rumphius itu diterbitkan menjadi buku pada 1741 dengan judul Herbarium Amboinense.

Melalui penelitiannya di Ambon, Maluku, Rumphius melihat langsung penduduk lokal di sana menggunakan aroma durian untuk menangkap musang. Dalam laporannya, momen itu jadi awal di mana dirinya melihat buah durian dan mencatat nama genus durian sebagai “durio”. lalu, sejak saat itu pula, nama durian mulai masuk ke dalam khasanah botani, sampai mengundang perhatian ahli botani Eropa lainnya.

Berselang 33 tahun, seorang ahli botani asal Swedia, yakni Carl Linnaeus berhasil menerbitkan buku berjudul Systema Vegetabilium yang menyertakan nama buah durian dengan nama latin Durio zibethinus. Linnaeus terinspirasi dengan cerita Rumphius saat melihat orang-orang Ambon yang memanfaatkan aroma durian untuk menjebak musang kala itu.

Linnaeus lantas mengabadikan nama latin musang (zibetto) tersebut bersama nama latin durian, sehingga nama zibethinus disematkan di belakang nama genus “durio” sebagai bentuk untuk mengenang kisah temuan Rumphius mengenai buah durian selama di Ambon.

Catatan terkait durian juga muncul dari penjelajah Eropa lainnya. Seorang ahli botani dan antropolog asal Inggris Alfred Russel Wallace yang pernah melakukan penelitian di kepulauan Nusantara, seperti di Ternate, pada kurun 1848 sampai dengan 1854.

Kala itu, Wallace tertarik dengan buah durian dan menjuluki buah yang kulitnya berduri itu sebagai raja buah (King of Fruit). Pada tahun 1856, Wallace menulis soal durian dalam sebuah jurnal berjudul “On the Bamboo and Durian of Borneo”. Sejak itulah durian dikenal sebagai “si raja buah dari tropis”.  Kawasan Asia Tenggara menjadi pusat keragaman buah durian terutama di Indonesia.

Menurut jurnal yang dikeluarkan oleh Herbarium Bogoriense, sebanyak 20 dari 29 spesies durian liar di dunia dapat ditemukan di Indonesia. Sekitar 19 dari 20 spesies di Indonesia bisa ditemukan di Kalimantan, tujuh spesies di Sumatera, dan satu spesies di Jawa, Bali, Sulawesi, Maluku, dan Papua. Dari 20 spesies di Indonesia tersebut, hanya sembilan spesies yang edible atau dapat dimakan manusia.

KOMPAS/ADRIAN FAJRIANSYAH

Warga membawa durian hasil kebun di Gampong Baru Geunteut, Kecamatan Lhoong, Kabupaten Aceh Besar, Aceh, Minggu (7/8/2016). Kecamatan Lhoong menjadi salah satu tempat penghasil durian terbaik dan terbanyak di Aceh. Ketika musim durian tiba, yakni antara Juli hingga September, hasil durian di sana berlimpah dan dijual dengan harga yang terjangkau, yakni antara Rp 20.000-Rp 30.000 per buah. Hasil panen buah itu dijual hingga Banda Aceh.

Jenis durian

Buah yang memiliki daging yang lembut dengan aroma khas yang cukup menyengat ini memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Dalam satu pohon durian umur 5 – 10 tahun bisa menghasilkan 50 butir saat berbuah, sementara harga satu butir durian ukuran bola voli bisa mencapai Rp 50 – 100 ribu.

Di Indonesia, ada banyak jenis durian unggul dengan karakteristik yang berbeda-beda. Setidaknya ada enam jenis-jenis durian unggul dan bernilai ekonomi tinggi yang mudah dijumpai di Indonesia, yakni bawor, pelangi, petruk, musang king, montong, dan merah.

Durian bawor yang berasal dari Banyumas ini memiliki ukuran yang besar, daging tebal, dan rasa yang menggiurkan seperti durian montong. Buah durian bawor juga bisa matang dalam waktu yang relatif lebih singkat. Durian ini juga sering dijuluki durian motong Banyumas.

Durian pelangi berasal dari Manokwari, Papua. Sesuai dengan namanya, keunikan buah ini ada pada warna dagingnya yang warna warni. Daging buahnya memiliki gradasi warna putih, merah, dan kuning, dan semburat hijau disudut biji menyerupai pelangi. Selain warnanya yang cantik, rasa buah ini juga enak dan tekstur daging buah yang lengket. Ukurannya pun cukup besar dengan daging buah yang tebal.

Durian unggul berikutnya adalah durian petruk yang berasal dari Jepara, Jawa Tengah. Durian ini cocok ditanam di lahan dataran rendah. Durian petruk mempunyai rasa yang khas dan unik, yaitu setengah manis dan setengah pahit. Jadi seperti terdapat rasa pahit yang tersembunyi dalam rasa manisnya. Aromanya cukup tajam namun tidak setajam durian montong. Keunggulan durian petruk, yaitu produktivitasnya tinggi, bentuknya lonjong dan berwarna kekuningan, serta aroma yang tak setajam montong.

Selanjutnya, durian musang king yang merupakan jenis durian yang berasal dari Malaysia. Durian ini banyak dibudidayakan di Indonesia. Buah durian ini memiliki biji pipih dan daging tebal. Rasa dagingnya juga enak. Biasanya buah ini akan masak sempurna setelah diperam 2 hingga 4 hari. Uniknya, buah durian ini memiliki kulit berwarna oranye seperti kunyit. Harganya cukup mahal, sehingga menjadi salah satu jenis durian yang prospektif untuk dikembangkan.

Durian ungul berikutnya ialah durian montong dari Thailand. Durian ini terkenal dengan ukurannya yang besar. Bahkan, bobot buah ini bisa menjadi 6 hingga 10 kg. Daging buahnya juga tebal dan rasanya manis dan aroma yang tajam. Mayoritas daging durian montong berwarna kuning cerah, tetapi ada juga yang kuning pucat. Karena legit dan berukuran jumbo, durian montong memiliki harga yang lebih mahal dibanding lainnya. Durian montong menjadi salah satu varietas durian yang banyak dibudidayakan dan diekpor di sejumlah negara.

Durian unggul lainnya adalah durian merah dari Banyuwangi. Sesuai dengan namanya, warna daging buah ini merah pekat. Tak hanya itu, daging buahnya juga tebal dan enak. Durian ini banyak dijumpai di Desa Kemiren. Daging dari buah durian merah sangat lembut, namun tidak lembek. Sementara dari segi ukuran, durian merah sama saja dengan durian lainnya, serta mempunyai warna kulit kuning yang sama dengan kebanyakan durian lain.

KOMPAS/AUFRIDA WISMI WARASTRI

Pancake durian di Ucok Durian, Jalan Wahid Hasyim Medan (29/4/2017).

Manfaat

Pohon Durian terutama dipelihara orang untuk diambil buahnya, yang umumnya dimakan (lapisan arilus atau salut bijinya) dalam keadaan segar. Salut biji ini umumnya manis dan sangat bergizi karena mengandung banyak karbohidrat, lemak, protein, dan mineral.

Dalam setiap 100 gram salut biji mengandung 67 gr air, 28,3 gr karbohidrat, 2,5 gr lemak, 2,5 gr protein, 1,4 gr serat, dan memiliki nilai energi sebesar 520 kJ. Durian juga banyak mengandung vitamin B1, vitamin B2, dan vitamin C, serta kalium, kalsium dan fosfor.

Pada musim raya durian, buah ini dapat dihasilkan dengan berlimpah, terutama di sentra-sentra produksinya di daerah Kalimantan dan Sumatera. Di dua pulau itu, buah durian biasa ditemukan atau tumbuh liar di hutan-hutan.

Secara tradisional, daging buah yang berlebih-lebihan ini biasa diawetkan dengan memasaknya bersama gula menjadi dodol durian (biasa disebut lempok), atau memfermentasikannya menjadi tempoyak. Selanjutnya, tempoyak yang rasanya masam ini biasa menjadi bahan masakan seperti sambal tempoyak, atau untuk campuran memasak ikan.

Durian pun kerap diolah menjadi campuran bahan kue-kue tradisional, seperti jenang. Terkadang, durian dicampurkan dalam hidangan nasi pulut (ketan) bersama dengan santan. Buah durian (atau aromanya) biasa dicampurkan dalam permen, es krim, susu, dan berbagai jenis minuman penyegar lainnya.

Tak hanya buah, biji durian bisa dimakan sebagai camilan setelah direbus atau dibakar, atau dicampurkan dalam kolak durian. Biji durian yang mentah beracun dan tak dapat dimakan karena mengandung asam lemak siklopropena (cyclopropene).

Selain buahnya, kuncup daun (pucuk), mahkota bunga, dan buah yang muda dapat dimasak sebagai sayuran. Beberapa bagian tumbuhan kadang-kadang dimanfaatkan sebagai bahan obat tradisional.

Akarnya dimanfaatkan sebagai obat demam. Daunnya dapat dicampur dengan jeringau (Acorus calamus), dan digunakan untuk menyembuhkan cantengan (infeksi pada kuku). Sementara kayu dari pohon durian biasa digunakan sebagai perabot rumah, peti-peti pengemas, dan bahan konstruksi ringan di bawah atap,

Selain dikenal sebagai buah yang memiliki aroma kuat serta manis dan lezat, durian juga memiliki khasiat bagi kesehatan tubuh. Mengonsumsi durian dipercaya bisa menjaga kadar gula darah tetap stabil karena durian memiliki mangan. Daging buah durian juga memiliki vitamin B serta kalium dan kalsium, yang ketika ketiganya dikombinasikan, berkontribusi pada kesehatan tulang dan sendi termasuk meredakan nyeri akibat asam urat.

Durian juga bisa membantu mengatasi anemia, karena buahnya kaya akan folat dan zat besi. Di samping itu, durian baik juga untuk kesehatan gigi dan mulut, karena kandungan fosfor yang tinggi. Sementara kandungan vitamin C dalam buahnya dapat membantu mencegah penuaan dini, karena vitamin ini bertindak sebagai antioksidan. Selain itu, vitamin C dalam durian bisa menjaga kesehatan kulit.

Selain vitamin C, ada pula vitamin B6 dalam buah durian, yang bisa membantu mengurangi tingkat stres dan menurunkan risiko depresi. Menariknya lagi, satu porsi buah dapat memberikan hampir 20 persen dari nilai harian yang direkomendasikan atas karbohidrat.

Durian juga memiliki tryptophan, yang sebenarnya disebut sebagai pil tidur alami bagi yang mengalami kesulitan tidur.

Tak hanya buah, kulit buahnya untuk mengobati ruam pada kulit (sakit kurap) dan susah buang air besar (sembelit). Kulit buah ini pun biasa dibakar dan abunya digunakan dalam ramuan untuk melancarkan haid dan menggugurkan kandungan.

Beberapa masyarakat di Jawa menggunakan kulit durian yang telah dimakan sebagai pengusir (repellent) nyamuk dengan meletakkannya di sudut ruangan.

KOMPAS/ADITYA PUTRA PERDANA

Pegadang melayani warga yang membeli durian di salah satu stan dalam acara acara puncak Festival Durian Semarang 2017 di lapangan Waduk Jatibarang, Semarang, Jawa Tengah, Sabtu (25/2/2017). Dalam acara tersebut, total sebanyak 20.000 durian dipamerkan dan dijual, termasuk durian lokal Kecamatan Mijen dan Kecamatan Gunungpati, Semarang.

Produsen dunia

Organisasi Pangan Dunia  atau Food Agricuture Organisation (FAO) menduga Indonesia merupakan produsen durian terbesar di dunia, namun karena sebagian besar produksinya dikonsumsi di dalam negeri, maka tidak ada catatan ekspor durian Indonesia di badan dunia ini.

Meski demikian, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, produksi durian di Indonesia tiap tahun fluktuatif dengan kecenderungan meningkat per tahun.

Pada tahun 2018, produksi mencapai 1,14 juta ton dan pada tahun berikutnya, 2019, meningkat menjadi 1,170 juta ton buah durian. Tahun 2020 produksi durian Indonesia mengalami penurunan menjadi 1,13 juta ton.

Sementara menurut catatan FAO, produksi durian di negara produsen utama terdapat di Asia Tenggara sebagai asal tanaman tersebut, yaitu Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Filipina. Produksi empat negara utama pemasok durian dunia itu selalu naik.

Produksi Thailand tahun 2018  tercatat 762.567 ton sedang ekspor 494.068 ton atau 65 persen dari produksinya. Sementara pada tahun 2019, produksinya meningkat 1.024.794 ton dan sebanyak 655.395 ton atau 64 persen dari produksi di ekspor ke sejumlah negara.

Adapun tahun 2020 produksi kembali meningkat menjadi 1.115.998 ton, dengan sebanyak 620.893 ton atau 56 persen diekspor. Sebagain besar durian yang dieskpor merupakan durian jenis montong.

Produsen kedua ialah Vietnam yang memproduksi 488.802 ton pada 2018 dan sebanyak 102.791 ton  di antaranya atau 21 persen dari produksi diekspor. Sementara tahun 2019 produksi meningkat menjadi 564.543 ton, sebanyak 110.036 ton di antaranya atau 19 persen dari produksi diekspor. 

Setahun berselang produksinya meningkat menjadi 588.025 ton pada 2020, namun ekspor durian  turun menjadi 27.988 ton atau hanya 5 persen dari produksi.

Produsen ketiga menurut catatan FAO adalah Malaysia yang tahun 2018 memproduksi durian sebanyak 342.170 ton dan 23.381 ton di antaranya diekspor ke luar negeri atau 7 persen dari produksi.

Tahun 2019, produksinya meningkat menjadi 377.251 ton  dan yang diekspor sebesar 22.162 ton (6 persen dari produksi).

Tahun 2020 produksi durian Negeri Jiran turun menjadi 357.671 ton, namun ekspor turun  menjadi 16.968 ton (5 persen produksi). Sebagian besar durian yang diekspor dari negeri jiran berjenis musang king.

Adapun Filipina pada periode 2018 – 2020, produksi dan ekspornya cenderung meningkat. Tahun 2018 produksi 75.521 ton  dan 943 ton di antaranya diekspor, tahun 2019 produksi naik menjadi 79.284 ton, sementara ekspornya meningkat menjadi 2.371 ton (3 persen dari produksi), tahun 2020 produksi turun 78.816 ton,  satu persen di antaranya diekspor.

Secara umum, nilai ekspor durian di dunia pada 2021 mencapai Rp 63 triliun dan tahun 2022 meningkat menjadi sebesar Rp 57 triliun. Thailand, Malaysia, dan Vietnam berupakan tiga negara yang menguasai pasar ekspor durian dunia, sementara Indonesia sendiri yang memiliki ratusan jenis durian atau terbanyak di dunia belum mampu menguasai pasar ekspor durian dunia. Sebagian besar produksi durian Indonesia masih dikonsumsi dalam negeri.

KOMPAS/DIONISIUS REYNALDO TRIWIBOWO

Tiga orang ahli pemanjat mulai memanjat pohon durian hutan dengan tradisi monjatak atau memanjat dari nenek moyang Dayak Tomun, di Desa Kubung, Delang, Kabupaten Lamandau, Kalimantan Tengah, Minggu (8/7/2018). Di Desa ini masyarakat adat menjaga betul hutannya, hasil hutan bukan kayu yang mereka peroleh bisa untuk menghidupi keluarga mereka bahkan sampai menyekolahkan anak hingga bangku kuliah.

Produksi Nasional

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), produksi durian di Indonesia tiap tahun fluktuatif dengan kecenderungan meningkat per tahun. Pada tahun 2018, produksi mencapai 1,14 juta ton dan pada tahun berikutnya (2019) mengalami kenaikan sebesar 28 ribu ton menjadi 1,170 juta ton buah durian.

Pada tahun 2020, produksi durian menurun menjadi 1,13 juta ton. Setahun berselang atau pada tahun 2021, angka produksi meningkat sehingga mampu memproduksi durian sebanyak 1,35 juta ton. Angka itu meningkat 19,4 persen dibandingkan tahun 2020. Sementara tahun 2022 produksi durian kembali meningkat mencapai 1,58 juta ton atau naik 17 persen dari tahun 2021.

Grafik:

Jika ditelisik lebih jauh, Jawa Timur adalah provinsi produsen durian terbesar di Indonesia yang menghasilkan 419.849 ton pada 2022. Berikutnya, Sumatera Barat dan Jawa Tengah yang menghasilkan durian sebanyak 304.119 ton dan 211.898 ton. Produksi durian di Sumatera Utara tercatat di peringkat ke-4 dengan 109.944 ton pada 2022. Kemudian, Jawa Barat memproduksi durian sebanyak 80.334 ton di posisi ke-5.

Provinsi Jatim memiliki sejumlah daerah penghasil durian yang sangat populer, yakni Pasuruan, Trenggalek, Malang, Ponorogo, dan Probolinggo. Setidaknya ada 9 varietas yang banyak dicari setiap musim durian tiba. Yang pertama adalah durian merah dari Banyuwangi. Meski warna berbeda dengan durian pada umumnya, tapi rasanya tetap manis, legit dan enak. Kemudian Durian Ripto Trenggalek dari Kecamatan Watulimo, Trenggalek, Durian Kawuk di Desa Segulung, Kecamatan Dagangan, Madiun.

Grafik:

Durian populer lainnya, yaitu Durian Genconodi lereng Gunung Semeru di Desa Jambe Kumbu, Kecamatan Pasru Jambe, Lumajang; kemudian Durian Kanjeng dari Kecamatan Ngebel, Ponorogo; dan Durian Bido, unggulan dari Kecamatan Wonosalam, Jombang. Adapun tiga durian populer lainnya, yakni Durian Mlancu dari Kandangan, Kabupaten Kediri; Durian Gipat, di lereng Gunung Kelud, Malang; dan Durian Rosulin dari Desa Genengan, Kecamatan Doko, Kabupaten Blitar.

Sumatera Barat sebagai penghasil durian terbesar kedua memiliki sentra di Kabupaten Agam yang menghasilkan 254 ribu ton per tahun; Solok yang menghasilkan 77 ribu per tahun; dan Pesisir Selatan yang menghasilkan 65 ribu ton per tahun; Tanah Datar dan Lima Puluh Kota yang menghasilkan 51 ribu per tahun.

Grafik:

Adapun sentra durian di Jawa Tengah berada di Kabupaten Klaten yang produksi durian mencapai 45 ribu ton, Wonosobo mencapai 45 ribu ton, Tegal menghasilkan 23 ribu ton, Karanganyar 13 ribu ton, dan Pekalongan menghasilkan 12 ribu ton per tahun. (LITBANG KOMPAS)