Foto

Condet: Kawasan yang Pernah Dikenang sebagai Cagar Budaya dan Penghasil Buah di Jakarta

Tahun 1970-an Condet merupakan daerah penghasil buah-buahan di Jakarta. Kawasan tersebut sebagian besar dihuni oleh suku Betawi yang masih mempertahankan budaya dan tradisi

KOMPAS/JB Suratno

Suasana perkampungan di Condet, Jakarta Timur tahun 1976. Rimbunnya Pepohonan yang didominasi pohon salak menghijaukan kawasan itu.

Dewasa ini hanya sedikit warga Jakarta, terlebih generasi muda, yang mengetahui bahwa di Jakarta Timur, tepatnya di kawasan Condet, pernah ada kampung asli Betawi. Keberadaanya pada tahun 1970-an secara khusus dipertahankan oleh Gubernur DKI Ali Sadikin. Bang Ali yang menjabat Gubernur sejak 1966 sampai 1977 tidak hanya memikirkan bagaimana membangun gedung-gedung tinggi dan jalan besar, namun juga memikirkan pelestarian budaya Betawi, agar keaslian atau identitas Kota Jakarta tetap terpelihara.

Dipilihnya daerah Condet yang masuk Kecamatan Kramat Jati sebagai cagar budaya dan sentra buah-buahan karena hampir 90 persen penduduknya adalah orang Betawi asli yang masih memelihara budaya dan tradisi. Di kampung tersebut, juga masih banyak rumah penduduk bergaya tradisional tempo dulu.  Selain itu, Condet juga mempunyai latar belakang sejarah yang cukup tua sebagai daerah yang berpenghuni sejak zaman prasejarah. Daerah yang hanya dibatasi Kali Ciliwung dengan Pasar Minggu itu juga dikenal sebagai penghasil buah-buahan di Jakarta. Beberapa buah asli Condet yang terkenal di antaranya salak, duku, melinjo dan cempedak

Agar kelestariannya tetap terjaga, kawasan Condet kala itu pernah dinyatakan sebagai daerah “tertutup”. Segala pembangunan fisik di tiga kelurahan, yaitu  Batuampar, Balekambang, dan Kampung Tengah harus diawasi dan dibatasi. Bahkan, ada larangan menebang pohon, sekalipun pohon itu milik penduduk setempat.

Seiring berjalannya waktu, terlebih setelah Setu Babakan, Jagakarsa di Jakarta Selatan juga ditetapkan sebagai Cagar Budaya Betawi pada tahun 2000, Condet sebagai cagar budaya Betawi dan daerah penghasil buah-buahan seakan terlupakan. Pesatnya jumlah penduduk  ibu kota akibat urbanisasi membuat kawasan Condet nasibnya seperti perkampungan-perkampungan lain di Jakarta yang berkembang cepat menjadi kawasan padat.

KOMPAS/JB Suratno

Rumah dan penghuninya di kawasan Cagar Budaya Condet, awal Januari 1976

KOMPAS/Jimmy WP

Rumah adat tradisionil Betawi dan lampu khas tempo dulu di perkampungan kawasan Condet tahun 1976. Menurut penelitian wilayah Condet sudah dimukimi sejak zaman prasejarah.

KOMPAS/Jimmy WP

Atraksi pencak silat warga asli Condet tahun 1976. Perkampungan di Condet kala itu sebagaian besar dihuni oleh suku Betawi yang masih mempertahankan tradisi dan budayanya.

KOMPAS/AM Dewabrata

Kawasan Condet, Kramat Jati di Jakarta Timur dahulu merupakan daerah penghasil buah-buahan. Tampak warga menjual hasil kebunnya di pinggir jalan. Foto tahun 1979.

KOMPAS/Julian Sihombing

Tidak Jauh dari keramaian kota, di kawasan Cagar Budaya Condet yang dekat dekat Sungai Ciliwung, anak-anak bermain dengan alamnya. Tanpa permainan elektronik yang canggih, hanya sungai dan batang pisang yang sederhana, sudah cukup bagi mereka untuk bergembira. Foto tahun 1988.

KOMPAS/Jimmy WP

Kebun salak di Condet. Dahulu kawasan Condet merupakan daerah penghasil buah-buahan, khususnya salak. Salak condet dikenal dengan rasanya yang manis dan dagingnya yang masir.

KOMPAS/Jimmy WP

Gubernur Ali Sadikin menerima hadiah sekeranjang buah-buahan dari warga saat meresmikan daerah Condet sebagai cagar alam (3/4/1976).

KOMPAS/Pat Hendranto

Presiden Soeharto disambut dengan kesenian tradisional Betawi saat melakukan kunjungan kerja ke daerah Condet bulan Juni tahun 1972.

Foto lainnya dapat diakses melalui https://www.kompasdata.id/
Klik foto untuk melihat sumber.