Paparan Topik | Kesehatan

Posyandu dan Modernisasi Pelayanan Kesehatan

Pos pelayanan terpadu atau posyandu merupakan upaya pemerintah untuk menjaga dan meningkatkan kesehatan balita sebagai generasi penerus bangsa. Di tengah modernisasi layanan kesehatan, posyandu masih menjadi ujung tombak pelayanan kesehatan bagi balita di daerah-daerah.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Orangtua mengantarkan anak mereka yang masih balita untuk mengikuti porgam Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di Desa Kemiri, Kecamatan Gubug, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah, Senin (17/9/2018). Dari kegiatan posyandu tersebut petugas memantau perkembangan pertumbuhan, kesehatan, gizi anak-anak serta memperoleh imunisasi.

Fakta Singkat

  • Sejarah Posyandu berawal dari Konsep Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa (PKMD) dibentuk tahun 1975 dengan program pelayanan kesehatan, Keluarga Berencana (KB), dan taman gizi.
  • Pada 1984 diterbitkan Keputusan Bersama antara Menteri Kesehatan, Kepala BKKBN, dan Menteri Dalam Negeri untuk membuat lembaga pelayanan kesehatan masyarakat, yaitu Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu).
  • Lima kegiatan utama Posyandu: KIA, KB, imunisasi, gizi, dan penanggulangan diare. Selain itu, dapat mencakup: kesehatan lingkungan, pencegahan penyakit menular, bina keluarga balita, dan Pembinaan Anak Usia Dini (PAUD).
  • Kegiatan Posyandu pernah menurun drastis saat terjadi krisis ekonomi 1998 hingga Revitalisasi tahun 2001. Saat pandemi Covid-19 kegiatan posyandu menurun.
  • Kegiatan Posyandu diaktifkan kembali aktivasi tahun 2021 oleh Kemenkes dan Kemendagri.

Sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas adalah modal utama dalam pembangunan kesehatan. Tiga pilar utama dalam pembangunan manusia adalah kesehatan, pendidikan, dan ekonomi. Karenanya, wajib membangun sumber daya manusia yang sehat dan berkualitas. Hal tersebut selaras dengan UUD 1945 serta UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Kesehatan masyarakat perlu diupayakan, diperjuangkan, dan ditingkatkan oleh setiap individu dan seluruh komponen bangsa agar dapat menikmati hidup sehat. Terlebih lagi, upaya menjaga kesehatan balita, ibu melahirkan, dan ibu menyusui karena mereka merupakan bagian dari proses regenerasi penerus bangsa.

Dalam laman UNDP disebutkan nilai HDI Indonesia untuk tahun 2021 adalah 0,705, yang menempatkan negara ini dalam kategori pembangunan manusia dalam kategori tinggi. Angka ini memosisikan Indonesia pada peringkat 114 dari 191 negara dan wilayah.

Human Development Index adalah ukuran untuk menilai kemajuan jangka panjang dalam tiga dimensi dasar pembangunan manusia: umur panjang dan hidup sehat; akses ke pengetahuan; dan standar hidup yang layak.

Antara tahun 1990 dan 2021, nilai IPM Indonesia berubah dari 0,526 menjadi 0,705, atau mengalami perubahan sebesar 34,0 persen.

Antara tahun 1990 dan 2021, angka harapan hidup Indonesia saat lahir berubah sebesar 4,4 tahun, rata-rata lama bersekolah berubah sebesar 5,3 tahun dan harapan lama bersekolah berubah sebesar 3,7 tahun. GNI per kapita Indonesia berubah sekitar 172,9 persen antara tahun 1990 dan 2021.

Posyandu menjadi salah satu gerakan untuk meningkatkan indeks pembangunan manusia. Keberadaan Posyandu merupakan bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) dan dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.

Melalui Posyandu, diharapkan potensi tumbuh kembang anak dapat terlaksana merata, termasuk layanan kesehatan ibu hamil, ibu menyusui, dan ibu setelah melahirkan.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Petugas Puskesmas memberikan imunisasi kelada balita dalam pemeriksaan rutin kesehatan balita dan ibu hamil di kantor Desa Gobang, Rumpin, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Jumat (10/7/2020). Pemeriksaan perdana setelah sempat terhenti karena pandemi Covid-19 itu diikuti puluhan balita dan ibu hamil dari tiga posyandu yang ada di Gobang.

Konsep, Fungsi dan Kedudukan Posyandu

Posyandu dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk, dan bersama masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan melalui pengintegrasian layanan sosial dasar. Hal itu sebagai upaya meyinergikan berbagai layanan yang dibutuhkan masyarakat dengan perbaikan kesehatan dan gizi, pendidikan dan perkembangan anak, peningkatan ekonomi keluarga, ketahanan pangan keluarga, dan kesejahteraan sosial.  

Posyandu merupakan salah satu dari Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM), yaitu wahana pemberdayaan masyarakat yang dibentuk atas dasar kebutuhan masyarakat yang mendapat bimbingan dari petugas puskesmas, lintas sektor dan lembaga terkait.

Tujuan dibentuknya Posyandu adalah untuk menunjang percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB,) dan Angka Kematian Balita (AKABA) di Indonesia. 

Secara khusus, Posyandu dimaksudkan untuk meningkatkan peran masyarakat dan meningkatkan peran lintas sektor dalam penyelenggaraan upaya kesehatan dasar. Dengan demikian, masyarakat dapat memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan pelayanan kesehatan dasar dan memperolah layanan secara profesional dalam pemecahan masalah kesehatan.

Salah satu fungsi Posyandu adalah sebagai wadah pemberdayaan masyarakat dalam alih informasi dan ketrampilan petugas pada masyarakat dan antar sesama masyarakat untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar terutama penurunan AKI, AKB, dan AKABA.

Pembentukan Posyandu diarahkan untuk mempercepat penurunan angka kematian pada ibu dan bayi yang sesuai dengan konsep GOB-3F: Growth Monitoring, Oral Rehydration, Breast Feeding, imunization, Female education, Family Planning, dan Food Suplemen. Di Posyandu, kegiatan tersebut diterjemahkan sebagai KIA, KB, Imunisasi, Gizi, dan penanggulangan diare.

Posyandu dibentuk di setiap kelurahan atau desa. Tidak menutup kemungkinan dibentuk di tingkat RW atau satuan wilayah yang lebih kecil dari kelurahan.

Pemerintah desa atau kelurahan membina Posyandu menjadi wadah pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan dan sosial dasar lainnya. Pokja Posyandu mendapat binaan aspek administratif keuangan dan program kerja yang menginduk pada wilayah administrasi lebih tinggi seperti kecamatan.

Dalam pembentukan struktur organisasi Posyandu, ditetapkan melalui musyawarah masyarakat yang bersifat fleksibel berdasarkan kebutuhan, kondisi, permasalahan dan kemampuan sumber daya.

Umumnya, Posyandu dikelola oleh suatu kelompok kecil yang terdiri dari ketua, sekretaris, dan bendahara, serta kader posyandu. Namun, tetap berada di bawah lindungan kelurahan atau desa setempat. Oleh karena itu, tugas dan tanggung jawab masing-masing unsur Posyandu disepakati bersama antara masyarakat dan unsur pengurus.

Terkait dengan kemampuan pada kader Posyandu, Puskesmas bertugas untuk mempersiapkan dan melatih kader hingga memiliki ketrampilan melayani masyarakat.

Puskesmas menjadi ujung tombak dari program kesehatan pemerintah yang langsung berhubungan dengan masyarakat. Karenanya, dibutuhkan sinergi Puskesmas dengan tokoh masyarakat setempat. Puskesmas maupun pihak kecamatan diharapkan mampu memberikan dukungan dalam bentuk pembinaan, finansial dan peralatan Posyandu.

Pembentukan dan pemantauan kegiatan posyandu dapat dilakukan dengan jalan memilih pengurus dan kader posyandu. Biasanya dilakukan melalui pertemuan khusus mengundang tokoh dan anggota masyarakat terpilih. Pengurus dan kader terpilih perlu diberikan orientasi dan pelatihan oleh puskesmas dengan standar pedoman dan pelatihan yang berlaku. Pengurus dan kader yang telah mendapat pelatihan dari Puskesmas harus mengorganisasikan diri ke dalam Posyandu.  

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Ibu rumah tangga mengajak anak balita mereka mengikuti kegiatan pembagian telur di posyandu Kampung Cinderejo Lor, Kelurahan Gilingan, Banjarsari, Solo, Jawa Tengah, Rabu (5/8/2020). Mengenalkan beragam makanan secara bertahap pada balita dapat mengurangi susah makan pada anak-anak.

Keberlangsungan Posyandu sangat tergantung pada stake holder terkait: Camat selaku penanggung jawab Pokjanal Posyandu Kecamatan dan Lurah atau Kepala Desa yang bertanggung jawab pada Pokjanal Posyandu Kelurahan.

Selain itu, masih ada instansi seperti Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) sebagai fungsi koordinasi penyelenggaraan dan pembinaan serta membangun jaring kemitraan.

Selanjutnya, Dinas Kesehatan bertugas membantu pemenuhan pelayanan sarana dan prasarana kesehatan, seperti penyediaan alat timbangan, distribusi Buku KIA atau KMS, obat-obatan dan vitamin, serta dukungan bimbingan teknis tenaga kesehatan. Terdapat pula dukungan dari provinsi dan kabupaten dalam bentuk program dan anggaran, serta evaluasi.

Sumber pembiayaan Posyandu dapat berasal dari APBN, APBD Provinsi, dan APBD Kab/Kota. Dana tersebut digunakan untuk biaya operasional kesekretariatan, pembinaan, dan operasional kader, penyelenggaraan Posyandu seperti pengadaan Kartu Menuju Sehat (KMS), timbangan Dacin, obat-obatan serta vaksin.

Berdasarkan tingkat perkembangan, Posyandu dibedakan menjadi 4 kategori. Pertama, Posyandu Pratama adalah Posyandu dengan kegiatan bulanan yang belum terlaksana secara rutin dengan jumlah yang sangat terbatas. Posyandu ini masih membutuhkan dukungan motivasi untuk masyarakatnya dan penambahan jumlah kader.

Kedua, ada Posyandu Madya yang sudah dapat melaksanakan kegiatan delapan kali dalam setahun dengan jumlah kader lima orang atau lebih, tetapi cakupan kegiatan kurang dari 50 persen. Untuk meningkatkan cakupan kegiatan, dapat dilakukan dengan mengikutsertakan tokoh masyarakat sebagai motivator. Sedangkan, untuk kader dapat diberi pelatihan cara merumuskan dan menetapkan cara menyelesaikan masalah di desanya.

Ketiga adalah Posyandu Purnama, yaitu Posyandu yang sudah mampu melaksanakan kegiatan lebih dari delapan kali dalam setahun dengan jumlah kader lima orang atau lebih. Cakupan kegiatan kadernya lebih dari 50 persen dan mampu menyelenggarakan progam tambahan serta memperoleh sumber pembiayaan dari dana sehat yang dikelola oleh masyarakat. Untuk Posyandu Purnama yang kegiatannya masih kurang dari 50 persen dapat ditingkatkan dengan sosialisasi program dana sehat agar di desa tersebut tumbuh dana sehat dan kuat dengan cakupan anggota lebih dari 50 persen. 

Keempat dan yang paling tinggi adalah Posyandu Mandiri, yang telah mampu melaksanakan kegiatan lebih dari delapan kali dalam setahun dengan jumlah kader minimal lima orang atau lebih dan mampu menyelenggarakan program tambahan. Sumber pembiayaan dana sehat berasal dari lebih 50 persen KK yang bertempat tinggal di wilayah Posyandu. Untuk jenis Posyandu ini, dapat ditingkatkan dengan memperbanyak macam program tambahan sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Ada lima kegiatan utama Posyandu, yaitu: KIA, KB, imunisasi, gizi dan penanggulangan diare. Kegiatan tersebut masih dapat ditambah dengan kesehatan lingkungan, pencegahan penyakit menular, Bina Keluarga Balita dan Pembinaan Anak Usia Dini (PAUD). Posyandu yang demikian disebut “Posyandu Terintegrasi”. Setelah kegiatan Posyandu berjalan secara rutin, Puskesmas harus memantau hasilnya yang dapat digunakan sebagai perencanaan dan pengembangan.

Biasanya kegiatan Posyandu dilaksanakan sebulan sekali di lokasi yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Tempatnya bisa saja dilakukan di rumah RW atau di halaman rumah warga, di halaman balai desa, atau di salah satu lokasi yang secara khusus dibangun dengan swadaya masyarakat.

Pada saat kegiatan berlangsung, kader posyandu harus ada minimal lima orang karena mengacu pada lima langkah serta penanggung jawab pelaksanaan. Langkah yang dilakukan adalah pendaftaran, penimbangan, pengisian KMS, penyuluhan, dan pelayanan kesehatan.

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Warga mendapatkan pelayanan di Posyandu Teratai, RW 15 Kelurahan Larangan Selatan, Larangan, Tangerang, Banten, Sabtu (18/7/2020). Posyandu menjadi tempat bagi masyarakat mendapatkan akses layanan kesehatan terkait kehamilan dan tumbuh kembang anak balita.

Linimasa Posyandu

Posyandu mulai bergeliat hingga akhirnya tumbuh pesat pada tahun 1990-an dengan dikeluarkannya Instruksi Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 1990 tentang Peningkatan Pembinaan Mutu Posyandu. Dengan instruksi Mendagri ini, kepala daerah ditugaskan untuk meningkatkan pengelolaan posyandu dengan dibentuknya Kelompok Kerja Operasional (Pokjanal) yang merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah daerah dengan masyarakat.

Sejak dicanangkan tahun 1986, terlihat beberapa kemajuan yang telah dicapai. Angka Kematian Ibu tahun 2003 tercatat 307 per 100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi sebesar 307 per 1.000 kelahiran hidup (SDKI 2003). Pada tahun 2007, AKI dan AKB mengalami penurunan masing-masing 228/100.000 kelahiran hidup dan 34/1.000 kelahiran hidup. Sedangkan, umur harapan hidup rata-rata meningkat dari 70,5 tahun pada 2007 menjadi 72 tahun pada tahun 2014 (RPJMN 2010–2014).

Pada tahun 1986 jumlah Posyandu tercatat 25.000 dan meningkat pada 2009 menjadi 266.827 Posyandu dengan rasio 3,55 per desa.

Dilihat dari tipe Posyandu pada tahun 2001, tercatat 44,2 persen Posyandu strata pratama; 34,7 persen Posyandu strata madya; serta 18,0 persen Posyandu strata purnama. Kemudian berkembang pada tahun 2003 menjadi 37,7 persen strata pratama; 36,6 persen strata madya; serta 21,6 persen strata purnama. Peningkatan terjadi dengan adanya Posyandu mandiri dari 3,1 persen tahun 2001 menjadi 4,82 persen tahun 2003.

Kini wilayah Indonesia terdiri dari 8.506 kelurahan dan 74.961 desa. Dengan cakupan wilayah tersebut, Indonesia memiliki tantangan untuk meningkatkan jumlah puskesmas dan posyandu.

Pada 2019 terdapat 25.177 Puskesmas memiliki antropometri kit (alat ukur tinggi badan, berat badan, dan indeks massa tubuh). Kemudian, pada 2020 sebanyak 1.823 Posyandu memiliki antropometri kit. Peningkatan terjadi pada tahun 2021, sebanyak 16.936 Posyandu mempunyai antropometri kit, dan tahun 2022 meningkat menjadi 34.256 Posyandu. Pada 2023 ini ditargetkan sebanyak 127.033 Posyandu memiliki antropometri kit. Tahun 2024, ditargetkan sebanyak 81.512 Posyandu mempunyai antropometri kit.

Operasional Posyandu berada di bawah koordinasi kepala desa, dusun, atau kelurahan, dengan peran aktif bidan desa dan unsur masyarakat yang menjadi relawan seperti tim PKK, tokoh agama, dan masyarakat.

Warga masyarakat perlu dilibatkan agar akses kesehatan dapat dinikmati oleh masyarakat, khususnya di daerah-daerah tertinggal dan sulit terjangkau dan memanfaatkan sarana kesehatan, seperti puskesmas.

Selain itu, perlu memupuk kesadaran perilaku sehat sehingga sadar pentingnya imunisasi dan memahami penanganan gejala penyakit seperti demam berdarah, diare, serta memahami pentingnya gizi, air bersih, dan apotek hidup.

Posyandu mampu memotivasi masyarakat untuk peduli pada kesehatan mereka sendiri hingga terbentuk gerakan hidup sehat karena melibatkan mereka sebagai aktor yang ikut memberikan kontribusi pada pelayanan dan informasi.

Saat terjadi krisis ekonomi yang berkepanjangan pada tahun 1997, kinerja Posyandu menurun, hingga terjadi penurunan status gizi dan kesehatan masyarakat, terutama masyarakat kelompok rentan, bayi, dan balita, serta ibu hamil dan ibu menyusui.

Oleh sebab itu, pemerintah mengambil langkah dengan mengeluarkan kebijakan pada 2001 tentang Revitalisasi Posyandu. Tujuan revitalisasi ini agar kegiatan Posyandu dapat rutin berkelanjutan.

Diharapkan pula, tercapai pemantapan kelembagaan Posyandu. Hal itu sejalan dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.1529 Tahun 2010 tentang Pedoman Umum Pengembangan Desa dan Kelurahan Siaga Aktif bahwa keaktifan Posyandu bahwa keaktifan Posyandu merupakan salah satu kriteria untuk mencapai Desa dan Kelurahan Siaga Aktif.

Sasaran revitalisasi Posyandu ditetapkan untuk seluruh Indonesia, terutama pada Posyandu yang sudah tidak aktif atau berstatus Posyandu Pratama dan Madya yang berada di daerah dengan sebagian besar penduduknya tergolong miskin. Namun, untuk Posyandu yang mapan tetap terus dipertahankan.

Agar revitalisasi berjalan efektif, dibutuhkan peran serta pemerintah. Melalui Peraturan Menteri Dalam Negeri No.19 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengintegrasian Layanan Sosial Dasar di Pos Pelayanan Terpadu, ditargetkan seluruh stakeholder memiliki pemahaman yang sama tentang Posyandu. Untuk mempermudah pemahaman semua pihak, pemerintah menerbitkan buku Pedoman Pengelolaan Posyandu.

Saat pandemi Covid-19 menerjang berbagai negara termasuk Indonesia, situasi tersebut berpengaruh pada aktivitas Posyandu di masyarakat. Ketika situasi kesehatan sudah pulih kembali, pemerintah berusaha menaikkan kembali branding Posyandu. Tidak tanggung-tanggung, Kementrian Dalam Negeri mereaktivasi sekitar 300 ribu Posyandu di seluruh Indonesia, karena penurunan aktivitas Posyandu mencapai  70 persen.

Pemerintah merasa kesulitan untuk memberikan layanan kesehatan ke 80 ribu desa, 514 kabupaten/kota di 34 provinsi, sedangkan Puskesmas jumlahnya hanya sekitar 10 ribu. Sementara itu, Posyandu dapat menjangkau setiap desa dengan kader kesehatan yang terampil serta sarana dan prasarana yang baik. 

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO (NUT)

Presiden Joko Widodo dan Presiden Bank Dunia Jim Yong Kim (kedua kanan) saat meninjau Posyandu Kenanga 2 yang dilaksanakan di Halaman SDN Tangkil 1, desa Tangkil, Kecamatan Caringin, Kabupaten Bogor, Rabu (4/7/2018). dalam kesempatan itu, Presiden Joko Widodo memperlihatkan berbagai cara yang ditempuh pemerintah untuk mengatasi stunting di seluruh Indonesia.

Modernisasi Pelayanan Kesehatan

Kementerian Kesehatan berupaya meningkatkan jumlah sasaran yang mengunjungi Posyandu dengan menghadirkan berbagai program yang menarik dan kekinian.

Salah satu program yang diprioritaskan pemerintah adalah imunisasi melalui kader Posyandu, karena ada 1,7 juta anak Indonesia yang belum mendapatkan imunisasi pada tahun 2019–2021. Jika dibiarkan, akan semakin banyak jumlah anak yang belum mendapatkan imunisasi dan dikhawatirkan akan terjadi Kejadian Luar Biasa seperti campak, rubela, dan difteri.

Posyandu memiliki kader-kader di desa dan kelurahan yang dapat bergerak langsung untuk memetakan balita yang belum mendapatkan imunisasi dasar. Tidak heran jika Posyandu menjadi kepanjangan tangan Kementrian Kesehatan.  

Untuk menyukseskan progam Bulan Imunisasi Anak Nasional (BIAN) Kemenkes menjalin kerja sama dengan Kemendagri dan Pemda untuk mendorong orang tua membawa anaknya ke fasyankes, termasuk Posyandu.

Reaktivasi Posyandu di Indonesia juga sangat membantu untuk pemberian vitamin. Pada 28 Februari 2023, Kemenkes mengimbau agar Posyandu memberikan vitamin A pada Balita untuk mendukung penurunan kasus stunting.

Akhirnya, Kemenkes mencanangkan Posyandu Aktif pada April 2023 dengan  Gerakan Aksi Bergizi, Gerakan Sehat, dan Gerakan Protein Hewani Cegah Stunting.

Angka stunting tahun 2022 turun 2,8 persen, jika dibandingkan tahun 2021, dari angka 24,4 persen menjadi 21,6 persen. Ditargetkan tahun 2023 angka stunting menurun menjadi  17,8 persen, dan pada 2024 menjadi 14 persen.

Selain itu, reaktivasi Posyandu diharapkan dapat mendukung program pemerintah menurunkan angka kematian ibu dan bayi.

Menurut data Survei Penduduk Antar-Sensus (SUPAS) 2015, Angka Kematian Ibu sebesar 305 per 100.000 kelahiran hidup dan angka kematian bayi (AKB) 24 kasus per 1.000 penduduk. Pemerintah menargetkan pada tahun 2024, AKI sebesar 183 per 100.000 kelahiran hidup dan AKB sebesar 16 per 1.000 kelahiran hidup.

Posyandu merupakan salah satu upaya promotif dan preventif pada masyarakat terkait upaya peningkatan status gizi masyarat serta upaya kesehatan ibu dan anak. Dalam hal ini, peran dan dukungan pemerintah melalui Puskesmas sangat penting demi pelaksanaan berbagai kegiatan kesehatan di Posyandu.

Jika Posyandu difungsikan secara maksimal dan berkelanjutan, hasilnya sangat signifikan dalam menurunkan angka kematian ibu dan bayi, serta meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia.

Agar keberlangsungan pelayanan Posyandu berjalan dengan baik, dibutuhkan dukungan dari para pembuat kebijakan di daerah masing-masing selain bantuan dana.  Otoritas pembuat kebijakan di daerah hendaknya memastikan keberlangsungan Posyandu di wilayahnya berjalan secara rutin, serta memperbaiki kualitas layanan dengan menjamin ketersediaan vitamin, makanan bergizi, dan lembar informasi kesehatan.

Peningkatan kapasitas tenaga kesehatan dan kader relawan lewat berbagai pelatihan dan menghidupkan kembali Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) PLKB yang turun ke lapangan juga diperlukan. Pemerintah daerah harus menggalang partisipasi sektor swasta untuk meningkatkan pelayanan Posyandu dan mendorong partisipasi masyarakat agar terlibat aktif dalam Posyandu. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Aturan hukum
  • Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan
  • Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 54 2007 tentang Pedoman Pembentukan Kelompok Kerja Operasional Pembinaan Pos Pelayanan Terpadu
  • Peraturan Menteri Dalam Negeri RI No. 19 Tahun 2011 tentang Pedoman Pengintegasian Layanan Sosial Dasar di Pos Pelayanan Terpadu
  • Keputusan Menteri Dalam Negeri RI No. 1457 Tahun 2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan di Kabupaten Kota
  • Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 128 Tahun 2004 tentang Kebijakan Dasar Pusat Kesehatan Masyarakat
  • Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 132 Tahun 2004 tentang Sistem Kesehatan Nasional