Paparan Topik | Kesehatan

Hari Asma Sedunia: Momentum Meningkatkan Kepedulian terhadap Pengobatan Asma

Sampai saat ini, asma belum bisa disembuhkan. Namun dengan pengobatan yang tepat, asma dapat dikendalikan dan memungkinkan penderitanya untuk bisa menjalankan aktivitas secara normal.

KOMPAS/YUNIADHI AGUNG

Hari Asma Sedunia — Dua anak dengan memegang kipas ikut memeriahkan puncak peringatan Hari Asma Sedunia yang diselenggarakan di pelataran Monumen Nasional Jakarta, Minggu (19/5/2002). Acara yang berlangsung meriah itu diikuti oleh ratusan peserta. Mereka melakukan jalan sehat di sepanjang Jalan MH Thamrin dan berputar di Bundaran HI untuk kembali ke Lapangan Monas. Acara dilanjutkan dengan senam bersama yang dipandu oleh instruktur senam Liza Nathalia. 

Fakta Singkat

Hari Asma Sedunia

  • Hari Asma Sedunia sudah dirayakan sejak 1998 untuk meningkatkan pemahaman, pencegahan, dan pengelolaan asma di seluruh dunia.
  • Pada 2024 Hari Asma Sedunia mengangka tema “Asthma Education Empowers,” menekankan perlunya memberdayakan penderita asma dengan pendidikan yang tepat untuk mengelola penyakit mereka, dan mengetahui kapan harus mencari bantuan medis.
  • Penyakit asma berasal dari kata “Asthma” yang diambil dari bahasa Yunani yang berarti “kesulitan bernapas.”
  • Asma merupakan sebuah penyakit di mana terjadinya peradangan kronik saluran napas yang menyebabkan terjadinya penyempitan dan hipereaktivitas saluran napas (bronkus) sehingga menyebabkan penderitanya sulit bernapas.
  • WHO memperkirakan ada sekitar 300 juta penduduk dunia yang menderita asma saat ini.
  • Global Asthma Network memprediksikan pada 2025 akan terjadi kenaikan populasi asma menjadi sebanyak 400 juta orang di seluruh dunia.
  • Di Indonesia, berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2020, jumlah penderita asma ada sebanyak 4,5 persen dari total jumlah penduduk atau sekitar 12 juta orang.
  • Sampai saat ini, asma belum bisa disembuhkan sama sekali, tetapi dengan pengobatan yang baik, asma dapat dikendalikan dan memungkinkan penderitanya untuk bisa menjalankan aktivitas secara normal dan memiliki harapan hidup yang tinggi.

Asma merupakan salah satu jenis penyakit yang paling banyak diidap oleh masyarakat di Dunia. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memperkirakan ada sekitar 300 juta penduduk dunia yang menderita asma saat ini. Global Asthma Network yang merupakan organisasi asma di dunia, memprediksikan pada 2025 akan terjadi kenaikan populasi asma menjadi sebanyak 400 juta orang di seluruh dunia.

Di Indonesia, berdasarkan data Kementerian Kesehatan tahun 2020, jumlah penderita asma diperkirakan ada sebanyak 4,5 persen dari total jumlah penduduk atau sekitar 12 juta orang. Asma berpengaruh pada disabilitas dan kematian dini terutama pada anak usia 10-14 tahun dan orang tua usia 75-79 tahun. Di luar usia tersebut kematian dini berkurang, namun lebih banyak memberikan efek disabilitas.

Saat ini, asma termasuk dalam 14 besar penyakit yang menyebabkan disabilitas di seluruh dunia. Sayangnya, asma masih menjadi penyakit yang sering diabaikan. Menurut WHO, kepatuhan menggunakan obat pasien asma hanya berkisar antara 30-40 persen.

Ketidakpatuhan pasien asma terhadap pengobatannya merupakan permasalahan kompleks dalam pelayanan kesehatan. Pengobatan asma yang benar dan efektif sangat penting untuk pengendalian penyakit dan kualitas hidup pasien.

Oleh karena itu, peringatan Hari Asma Sedunia setiap hari Selasa pertama di bulan Mei menjadi penting. Peringatan ini diinisiasi oleh Global Initiative for Asthma (GINA), sebuah organisasi kolaboratif yang didirikan pada tahun 1993 oleh National Heart, Lung, and Blood Institute (NHLBI) Amerika Serikat dan WHO terdiri dari sekelompok ahli pernapasan berbagai negara.

Hari Asma Sedunia sudah dirayakan sejak 1998 dengan tujuan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat tentang asma sebagai masalah kesehatan global yang signifikan, serta untuk memberikan pendidikan dan informasi tentang pencegahan, diagnosis, pengobatan, dan pengelolaan asma. Selain itu, juga menjadi momen untuk memperjuangkan akses yang lebih baik terhadap perawatan kesehatan bagi penderita asma di seluruh dunia.

Pada tahun ini, Hari Asma Sedunia jatuh pada tanggal 7 Mei. GINA mengangkat tema “Asthma Education Empowers.” Merujuk laman ginasthma.org, tema ini menekankan perlunya memberdayakan penderita asma dengan pendidikan yang tepat untuk mengelola penyakit mereka, dan mengetahui kapan harus mencari bantuan medis.

Selain itu, para profesional kesehatan diminta untuk meningkatkan kesadaran mereka mengenai morbiditas dan mortalitas akibat asma yang dapat dihindari, dan bukti-bukti yang dipublikasikan mengenai penatalaksanaan asma yang efektif, sehingga mereka dapat memberikan informasi yang dapat diandalkan dan pengobatan yang optimal bagi pasien mereka.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Dalam rangka memperingati Hari Asma Sedunia 2006, sekitar 1000 orang warga di wilayah Jakarta Utara mengikuti pengobatan gratis serta menerima pembagian paket sembako, Minggu (30/4/2006).

Mengenal Asma

Penyakit asma berasal dari kata “Asthma” yang diambil dari bahasa Yunani yang berarti “kesulitan bernapas.” Hipokrates, dokter Yunani kuno, mendeskripsikan asma sebagai serangan sesak napas yang lebih parah daripada dispnea.

Mengacu buku Penyakit Tidak Menular Antisipasi dan Pencegahannya, asma merupakan sebuah penyakit di mana terjadinya peradangan kronik saluran napas yang menyebabkan terjadinya penyempitan dan hipereaktivitas saluran napas (bronkus) sehingga menyebabkan penderitanya sulit bernapas.

Ada dua hal berbeda antara penderita asma dan orang normal. Pertama, penderita asma memiliki saluran pernapasan yang lebih sensitif. Kedua, pada penderita asma selaput lendir dinding saluran napasnya mengalami proses peradangan kronik yang menyebabkan selaput lendir tersebut menjadi sembab, menghasilkan cairan (mukus) dan dalam waktu lama dapat menebal.

Oleh karena itu, saluran pernapasan pada penderita asma lebih mudah mengalami penyempitan dan pembengkakan pada saluran pernapasan yang disebabkan berbagai rangsangan atau pemicu, antara lain: infeksi (umumnya virus seperti flu), udara dingin, debu, asap polusi, pola hidup tidak sehat, atau kelelahan aktivitas fisik.

Saat mengalami serangan asma, gejala yang muncul beragam, tergantung tingkat keparahan dan frekuensinya. Gejala yang umum pada penderita asma di antaranya mengi atau bengek, dada terasa tertekan atau nyeri, dan napas pendek, yang mana berpotensi mengganggu kehidupan sehari-hari pasien asma.  Ketika gejalanya kambuh, itu disebut serangan asma.

Asma tidak menular dan bersifat jangka panjang serta kambuhan, selain itu sampai saat ini, asma belum bisa disembuhkan. Namun dengan kontrol dan pengobatan yang baik, asma dapat dikendalikan dan memungkinkan penderitanya untuk bisa menjalankan aktivitas secara normal dan memiliki harapan hidup yang tinggi.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Dalam rangka memperingati Hari Asma Sedunia 2006, sekitar 1.000 warga di wilayah Jakarta Utara mengikuti pengobatan gratis serta menerima pembagian paket sembako, Minggu (30/4/2006).

Menurut WHO, penyakit peradangan pada saluran pernapasan ini banyak dialami oleh anak-anak dan berpotensi mengganggu pertumbuhan dan perkembangan anak. Meski demikian, asma merupakan penyakit yang dapat menyerang semua umur.

Diagnosis asma didasarkan atas hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis didapatkan keterangan adanya sesak napas paroksismal yang berulang kali, mengi dan batuk (cenderung timbul pada malam dan dini hari). Didapatkan adanya faktor predisposisi atau presipitasi dan adanya riwayat keluarga (atopi), riwayat alergi (atopi).

Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya mengi pada auskultasi, walaupun pada sebagian penderita auskultasi terdengar normal namun pada pengukuran objektif (faal paru) telah terdapat penyempitan jalan napas. Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk menyamakan persepsi dokter dan penderita serta parameter objektif menilai berat asma.

Fenotipe Asma

Mengacu GINA, asma merupakan penyakit yang heterogen, dengan proses penyakit yang mendasarinya berbeda-beda. Banyak fenotipe klinis asma yang telah diidentifikasi. Beberapa di antaranya meliputi:

  1. Asma alergi

Asma alergi merupakan fenotip asma yang paling mudah dikenali, yang sering dimulai pada masa kanak-kanak dan dikaitkan dengan riwayat penyakit alergi masa lalu atau riwayat keluarga seperti eksim, rinitis alergi, alergi makanan atau obat. Pemeriksaan dahak yang diinduksi pada pasien ini sebelum pengobatan sering kali menunjukkan peradangan saluran napas eosinofilik. Pasien dengan fenotip asma ini biasanya merespon dengan baik terhadap pengobatan inhaled corticosteroid (ICS).

  1. Asma non-alergi

Beberapa pasien memiliki asma yang tidak berhubungan dengan alergi. Profil seluler dahak pasien ini mungkin bersifat neutrofilik, eosinofilik atau hanya mengandung beberapa sel inflamasi (paucigranulocytic). Pasien dengan asma non-alergi sering menunjukkan respon jangka pendek terhadap ICS.

  1. Asma onset dewasa (onset lambat)

Beberapa orang dewasa, terutama wanita, menderita asma untuk pertama kalinya. Pasien seperti ini cenderung non-alergi, dan sering kali memerlukan ICS dosis tinggi. Biasanya dipicu asma akibat kerja, yaitu asma akibat pajanan di tempat kerja.

  1. Asma dengan keterbatasan aliran udara persisten

Pasien dengan asma yang berkepanjangan, terjadi keterbatasan aliran udara yang persisten atau tidak dapat balik sepenuhnya. Hal ini dianggap karena renovasi dinding saluran udara.

  1. Asma dengan obesitas

Pasien obesitas dengan asma memiliki gejala pernapasan yang menonjol dan sedikit peradangan eosinofilik pada saluran napas.

Mengendalikan Asma

Asma adalah kondisi peradangan kronis pada saluran pernapasan yang dapat menyebabkan sesak napas, batuk, dan kesulitan bernapas. Kondisi ini dapat memengaruhi kualitas hidup penderitanya. Mengganggu aktivitas sehari-hari, seperti tidur, berolahraga, sekolah dan bekerja.

Namun, dengan perawatan yang tepat, kebanyakan orang dengan asma dapat mengendalikan gejala mereka dan mencegah serangan asma yang parah. Banyak penderita asma dapat hidup normal, menjalani hidup yang aktif dan produktif seperti bukan penderita asma dengan penanganan yang baik terhadap kondisi mereka.

Berdasarkan perkiraan, 60 persen kunjungan ke rumah sakit terkait asma disebabkan oleh kepatuhan pengobatan yang buruk. Penyimpangan pengobatan juga meningkatkan risiko pasien terhadap kematian terkait asma. WHO memperkirakan 250.000 orang meninggal dini setiap tahunnya karena asma, mayoritas berasal dari negara dengan kemampuan ekonomi lemah hingga sedang.

Merujuk laporan GINA, penggunaan obat secara teratur adalah salah satu bagian penting dari pengobatan asma, dan mematuhi rencana pengobatan yang direkomendasikan oleh dokter adalah kunci untuk menjaga kondisi tetap terkendali.

Minum obat secara teratur bertujuan untuk mengendalikan peradangan di saluran pernapasan dan mencegah serangan asma, bukan hanya untuk meredakan gejala saat terjadi serangan asma. Penyakit asma merupakan penyakit yang reversible, pipa saluran napas yang menyempit dan penuh lender dapat kembali normal. Karena itu, penderita asma tak boleh merasa bosan dan menghentikan obat.

Pengobatan asma pada umumnya terdiri dari atas obat yang membuat diameter saluran napas menjadi lebih lebar yakni bronkodilator, dan obat anti radang berupa steroid hirupan. Ketika obat digunakan secara teratur, ini dapat membantu mengurangi peradangan di saluran udara, mengurangi sensitivitas terhadap pemicu serangan asma, dan mengurangi frekuensi serta keparahan serangan asma. Pasien harus secara teratur dievaluasi oleh dokter untuk memantau respons terhadap pengobatan dan mengidentifikasi perubahan dalam kontrol asma.

Selain itu, vaksinasi juga penting untuk penderita asma. Ada beberapa jenis vaksin yang direkomendasikan untuk penderita asma, antara lain vaksin influenza (flu) dan vaksin pneomokukus. Pemberian vaksin influenza pada penderita asma diharapkan dapat melindungi dari serangan akut asma yang diakibatkan oleh virus influenza. Sementara vaksin pneumokukus direkomendasikan agar penderita asma terlindungi dari penyakit pneumonia atau radang paru-paru.

Untuk mengendalikan atau mengontrol asma, penting juga bagi penderita asma mengenali dan menghindari pemicu serangan asma. Setiap penderita asma memiliki faktor pencetus yang berbeda-beda. Beberapa pemicu asma antara lain asap rokok, polusi udara, alergen (seperti debu, bulu hewan, dll), kelelahan, makanan yang menjadi pantangan, dan obat-obat tertentu.

Di sisi lain, penanganan asma juga dapat mencakup pendidikan penderita asma tentang pengelolaan asma, perubahan gaya hidup, dan rencana tindakan darurat untuk mengatasi serangan asma.Top of Form

Ada beberapa indikator asma dikatakan terkendali. Pertama, dalam empat minggu terakhir, apakah penderita mengalami gejala asma kurang dari dua kali seminggu atau tidak. Kedua, apakah penderita terbangun di malam hari karena gejala asma.

Ketiga, apakah penderita menggunakan obat asma kurang dari dua kali seminggu. Keempat, apa aktivitas penderita terhambat karena asma. Jika penderita asma tidak mengalami indikator-indikator tersebut, asmanya terkendali.

 KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Warga mengikuti senam massal memperingati Hari Asma Sedunia di Pekan Raya Jakarta (PRJ), Minggu (7/5/2006). Menko Kesra Aburizal Bakrie membuka peringatan Hari Asma bertema “Kebutuhan Asma yang Tidak Terpenuhi”, sekaligus turut serta dalam senam tersebut.

Tetap Bisa Olahraga

Faktor kelelahan fisik memang kerap kali dapat memicu serangan asma. Namun, tidak berarti bahwa penderita asma tidak boleh berolahraga. Jika asma dikendalikan dengan baik, penderita asma bisa berolahraga dan beraktivitas seperti biasa. Beberapa atlet pun tercatat sebagai penderita asma, seperti atlet renang Indonesia Farrel Armandio Tangkas hingga pesepak bola David Beckham.

Sebuah studi di British Journal of Sports Medecine mengungkapkan bahwa sekitar 8 persen atlet Olimpiade Musim Panas dan Musim Dingin antara tahun 2002 dan 2010 menderita asma. Bahkan, beberapa di antara mereka mampu berprestasi, menjadi juara dalam Olimpiade. Salah satunya adalah juara renang Olimpiade dua kali dan mantan pemegang rekor dunia Tom Dolan.

Tom Dolan didiagnosis menderita asma alergi dan akibat olahraga ketika dia berusia 12 tahun. Dolan memenangkan medali emas di nomor gaya ganti individu 400 meter di Atlanta pada tahun 1996 dan sekali lagi di Sydney pada tahun 2000.

Penderita asma sebenarnya dianjurkan untuk berolahraga secara teratur, meskipun dengan beberapa pertimbangan khusus. Berolahraga memiliki banyak manfaat bagi kesehatan,  meningkatkan kekuatan paru-paru, meningkatkan kebugaran fisik, hingga mengontrol berat badan, yang pada gilirannya dapat membantu mengurangi risiko keparahan gejala asma. Namun, penting untuk memilih jenis olahraga yang sesuai untuk mengurangi risiko serangan asma saat berolahraga.

Menurut Ketua Umum Yayasan Asma Indonesia Poppy Hayono Isman, olahraga yang disarankan untuk pendderita asma adala olahraga yang sifatnya continue seperti renang, yoga, jogging, dan senam asma. Olahraga tersebut memiliki tempo yang tidak mendadak, serta dapat mengoptimalkan otot-otot pernapasan.

Selain itu, penting untuk melakukan pemanasan sebelum memulai olahraga dan mendinginkan tubuh setelahnya untuk mengurangi risiko serangan asma. Jika dokter merekomendasikan penggunaan inhaler (misalnya bronkodilator) sebelum berolahraga, pastikan untuk menggunakannya sesuai petunjuk sebelum memulai aktivitas tersebut.

Dengan memilih jenis olahraga yang sesuai dan mengikuti langkah-langkah pencegahan yang tepat, sebagian besar penderita asma dapat menikmati manfaat kesehatan dari aktivitas fisik tanpa meningkatkan risiko serangan asma. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Buku
  • Djauzi, Samsuridjal. 2020. Penyakit Tidak Menular Antisipasi dan Pencegahannya. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Arsip Kompas
  • “Mitos dan Informasi Keliru Masih Membayangi Penanganan Asma,” Kompas, 7 Mei 2021.
  • “Kenali Gejala Asma pada Anak-anak,” Kompas, 22 Februari 2022.
  • “Penting Kenali Faktor Pemicu Kambuhnya Asma,” Kompas, 2 Mei 2023.
Internet