Paparan Topik | Terorisme

Ancaman Laten Gerakan Terorisme

Terorisme merupakan ancaman laten. Gerakan terorisme selalu mencari dan menemukan jalan baru untuk menambah jaringan dan menyebarkan gagasan teror.

KOMPAS/SUHARTONO

Api masih membakar sejumlah mobil di depan lobi Hotel JW Marriott (6/8/2003). Selain membakar 22 mobil, menewaskan 10 orang, dan mencederai puluhan orang lainnya, bom mobil itu juga merusak Plaza Mutiara.

Fakta Singkat

Terorisme

  • Gerakan teroris di Indonesia mulai terjadi setelah zaman reformasi mulai dengan konflik horisontal.
  • Aksi teror di Indonesia sepanjang tahun 2002-2009 terhubung dengan Al Qaeda dan Jamaah Islamiyah.
  • Terorisme di Indonesia memiliki hubungan dengan ISIS di Suriah.
  • Media sosial kini menjadi alat yang sangat ampuh untuk penyebaran gagasan terorisme.

Pada 11 September 2001, dunia dibuat gempar oleh peristiwa yang terjadi di siang hari itu. Sebuah pesawat United Airline menabrak gedung WTC Tower dan sekitar 18 menit kemudian pesawat kedua menabrak gedung menjulang tinggi sebelahnya.

Tidak berhenti sampai disitu, pesawat jet menabrak Gedung Departemen Pertahanan AS Pentagon di luar Washington. Sementara itu San Francisco sebuah pesawat komersial dengan 65 penumpang jatuh, kejadian tragis tersebut masih disusul dengan meledaknya bom mobil di Departemen Luar Negeri AS di Washington.

Peristiwa nahas tersebut menunjukkan bahwa intelijen AS pun dapat kecolongan hingga tidak mampu mencegah teror itu terjadi. Presiden AS George W. Bush menetapkan peristiwa itu sebagai tragedi nasional akibat perbuatan teroris.

Namun, kejadian teror itu ternyata seperti menular ke Indonesia serangkaian peristiwa bom terjadi di ibukota dan beberapa daerah. Sejak tahun 2000-2004 saja terjadi setidaknya 15 kali teror bom di Jakarta dan kota besar lainnya. Teror itu seperti sel kanker yang sulit dicari pangkal akarnya sehingga tidak dapat di potong sempurna, selalu saja tumbuh sel baru.

Dalam pandangan netral, terorisme dipahami sebagai ancaman kekerasan oleh aktor bukan negara untuk mempengaruhi warga negara atau pemerintah demi mengejar perubahan politik atau sosial. Dalam situasi perang dingin Utara-Selatan teroris disebut sebagai gerakan pembebasan revolusioner, konflik utara-selatan atau perjuangan fundamentalisme, totalitarianisme dan demokrasi.

Setelah terjadi serangan 11 September 2001, istilah teroris bergerak pada dunia modern yang bersifat transaksional, berkelompok yang berpindah antar negara dan tersebar secara global. Terorisme telah menjadi isu global.

Beberapa pengamat menilai aksi terorisme terjadi karena masyarakat menerima ideologi pendukung akan memunculkan semangat untuk melakukan tindakan teror.

Pelaku teror biasanya tunggal walaupun sebenarnya mereka memiliki jaringan dan ideologi pendukung yang menjadi motivasi dalam melakukan aksi teror. Ideologi bisa saja agama dan hasrat untuk memperjuangkan kemerdekaan atau dorongan membebaskan diri dari ketidakadilan.

KOMPAS/JOHNNY TG

Asap mengepul dari lokasi ledakan bom di lobi Hotel JW Marriott, Jakarta, 5 Agustus 2003. Puluhan orang tergeletak di sana akibat terkena serpihan bom yang dipasang teroris.

Gerakan Teror

Terorisme berasal dari bahasa Perancis “le terreur” yang merujuk pada tindakan pemerintah hasil revolusi Perancis yang menggunakan kekerasan  untuk melawan para pengritiknya. Definisi menurut United Nation General Assembly setidaknya ada tiga unsur yang harus ada dalam tindakan yang disebut dengan terorisme, yaitu motif politik, rencana atau niat dan penggunaan kekerasan.  Kata terorisme juga dipakai untuk menjelaskan paham yang menggunakan tindakan  intimidasi, kekerasan maupun tindakan brutal pada masyarakat sipil.

Dalam penyebaran gagasan teroris telah lama menggunakan media konvensional seperti televisi, radio, koran, majalah hingga  media below the line seperti flyer, brosur, buku saku yang telah lama digunakan oleh kelompok teroris. Media tersebut menyampaikan ketidakadilan pemerintah hingga tindakan intimidatif penculikan dan pembunuhan.

Bahkan Al Qaeda dan Gerakan Global Jihadis (GJM) membutuhkan komunikasi publik untuk menyampaikan tujuan. Media menjadi alat menyampaikan rasa takut sekaligus simbol-simbol kebenaran yang mereka anut. Hal itu pernah disampaikan oleh pemimpin Al Qaeda  Ayman Al Zawahiri bahwa jika mereka berada di pertempuran maka setengah pertempuran itu ada di dalam media. Media dianggap sebagai alat untuk merebut hati umat dan menjadikan media sebagai bagian dari strategi teror mereka.

Pemanfaatan media memberikan manfaat penting bagi pelaku teror; yaitu semua aksi mereka diketahui oleh dunia luas sekaligus menyampaikan informasi dan motif di balik tindakan teror yang mereka lakukan. Contohnya adalah tindakan bunuh diri yang tersebar luas, maka pelaku teror berharap publik ada yang mengagumi pelaku bom bunuh diri bahkan mempengaruhi pikiran masyarakat.

Kemudian media menyebarluaskan kejadian tersebut dan memberikan frame pada peristiwa itu, di sinilah masyarakat jadi memahami motif pelaku dalam tindakannya. Selain itu pelaku teror berharap pada masyarakat yang memiliki pemikiran sama dengan mereka dan bersimpati pada gerakan mereka.

KOMPAS/LASTI KURNIA

Dari luar batas garis polisi, dua warga negara Inggris memandang ke reruntuhan Jalan Legian, Kuta, untuk mengenang seorang rekannya yang menjadi korban pada peristiwa ledakan bom, Rabu (16/10/2002). Hingga hari ini, baik masyarakat atau wisatawan mancanegara silih berganti mendatangi lokasi ledakan di Jalan Legian untuk berdoa dan meletakkan karangan bunga tanda belasungkawa.

Ketika teknologi digital makin canggih maka pemanfaatan media bergeser menjadi media konvergen, dari media konvensional menjadi media internet. Seperti yang ditulis dalam ringkasan disertasi Ecep Suwardaniyasa, bahwa sejak tahun 1998 terdapat peningkatan signifikan berbagai muatan terorisme dalam internet. Tahun 1998 ada 12 situs web yang berisikan materi teroris, tetapi pada tahun 2003 meningkat menjadi 2.650 dan tahun 2015 meningkat menjadi 9.800 situs.

Untuk mempermudah gerakan mereka, teroris memanfaatkan kemudahan akses internet seperti perangkat handphone, laptop, komputer. Pelaku teror juga aktif menggunakan media sosial seperti Facebook, Whatsapp, BBM dan Telegram untuk memberikan informasi dan menyampaikan perintah melakukan aksi teror.

Dalam hal ini perkembangan teknologi informasi sangat bermanfaat bagi propaganda mereka, menyampaikan pesan teror, konsolidasi antar pelaku teroris bahkan untuk menggalang dana dan merencanakan kegiatan terorisme dan rekrutmen. Selain itu teroris menulis blog konten terorisme seperti pembuatan bahan peledak serta berbagai peristiwa serangan teroris di dalam dan luar negeri.

Sumber: Pemberitaan Kompas, diolah oleh Litbang Kompas/UMI
Infografik: Albertus Erwin Susanto

Terorisme Dalam Negeri

Di Indonesia gerakan terorisme terjadi setelah reformasi bergulir, runtuhnya kekuasaan Orde Baru seolah menjadi ruang euforia kebebasan ideologis. Maraknya konflik komunal dengan isu agama di berbagai daerah seperti Poso, Ambon dan Aceh. Tahun 1998 terjadi 6 kasus, tahun 1999 terjadi 7 kasus dan tahun 2000 tercatat 32 kasus dan tahun 2001 meningkat menjadi 82 kasus.

Setelah terjadi kasus 11 September 2001 Amerika resmi menyatakan perang dengan terorisme, dan satu tahun kemudian meledak kasus Bom Bali di Sari Club Legian Bali. Secara global kelompok teroris awalnya menyerang AS dan sekutunya, tetapi di Indonesia teroris mengubah sasaran dari musuh jauh menjadi musuh dekat yaitu pemerintah, TNI dan Polri.

Dalam beberapa kejadian bom antara 2000 hingga 2004 interpol mencurigai peran Azahari dan Noordin M Top di balik peledakan besar. Kedua pelaku pemboman itu adalah orang Malaysia  yang diyakini memiliki kemampuan merakit bom.

Penanganan yang kurang tepat pada tersangka teroris seringkali menimbulkan masalah baru. Hal itu terjadi pada Yayat Cahdiyat alias Abu Salam alias Dani (41 th) yang pernah terlibat dalam pelatihan kelompok teroris di Aceh tahun 2010. Yayat ditangkap bersama temannya Ujang alias Rian dan divonis penjara tahun 2012, setelah tiga tahun penjara Yayat dilepaskan. Ternyata ia kembali bergabung dengan sel kelompok Jamaah Ansharut Daulah (JAD) di wilayah Bandung.

Yayat kemudian menjadi pelaku dalam bom rakitan di dalam panci di Taman Pendawa, Kelurahan Arjuna, Kecamatan Cicendo, Kota Bandung. Bom dengan kapasitas kecil itu justru dilakukan untuk menarik perhatian masyarakat bahwa kelompok JAD masih ada. Bahkan Yayat menuntut agar Densus 88 Antiteror membebaskan rekan-rekannya sesama terpidana terorisme.

Di tahun 2016 sejumlah residivis menjadi pelaku utama aksi teror Indonesia. Seperti Afif alias Sunakin, alias Nakim bin Jenab dan Muhammad Ali (bom Thamrin), Santoso dan Muhammad Basri (Mujahidin Indonesia Timur) hingga Juhanda alias Jo Bin Muhammad Aceng Kurna yang mengebom gereja Oikumene, Samarinda dan Kalimantan timur.

Namun demikian, menurut Ecep Suwardinayasa seorang pengamat terorisme mengungkapkan bahwa aksi teror di Indonesia sepanjang tahun 2002-2009 terhubung dengan Al Qaeda dan Jamaah Islamiyah. Tahun 2002 terjadi 10 kasus, tahun 2002 ada 15 kasus, 5 kasus di tahun 2004, 19 kasus tahun 2005, 17 kasus tahun 2006, ada 2 kasus besar di tahun 2009 yaitu Hotel J.W Marriot dan Hotel Ritz Carlton. Kasus besar terjadi kembali di tahun 2013 tercatat 20 kasus aksi terorisme dengan 87 orang pelaku dengan kasus yang paling menonjol yaitu menargetkan anggota Polri.

KOMPAS/JOHNNY TG

Mobil-mobil jemaat yang rusak berat terkena ledakan bom di Gereja Santo Josef Matraman, semalam sebelumnya di dekat gereja tersebut. Bertepatan dengan Hari Natal 2000 di sejumlah tempat ibadah umat Kristen di Jakarta dan daerah lain diguncang bom (25/12/2000).

Ketika jaringan Al Qaeda dan Jamaah Islamiyah semakin redup muncullah jaringan terorisme internasional yang juga hadir di Indonesia yaitu Islamic State of Iraq and Syiria (ISIS).  Di depan gedung Sarinah Thamrin  pada 14 Januari 2016  terjadi teror bom didalangi oleh Aman Abdurrahman yang menjabat ISIS Indonesia sekaligus pendiri jaringan Jamaah Ansharut Daulah yang terafiliasi ke ISIS.

Kejadian yang sangat mengejutkan adalah aksi terorisme di Markas Brimob tempat 145 tahanan teroris di tahan. Pada 13 Mei terjadi aksi peledakan gereja di Surabaya yaitu Gereja Katolik Santa Maria, Gereja GKI dan Gereja Pantekosta yang menimbulkan 8 korban jiwa. Satu hal yang sangat mengejutkan adalah pelaku bom bunuh diri ini melibatkan istri dan empat orang anaknya. Hal itu dilakukan sebagai balas dendam atas ditangkapnya pimpinan mereka Aman Abdurrahman.

Kemunculan pendukung ISIS di Indonesia membawa paham takfiri hingga membuat gerakan teror  bersifat sporadis, tidak terstruktur, baik dari segi jumlah dan intensitas, modus operandi, sasaran aksi teroris dan pelaku yang terlibat dalam terorisme. Hal itu ditandai dengan aksi terpecah dalam kelompok sel-sel kecil dan bekerja secara mandiri (sel tunggal). Makin banyak operasi mandiri artinya makin bagus menurut mereka.

Sumber: Pemberitaan Kompas, diolah oleh Litbang Kompas/UMI
Infografik: Albertus Erwin Susanto

Karakteristik Gerakan Terorisme

Dilihat dari gerakannya terorisme saat ini terbagi menjadi dua, yaitu Gerakan Terorisme Konvensional dan Gerakan Terorisme Modern. Gerakan terorisme konvensional segala serangan disusun secara terstruktur dan menunggu perintah dari pemimpin tertinggi. Sedangkan gerakan terorisme modern bersifat dinamis, pemimpin tertinggi tidak lagi memegang peranan penting, mereka bahkan tidak mengenal satu sama lain, mereka diingat oleh ideologi.

Di era digital terorisme menggunakan media sosial, blog dan aplikasi pesan mulai dari perekrutan hingga eksekusi peledakan bom, biasanya melakukan aksi propaganda yang dilakukan di beberapa media. Menurut hasil penelitian Ecep Suwardinayasa bahwa di Indonesia gerakan terorisme dapat diklasifikasikan menjadi tiga kelompok yaitu Jamaah Ansharut Daulah, Jaringan Jamaah Islamiyah dan Jaringan Mandiri.

Dalam proses rekrutmen dilakukan dengan cara media tradisional dan cara baru, cara tradisional dilakukan dengan doktrin secara langsung oleh teroris seniornya, bahkan dibaiat secara langung oleh seniornya.

Rekrutmen cara modern adalah diperoleh dari internet kemudian memahami lebih dalam tentang terorisme dari sejumlah aplikasi di media sosial seperti youtube. Bahkan, memahami paham radikalisme lewat internet  termasuk memehami konsep daulah Islamiyah atau ISIS lewat internet. Dengan memanfaatkan Youtube, Google, website, pengarsipan, dan internet archive ISIS melancarkan propaganda gerakan mereka.

Oleh karena itu, pertemuan antara mereka dilakukan lewat media sosial, di internet mereka terhubung satu sama lain, bahkan mereka membuat tutorial membuat bom di internet. Setelah pertemuan dirasa cukup mereka akan bertemu langsung untuk merencanakan tindakan bom. Lewat internet Daulah Islamiyah menyebarkan gagasan mereka agar setiap anggota sel memahami fahal al wala al baro, yaitu berteman dengan ISIS dan bermusuhan dengan thaghut.

Setiap gerakan pasti membutuhkan dana salah satunya adalah dengan meminta dana secara langsung atau donasi. Donasi dari anggota yang diminta adalah aset mereka secara pribadi untuk gerakan kelompok mereka, selain itu mereka juga merampok bank, toko emas ataupun kendaraan bermotor. Kelompok JAD di Medan pernah merampok beberapa bank berhasil mengumpulkan dana hingga 1,8 miliar rupiah.

Mereka juga berbisnis seperti jual beli hewan kurban dan mengumpulkan penghasilan 2,5 persen untuk gerakan. Selain itu ada pula yang membentuk yayasan seperti yang dilakukan di Medan yaitu Yayasan Abdurrahman Al Auf dan mengumpulkan hasilnya ke Jamaah Islamiyah (JI).

Untuk konsolidasi gerakan mereka biasanya melakukan kajian dengan tatap muka langsung dalam kesempatan itu biasanya mereka dipertontonkan video dari Suriah yang dilakukan kelompok ISIS agar santri semakin semangat melakukan jihad.

Mereka juga akan mencari kajian tentang ISIS lewat internet seperti Youtube, Telegram, dan Facebook. Untuk pelatihan fisik para calon anggota akan mendapat latihan pendidikan ala militer selama dua bulan, latihan ilmu beladiri serta naik gunung.

Untuk propaganda pelaku teroris melalui platform media sosial, fokus dari terorisme modern bukanlah pada kualitas serangan, tetapi dampak dari tontonan yang ditimbulkan. Pola terorisme ini memunculkan fenomena baru yaitu jaringan sel hantu, perlawanan tanpa pemimpin dan serangan serigala tunggal.

KOMPAS/PRIYOMBODO

Kepanikan warga saat terjadi kepulan asap di lokasi ledakan bom dan teror tembakan di gedung Skyline jalan MH. Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis (14/1/2016).

Berdasarkan data Subdirektorat Teknologi Informasi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) berdasarkan penelusuran media online tahun 2021 hingga Juli 2022 ada 487 serangan di wilayah global dan regional.  Kelompok teror global seperti ISIS dan Shahab Al Mujaheeden banyak melakukan serangan teror di negara-negara Afrika dan Asia seperti Somalia, Mozambique, Nigeria, Afghanistan dan Pakistan.

Karakter dari organisasi teroris ini secara garis besar adalah sama, yaitu anggota harus menjalani sumpah (baiat). Baiat adalah pengangkatan atau pelantikan seorang pemimpin yang di tandai dengan pengucapan sumpah atau janji. Dalam konteks terorisme di Indonesia  adalah pada Amir Daulah Islamiyah, Abu Bakar Al Baghdadi seorang pemimpin ISIS di Suriah untuk menegakkan syariat Islam.

Sasaran gerakan adalah untuk memerangi thaghut. Istilah thaghut bisa disebu sebagai undang-undang atau tradisi yang tidak berpijak pada syariat Islam. Menurut Quraish Shihab, thaghut adalah perbuatan yang melampaui batas keburukan, ataupun bertentangan dengan ketentuan Allah.

Namun, menurut pelaku teror, thaghut adalah jenis orang yang melampaui batas atau menentang Allah, yang berhukum selain hukum Allah, seperti penguasa, pemerintah dan hakim. Pemerintah mulai dari pemimpinnya hingga bawahannya dan hakim yang memutuskan berdasarkan hukum bukan dari Allah disebut kafir. Selain thaghut ada pula anshor thaghut yaitu kelompok pembela, pembantu, pelindung dan pendukung serta penjaga seperti polisi, TNI dan Jaksa.

Cara melaksanakan teror atau wujud amaliyah tergantung kemampuan. Bisa jadi hanya membagikan artikel dan video tentang ISIS yang isinya membantai thaghut yaitu Detasemen Khusus (Densus) 88 dan anggota polri lainnya. Salah satu propaganda yang dilakukan adalah melakukan adu domba Capres Jokowi dan Capres Prabowo dalam pilpres.

Selain itu mengkafirkan para ulama terdahulu seperti Abu Hanifah dan Ibnu Hajar yang dianggap menyimpangan dari ajaran daulah ISIS. Menggunakan akun “Trisna Abu Aliyah”  mengaku sebagai cyber jihad atau cyber khilafah yang mendukung ISIS sejak 2016 lewat facebook, telegram dan media sosial lainya.

Akun Trisna Abu Aliyah memiliki group whatsapp dan kajian rutin yang beranggotakan 200 orang dimana ia selalu memposting propaganda Daulah Islamiyah. Akun tersebut memiliki dua group whatsapp yaitu “Pejuang Islamiyah” dan “Kajian Daulah Islamiyah” yang menjadi ruang propaganda ISIS di Indonesia.

Muncul fenomena baru dalam gerakan teror yatu melibatkan keluarga anak dan istri. Seperti yang dilakukan Husein alias Abu Hamzah terduga teroris di Sibolga Sumatera Utara yang membawa anak dan istri dalam aksi tersebut. Sang istri meledakkan dirinya dan anaknya saat terkepung polisi untuk melindungi suaminya. Hal yang sama juga dilakukan terduga teroris di Surabaya Jawa Timur yang membawa istri dan anaknya. bahkan ada yang menyerang tokoh Menkopohukam Wiranto dan membawa istrinya saat kejadian.

Gerakan Terorisme di Era Internet

Internet memungkinkan jangkauan penyebaran informasi yang sangat luas maka tujuannya bukan lagi mencapai target yang lebih besar melainkan membentuk opini publik sehingga biaya yang dikeluarkan lebih hemat.

Media online juga sangat menguntungkan untuk mencari dana terorisme, dengan menjual barang-barang seperti kaset, buku, video, bendera atau kaos dan melakukan pembayaran secara online.

Selain itu ISIS menggunakan teknologi crowdfunding, mereka menggunakan sumbangan atas nama sosial, agama, dan pendidikan. Bahkan, mereka melakukan pinjaman online untuk mengumpulkan dana.

Melalui internet perencanaan terror dapat dilakukan untuk merekrut, mencari, dan menyebarkan paham di internet. Mempengaruhi cara berpikir dan mengkampanyekan gagasan teror lebih mudah dan murah dengan adanya internet.

Berdasarkan hasil penelitian Ecep Suwardinayasa ditemukan seorang santri muda yang melakukan pengeboman seorang diri tanpa diperintah oleh pihak manapun. “Lone Wolf” itu terpapar informasi terorisme dari internet bahkan belajar merakit bom sendiri lewat internet.

Sejumlah Organisasi Gerakan Teror

  • Jamaah Ansharut Daulah (JAD), kelompok ini berkiblat pada negara Islam Irak dan Suriah (ISIS). Awalnya dibentuk atas inisiatif Aman Abdurrahman di Nusakambangan Cilacap, Jawa Tengah tahun 2014. Bersama dengan kerabatnya Aman membentuk khilafah Islamiyah tujuannya untuk memfasilitasi orang Indonesia yang akan ke Suriah.
  • Jamaah Islamiyah (JI) adalah kelompok ekstrimis yang konon akan mendirikan negara Islam terbesar di Asia Tenggara. Tokoh Jamaah Islamiyah adalah Abu Bakar Baasyir dan Abdullah Sungkar, kelompok ini pecahan dari Organisasi Darul Islam.
  • Jaringan teroris yang ketiga adalah jaringan mandiri.

Kenyataan itu menunjukkan bahwa gagasan ISIS lewat internet berhasil mempengaruhi cara berpikir anak muda, karena ISIS menganjurkan bagi yang tidak bisa berhijrah ke negara asal ISIS untuk melakukan amaliyah (bom)  di wilayah masing-masing.

Konsolidasi gerakan  dapat dilakukan dengan propaganda jaringan terorisme di internet mampu mempengaruhi cara berpikir seseorang. hal itu dibuktikan ketika seorang lone wolf tertangkap mengaku ia mempelajari gagasan teror lewat kajian dan postingan di media sosial. keyakinannya terbentuk setelah banyak menonton konten Daulah Islamiyah di internet.

Memupuk keberanian diri sendiri juga menjadi salah satu alasan seorang remaja SMP menjadi anggota jihad. Melalui kajian online di Telegram dan website Daulah Islamiyah/ISIS remaja tersebut untuk mendapatkan semangat dan memperteguh keyakinannya melakukan amaliyah. Ia bahkan mempelajari membuat racun di internet yang yang didapat dari kelompok ISIS, dan menginspirasi dirinya untuk berjualan bahan kimia. Hasil penjualan bahan kimia, ia berhasil mengumpulkan dana untuk pindah bersama keluarga di Suriah.

Internet berhasil membawa dampak setiap proses kehidupan hingga terorisme berkembang lebih cepat sehingga tindakan yang dilakukan bukan lagi membenci terorisme konvensional, tetapi sudah berkembang ke arah cyber terrorism. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Hasil Riset
  • Disertasi “Terorisme dan Media Baru: Kajian Strategik Migrasi Gerakan Pelaku Teror di Indonesia”, Ecep Suwardaniyasa, Universitas Indonesia, 2024.
Arsip Kompas
  • Malam Tahun Baru Dinodai Peledakan Bom, Kompas, Rabu 2 Januari 2002, hlm 01
  • Kuta, Denpasar, Manado Diguncang Ledakan Bom, Kompas, Minggu 13 Oktober 2002, hlm 01
  • Hukuman Mati Amrozi Bukanlah Akhir Cerita, Kompas, Sabtu, 9 Agustus 2003, hlm. 4
  • Kepercayaan Luar Negeri Akan Kembali Jika Penanganan Terorisme Tuntas, Kompas, Minggu 10 Agustus 2023, hlm. 30
  • Ledakan Bom Tahun 2002-2004, Kompas Jumat 10 September 2004, hlm. 11
  • Bom Meledak Lagi di Bali, Kompas, Minggu 2 Oktober 2005, hlm. 1
  • Bom Bunuh Diri di Bali Tiga Orang, Kompas, Senin 3 Oktober 2005, hlm. 1
  • Bersatu Lawan Terorisme, Kompas, Sabtu, 18 Juli 2009, hlm. 1

Artikel terkait