Paparan Topik | Hari TNI

Sejarah Pasukan Khusus dalam Tentara Nasional Indonesia

Pasukan khusus di Indonesia sudah ada sebelum TNI resmi berdiri pada 5 Oktober 1945. Pasukan khusus TNI baru terwujud sekitar tahun 1950-an seiring gerakan separatis yang mengancam kedaulatan Republik Indonesia.

Kompas/BAHANA PATRIA GUPTA

Anggota Komando Pasukan Katak (Kopaska) terjun dari atas helikopter Bell-412 saat latihan Demo Militer dalam rangka persiapan HUT ke-69 TNI di Dermaga Ujung Komando Armada RI Kawasan Timur, Surabaya, Kamis (25/9/2014).

Sejarah Pasukan Khusus

550–330 SM
Kekaisaran Persia memiliki unit elit pengawal raja bernama Immortal.
280 SM–476 SM
Kekaisaran Romawi memiliki Pengawal Praetoria untuk melindungi kota dan kaisar.
12–14 M
Unit Pikemen (penombak) muncul di Swiss. Kekaisaran Ottoman membentuk organisasi pengawal Sultan Janissaries.
1976–1821
Napoleon Bonaparte memiliki pasukan khusus pengawal kerajaan.
1861–1865
Muncul konsep pasukan khusus berjumlah kecil pada Perang Sipil Amerika (Mosby’s Ranger).
1889
Kelahiran Pasukan Marsose di Indonesia.
1946
Belanda membentuk pasukan khusus Depot Speciale Troepen (DST) dan Parachutisten Compagnie (pasukan payung).
1947
Penerjunan anggotaTNI-AU di Kota Waringin, Kalimantan Tengah, menggunakan pesawat Dakota RI-002. Cikal bakal Korpaskhas.
1949
Depot Speciale Troepen (DST) dan Parachutisten Compagnie (pasukan payung) dilebur menjadi Korps Speciale Troepen (KST).
1953
Satu kompi pasukan komando dihasilkan pada pelatihan pasukan khusus angkatan pertama Divisi Siliwangi.
1955
Kesatuan Komando Angkatan Darat (KKAD) berubah nama menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD).
1962
Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI-AL lahir untuk menghadapi pembebasan Irian Barat.
1985
Pasukan khusus TNI-AD berubah nama menjadi Komando Pasukan Khusus (KOPASSUS).
1997
Pasukan khusus TNI-AU Komando Pasukan Gerak Tjepat (Kopasgat) berubah nama menjadi Korps Pasukan Khas (Korpaskhas).

Cikal bakal Pasukan Khusus

Konsep pasukan khusus sudah ada sejak zaman kuno. Kekaisaran Persia (550–330 SM) memiliki unit elit pengawal raja bernama Immortal atau kaum abadi dengan jumlah personel tidak pernah kurang dari sepuluh ribu orang, sementara di Romawi kuno (280 SM–476 M) ada Pengawal Praetoria yang bertugas melindungi kota dan mengawal kaisar Romawi.

Sejak unit elit Romawi mengalami kemunduran akibat intrik politik yang mengakibatkan runtuhnya kekaisaran Romawi, konsep pasukan khusus di dunia tidak ada yang menonjol. Memasuki abad ke-12 dan 14, unit elit muncul kembali. Unit infanteri Pikemen (penombak) yang menggunakan tombak atau lembing untuk mematikan lawan muncul di Swiss, sementara di Turki, kekaisaran Ottoman membentuk organisasi pengawal Sultan bernama Janissaries.

Pasukan Janissaries bertahan cukup lama hingga runtuhnya kekaisaran ini pada 1923. Pasukan berkekuatan dua belas ribu orang ini mulai menjalankan tugas mengawal sultan pada tahun 1326. Jannisaries awalnya merupakan tahanan Kristen dan dilatih perang sejak kecil.

Pasukan elit lain yang cukup menonjol adalah Pengawal Kerajaan Napoleon Bonaparte (1769–1821) pada abad ke-19. Pasukan ini mirip dengan pasukan Immortal dan berperan besar dalam sejumlah kemenangan Napoleon melawan bangsa Prusia dan Rusia. Namun, pasukan ini gagal melindungi Napoleon dari Inggris di Waterloo, Belgia pada 1815.

Sifat pasukan khusus yang berjumlah banyak mulai berubah pada pertengahan abad ke-19. Pasukan elit berjumlah kecil mulai muncul antara tahun 1861–1865 pada Perang Sipil Amerika yang dikenal dengan Mosby’s Rangers.

Selepas abad ke-19, pasukan-pasukan khusus di dunia pun semakin berkembang termasuk di Indonesia. Pasukan-pasukan ini tergolong ke dalam konsep pasukan khusus modern dengan ciri berjumlah kecil, memiliki kemampuan spesial, bersenjata khusus, dan bertempur di belakang garis musuh.

Baca juga: Sejarah Pasukan Pengamanan Presiden (Paspampres)

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Puluhan personel Komando Pasukan Khusus dengan muka dicoreng berjalan di barisan dalam de file upacara Hari Juang Kartika TNI AD 2003 di Kemayoran, Jakarta, 22 Desember 2003. Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, 13 April 2003 mengirim telegram untuk para komandan satuan yang menegaskan bahwa anggota TNI bisa dicalonkan dalam pemilihan kepala daerah tanpa harus pensiun dari dinas TNI.

Pasukan Marsose

Sejarah pasukan khusus di Indonesia dimulai pada era pemerintah kolonial Hindia Belanda. Pasukan Marsose tercatat sebagai pasukan khusus di era kolonial yang dibentuk khusus untuk menumpas perlawanan lokal atas prakarsa Teuku Muhammad Arif, Jaksa Kepala di Kutaraja, Aceh.

Teuku Muhammad Arif merupakan orang Indonesia pro Belanda yang memberi nasihat kepada Gubernur Militer Belanda di Aceh, Jenderal van Teijn, untuk membentuk unit-unit tempur kecil infanteri yang memiliki mobilitas tinggi. Pada tahun 1889 tentara Belanda telah memiliki dua detasemen antigerilya yang kemudian dimatangkan konsepnya menjadi pasukan Marsose.

Setiap unit Marsose terdiri dari 20 orang dipimpin oleh seorang sersan Belanda yang dibantu seorang kopral pribumi. Setiap pasukan terdiri dari satu peleton berisi 40 orang dan dipimpin seorang letnan Belanda. Secara keseluruhan korps Marsose terdiri dari 1.200 orang dari berbagai bangsa seperti Belanda, Perancis, Swiss, Belgia, Afrika, Ambon, Manado, Jawa, dan sejumlah orang Nias dan Timor.

Gagasan pasukan ini muncul setelah muncul banyak korban di militer Belanda. KNIL yang berjumlah besar kewalahan menghadapi gerilyawan Indonesia yang minim senjata api. Oleh sebab itu, dibentuklah pasukan khusus yang menyesuaikan gaya perang gerilyawan. Pasukan marsose lebih sering menggunakan klewang daripada senjata api.

Baca juga: TNI Menjaga NKRI di Perbatasan

Sumber: Kanal Youtube Harian Kompas, 15 April 2021

Keberhasilan Marsose menjadi kebanggaan bagi militer Belanda. Pasukan yang tidak memerlukan logistik terlalu banyak ini, selama perang Aceh dan setelahnya, berhasil menjadi pasukan antigerilya dengan memasuki hutan mencari gerilyawan. Meski demikian Marsose juga dibenci karena kesadisannya bahkan oleh kalangan Belanda sendiri.

Meski cukup andal, petinggi militer Belanda merasa belum cukup sehingga membentuk sebuah unit di dalam pasukan Marsose bernama Kolone Macan. Pasukan ini dikenal lebih kejam daripada pasukan Marsose. Mereka melakukan eksekusi di tempat.

Reaksi keras pun muncul dari kalangan militer Belanda akibat kekejaman Marsose yang diungkapkan sebagai algojo terorganisir. Secara perlahan Kolone Macan pun dihilangkan dan menjadi Marsose biasa. Sejak Jepang mendarat di indonesia, kehebatan pasukan Marsose tidak terdengar lagi.

Baca juga: Prajurit TNI di Berbagai Medan Tugas

KOMPAS/EDDY HASBY

Prajurit Kopassus berlatih melempar pisau di Batujajar, Bandung (03-10-1997). 

Pasukan Khusus Belanda masa revolusi

Pada Perang Dunia II pihak sekutu mulai menyadari pentingnya pasukan khusus. Setelah Inggris mulai aman dari serangan udara Jerman, pelatihan pasukan khusus dimulai. Anggota pasukan ini berasal dari sejumlah negara sekutu seperti Belanda, Perancis dan lain-lain yang mengungsi ke Inggris.

Beberapa orang Belanda yang pernah dilatih dalam kamp tersebut kemudian mengembangkan konsep pasukan khusus yang menjadi cikal bakal pasukan khusus Belanda, Korps Speciale Troepen (KST), yang masih berdiri hingga sekarang.

Konsep pasukan khusus ala Inggris yang diadopsi Belanda ini pun menjadi acuan pasukan khusus di Hindia Belanda. Konsep ini mulai terwujud sejak KNIL dibentuk lagi di Indonesia. Pasukan yang dibentuk antara lain Depot Speciale Troepen (DST), dan Parachutisten Compagnie (pasukan payung).

Baca juga: Pemilihan Panglima TNI dari Masa ke Masa

Dalam perkembangannya DST dan pasukan payung dilebur pada 15 Juli 1949 menjadi Korps Speciale Troepen yang kemudian berganti nama menjadi Regiment Speciale Tropent. Pasukan ini menjadi ujung tombak pasukan Belanda dengan tugas-tugas berat di garis depan di Jawa, Sumatera, dan kantong-kantong Republik Indonesia yang membahayakan Belanda.

Operasi paling besar yang dilakukan oleh pasukan khusus Belanda adalah Kraai Operation atau pendudukan Belanda atas Yogyakarta yang menjadi ibu kota RI. Peristiwa ini dikenal dengan Agresi Militer Belanda II (19 Desember 1948 — 20 Desember 1948) atas perintah Jenderal Spoor. Di luar dugaan Spoor, operasi ini justru menjadi pemberitaan di seluruh dunia dan menjadi akhir aksi militer Belanda di Indonesia.

Sebelum Agresi Militer Belanda II, KST dipimpin oleh Westerling. Pasukan KST awalnya berjumlah 570 personel yang kemudian naik menjadi 1.200 personel. Kepemimpinan Westerling selesai dan digantikan oleh Letnan Kolonel W.C.A Van Beek, setelah menolak perintah Jenderal Spoor untuk menyerang Yogyakarta. Saat dipimpin Westerling, KST melakukan pembantaian pada Kampanye Pasifikasi di Sulawesi Selatan (1946–1947).

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Anggota Komando Pasukan Katak (Kopaska) TNI AL memeriksa kesiapan senjata dalam Gelar Pasukan Latihan Operasi Laut Gabungan di Dermaga Ujung Komando Armada II, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (8/9/2020). Latihan selama lima hari di Laut Jawa dan Bali itu diikuti 1.137 prajurit dengan melibatkan 13 kapal dan 7 pesawat udara.

Pasukan Khusus Indonesia setelah revolusi

Gerakan sparatis yang marak pada tahun 1950-an mendorong TNI untuk membentuk pasukan khusus. Pasukan ini bertugas mengatasi gangguan keamanan setelah Kemerdekaan Republik Indonesia.

Kebutuhan pasukan khusus ini berdasar pengalaman dari Alex Kawilarang dan Slamet Riyadi saat menumpas Republik Maluku Selatan. Bekas pasukan khusus yang dilatih Westerling sangat merepotkan pasukan TNI yang menang jumlah.

Setelah Slamet Riyadi gugur, Alex Kawilarang yang menjabat sebagai Panglima Divisi Siliwangi harus menghadapi pemberontakan DI/TII. Kondisi ini menjadi momentum untuk mewujudkan gagasan pasukan khusus.

Baca juga: Polwan: Sejarah, Pendidikan, Organisasi, dan Tantangan

Untuk mewujudkan gagasanya, Kawilarang berdiskusi dengan Mayor Suwarto dan munculah nama Visser, bekas KST baret merah yang juga berpengalaman pada Perang Dunia II. Karena pengalamannya, Visser dipanggil oleh Kawilarang untuk menghadapi DI/TII di Jawa Barat.

Sebagai langkah awal pembentukan pasukan khusus, diadakan combat intelegence. Prajurit yang lulus dari combat intelegence akan menjadi pelatih calon pasukan khusus. Namun sayang, karena alasan personal Visser tak melanjutkan pelatihan karena mendapat kabar ada dua perwira Belanda yang akan mengisi pelatihan itu.

Satu kompi pasukan komando dihasilkan pada pelatihan angkatan pertama. Kompi ini diterjunkan dalam operasi penumpasan DI/TII pada tahun 1953 dan berhasil melakukan penyergapan. Keberhasilan ini menarik markas besar Angkatan Darat di Jakarta dan diserahkan dari TT III/Siliwangi kepada Inspektorat Infanteri AD pada 28 Maret 1953.

Pasukan ini berubah nama menjadi Kesatuan Komando Angkatan Darat (KKAD) dan dikembangkan hingga jumlahnya mencapai satu resimen pada 25 Juli 1955. Nama pasukan ini pun berubah menjadi Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD).

Sempat bertahan lama, nama RPKAD berubah lagi pada tahun 1966 dengan nama Pusat Pasukan Khusus TNI-AD (PUSPASUS TNI-AD). Nama ini kembali berubah menjadi Komando Pasukan Sandhi Yudha (KOPASSANDHA) pada tahun 1971, sebelum berganti nama menjadi Komando Pasukan Khusus (KOPASSUS) pada tahun 1985.

Baca juga: Wanita Angkatan Udara TNI AU

KOMPAS/B JOSIE SUSILO HARDIANTO

Dalam latihan Angkasa Yudha 2007 yang digelar Senin (5/11/2007) di Lumajang, Jawa Timur, TNI Angkatan Udara selain mengerahkan pesawat tempur F-16, F-5E dan Hawk MK 209, sebanyak delapan pesawat C-130 hercules juga diterbangkan untuk menerjunkan 400 pasukan dari Paskhas AU.

Perkembangan Pasukan Khusus

Pasukan khusus di Indonesia terus mengalami perkembangan hingga setiap Matra TNI memiliki pasukan khususnya sendiri antara lain Komando Pasukan Khusus (Kopassus) di TNI-AD, Korps Pasukan Khas (Korpaskhas) dan Satuan Bravo 90 Pasukan Khas (Satbravo-90) di TNI-AU, serta Komando Pasukan Katak (Kopaska) dan Detasemen Jala Mangkara (Denjaka) di TNI-AL.

Korpaskhas menetapkan kelahirannya pada 17 Oktober 1947, bertepatan dengan penerjunan anggotanya di Kota Waringin, Kalimantan Tengah, menggunakan pesawat Dakota RI-002. Sebelum menjadi Korpaskhas pada tahun 1997, nama pasukan ini adalah Komando Pasukan Gerak Tjepat (Kopasgat) dan berubah nama menjadi Pusat Pasukan Khas (Puspaskhas) pada tahun 1985.

Pada tahun 1990 lahir Satbravo-90 yang beranggotakan prajurit terpilih dari Korpaskhas. Satbravo-90 merupakan satuan khusus yang berada langsung di bawah Dankorpaskhas. Pasukan ini bertugas melaksanakan operasi intelejen, melumpuhkan alutsista musuh, dalam mendukung operasi udara dan penindakan teror bajak udara. Serta operasi lain sesuai kebijakan Panglima TNI.

Baca juga: Pengadaan, Modernisasi dan Harwat Alutsista TNI 2021

Sumber: Kanal Youtube Kompas TV, 2 Februari 2021

Kopaska, lahir pada 31 Maret 1962 sebagai kebutuhan mendesak menghadapi pembebasan Irian Barat. Anggota Kopaska dibekali kemampuan di empat matra yakni darat, laut, udara, dan bawah permukaan air. Saat ini Kopaska banyak terlibat dalam operasi penanganan bencana alam dan kecelakaan di laut.

Denjaka yang lahir pada 13 November 1984 merupakan pasukan pilihan dari anggota Kopaska dan Intai Amfibi Marinir (Taifib). Pasukan ini merupakan satuan khusus antiteror yang bertugas mengatasi segala bentuk teror di laut dengan meminimalisir korban jiwa dan materi dari pihak sendiri.

Selain pasukan khusus di TNI, Indonesia juga memiliki sejumlah pasukan khusus lain seperti di Kepolisian RI (Densus 88, Gegana) dan pasukan khusus pengawal presiden (Paspampres). Pasukan Densus 88 merupakan salah satu pasukan antiteror yang dimiliki Indonesia bersama Satbravo-90, Denjaka, dan Den-81 Gultor. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Buku
  • Matanasi, Petrik. 2008. Pasukan Komando: Pasukan Hantu Pengukir Sejarah Indonesia. Jakarta: Media Pressindo.
  • McManners, Hugh. 2009. Ultimate Special Forces. Jakarta: Group of Magazine-Kompas Gramedia.
Arsip Kompas
  • “Kol. Sintong Panjaitan Dilantik sebagai Komandan Kopassus TNI-AD”. Kompas, 23 Mei 1985. Hlm. 1.
  • “Pasukan Khas TNI AU: Sifat Infanteri Format Tempur”. Kompas, 8 Oktober 1991. Hlm. 1.
  • “50 Tahun Korps Paskhas TNI AU: Baret Jingga yang Profesional”. Kompas, 17 Oktober 1997. Hlm. 1.