Paparan Topik | Hari TNI

Hari Tentara Nasional

Tentara Nasional Indonesia atau TNI merayakan ulang tahunnya yang ke-79 pada 2024 dengan tema “TNI Modern Bersama Rakyat Siap Mengawal Suksesi Kepemimpinan Nasional untuk Indonesia Maju.”

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Presiden Joko Widodo memeriksa kesiapan pasukan dalam Upacara Peringatan Ke 70 Hari TNI di Dermaga PT Indah Kiat, Cilegon, Banten, Senin (5/10/2015). Upacara yang juga dimeriahkan dengan simulasi pertempuran di darat, laut, dan udara itu melibatkan ribuan personil TNI dan disaksikan ribuan warga sekitar.

Fakta Singkat

Hari Tentara Nasional Indonesia

  • Setiap 5 Oktober diperingati sebagai Hari Tentara Nasional Indonesia (TNI).
  • Pada 2024, TNI merayakan ulang tahunnya yang ke-79 dengan tema “TNI Modern Bersama Rakyat Siap Mengawal Suksesi Kepemimpinan Nasional untuk Indonesia Maju.”
  • Pada 5 Oktober 1945, Presiden Soekarno mengeluarkan Maklumat Pemerintah yang mengumumkan pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
  • Dalam UU TNI 2004, tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Republik Indonesia.
  • Pasal 2 (d) UU TNI tahun 2004 menyebutkan bahwa tentara profesional adalah yang terlatih, terdidik, dan diperlengkapi dengan baik, tanpa terlibat dalam politik praktis atau bisnis.

Setiap tanggal 5 Oktober, sebagai Hari Tentara Nasional Indonesia (TNI). Tahun ini, TNI merayakan ulang tahunnya yang ke-79 dengan tema “TNI Modern Bersama Rakyat Siap Mengawal Suksesi Kepemimpinan Nasional untuk Indonesia Maju.”

Tema ini tidak hanya mencerminkan komitmen TNI dalam mendukung transisi kepemimpinan nasional, tetapi juga menunjukkan pentingnya sinergi antara kekuatan militer yang modern dan dukungan masyarakat untuk menjaga stabilitas nasional.

Pentingnya soliditas dan loyalitas TNI sebagai garda terdepan dalam menjaga kedaulatan dan ketahanan bangsa, tak dapat dipandang sebelah mata. TNI yang terdiri dari tiga matra, darat, laut, dan udara, berperan vital dalam mengawal perjalanan Indonesia menuju masa depan yang lebih baik. Dalam tema yang diusung tahun ini, terkandung pesan mendalam tentang perlunya kolaborasi antara TNI dan rakyat untuk mencapai tujuan bersama.

Perjalanan TNI selama hampir delapan dekade telah diwarnai oleh berbagai dinamika dan transformasi yang signifikan. Sejak awal berdirinya, TNI telah menghadapi berbagai tantangan, baik dari dalam maupun luar negeri. Dalam setiap fase sejarah, peran TNI sebagai penjaga kedaulatan dan ketahanan nasional tetap menjadi pilar utama.

Melalui peringatan Hari TNI ke-79 ini, diharapkan semakin terjalin kerjasama yang solid antara TNI dan masyarakat. Dengan semangat kebersamaan, Indonesia dapat melangkah mantap menuju kemajuan yang berkelanjutan. Selain itu, dengan perkembangan teknologi dan perubahan strategi global, TNI juga diharapkan terus berinovasi dan beradaptasi untuk menghadapi tantangan yang semakin kompleks di era modern ini.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Anggota Kopaska TNI AL mengecek kesiapan senjatanya saat Gelar Pasukan Latihan Operasi Laut Gabungan (Latopslagab) di Dermaga Ujung Komando Armada II, Surabaya, Jawa Timur, Selasa (8/9/2020). Latihan selama lima hari di Laut Jawa dan Bali tersebut diikuti oleh 1137 anggota dengan melibatkan 13 KRI dan 7 pesawat udara. Kegiatan untuk melatih kesiapan dan kordinasi antar satuan yang terlibat.

Sejarah TNI

Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, negara yang baru lahir ini dihadapkan pada tantangan besar: ketidakpastian keamanan dan ancaman dari berbagai pihak. Di tengah situasi genting ini, Indonesia belum memiliki satuan tentara resmi.

Dalam upaya untuk mengorganisir pertahanan, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) melakukan rapat pada 19 Agustus 1945, yang dihadiri oleh tokoh-tokoh penting. Dalam rapat tersebut, diusulkan agar Presiden Soekarno memanggil pemuda yang memiliki keterampilan militer untuk membentuk tentara nasional.

Usulan ini mengarah pada pembentukan Badan Keamanan Rakyat (BKR) pada 22 Agustus 1945. BKR memiliki fungsi utama untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat di bawah koordinasi Komite Nasional Indonesia (KNI). Meskipun diharapkan menjadi cikal bakal tentara, peran BKR lebih banyak sebagai penjaga keamanan umum, dan bukan sebagai kekuatan militer yang terorganisir.

Seiring dengan meningkatnya ancaman dari pasukan Inggris yang datang ke Indonesia untuk mengawasi pengembalian kekuasaan kolonial Belanda, desakan untuk membentuk tentara resmi semakin mendesak. Pada 5 Oktober 1945, Presiden Soekarno mengeluarkan Maklumat Pemerintah yang mengumumkan pembentukan Tentara Keamanan Rakyat (TKR). Tanggal yang bersejarah ini menjadi titik balik bagi struktur pertahanan negara.

Sehari setelah pengumuman tersebut, Soekarno mengangkat Supriyadi sebagai Menteri Keamanan Rakyat. Pengangkatan ini menandai langkah strategis untuk mengorganisir pertahanan dan menyatukan berbagai laskar perjuangan yang selama ini beroperasi secara terpisah.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Puluhan personel Komando Pasukan Khusus dengan muka dicoreng berjalan di barisan dalam de file upacara Hari Juang Kartika TNI AD 2003 di Kemayoran, Jakarta, 22 Desember 2003. Panglima TNI Jenderal Endriartono Sutarto, 13 April 2003 mengirim telegram untuk para komandan satuan yang menegaskan bahwa anggota TNI bisa dicalonkan dalam pemilihan kepala daerah tanpa harus pensiun dari dinas TNI.

Pada 9 Oktober 1945, Komite Nasional Indonesia Pusat (KNIP) mulai memobilisasi pemuda untuk mendaftar menjadi anggota TKR melalui BKR. Respons yang positif datang dari berbagai kalangan, termasuk mantan perwira KNIL (Koninklijk Nederlandsch Indisch Leger) yang bersedia mendukung pemerintah Republik Indonesia. Ini menunjukkan semangat juang yang tinggi di kalangan pemuda untuk berkontribusi pada pertahanan negara.

Untuk melengkapi struktur pemerintahan, pada 20 Oktober 1945, dibentuk Kementerian Keamanan Rakyat dengan Muhammad Sulyoadikusumo sebagai Menteri ad interim. Selain itu, diangkat pula pemimpin tertinggi TKR Supriyadi dan Kepala Staf Umum Mayor Oerip Sumohardjo. Mayor Oerip kemudian dinaikkan pangkatnya menjadi letnan jenderal.

Seiring berjalannya waktu, TKR mengalami beberapa transformasi. Organisasi ini berubah nama menjadi Tentara Keselamatan Rakyat dan akhirnya menjadi Tentara Republik Indonesia (TRI). Transformasi penting terjadi pada 3 Juni 1947, ketika Tentara Nasional Indonesia (TNI) resmi dibentuk berdasarkan penetapan Presiden Soekarno. TNI menyatukan TRI dan berbagai laskar perjuangan lainnya, menjadikannya satu-satunya organisasi militer negara Republik Indonesia.

Peran dan Tanggung Jawab TNI

Sejalan dengan amanah Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia, TNI memiliki peran yang sangat krusial sebagai alat negara di bidang pertahanan. TNI tidak hanya bertindak sebagai kekuatan militer, tetapi juga beroperasi berdasarkan kebijakan dan keputusan politik negara.

Tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah Republik Indonesia. Dalam konteks ini, TNI berfungsi untuk menjaga kedaulatan dan keutuhan wilayah Indonesia serta melindungi keselamatan bangsa dari berbagai ancaman, baik yang berasal dari luar maupun dalam negeri.

Sebagai alat pertahanan negara, TNI memiliki beberapa fungsi utama:

  1. Penangkal Ancaman: TNI berperan sebagai penangkal terhadap setiap bentuk ancaman militer dan bersenjata. Ini mencakup ancaman yang datang dari luar negeri serta potensi ancaman yang muncul dari dalam negeri yang dapat merusak kedaulatan dan keutuhan wilayah negara.
  2. Penindak Ancaman: TNI juga berfungsi sebagai penindak. Ketika ancaman tersebut teridentifikasi, TNI siap untuk mengambil tindakan yang diperlukan untuk menanggulangi situasi berbahaya yang dapat mengganggu keamanan negara.
  3. Pemulih Keamanan: Dalam hal kondisi keamanan negara terganggu, TNI berperan sebagai pemulih. TNI siap untuk mengembalikan situasi ke tingkat yang aman dan stabil, sehingga kehidupan masyarakat dapat berjalan normal kembali.

Dengan menjalankan fungsi-fungsi tersebut, TNI menjadi komponen utama dalam sistem pertahanan negara dan garda terdepan dalam menghadapi berbagai tantangan terhadap kedaulatan Indonesia.

KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA

Anggota Komando Pasukan Katak (Kopaska) terjun dari atas helikopter Bell-412 saat latihan Demo Militer dalam rangka persiapan HUT ke-69 TNI di Dermaga Ujung Komando Armada RI Kawasan Timur, Surabaya, Kamis (25/9/2014). Latihan dihadiri langsung oleh Panglima TNI Jenderal Moeldoko.

Adapun tugas pokok TNI dilakukan melalui dua pendekatan:

  1. Operasi Militer untuk Perang: Dalam situasi yang memerlukan penggunaan kekuatan bersenjata, TNI diharapkan mampu melaksanakan operasi militer yang efektif untuk melindungi negara dari ancaman eksternal.
  2. Operasi Militer Selain Perang: TNI juga terlibat dalam operasi militer selain perang, yang mencakup berbagai kegiatan kemanusiaan, penanganan bencana, serta pengamanan situasi dalam negeri yang memerlukan kehadiran militer.

Transformasi TNI dalam Menghadapi Tantangan Modern

Sejak awal berdirinya, TNI telah berperan krusial dalam berbagai fase penting sejarah bangsa. TNI tidak hanya terlibat dalam pertempuran fisik, tetapi juga menjaga integritas dan kedaulatan negara di tengah berbagai tantangan yang ada. Namun, seiring berjalannya waktu, tantangan yang dihadapi oleh TNI semakin kompleks dan beragam.

Di era modern ini, TNI dihadapkan pada ancaman yang lebih beragam, seperti perang asimetris, perang siber, dan perang proksi. Dinamika geopolitik yang terus berubah ini menuntut TNI untuk terus melakukan transformasi agar tetap relevan dan efektif dalam menjalankan tugasnya.

Salah satu langkah strategis dalam transformasi ini adalah peningkatan profesionalisme prajurit. Pasal 2 (d) UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menyebutkan bahwa tentara profesional adalah yang terlatih, terdidik, dan diperlengkapi dengan baik, tanpa terlibat dalam politik praktis atau bisnis. Mereka harus menjunjung tinggi prinsip-prinsip demokrasi, supremasi sipil, serta hak asasi manusia.

Dalam konteks ini, setiap personel TNI perlu memiliki kompetensi yang tinggi, baik dalam aspek militer maupun dalam penanganan situasi darurat. Pelatihan berkelanjutan dan pendidikan adaptif menjadi langkah penting untuk mencapai tujuan ini. Kumpulan tulisan dalam Redefining the Modern Military yang diterbitkan Naval Institute Press, AS (2018), menyebutkan bahwa kebutuhan akan spesialisasi yang semakin tinggi bagi setiap personel, kemampuan teknis dalam menggunakan teknologi, serta masalah etika yang muncul akibat kemajuan teknologi, merupakan hal yang perlu diperhatikan (Kompas, 20/12/2019).

Untuk itu, TNI perlu mengintegrasikan pendidikan berbasis sains, teknologi, teknik, dan matematika (STEM) dalam kurikulum pelatihannya. Keterampilan ini penting untuk membekali prajurit menghadapi ancaman non-tradisional, seperti pengoperasian sistem persenjataan nirawak dan pengelolaan keamanan siber. Dengan demikian, prajurit tidak hanya dilatih untuk berperang, tetapi juga untuk memahami dan mengatasi kompleksitas tantangan yang muncul dari kemajuan teknologi.

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Aneka perlengkapan tempur Satuan Komando Pasukan Katak (Kopaska) Armada I ikut dipamerkan dalam pembukaan Latihan Peperangan Laut Khusus di Panngkalan TNI AL Pondok Dayung, Tanjung Priok, Jakarta Utara, Selasa (22/8/2020). Kegiatan tersebut menjadi salah satu bagian dari upaya pembinaan kesiapsiagaan dan kemampuan pasukan untuk meningkatkan profesionalisme, ketrampilan, dan kesiapan operasional Satuan Kopaska.

Di tengah ketidakpastian dan ancaman yang tidak terduga, penguatan kapasitas intelijen juga menjadi hal yang sangat diperlukan. TNI harus mengembangkan sistem informasi yang canggih dan meningkatkan kerja sama dengan lembaga intelijen, baik domestik maupun internasional. Keberadaan intelijen yang kuat akan menjadi faktor kunci dalam pengambilan keputusan strategis, terutama dalam mengantisipasi perang non-konvensional seperti cyber war.

Pentingnya intelijen dalam operasi militer modern telah terbukti dalam berbagai konflik di seluruh dunia. Di era di mana informasi menjadi kekuatan, TNI harus mampu membaca dan menganalisis situasi secara tepat untuk mengantisipasi setiap potensi ancaman.

Tak kalah pentingnya adalah modernisasi alat utama sistem senjata (alutsista). Investasi dalam teknologi pertahanan mutakhir, seperti drone tempur, sistem pertahanan siber, dan teknologi perang elektronik, perlu menjadi prioritas. TNI harus beradaptasi dengan perkembangan teknologi militer yang terus berubah dan menuntut pendekatan baru dalam strategi pertahanan.

Indonesia pun tidak luput dari tantangan perang generasi ke-6. Ciri utama dari perang ini adalah penggunaan kendali sensor C4ISR (command, control, communication, computer, intelligence, surveillance, and reconnaissance) (Kompas, 13/3/2022). Sistem ini memanfaatkan teknologi informasi dan penginderaan, seperti radar dan satelit, untuk meningkatkan efektivitas operasi militer. Oleh karena itu, penguasaan teknologi mutakhir menjadi kunci bagi TNI dalam menjalankan operasi yang kompleks.

Bayangan tentang perang di masa depan mungkin akan diwarnai oleh teknologi yang semakin canggih, seperti drone sekecil burung gereja, robot tanpa awak, serta kecerdasan buatan. Penggunaan teknologi ini akan menjadi bagian tak terpisahkan dari strategi pertahanan yang adaptif dan responsif terhadap ancaman yang muncul.

Contoh nyata dari kebutuhan ini dapat dilihat dalam konflik Rusia-Ukraina, di mana penggunaan drone tempur telah menunjukkan peran vitalnya dalam pertempuran. Keberhasilan penggunaan drone dalam operasi militer di berbagai belahan dunia menunjukkan bahwa tren ini tidak dapat diabaikan (Kompas, 14/4/2024). TNI perlu serius dalam melakukan penelitian dan pengembangan teknologi militer untuk menjaga kedaulatan negara dan melindungi kepentingan nasional.

Hubungan dengan Rakyat

Dalam menghadapi tantangan global yang semakin kompleks, peran TNI tidak lagi terbatas pada aspek militer semata. TNI dituntut untuk bertransformasi menjadi institusi yang lebih dekat dengan masyarakat, mengedepankan kolaborasi dalam pembangunan bangsa. Dalam konteks ini, TNI bukan hanya berfungsi sebagai pelindung kedaulatan negara, tetapi juga sebagai mitra strategis dalam mengatasi berbagai permasalahan sosial yang dihadapi oleh rakyat (Kompas, 3/10/2022).

Program-program kemasyarakatan yang dijalankan TNI, seperti penanggulangan bencana alam, pemberian bantuan kemanusiaan, dan penanganan pandemi, menunjukkan betapa pentingnya peran TNI dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Keterlibatan aktif TNI dalam inisiatif sosial ini merupakan pelaksanaan amanat konstitusi untuk melindungi segenap tumpah darah bangsa, sekaligus menjadi wujud nyata dari komitmen TNI untuk berkontribusi dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Sejarah mencatat bahwa TNI lahir dari perjuangan rakyat untuk merebut dan mempertahankan kemerdekaan. TNI tumbuh dan berkembang bersama rakyat, menjadi bagian integral dari perjalanan bangsa. Meskipun tugas utama TNI adalah menjaga kedaulatan negara, kontribusi TNI dalam mendukung pembangunan kesejahteraan masyarakat harus terus didorong.

Sebagai contoh, dalam situasi bencana alam, TNI hadir sebagai garda terdepan. Dengan keahlian dan sumber daya yang dimiliki, TNI mampu melakukan evakuasi, memberikan bantuan logistik, serta mendirikan posko pengungsian. Kesiapsiagaan dan respons cepat TNI dalam situasi darurat menjadi penentu dalam mengurangi dampak bencana bagi masyarakat.

KOMPAS/RIZA FATHONI

Pesawat Sukhoi Su-27 dan Su-30 Skuadron 11 Wing 5 TNI Angkatan Udara (AU) membentuk formasi arrow head pada perayaan Hari Ulang Tahun Ke-66 TNI AU di kawasan Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta, Senin (9/4/2012). Perayaan ini dimanfaatkan sebagai momentum untuk menampilkan sebagian kekuatan serta keandalan TNI AU dalam mengemban tugas negara.

Di sisi lain, program-program kesehatan yang digagas oleh TNI, seperti vaksinasi massal dan penyuluhan kesehatan, semakin memperkuat kedekatan TNI dengan rakyat. Selama pandemi COVID-19, TNI berperan aktif dalam mendistribusikan vaksin dan memberikan edukasi tentang protokol Kesehatan (Kompas, 4/10/2021). Tindakan ini tidak hanya membantu pemerintah dalam mengendalikan penyebaran virus, tetapi juga menunjukkan kepedulian TNI terhadap kesehatan dan keselamatan masyarakat.

Selain konteks ini, penting bagi TNI untuk terus berkomitmen dalam mengedukasi anggotanya mengenai peran sosial dan kemanusiaan. Dengan meningkatkan kesadaran ini, TNI tidak hanya akan menjadi pelindung, tetapi juga agen perubahan yang positif di masyarakat.

Netralitas TNI dalam Tahun Politik

Menjelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024, tantangan lainnya bagi TNI adalah menjaga netralitas institusi. Di tengah dinamika politik yang terus berkembang, komitmen TNI untuk tetap tidak terlibat dalam kepentingan politik praktis adalah salah satu pilar yang harus dijaga. Netralitas ini tidak hanya menjadi amanat reformasi, tetapi juga kunci untuk menciptakan stabilitas politik dan keamanan nasional.

UU TNI tahun 2004 secara jelas mengamanatkan bahwa prajurit TNI dilarang terlibat dalam politik praktis. Pasal 39 UU TNI berbunyi, “Prajurit dilarang terlibat dalam: 1. kegiatan menjadi anggota partai politik; 2. kegiatan politik praktis; 3. kegiatan bisnis; dan 4. kegiatan untuk dipilih menjadi anggota legislatif dalam pemilihan umum dan jabatan politis lainnya.”

Larangan ini bertujuan untuk menjaga profesionalisme dan mencegah konflik kepentingan yang bisa merusak integritas institusi pertahanan negara. Di masa politik yang penuh gejolak, seperti menjelang Pilkada, menjaga netralitas bukan sekadar pilihan, tetapi sebuah keharusan. Hal ini diharapkan bisa menghindari terjadinya polarisasi di masyarakat yang dapat berujung pada perpecahan.

Sikap netral yang konsisten akan memastikan bahwa TNI tetap bisa menjalankan perannya sebagai penjaga stabilitas. Dalam konteks ini, netralitas bukan hanya tentang tidak berafiliasi dengan partai politik, tetapi juga tentang menjaga citra baik di mata publik. TNI perlu terus mengedepankan prinsip-prinsip Saptamarga dan Sumpah Prajurit sebagai pedoman dalam setiap tindakan dan keputusan.

Ketidaknetralan TNI tidak hanya merugikan reputasi institusi, tetapi juga dapat menggerus kepercayaan publik terhadap hasil pemilu. Ketika masyarakat melihat adanya keterlibatan prajurit dalam politik praktis, hal ini berpotensi menimbulkan skeptisisme terhadap integritas proses demokrasi. Ini akan memperburuk keterbelahan politik yang sudah terjadi di masyarakat, menciptakan ketidakpuasan, dan memicu konflik (Kompas, 29/5/2023).

Dalam suasana politik yang semakin kompleks, TNI diharapkan mampu menjaga posisinya sebagai institusi yang mengedepankan kepentingan negara dan kemaslahatan rakyat, serta berperan aktif dalam menyukseskan pesta demokrasi yang aman dan berkeadilan.

Dirgahayu TNI!

(LITBANG KOMPAS)

 

Panglima TNI dari masa ke masa

Panglima TNI Sejak Kemerdekaan

Markas Tertinggi, Kementerian Pertahanan, Markas Besar Tentara

  1. Pemimpin Tertinggi TKR Supriyadi (20 Oktober 1945 – 18 Desember 1945), (tak pernah menduduki jabatan)
  2. Panglima Besar TKR Jenderal Soedirman (1945–1946), Kepala Staf Umum Letnan Jenderal Oerip Sumohardjo (1945–1946)
  3. Panglima Besar TRI Jenderal Soedirman (17 Mei 1946 – 1947), Kepala Staf TRI Letnan Jenderal Oerip Sumohardjo (1946–1948)
  4. Panglima Besar Angkatan Perang Mobil Letnan Jenderal Soedirman (2 Januari 1948–1949), Wakil Panglima Besar Angkatan Perang Mobil Jenderal Mayor AH Nasution (1948)
  5. Kepala Staf Angkatan Perang Komodor Suryadarma (1948), Wakil Kepala Staf Angkatan Perang I Kolonel Hidayat (1948), Wakil Kepala Staf Angkatan Perang II Kolonel TB Simatupang (1948–1949)
  6. Kepala Staf APRIS Letnan Jenderal Soedirman (1949–1950)
  7. Kepala Staf APRIS Jenderal Mayor TB Simatupang (1950–1954)
  8. Ketua Gabungan Kepala Staf Jenderal TNI AH Nasution (1955–1959)
  9. Ketua Gabungan Kepala Staf Laksamana Udara Suryadi Suryadarma (1959–1961)

Markas Besar TNI-Departeman Pertahanan Keamanan

  1. Menteri Koordinator Keamanan/Kepala Staf Angkatan Bersenjata Jenderal TNI AH Nasution (1962–1965)
  2. Menteri Utama Bidang Hankam Jenderal TNI Soeharto (1966–1967), Kepala Staf Hankam Mayor Jenderal TNI MMR Kartakusuma (1966–1969)
  3. Menhamkam/Pangab Jenderal TNI Soeharto (1967–1973), Wakil Pangab Jenderal TNI Maraden Panggabean (1969–1973), Kepala Staf Hankam Letnan Jenderal Soemitro (1969)
  4. Menhamkam/Pangab Jenderal TNI Maraden Panggabean (1973–1978), Wakil Pangab Jenderal TNI Soerono Reksodimedjo (1974–1978)
  5. Menhamkam/Pangab Jenderal TNI M Jusuf (1978–1983), Wakil Pangab Laksamana TNI Soedomo (1974–1983)

Markas Besar TNI-Departemen Pertahanan Keamanan

  1. Panglima ABRI Jenderal TNI LB Moerdani (1983–1988)
  2. Panglima ABRI Jenderal TNI Try Sutrisno (1988–1993)
  3. Panglima ABRI Jenderal TNI Feisal Tanjung (1994–1998)
  4. Menhamkan/Pangab Jenderal TNI Wiranto (1998–2000), Wakil Pangab Laksdya TNI Widoso AS (1998–1999)
  5. Panglima TNI Laksamana TNI Widodo AS (1999–2002), Wakil Panglima TNI Jenderal TNI Fachrul Razi (1999–2000).
  6. Panglima TNI Jenderal TNI Endriartono Sutarto (2002–2006)
  7. Panglima TNI Jenderal TNI Djoko Suyanto (2006–2007)
  8. Panglima TNI Marsekal TNI Djoko Santoso (2007–2010)
  9. Panglima TNI Laksamana TNI Agus Suhartono (2010–2013)
  10. Panglima TNI Jenderal TNI Moeldoko (2013–2015)
  11. Panglima TNI Jenderal TNI Gatot Nurmantyo (2015–2017)
  12. Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto (2017–2021)
  13. Jenderal TNI Andika Perkasa (17 November 2021 – 13 Desember 2022)
  14. Laksamana TNI Yudo Margono (19 Desember 2022 – November 2023)
  15. Jenderal TNI Agus Subiyanto (November 2023-sekarang)

Referensi

Arsip Kompas
  • “Pekerjaan Rumah Menata SDM TNI,” Kompas, 20 Desmeber 2019.
  • “75 Tahun TNI: Militer Profesional, Demokrasi, Diskriminasi,” Kompas, 5 Oktober 2020.
  • “Perang Generasi Ke-6 dan Kualitas SDM,” Kompas, 13 Maret 2022.
  • “TNI yang Solid dan Merakyat,” Kompas, 3 Oktober 2022.
  • “Pergantian Panglima dan Tantangan Profesionalitas TNI,” Kompas, 3 Desember 2022.
  • “Perilaku Netral TNI-Polri Juga untuk Jaga Legitimasi Hasil Pemilu,” Kompas, 29 Mei 2023.
  • “Presiden Minta TNI Jaga Kondisi Damai di Tahun Politik,” Kompas, 5 Oktober 2023.
  • “TNI: Sejarah dan Perkembangan Organisasi,” Kompaspedia, 5 Oktober 2023.
  • “Taktik TNI Mencetak Prajurit Masa Depan,” Kompas, 5 Oktober 2023.
  • “Pesan Netralitas dari ”Laga Bintang,” Kompas, 29 Oktober 2023.
  • “Koalisi Masyarakat Sipil Pertanyakan Netralitas TNI di Pemilu 2024,” Kompas, 6 November 2023.
  • “Konsistensi Menjaga Netralitas di Pemilu 2024,” Kompas, 11 Desember 2023.
  • “Jalan Terjal Reformasi TNI,” Kompas, 5 April 2024.
  • “Peran ”Drone” Kian Strategis untuk Pertahanan,” Kompas, 14 April 2024.
  • “Tantangan Pencapaian Target Kekuatan Pokok Minimal TNI,” Kompas, 18 April 2024.
Peraturan

Artikel terkait