KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI
Empat ekor ikan bandeng kawak dengan berat rata-rata 5 kilogram lebih per ekornya, dikirab mengelilingi alun-alun Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (2/1/2015). Kirab bandeng menjadi ritual rutin yang digelar untuk memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW sebagai bentuk syukur para petambak. Harga bandeng raksasa ini mencapai Rp 1 miliar dan uangnya digunakan untuk kegiatan sosial.
Fakta Singkat
Hari Jadi
31 Januari 1859
Dasar Hukum
Undang-Undang No. 12/1950
Luas Wilayah
714,27 km2
Jumlah Penduduk
2.082.801 jiwa (2020)
Kepala Daerah
Bupati Ahmad Muhdlor Ali
Wakil Bupati Subandi
Instansi terkait
Pemerintahan Kabupaten Sidoarjo
Kabupaten Sidoarjo adalah salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur, Indonesia. Ibu kotanya terletak di Kecamatan Sidoarjo. Bersama dengan Gresik, Sidoarjo merupakan penyangga utama Kota Surabaya dan termasuk dalam kawasan Gerbangkertosusila.
Pasca kemerdekaan, Kabupaten Sidoarjo dibentuk berdasarkan UU 12/1950 tentang Pemerintah Daerah Kabupaten Jawa Timur. Jauh sebelumnya, tonggak sejarah berdirinya Kabupaten Sidoarjo setidaknya dapat ditelusuri sejak Kerajaan Jenggala.
Menurut buku “Sejarah Sidoarjo” yang dihimpun Panitia Penggalian Sejarah Sidoarjo di tahun 1970 disebutkan letak keraton Jenggala berada di sekitar Sungai Pepe. Hal ini didasarkan pada penemuan beberapa arca di lokasi itu. Pada saat ini, lokasi yang diyakini sebagai keraton Jenggala itu berada di wilayah Kecamatan Gedangan.
Adapun hari jadi Kabupaten Sidoarjo diperingati setiap tanggal 31 Januari. Penetapan hari kelahiran itu didasarkan pada Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda no. 9/1859 tanggal 31 Januari 1859 Staatsblad No. 6. Sejak saat itu, Sidokare tidak lagi menjadi bagian dari Kabupaten Surabaya. Momentum inilah yang kemudian ditetapkan sebagai hari jadi Kabupaten Sidoarjo.
Kabupaten yang memiliki luas 714,24 km2 ini dihuni oleh 2,08 juta penduduk (2020). Secara administratif, kabupaten ini terdiri dari 18 kecamatan, 322 desa, dan 31 kelurahan. Kepala daerah yang memimpin saat ini adalah Bupati Ahmad Muhdlor Ali dan Wakil Bupati Subandi.
Bersama dengan Surabaya dan Gresik, Sidoarjo merupakan jantung ekonomi Jawa Timur. Lebih dari 60 persen, pertumbuhan ekonomi Jatim ditopang oleh sektor industri. Adapun lebih dari 50 persen, industri di Jatim tersebar di Surabaya, Sidoarjo, dan Gresik.
Karena itu, Kabupaten Sidoarjo mengukuhkan dirinya sebagai salah satu pusat industri di Jatim. Berbagai variasi skala industri berkembang pula di Sidoarjo. Sarana penunjang berupa infrastruktur juga gencar dibangun.
Kabupaten Sidoarjo memiliki banyak julukan diantaranya Kota Udang, Kota Petis, dan Kota Delta. Julukan Kota Udang dan Kota Petis diambil dari salah satu produk unggulan Sidoarjo yaitu udang dan petis sebagai hasil olahannya. Udang juga merupakan lambang Kabupaten Sidoarjo sehingga menyebutnya sebagai Kota Udang.
Selain itu, Kota Delta didapatkan dari kondisi geografis Kabupaten Sidoarjo. Sebutan ini diperoleh lantaran Sidoarjo yang terletak di delta alias dataran hasil sedimentasi dari aliran Sungai Brantas. Sidoarjo juga masih dikelilingi aliran air yaitu dari Kali Surabaya dan Kali Porong yang merupakan cabang dari Kali Brantas.
Visi Kabupaten Sidoarjo tahun 2021-2026 yakni “Terwujudnya Kabupaten Sidoarjo yang Sejahtera, Maju, Berkarakter, dan Berkelanjutan”.
Adapun misinya ada lima, yakni mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan tangkas melalui digitalisasi untuk meningkatkan kualitas pelayanan publik dan kemudahan berusaha; membangkitkan pertumbuhan ekonomi fokus pada kemandirian lokal berbasis usaha mikro, koperasi, pertanian, perikanan, sektor jasa dan industri untuk membuka lapangan pekerjaan dan mengurangi kemiskinan.
Kemudian, membangun infrastruktur ekonomi dan sosial yang modern dan berkeadilan dengan memperhatikan keberlanjutan lingkungan; membangun SDM unggul dan berkarakter melalui peningkatan akses pelayanan bidang pendidikan, kesehatan, serta kebutuhan dasar lainnya serta mewujudkan masyarakat religius yang berpegang teguh pada nilai-nilai keagamaan, serta mampu menjaga kerukunan sosial antar warga.
Sejarah Pembentukan
Sejarah Kabupaten Sidoarjo telah melewati tiga masa, yakni masa kerajaan, masa penjajahan hingga kemerdekaan. Diawali zaman kerajaan pada tahun 1019 hingga tahun 1042, daerah Sidoarjo dibawah kekuasaan Kerajaan Kahuripan yang dipimpin raja yang bernama Airlangga. Tahun 1037, Airlangga membangun istana dan ibu kota baru di Kahuripan (termasuk wilayah Sidoarjo sekarang).
Disebutkan Muhammad Fikri lewat tulisan berjudul “Pengaruh Airlangga terhadap Kemajuan Kerajaan Medang Kamulan” dalam Jambura History and Culture Journal, Airlangga menerima pengukuhan sebagai raja dengan gelar Sri Maharaja Rakai Halu Sri Dharmawangsa Airlangga Anantawikramottunggadewa.
Di bawah kepimpinan Airlangga, banyak kemajuan yang dicapai oleh Kerajaan Kahuripan seperti pembangunan berbagai bangunan, bendungan, pelabuhan, jalan-jalan yang menghubungkan wilayah pesisir dengan ibu kota.
Airlangga juga menggemari seni sastra. Ia meminta Mpu Kanwa, pujangga kerajaan, untuk menyusun kitab Arjuna Wiwaha yang diadaptasi dari epik Mahabharata.
Sebelum turun takhta, Airlangga sempat memindahkan ibu kota kerajaan ke Dhaha (termasuk wilayah Kediri sekarang). Tahun 1042, Airlangga meletakkan kekuasannya untuk menjadi pertapa.
Airlangga punya dua putra yang bernama Lembu Amisena yang bergelar Sri Samarawijaya atau Sri Jayawarsa dan Lembu Amiluhung. Airlangga tidak mau anak-anaknya berebut takhta. Maka, Airlangga membagi dua wilayah kerajaannya.
Sri Samarawijaya mendapatkan wilayah di bagian selatan yang dinamakan Panjalu yang berpusat di wilayah Kediri sekarang. Ibu kotanya bernama Dhaha. Sedangkan wilayah bagian utara diberikan kepada Lembu Amiluhung yang kemudian naik tahta dengan gelar Sri Jayantaka, yaitu Kerajaan Jenggala yang berpusat di Kahuripan.
Airlangga sendiri kemudian memilih lengser dan menjadi pertapa, mengikuti jejak putri pertamanya, Sanggramawijaya Tunggadewi atau yang lebih dikenal dengan nama Dewi Kilisuci.
Peristiwa pembelahan ini dicatat oleh Mpu Prapanca dalam kitabnya Negarakertagama. “Demikianlah sejarah Jawa menurut tutur yang dipercaya. Kisah Jenggala Nata di Kahuripan dan Sri Nata Kahuripan di Dhaha (Kediri). Waktu bumi Jawa dibelah karena cintanya pada kedua putranya”.
Namun niat baik Airlangga ternyata sia-sia, karena kedua putranya tetap terlibat perang saudara untuk saling menguasai. Sejak tahun 1044, Panjalu dan Jenggala saling bertikai.
Pada masa pemerintahan Mapanji Garasakan, antara tahun (1044-1052), Kerajaan Jenggala mengalami kemunduran akibat serangan dari Dhaha yang saat itu diperintah raja Inu Kertapati yang bergelar Kameswara 1.
Peperangan terus berlanjut kala tampuk kekuasaan kerajaan Jenggala dipegang Mapanji Alanjung Ahyes. Putra Mapanji Garasakan itu berkuasa sejak tahun 1052 hingga 1059.
Sri Samarotsaha adalah raja Jenggala terakhir sebelum kerajaan itu hilang dari pengamatan sejarah. Jenggala kalah dan menjadi kerajaan bawahan Panjalu. Setelah itu keberadaan Jenggala seperti hilang ditelan bumi.
Beberapa bukti prasasti yang menunjukkan jatuhnya Jenggala antara lain Prasasti Banjaran. Prasasti yang berangka tahun 1052 M menjelaskan kemenangan Panjalu atau Kadiri atas Jenggala.
Lalu ada juga Prasasti Hantang di tahun 1135 atau 1052 M yang menjelaskan Panjalu atau Kadiri pada masa Raja Jayabaya. Pada prasasti ini terdapat semboyan Panjalu Jayati yang artinya Kadiri Menang.
KOMPAS/NUSYA KUSWANTIN
Batuan Kuno. Di Jawa Timur banyak batu batuan kuno yang dimungkinkan bekas bangunan candi yang dibangun oleh raja-raja di Jawa Timur. Contoh di Sidoarjo ada batu prasasti bekas peninggalan Raja Airlangga. (18-02-1985)
Ketika memasuki masa penjajahan, Kerajaan di Jawa Timur berada dibawah kekuasaan pemerintah Hindia Belanda. Seiring perjalanan waktu, pada 1851 lahir daerah Sidokare yang merupakan bagian kekuasaan dari Kabupaten Surabaya.
Sidokare saat itu dipimpin R Ng. Djojohardjo yang bertempat tinggal di kampung Pucang Anom. Ia dibantu oleh seorang wedana yaitu Bagus Ranuwiryo yang berdiam di kampung Pangabahan.
Pada 1859, berdasarkan Keputusan Pemerintah Hindia Belanda No. 9/1859 tanggal 31 Januari 1859 Staatsblad No. 6, daerah Kabupaten Surabaya dibagi menjadi dua bagian yaitu Kabupaten Surabaya dan Kabupaten Sidokare. Sidokare dipimpin R. Notopuro (kemudian bergelar R.T.P. Tjokronegoro) yang berasal dari Kasepuhan. Ia adalah putra dari R.A.P. Tjokronegoro, Bupati Surabaya.
Pada tanggal 28 Mei 1859, nama Kabupaten Sidokare yang memiliki konotasi kurang bagus diubah namanya menjadi Kabupaten Sidoarjo. Setelah R. Notopuro wafat pada tahun 1862, kakak almarhum pada tahun 1863 diangkat sebagai bupati, yaitu Bupati R.T.A.A. Tjokronegoro II yang merupakan pindahan dari Lamongan.
Pada tahun 1883 Bupati Tjokronegoro pensiun, sebagai gantinya diangkat R.P. Sumodiredjo pindahan dari Tulungagung tetapi hanya tiga bulan saja menjabat sebagai Bupati karena wafat pada tahun itu juga, dan R.A.A.T. Tjondronegoro I diangkat sebagai gantinya.
Pada masa pedudukan Jepang (8 Maret 1942-15 Agustus 1945), daerah delta Sungai Brantas termasuk Sidoarjo berada di bawah kekuasaan Pemerintahan Militer Jepang, yaitu oleh Kaigun, tentara Laut Jepang. Pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah pada Sekutu.
Permulaan bulan Maret 1946, Belanda mulai aktif dalam usaha-usahanya untuk menduduki kembali daerah ini. Ketika Belanda menduduki Gedangan, pemerintah Indonesia memindahkan pusat pemerintahan Sidoarjo ke Porong.
Daerah Dungus (Kecamatan Sukodono) menjadi daerah rebutan dengan Belanda. Tanggal 24 Desember 1946, Belanda mulai menyerang kota Sidoarjo dengan serangan dari jurusan Tulangan. Sidoarjo jatuh ke tangan Belanda hari itu juga.
Pusat pemerintahan Sidoarjo lalu dipindahkan lagi ke daerah Jombang. Pemerintahan pendudukan Belanda (dikenal dengan nama Recomba) berusaha membentuk kembali pemerintahan seperti pada masa kolonial dulu. Pada November 1948, dibentuklah Negara Jawa Timur, salah satu negara bagian dalam Republik Indonesia Serikat.
Sidoarjo berada di bawah pemerintahan Recomba hingga tahun 1949. Tanggal 27 Desember 1949, sebagai hasil kesepakatan Konferensi Meja Bundar (KMB), Belanda menyerahkan kembali Negara Jawa Timur kepada Republik Indonesia, sehingga daerah delta Brantas dengan sendirinya menjadi daerah Republik Indonesia.
KOMPAS/WISNU AJI DEWABRATA
Candi Pari yang terletak di Desa Candipari, Kecamatan Parong, Kabupaten Sidoardjo, Jawa Timur, ini dibangun tahun 1293 Saka atau 1371 Masehi. Pembangunannya dilaksanakan pada masa kejayaan Raja Majapahit Hayam Wuruk. Situs yang tampak terawat baik ini berada sekitar 15 kilometer arah selatan Kota Sidoardjo.
Artikel Terkait
Geografis
Wilayah administrasi Kabupaten Sidoarjo terdiri atas wilayah daratan dan wilayah lautan. Kabupaten Sidoarjo terletak antara 112,5º – 112,9º Bujur Timur dan 7,3º – 7,5º Lintang Selatan.
Kabupaten Sidoarjo terkenal sebagai kawasan delta karena dihimpit oleh dua sungai, yaitu Sungai Porong dan Sungai Surabaya. Luas wilayah daratan adalah sebesar 714,27 km² dan luas wilayah lautan berdasarkan perhitungan GIS sampai dengan 4 mil ke arah laut adalah sebesar 201,6868 Km²
Kabupaten ini berbatasan dengan Kota Surabaya dan Kabupaten Gresik di utara, Selat Madura di timur, Kabupaten Pasuruan di selatan, serta Kabupaten Mojokerto di barat.
Dari total luas wilayah 714,27 km², 40,8 persennya berada di ketinggian 3-10 meter yang berada di wilayah bagian tengah yang berair tawar. Seluas 30 persen, memiliki ketinggian 0-3 meter yang terletak di bagian timur yang merupakan wilayah pesisir/pertambakan dan berair asin. Sedangkan sisanya 29,2 persen, terletak pada ketinggian antara 10-20 meter yang berada di bagian barat wilayah.
KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI
Mengarungi Sungai Porong dengan perahu wisata dari Dermaga Tlocor di Desa Kedungpandan, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Rabu (4/12/2019). Sebuah pulau kecil itu adalah Pulau Lumpur Sidoarjo yang menjadi destinasi wisata mangrove terpopuler kedua menurut Anugerah Pesona Indonesia 2019
Artikel Terkait
Pemerintahan
Pada tanggal 28 Mei 1859, nama Kabupaten Sidokare diubah namanya menjadi Kabupaten Sidoarjo. Sejak itu pula, Sidoarjo dipimpin oleh sejumlah bupati. Dimulai dari Bupati R. Notopuro (kemudian bergelar R.T.P. Tjokronegoro I) yang berasal dari Kasepuhan (1859-1863), dan diteruskan oleh R.T.A.A. Tjokronegoro II yang merupakan pindahan dari Lamongan.
Pada tahun 1883 Bupati Tjokronegoro II pensiun. Sebagai gantinya diangkat R.P. Sumodiredjo pindahan dari Tulungagung tetapi hanya tiga bulan menjabat sebagai Bupati karena wafat. R.A.A.T. Tjondronegoro I lalu diangkat sebagai gantinya selama periode 1883-1906. Kemudian diteruskan oleh R.A.A.P. Tjondronegoro II (1906-1924), dan Sumodiputro (1926-1932). Adapun periode 1932-1933, Sidoarjo tercatat tidak ada bupati yang menjabat.
Bupati Sidoarjo selanjutnya adalah R.A.A. Soejadi (1933-1949), R. Suriadi Kertosuprojo (1950-1958), H.A. Chudori Amir (1958-1959), Kol. (Art.) Soegondo (1985-1990), Kol. (Inf.) Edhi Sanyoto (1990-1995), Kol. (Inf.) H. Soedjito (1995-1999), Win Hendrarso (1999-2005, 2005-2010), Saiful Ilah (2010-2015, 2015-2021), dan Ahmad Muhdlor Ali (2021-2026).
Secara administratif, Kabupaten Sidoarjo terdiri dari 18 wilayah kecamatan, 322 desa dan 31 kelurahan. Dalam menjalankan roda pemerintahan, Bupati Sidoarjo dibantu oleh pengawai negeri sipil (PNS) yang tersebar di 33 dinas/badan/kantor pemerintahan, 18 kecamatan, dan 31 kelurahan.
Pada tahun 2020, jumlah PNS di Pemkab Sidoarjo tercatat sebanyak 10.484 orang. PNS laki-laki sebanyak 51,55 persen sedangkan PNS perempuan mencapai 48,45 persen dari total pegawai di Kabupaten Sidoarjo. Sedangkan menurut tingkat pendidikan, di tahun 2020 terdapat 63,05 persen ASN yang telah mengenyam pendidikan sarjana, baik S1, S2, maupun S3.
Artikel Terkait
Politik
Peta perpolitikan di Kabupaten Sidoarjo terlihat dari komposisi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Dalam penyelenggaraan tiga pemilu legislatif, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) memenangkan perolehan kursi dalam dua kali pemilihan legislatif (Pileg) di Kabupaten Sidoarjo, yakni di Pileg 2014 dan 2019. Sedangkan di Pileg 2009, Partai Demokrat memenangkan perolehan kursi terbanyak.
Di Pemilu Legislatif 2009, Demokrat meraih kursi terbanyak dengan 11 kursi. Disusul PKB 10 kursi, PAN delapan kursi, PDI-P tujuh kursi, Golkar empat kursi, PKS dan Hanura masing-masing tiga kursi, serta Gerindra dan PKNU sama-sama meraih dua kursi.
Di Pileg 2014, posisi partai Demokrat sebagai peraih kursi terbanyak di Pileg 2009 tergeser oleh PKB. Sebagi peraih kursi terbanyak, PKB memperoleh 13 kursi. Kemudian disusul oleh PDI-P dengan delapan kursi. PAN dan Gerindra masing-masing memperoleh tujuh kursi. Selanjutnya Golkar marih lima kursi, Demokrat empat kursi, PKS tiga serta PPP, PBB, dan Nasdem masing-masing mendapatkan satu kursi.
Lima tahun kemudian, di Pileg 2019, PKB kembali unggul dalam meraih perolehan kursi di keenam daerah pemilihan (dapil) Sidoarjo. PKB memborong 16 kursi, diikuti PDI-P (9 kursi), Partai Gerindra (7 kursi), PAN (5 kursi), Partai Golkar dan PKS (4 kursi), Partai Demokrat dan Partai Nasdem (2 kursi), serta PPP (1 kursi).
Artikel Terkait
Kependudukan
Penduduk Kabupaten Sidoarjo berdasarkan sensus penduduk tahun 2020 sebanyak 2.082.801 orang yang terdiri atas penduduk laki-laki 1.048.574 jiwa dan 1.034.227 penduduk perempuan.
Dengan jumlah tersebut, rasio penduduk Kabupaten Sidoarjo tercatat sebesar 101, yang artinya terdapat 101 laki‐laki di setiap 100 perempuan di Kabupaten Sidoarjo pada tahun 2020.
Dalam kurun waktu 10 tahun sejak tahun 2010, jumlah penduduk Sidoarjo bertambah sekitar 141,3 ribu jiwa atau rata-rata sebanyak 14,13 ribu jiwa setiap tahun. Dalam periode 2010-2020, laju pertumbuhan penduduk Kabupaten Sidoarjo sebesar 0,7 persen per tahun.
Berdasarkan kelompok umur, penduduk Kabupaten Sidoarjo tahun 2020 didominasi penduduk usia produktif (15-64 tahun) yakni sebesar 71,35 persen.
Dari sisi jumlah penduduk, Kabupaten Sidoarjo menempati urutan ke-4 se-Jawa Timur setelah Kota Surabaya, Kabupaten Malang, dan Kabupaten Jember.
Kabupaten Sidoarjo memiliki masyarakat yang heterogen, baik dari sisi suku, budaya dan adat maupun agama. Masyarakat Kabupaten Sidoarjo didominasi oleh suku Jawa sebagai bagian dari warga Kabupaten Sidoarjo. Selain itu juga terdapat warga dari etnis Madura, Tionghoa (China), Arab, dan suku lain yang datang dan tinggal di Kabupaten Sidoarjo.
Dari sisi agama, penduduk Kabupaten Sidoarjo tergolong masyarakat majemuk. Sebanyak 95,75 persen penduduk memeluk agama Islam, 2,71 persen penduduk beragama Kristen, 1,17 persen penduduk beragama katolik, dan 0,36 persen penduduk menganut agama Hindu, Budha, dan kepercayaan lainnya.
KOMPAS/BAHANA PATRIA GUPTA
Petani memanen garam di Kecamatan Sedati, Sidoarjo, Jawa Timur, Jumat (7/8/2020). Pandemi membuat produksi garam yang seharusnya dimulai pada bulan Mei baru berlangsung pada Juli. Saat ini beberapa ldang mulai panen dan garam yang dihasilkan dijual Rp 30.000 per 50 kilogram.
Indeks Pembangunan Manusia
80,29 (2020)
Angka Harapan Hidup
80,29 tahun (2020)
Harapan Lama Sekolah
14,93 tahun (2020)
Rata-rata Lama Sekolah
10,50 tahun (2020)
Pengeluaran per Kapita
Rp 14,45 juta (2020)
Tingkat Pengangguran Terbuka
10,97 persen (2020)
Tingkat Kemiskinan
5,59 persen (2020)
Kesejahteraan
Pembangunan manusia yang diukur dengan indeks pembangunan manusia (IPM) di Kabupaten Sidoarjo terus meningkat dalam satu dekade terakhir. Di tahun 2010, IPM Kabupaten Sidoarjo tercatat 69,90 sedangkan di tahun 2020 pencapaian IPM-nya meningkat menjadi 80,29. Pencapaian ini termasuk kategori sangat tinggi. IPM Sidoarjo 2020 itu melampaui IPM Jatim yang 71,71.
Dari tiga komponen yang dihitung, komponen umur harapan hidup saat lahir (UHH) tercatat 80,29 tahun pada 2020. Untuk harapan lama sekolah (HLS) tercatat selama 14,93 tahun dan angka rata-rata lama sekolah (RLS) tercatat selama 10,50 tahun. Sedangkan, untuk komponen pengeluaran per kapita sebesar Rp 14,45 juta.
Di tahun 2020, angka pengangguran di Sidoarjo pada Agustus 2020 tercatat sebesar 10,97 persen, naik 6,35 persen atau bertambah 77 ribu orang dibandingkan tahun 2020.
Dilihat dari tingkat pendidikan, TPT untuk Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) masih mendominasi diantara tingkat pendidikan lain, yaitu sebesar 14,9 persen.
Kenaikan TPT di tahun 2020 itu tak lepas dari merebaknya pandemi Covid-19. Menurut catatan BPS Kabupaten Sidoarjo, terdapat 357,7 ribu orang penduduk usia kerja yang terdampak Covid-19 atau 20,06 persen.
Dari jumlah itu, terdiri dari pengangguran karena pandemi Covid-199 sebanyak 47 ribu orang, bukan angkatan kerja karena Covid-19 sebanyak 9,6 ribu orang, sementara tidak bekerja karena Covid-19 sebanyak 12,9 ribu orang, dan penduduk bekerja yang mengalami pengurangan jam kerja karena Covid-19 sebanyak 288 ribu orang.
Seiring meningkatnya TPT, angka kemiskinan di Kabupaten Sidoarjo juga meningkat. Pada tahun 2020, penduduk miskin di Kabupaten Sidoarjo tercatat sebanyak 127,05 ribu jiwa (5,59 persen), atau bertambah 7,76 ribu jiwa dibandingkan tahun sebelumnya sebesar 119,29 ribu jiwa (5,32 persen). Persentase penduduk miskin Kabupaten Sidoarjo itu berada di peringkat ke-5 dari 38 kabupaten/kota.
Adapun gini rasio di daerah berjuluk Kota Delta ini tercatat 0,31 persen. Angka ini menandakan ketimpangan ekonomi di Sidoarjo rendah.
KOMPAS/RUNIK SRI ASTUTI
Pekerja menjahit tas kulit kombinasi dengan kain tenun di bengkel kerja CV Rafi Jaya, Desa Kendensari, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoarjo, Minggu (30/10/2016). Industri rumahan kerajinan tas dan koper yang pernah menjadi ikon Jatim ini kini mulai menggeliat bangkit setelah terpuruk akibat dampak semburan lumpur Lapindo diperparah gempuran produk murah dari Tiongkok.
Pendapatan Asli Daerah (PAD)
Rp 1,80 triliun (2020)
Dana Perimbangan
Rp 1,71 triliun (2020)
Pendapatan Lain-lain
Rp 901,49 miliar (2020)
Pertumbuhan Ekonomi
-3,69 persen (2020)
PDRB Harga Berlaku
Rp 197,24 triliun (2020)
PDRB per kapita
Rp 86,42 juta/tahun (2020)
Ekonomi
Dikenal sebagai sentra industri di Jawa Timur, perekonomian Kabupaten Sidoarjo ditopang oleh industri pengolahan dan perdagangan sebagai sektor ekonomi terbesar. Dengan produk domestik regional bruto (PDRB) mencapai Rp 197,24 triliun di tahun 2020, sektor industri pengolahan berkontribusi 51,17 persen. Sementara itu, sektor perdagangan mencapai 16,02 persen.
Sektor lainnya yang berkontribusi cukup besar adalah konstruksi sebesar 8,68 persen, sektor transportasi dan pergudangan 7,40 persen, informasi dan komunikasi 3,86 persen, penyediaan akomodasi dan makan minum 3,41 persen, serta pertanian, kehutanan, dan perikanan 2,25 persen.
Sidoarjo merupakan salah satu kabupaten dengan jumlah UMKM/UKM terbanyak. Total ada lebih dari 206 ribu usaha kecil menengah (UKM) dan 6 ribu usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Sektor industri kecil yang berkembang baik, di antaranya sentra industri kerajinan tas dan koper di Tanggulangin, sentra industri sandal dan sepatu di Wedoro – Waru dan Tebel – Gedangan, sentra industri kerupuk di Telasih – Tulangan.
Sementara itu, industri besar mencapai lebih dari 664 dan industri sedang ada 297. Sentra industri itu terbanyak berada di Kecamatan Taman, Waru, Gedangan dan Sedati. Lebih dari 400 perusahaan menghasilkan produk industri di tiga kecamatan tersebut.
Untuk komposisi pelaku ekonomi di Sidoarjo, banyak didukung oleh Usaha Mikro Kecil sebanyak 219.200 pelaku, menengah sebanyak 2.202 pelaku dan besar sebanyak 368 pelaku, dengan sektor usaha padat karya.
Selain Kawasan Industri Sidoarjo yang sudah ada, Sidoarjo juga mempunyai kawasan industri halal (KIH), yakni Safe N Lock yang berada di lingkar timur. KIH tersebut merupakan satu-satunya KIH yang ada di Jawa Timur. Lokasinya pun luas. Dari kawasan 410 hektare yang ada di Safe N Lock, sebanyak 148 hektare siap dijadikan KIH.
Perkembangan industri di kabupaten ini didukung infrastruktur yang relatif lengkap, yakni ada Bandara Internasional Juanda dan Terminal Bus Bungurasih, juga stasiun kereta api. Sidoarjo terhubung dengan Pelabuhan Tanjung Perak Surabaya dan Pelabuhan Teluk Lamong melalui jalur darat, serta didukung jaringan jalan nasional dan jalan tol.
Selain sektor industri, Sidoarjo juga memiliki potensi lain di sektor perikanan. Dengan garis pantai sepanjang 34 kilometer, daerah di Delta Brantas ini kaya dengan hasil perikanan laut dan budidaya. Udang dan bandeng merupakan komoditi perikanan utama di kota ini.
Pesisir Sidoarjo dipenuhi tambak dengan produk budidaya bandeng, udang vaname, mujair, hingga rumput laut. Luas total tambak 15.000 hektar dengan produktivitas 600 kuintal hingga 1 ton per hektar. Sebaran tambak ini, antara lain, terdapat di Kecamatan Sedati, Buduran, Sidoarjo, Candi, Tanggulangin, dan Jabon.
Di bidang keuangan daerah, realisasi pendapatan daerah Kabupaten Sidoarjo di tahun 2020 mencapai Rp 4,33 triliun. Dari pendapatan itu, pendapatan asli daerah (PAD) mampu penyumbang Rp 1,80 triliun atau 41,5 persen terhadap pendapatan daerah Kabupaten Sidoarjo.
Sedangkan proporsi dana perimbangan sebesar Rp 1,71 triliun atau 39,5 persen terhadap pendapatan daerah Kabupaten Sidoarjo sedangkan lain-lain pendapatan mencapai Rp 901,49 miliar atau 19 persen.
KOMPAS/IWAN SETIYAWAN
Kawasan Industri dan Permukiman – Kawasan perumahan baru yang dibangun di sekitar kawasan industri di daerah Gedangan, Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur, Sabtu (21/6/2014). Berkembangnya kawasan industri selalu diiringi tumbuhnya permukiman baru sebagai dampak pertumbuhan perekonomian setempat.
Di bidang pariwisawa, kabupaten ini juga memiliki banyak lokasi pariwisata, mulai dari wisata religi, wisata budaya, wisata alam, wisata belanja taman hiburan keluarga, hingga wisata kuliner.
Beberapa destinasi wisata terkenal diantaranya wisata Lumpur Lapindo, Monumen Jayandaru, Masjid Agung Sidoarjo, Gelanggang Olahraga Sidoarjo, Delta Fishing, dan wisata Sungai Karanggayam.
Kemudian Candi Dermo, Candi Mendalem, Candi Pari, Candi Sumur, Candi Tawangalun, Museum Mpu Tantular, Kampung Batik Jetis, Kampung Batik Kenongo, Kampung Krupuk Desa Kedungrejo, Jabon, serta Sentra tas dan koper Tanggulangin.
Selain itu, terdapat juga wisata kuliner di Sentra Kupang, Pusat Oleh-Oleh Majapahit, dan Pusat Kuliner Taman Pinang. Sementara makanan khas di Sidoarjo antara lain kupang lontong, sate kerang, otak-otak bandeng, ote-ote, lontong balap, kerupuk udang, bandeng asap, bandeng presto, dan petis.
Adapun jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung ke Sidoarjo di tahun 2020 tercatat sebanyak 5.130 orang dan wisatawan domestik sebanyak 838.942 orang. Dibandingkan tahun 2019, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Sidoarjo tersebut cenderung turun. Sebelumnya, pada 2019, jumlah wisatawan mancanegara sebanyak 11.727 dan 1.986.473 wisatawan domestik.
Sementara untuk menunjang pariwisata, di tahun 2019, Sidoarjo telah memiliki hotel sebanyak 120 hotel, yang terdiri dari 13 hotel berbintang dan 107 hotel non bintang. (LITBANG KOMPAS)
Artikel Terkait
Referensi
- “Tanggulangin: “Italia van Sidoardjo”, Kompas, 01 November 1997, hlm. 18
- “Kabupaten Sidoarjo *Otonomi”, Kompas, 19 Maret 2002, hlm. 08
- “Komoditas Kerupuk Udang Menjanjikan bagi Sidoarjo *Otonomi”, Kompas, 19 Maret 2002, hlm. 08
- “Berantas Rasuah di Wilayah Delta Brantas * Rumah Pilkada 2020”, Kompas, 27 Oktober 2020, hlm. 11
- “Ujian Dominasi PKB di Pilkada Sidoarjo * Rumah Pilkada 2020”, Kompas, 27 Oktober 2020, hlm. E
- “Memulihkan Industri Sidoarjo Memacu laju Ekonomi Jatim”, Kompas, 07 Maret 202, hlm. C
- Amig, M. Bahrul. 2006. Jejak Sidoarjo dari Jenggala ke Suriname. Ikatan Alumni Praja Sidoarjo
- Widodo, Dukut Imam; Nurcahyo, Henri. 2013. Sidoarjo Tempo Doeloe. Dukut Publishing
- Muhammad Fikri. Pengaruh Airlangga Terhadap Kemajuan Kerajaan Medang Kamulan. Jambura History and Culture Journal, Volume 1, 2019
- Abadi, Totok dkk. 2013. Perspektif Kepariwisataan Kabupaten Sidoarjo. Surabaya: Perwira Media Nusantara
- Kabupaten Sidoarjo Dalam Angka 2021, BPS Kabupaten Sidoarjo
- Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Sidoarjo Menurut Lapangan Usaha 2016-2020, BPS Kabupaten Sidoarjo
- Statistik Daerah Kabupaten Sidoarjo Tahun 2020, BPS Kabupaten Sidoarjo
- Hasil Sensus Penduduk 2020 Kabupaten Sidoarjo, BPS Kabupaten Sidoarjo
- Profil Kemiskinan Kab. Sidoarjo Tahun 2020, BPS Kabupaten Sidoarjo
- Keadaan Ketenagakerjaan Sidoarjo, Agustus 2020, BPS Kabupaten Sidoarjo
- Sejarah, laman Pemerintah Kabupaten Sidoarjo
- UU 12/1950 tentang Pemerintah Daerah Kabupaten Jawa Timur
- UU 1/1957 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah
- UU 5/1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah
- UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah
- UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah
Editor
Topan Yuniarto