Paparan Topik | Konferensi Tingkat Tinggi G-20

Presidensi G20 Indonesia 2022 dan Agenda Pemulihan Ekonomi Dunia

Indonesia dipilih menjadi tuan rumah Presidensi G20 tahun 2022 untuk pertama kalinya sejak G20 didirikan tahun 1999. Presidensi G20 Indonesia pada 2022 menjadi ajang pembuktian bangsa Indonesia mampu memimpin konferensi dengan agenda pemulihan ekonomi global.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto (tengah) memimpin seremoni penekanan tombol di layar monitor saat peluncuran website www.G20.org di acara pembukaan Presidensi G20 Indonesia di Taman Lapangan Banteng, Jakarta, Rabu (1/12/2021). Indonesia secara resmi memegang presidensi G-20 dengan mengusung misi bertema “Recover Together, Recover Stronger” selama setahun penuh terhitung mulai dari 1 Desember 2021 — November 2022.

Fakta Singkat

Group of Twenty (G20)

  • Tahun Pendirian         : 1999
  • KTT Pertama              : 2008
  • Jumlah Anggota         : 19 negara utama dan Uni Eropa
  • Area Kerja Sama        : Isu Global
  • Indonesia untuk pertama kalinya menjadi Presidensi G20 periode 1 Desember 2021 — 30 November 2022
  • Indonesia merupakan negara satu-satunya di Asia Tenggara yang menjadi anggota G20.
  • G20 memiliki tujuan, yaitu untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkelanjutan, seimbang dan inklusif.
  • Laman: https://g20.org/

Indonesia untuk pertama kalinya menjadi Presidensi G20 secara resmi untuk periode 1 Desember 2021 hingga 30 November 2022 yang diberikan oleh Perdana Menteri Italia Mario Draghi secara simbolis pada sesi penutupan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G20 Roma yang berlangsung di La Nuvola, Roma, Italia pada 31 Oktober 2021 lalu.

Presiden Jokowi mengatakan bahwa presidensi G20 Indonesia akan mendorong upaya bersama untuk pemulihan ekonomi dunia dengan tema besar yakni “Recover Together, Recover Stronger”. Pertumbuhan yang inklusif, people-centered, serta ramah lingkungan dan berkelanjutan, menjadi komitmen utama kepemimpinan Indonesia di G20.

G20 sendiri merupakan forum kerja sama multilateral yang terdiri dari 19 negara utama dan Uni Eropa (EU). G20 juga merepresentasikan lebih dari 60 persen populasi bumi, 75 persen perdagangan global, serta 80 persen PDB dunia.

Anggota G20 terdiri dari Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Meksiko, Republik Korea, Rusia, Perancis, Tiongkok, Turki, dan Uni Eropa. Indonesia merupakan negara satu-satunya di Asia Tenggara yang menjadi anggota G20.

Sebagai pemegang Presidensi G20, Indonesia yang mengusung tema Recover Together, Recover Stronger ingin mengajak seluruh dunia untuk saling bahu-membahu dan saling mendukung untuk pulih bersama dan juga tumbuh lebih kuat dan berkelanjutan.

Presidensi G20 merupakan negara yang menjadi tuan rumah penyelenggaraan pertemuan G20. Presidensi G20 sendiri ditetapkan secara konsensus pada KTT sesuai dengan sistem rotasi kawasan dan berganti setahun sekali.

G20 berbeda dari forum multilateral lainnya karena tidak memiliki sekretariat tetap. Fungsi presidensi dipegang oleh salah satu negara anggota yang berganti setiap tahunnya.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Spanduk Presidensi G-20 Indonesia yang mengusung tema “Recover Together, Recover Stronger” terpasang di Gedung Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian di Jakarta, Selasa (7/12/2021). Sebagai forum kerja sama ekonomi multilateral, G-20 dituntut menghasilkan langkah nyata untuk percepatan pemulihan bersama.

Sejarah G20

Group of Twenty (G20) dibentuk pada tahun 1999. Pada awalnya merupakan pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral dalam upaya memperluas pembahasan kebijakan yang diarahkan untuk menyelesaikan krisis ekonomi global dan menjaga stabilitas keuangan internasional.

Forum ini diselenggarakan sebagai salah satu upaya menemukan solusi dari krisis ekonomi global pada tahun 1997–1999.

Sebagai forum ekonomi, G20 beranggotakan 19 negara, yaitu Afrika Selatan, Amerika Serikat, Arab Saudi, Argentina, Australia, Brasil, China, India, Indonesia, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Kanada, Korea Selatan, Meksiko, Perancis, Rusia, Turki, dan satu organisasi regional yaitu Uni Eropa.

Managing Director International Monetary Fund (IMF) dan Presiden Bank Dunia bersama Ketua International Monetary and Financial Committee dan Development Committee turut serta pada pertemuan Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral secara ex officio.

Terbentuknya G20 tidak terlepas dari kekecewaan masyarakat internasional atas kegagalan G7 dalam mencari solusi dari permasalahan ekonomi global. Pandangan yang muncul saat itu adalah pentingnya negara-negara berpenghasilan menengah dan mereka yang memiliki pengaruh ekonomi sistemik untuk diikutsertakan dalam negosiasi guna mencari solusi atas permasalahan ekonomi global sehingga dapat mencapai solusi lebih signifikan.

Sejalan dengan berbaikan kondisi ekonomi dunia, pelaksanaan KTT G20 pertama kali diadakan di Pittsburgh Amerika Serikat tahun 2008 dengan mengangkat tema “Financial Markets and The World Economy”.

G20 memiliki tujuan, yaitu untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang kuat, berkelanjutan, seimbang dan inklusif. Dalam mewujudkan tujuan tersebut, pertemuan KTT G20 di Cannes, Perancis pada 2011. Pertemuan ini menyepakati bahwa G20 memiliki tanggung jawab dalam mengkoordinasikan kebijakan menghasilkan kesepakatan politik yang sangat penting dalam mengatasi tantangan akibat kondisi saling ketergantungan ekonomi global.

Sebagai forum ekonomi utama dunia yang memiliki posisi strategis karena secara kolektif mewakili sekitar 60 persen populasi dunia, 75 persen perdagangan global, dan setidaknya 85 persen ekonomi dunia.

Berbagai pertemuan G20 mengedepankan dialog untuk membangun komitmen politik. para pemimpin ekonomi utama dunia dalam menyelesaikan tantangan yang mempengaruhi pertumbuhan ekonomi global, termasuk masalah keuangan, perdagangan, infrastruktur, investasi, energi, ketenagakerjaan, pemberantasan korupsi, pembangunan, pertanian, teknologi, inovasi, dan digital ekonomi.

Untuk mengimplementasikan komitmen dan mencapai tujuan utamanya, G20 dibagi menjadi dua track, yaitu “Finance Trackdan “Sherpa track”. Finance Track terdiri dari Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral dari seluruh anggota G20 yang secara khusus mengkaji sejumlah agenda terkait sektor keuangan. Kemudian, Sherpa Track mengkaji agenda lain yang berada di luar sektor keuangan, serta mempersiapkan berbagai kebutuhan pembahasan penyelenggaraan KTT.

Sebagai bagian dari pelaksanaan kerja sama multilateral, G20 tidak memiliki head office/kesekertariatan secara permanen di suatu tempat tertentu. Dalam pelaksanaan dan sistem kerjanya, G20 akan memilih presidensi yang ditentukan secara consensus oleh anggota G20 berdasarkan rotasi pada setiap tahunnya. Maka dari itu, “Troika” yang terdiri dari kepresidenan tahun sebelum, tahun saat ini dan tahun mendatang akan melakukan koordinasi dalam memastikan penyelenggaraan agenda G20. Pada tahun 2022 Indonesia terpilih sebagai tuan rumah dalam penyelenggaraan G20.

Baca juga: Tantangan Kerja Sama G-20 di Tengah Pandemi Covid-19

KOMPAS/ANDY RIZA HIDAYAT

Presiden Joko Widodo (barisan depan dua dari kiri) melambaikan tangan pada sesi foto bersama pembukaan Konferensi Tingkat Tinggi G-20 di Hangzhou Hall International Convention Center, Hangzhou, Tiongkok (4/9/2016).

Peran G20

G20 berperan besar dalam dukungannya untuk mengatasi krisis keuangan global 2008. G20 telah turut mengubah wajah tata kelola keuangan global, dengan menginisiasi paket stimulus fiskal dan moneter yang terkoordinasi, dalam skala sangat besar. G20 juga mendorong peningkatan kapasitas pinjaman IMF, serta berbagai development banks utama. G20 dianggap telah membantu dunia kembali ke jalur pertumbuhan, serta mendorong beberapa reformasi penting di bidang finansial.

G20 juga telah memacu Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) untuk mendorong pertukaran informasi terkait pajak. Pada 2012, G20 menghasilkan cikal bakal Base Erosion and Profit Shifting (BEPS) keluaran OECD, yang kemudian difinalisasikan pada 2015. Melalui BEPS, saat ini 139 negara dan jurisdiksi bekerja sama untuk mengakhiri penghindaran pajak.

Akibat situasi kondisi pandemi yang terjadi pada saat ini, G20 berinisiatif dalam penanganan pandemi mencakup penangguhan pembayaran utang luar negeri negara berpenghasilan rendah, injeksi penanganan Covid-19 sebanyak lima triliun USD (Riyadh Declaration), penurunan/penghapusan bea dan pajak impor, pengurangan bea untuk vaksin, hand sanitizer, disinfektan, alat medis dan obat-obatan.

Hal lainnya, yakni G20 berperan dalam isu internasional lain, seperti perdagangan, iklim, dan pembangunan. Pada tahun 2016, diterapkan prinsip-prinsip kolektif terkait investasi internasional. G20 turut mendukung gerakan politis yang kemudian berujung pada Paris Agreement on Climate Change pada 2015, dan The 2030 Agenda for Sustainable Development.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Peluncuran offical website G20.org turut menandai pembukaan Presidensi G20 Indonesia di Taman Lapangan Banteng, Jakarta, Rabu (1/12/2021). Indonesia secara resmi memegang presidensi G-20 dengan mengusung misi bertema Recover Together, Recover Stronger.

Perjalanan agenda G20

Awal pendirian G-20 pada 1999, saat itu masih dipimpin oleh menteri keuangan dan gubernur bank sentral. Pembahasan G-20 masih berfokus pada pencegahan dan resolusi krisis, globalisasi, pembangunan, demografi, dan bantuan pendanaan. Kemudian juga G-20 juga merespons shock nonekonomi, seperti serangan teroris 11 September 2001, melalui kacamata kerja sama keuangan, yaitu memerangi pendanaan terorisme.

G-20 pertama kali melakukan pertemuan tingkat kepala negara/pemerintahan (KTT) pada 2008 saat merespons krisis keuangan global dan membangun kembali fondasi tata kelola ekonomi global untuk memastikan krisis serupa tidak terulang lagi. KTT tersebut membuat G-20 semakin strategis dalam memandu tata kelola ekonomi global.

Pada periode 2008–2012, G-20 fokus menangani krisis keuangan global, reformasi sektor keuangan, dan pemulihan ekonomi. Hal ini dapat dilihat dari fokus agenda masing-masing presidensi. Pada KTT Washington (2008) menghasilkan 47 butir rencana aksi (action plan) untuk reformasi regulasi sektor keuangan jangka menengah. KTT London (2009) menyepakati stimulus 1,1 triliun dollar AS, membentuk Financial Stability Board (FSB) untuk memperkuat arsitektur keuangan global, serta mereformasi Dana Moneter Internasional (IMF), Bank Dunia, dan Bank Pembangunan Regional.

Pada KTT Pittsburgh (2009) menghasilkan komitmen reformasi sistem keuangan internasional yang lebih berdaya tahan serta regulasi sektor keuangan yang lebih ketat bagi hedge funds dan lembaga pemeringkat utang (rating agencies). Selanjutnya pada KTT Toronto (2010), G20 lebih berfokus pada pemulihan ekonomi pascakrisis keuangan global, kesinambungan fiskal, dan reformasi struktural untuk mendorong investasi. KTT Seoul (2010) menghasilkan kerangka kerja bagi pertumbuhan ekonomi global yang kuat, seimbang, berkelanjutan, serta membentuk Global Partnership for Financial Inclusion(GPFI) sebagai platform untuk mempromosikan inklusi keuangan.

KTT Cannes (2011) G20 meluncurkan Action Plan for Growth and Jobs untuk memandu kebijakan ketenagakerjaan dan perlindungan sosial. KTT Los Cabos (2012) mengeluarkan Accountability Framework untuk memastikan efektivitas implementasi atas komitmen-komitmen kebijakan pertumbuhan G-20.

Pada periode 2013–2019, agenda G-20 berfokus pada reformasi tata kelola ekonomi dalam mendukung pertumbuhan ekonomi global yang kuat, berkelanjutan, seimbang, dan inklusif. Di antaranya, rencana aksi bagi pertumbuhan global yang kuat, berkelanjutan, dan seimbang pada tahun 2013, kemudian investasi infrastruktur untuk pertumbuhan pada tahun 2014, lalu reformasi perpajakan melalui adopsi G-20/OECD Base Erosion and Profit Shifting pada tahun 2015.

Selanjutnya pada tahun 2016, rencana aksi bagi pertumbuhan yang pro-inovasi dan rencana aksi untuk Agenda Pembangunan Berkelanjutan 2030, lalu kerangka kerja sama global dalam mengatasi pemanasan global, proteksionisme, dan terorisme pada tahun 2017, kemudian future of work, reformasi WTO, dan infrastruktur sebagai kelas aset pada tahun 2018, serta investasi infrastruktur berkualitas, jaminan kesehatan semesta (universal health coverage/UHC), dan digitalisasi ekonomi dan inovasi keuangan pada tahun 2019.

Krisis global akibat pandemi Covid-19 yang terjadi, presidensi G-20 Arab Saudi (2020) dan Italia (2021) fokus menghadapi penanganan pandemi. Lewat spirit multilateralisme, G-20 mampu mengoordinasikan kebijakan-kebijakan penanganan Covid-19 serta upaya pemulihan ekonomi. G-20 dengan sangat sistematis melakukan ini serta memonitor implementasinya melalui rencana aksi G-20 yang terus diperbarui secara berkala. G-20 saat ini juga telah mempromosikan vaksin sebagai global public good dan memastikan semua negara dapat mengakses vaksin secara adil, merata, dan terjangkau. Melalui The Access to Covid-19 Tools (ACT) Accelerator (ACT-A), G-20 mendorong kolaborasi dalam pengembangan, produksi, dan akses terhadap vaksin serta peralatan tes.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Para penari membawakan tari selamat datang dalam pembukaan Presidensi G20 Indonesia di Taman Lapangan Banteng, Jakarta, Rabu (1/12/2021). Dalam pidato secara virtual Presiden Joko Widodo menyatakan Indonesia akan terus mendorong negara-negara G20 untuk menghasilkan terobosan-terobosan besar, membangun kolaborasi dan menggalang kekuatan.

Peran Indonesia

Indonesia tergabung sebagai anggota dari G20 pada tahun 1999 saat forum internasional tersebut dibentuk. Pada saat itu Indonesia berada pada tahap pemulihan pasca krisis ekonomi yang melanda pada tahun 1997–1998. Indonesia dinilai mampu menjadi emerging economy yang memiliki potensi yang sangat besar di kawasan Asia Tenggara dan dunia islam.

Sebagaimana yang ditetapkan pada agenda G20 yang dilaksanakan di Riyadh, Arab Saudi (Riyadh Summit 2020), Indonesia diberi amanah dalam memegang presidensi G20 pada tahun 2022. Acara serah terima ini dilangsungkan pada agenda akhir KTT Roma, Italia pada tanggal 30–31 Oktober 2021.

Menjadi tuan rumah dalam penyelenggaraan agenda G20 atau Presidensi G20 tentunya menjadi peluang dalam meraih kepercayaan dan dukungan internasional.

Dalam laman Kementerian Luar Negeri Indonesia, bahwa G20 harus menjadi katalisator bagi pemulihan dunia yang inklusif, kuat, dan berkelanjutan. Terlebih di situasi pandemi COVID-19.

Partisipasi seluruh elemen masyarakat dalam medukung kesuksesan Indonesia sebagai tuan rumah, tentu sangat diperlukan dalam mencapai keberhasilan peranan Presisdensi G20 2022.

Saat ini, banyak negara di dunia yang masih memiliki persoalan besar mengenai perekonomian. Hal ini tentunya diakibatkan oleh dampak dari Pandemi COVID-19. Indonesia berkomitmen untuk mendorong semua negara untuk bekerja sama dalam meraih pemulihan dunia yang lebih kuat dan berkelanjutan. Oleh karena itu, Indonesia mengangkat tema presidensi Recover Together, Recovery Stronger”.

Prioritas isu Indonesia dalam Presidensi G20

Pelaksanaan G20 memiliki tujuan dalam mendapatkan pengakuan akan pentingnya tindakan kolektif dan kolaborasi inklusif di antara negara-negara maju dan ekonomi berkembang di seluruh dunia.

Sejumlah isu yang akan diangkat di antaranya:

  • Memperkuat lingkungan yang kondusif bagi kemitraan.
  • Meningkatkan produktivitas.
  • Meningkatkan ketahanan ekonomi dan stabilitas.
  • Memastikan pertumbuhan berkelanjutan yang inklusif dan berkelanjutan.
  • Kepemimpinan kolektif global yang lebih kuat.

Adanya pandemi global telah berdampak buruk pada setiap aspek masyarakat, mulai dari bidang kesehatan, ekonomi, sosial budaya, dan lainnya. Pada saat yang sama, kesenjangan pun terjadi pada kapasitas masing-masing negara untuk mengatasi krisis yang melanda dunia. Memahami akan hadirnya tantangan dari berbagai permasalahan global, Indonesia melihat perlu adanya tindakan kolektif.

Indonesia akan berfokus pada tiga pilar utama untuk Presidensi G20 2022 di antaranya:

1. Arsitektur Kesehatan Global

Dalam mencapai pemulihan global dibutuhkan adanya kerja sama global yang lebih kuat untuk memastikan kesetaraan standar kesehatan global dan kolaborasi yang lebih erat dalam memastikan ketahanan komunitas global terhadap pandemi di masa depan.

  1. Transisi Energi Berkelanjutan

Untuk mewujudkan masa depan yang bersih dan cerah bagi masyarakat global, kebutuhan akan percepatan transisi menuju sumber energi yang lebih bersih perlu ditangani dengan pendekatan dan dimensi yang baru.

  1. Transformasi Digital

Dalam mencapai digitalisasi ekonomi global yang cepat, dibutuhkan adanya lanskap baru dari kerja sama antarnegara, dan semua pemangku kepentingan untuk mengamankan kesejahteraan bersama pada era digital.

Melalui ketiga pilar tersebut, Indonesia berkomitmen untuk memimpin dan memastikan akses yang adil terhadap vaksinasi COVID-19, mendorong pembangunan eknonomi yang inklusif dan berkelanjutan dengan melibatkan partisipasi UMKM dan digital economy. Selain itu, Indonesia juga mempunyai prioritas untuk menjaga aspirasi dalam meningkatkan kapasitas kolektif dengan mengamankan kesejahteraan antar bangsa, pembiayaan infrastruktur, kerja sama ekonomi yang lebih demokratis, memerangi korupsi, dan representatif.

Baca juga : Kepemimpinan G-20 Indonesia, Kesempatan yang Tak Boleh Meleset

Alur kerja

Terdapat dua alur kerja utama dalam penyelenggaraan G20, yaitu Finance Track, dan Sherpa Track. Kedua alur kerja ini merupakan kompenen penting bagi Indonesia menjalankan gelaran G20 sebagai tuan rumah.

  • Finance Track dilaksanakan oleh Menteri Keuangan dan Gubernur Bank Sentral Indonesia dari masing-masing negara anggota. Adapun fokus yang dibahas adalah ekonomi dan keuangan meliputi: kebijakan fiskal dan moneter; investasi infrastruktur; regulasi dan inklusi keuangan; perpajakan internasional, dll.
  • Sherpa Track dilaksanakan oleh kementerian terkait pada tingkat Menteri pada masing-masing negara anggota. Umumnya pada Sherpa track membahas topik yang berkaitan dengan geopolitik, pembangunan, perdagangam climate change (perubahan iklim), kesetaraan gender, energi, dan lainnya.

Pada Sherpa Track terdapat 11 working groups, 1 initiative group, dan 10 engagement groups yang bertemu untuk membahas dan memberikan rekomendasi pada agenda dan prioritas dari G20.

  • Working group

Sebagai bagian dari proses pengambilan keputusan G20, working group terdiri dari para ahli dan kementerian terkait pada setiap masalah tertentu, bertanggung jawab untuk memimpin analisis secara mendalam mengenai berbagai masalah yang relevan secara internasional. Berbagai isu/masalah tersebut, seperti Digital Economy, Tourism, Agriculture, Development, Employment, Education, Health, Trade, Investment and industry, Climate change, dan lainnya.

  • Engagement group

Sebagai bagian dari komitmen anggota G20 dengan melibatkan pemangku kepentingan yang relevan, engagement group sebagai tempat dialog yang terdiri dari peserta nongovernment dari setiap anggota G20. Kelompok-kelompok ini menyusun rekomendasi kepada pemerintah G20 yang diperhitungkan oleh G20 dalam proses pembuatan kebijakan. Kelompok-kelompok tersebut terdiri dari Business 20, Civil 20, Science 20, Think 20, Labor 20, Women 20, Urban 20, Youth 20, Parliament 20, dan Supreme Audit Institution 20.

Manfaat bagi Indonesia

Sebagai tuan rumah dari perhelatan G20 tahun 2022, Indonesia tentu memiliki banyak manfaat yang didapatkan sebagai Presidensi G20 tahun 2022. Salah satunya memperjuangkan kepentingan nasionalnya dengan dukungan internasional lewat forum G20.

Dalam laman Bank Indonesia, terdapat sejumlah manfaat lainnya atas peranan Indonesia sebagai Presidensi G20 tahun 2022, diantaranya sebagai berikut:

  • Presidensi G20 di tengah pandemi membuktikan persepsi yang baik bahwa Indonesia mampu meresiliensi ekonomi Indonesia terhadap krisis global yang terjadi.
  • Merupakan bentuk pengakuan atas status Indonesia sebagai salah satu negara dengan perekonomian terbesar di dunia, yang juga dapat merepresentasikan negara berkembang lainnya.
  • Momentum presidensi ini hanya terjadi satu kali setiap generasi (+20 tahun sekali) dan harus dimanfaatkan sebaik mungkin untuk memberi nilai tambah bagi pemulihan Indonesia, baik dari sisi aktivitas ekonomi maupun kepercayaan masyarakat domestik dan internasional.
  • Indonesia dapat mengorkestrasi agenda pembahasan pada G20 agar mendukung dan berdampak positif dalam pemulihan aktivitas perekonomian Indonesia.
  • Membawa kesempatan bagi Indonesia dalam menunjukkan kepemimpinan di kancah internasional, khususnya dalam pemulihan ekonomi global. Dari perspektif regional, Presidensi ini menegaskan kepemimpinan Indonesia dalam bidang diplomasi internasional dan ekonomi di kawasan, mengingat Indonesia merupakan satu-satunya negara di ASEAN yang menjadi anggota G20.
  • Pertemuan-pertemuan G20 di Indonesia juga menjadi sarana untuk memperkenalkan pariwisata dan produk unggulan Indonesia kepada dunia internasional, sehingga diharapkan dapat turut menggerakkan ekonomi Indonesia.
  • Indonesia menjadi sorotan dunia, khususnya bagi para pelaku ekonomi dan keuangan. Hal ini dapat dimanfaatkan untuk menunjukkan (showcasing) berbagai kemajuan yang telah dicapai Indonesia kepada dunia, dan menjadi titik awal pemulihan keyakinan pelaku ekonomi pascapandemi, baik dari dalam negeri maupun luar negeri.

Persiapan Presidensi Indonesia G-20

Sebagai Presidensi G20 tahun 2022, Indonesia melakukan persiapan dan penyelenggaraan rangkaian pertemuan Presidensi G20 Indonesia pada tahun 2021 dan tahun 2022, yang terdiri atas pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT), pertemuan tingkat Menteri dan Gubernur Bank Sentral, pertemuan tingkat Sherpa, pertemuan tingkat Deputi, pertemuan tingkat Working Group, pertemuan tingkat Engagement Group,  program Side Events, dan program Road to G20 Indonesia 2022.

Untuk mengoptimalkan posisi Indonesia sebagai penyelenggara Presidensi G20 Indonesia tahun 2022 tersebut, Presiden Jokowi kemudian mengeluarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia (Keppres) Nomor 12 Tahun 2021 tentang Panitia Nasional Penyelenggara Presidensi G20 Indonesia.

Tugas dari panitia nasional, yaitu:

  • Menyusun dan menetapkan rencana induk penyelenggaraan Presidensi G20 Indonesia, termasuk di dalamnya penentuan tema, agenda prioritas, dan rangkaian kegiatan Presidensi G20 Indonesia
  • Menyusun dan menetapkan rencana kerja dan anggaran penyelenggaraan Presidensi G20 Indonesia
  • Mengadakan persiapan dan penyelenggaraan pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi, pertemuan tingkat Menteri dan Gubernur Bank Sentral, pertemuan tingkat Sherpa, pertemuan tingkat Deputi, pertemuan tingkat Working Group, dan pertemuan tingkat Engagement Group melalui kemitraan dengan Troika G20, negara anggota G20, dan organisasi internasional
  • Mengadakan persiapan dan penyelenggaraan program Side Events
  • Mengadakan persiapan dan penyelenggaraan program Road to G20 Indonesia 2022
  • Melakukan monitoring penyelenggaraan Presidensi G20 Indonesia

Selama Indonesia menjadi presidensi G-20 terdapat 150 forum tingkat pimpinan, menteri, deputi, hingga kelompok kerja. Dari total pertemuan tersebut, akan ada 28 pertemuan di bidang keuangan. Pertemuan Pertama Tingkat Sherpa G-20 yang diselenggarakan 7–8 Desember 2021 di Jakarta secara umum berjalan lancar dan sukses. Pertemuan tersebut menjadi pembuka dari seluruh rangkaian pertemuan Presidensi G-20 Indonesia tahun 2022. Agenda ini kemudian dilanjutkan dengan Pertemuan Pertama Tingkat Deputi Keuangan dan Bank Sentral di Bali, 9–10 Desember 2021.

Dalam konferensi pers bersama mengenai kesiapan presidensi G-20, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjabarkan, terdapat tujuh agenda prioritas di sektor keuangan yang akan dibahas dalam pertemuan-pertemuan tingkat deputi keuangan. Agenda prioritas tersebut yaitu terkait koordinasi langkah penarikan stimulus untuk mendukung pemulihan, upaya mengatasi dampak pandemi Covid-19 untuk menjaga pertumbuhan ekonomi, pembahasan mengenai mata uang digital bank sentral, serta sumber pembiayaan berkelanjutan.

KTT G-20 di Indonesia akan berlangsung diselenggarakan di Bali pada 30–31 Oktober 2022 mendatang. Dalam penutupan KTT G-20 di Roma 30 Oktober 2021 lalu, Presiden Jokowi secara langsung mengundang para petinggi dunia anggota G-20 untuk hadir pada KTT G-20 di Bali, Indonesia. “Kami akan menjamu Yang Mulia dan Bapak, Ibu, di ruang terbuka, di hamparan pantai Bali yang indah, yang menginspirasi gagasan-gagasan inovatif untuk produktivitas G-20 ke depan. Sampai bertemu di Indonesia. Terima kasih,” ujarnya.

Peran G-20 yang semakin penting kemudian menjadi pijakan bagi signifikansi presidensi Indonesia di G-20. Keanggotaan Indonesia dalam G-20 adalah salah satu tonggak penting sejarah diplomasi Indonesia untuk terus berperan aktif dalam kerja sama internasional yang sejalan dengan amanat konstitusi. Peran aktif dalam kerja sama internasional tak terlepas dari komitmen Indonesia terhadap agenda-agenda global yang tentunya memiliki potensi dampak bagi kondisi domestik Indonesia.

Presidensi Indonesia tahun 2022 meneguhkan posisi Indonesia sebagai salah satu emerging markets yang memiliki peran strategis. Presidensi ini dapat memperkuat diplomasi Indonesia guna mendukung kepentingan nasional dan mendorong kerja sama global yang lebih kuat. Agenda presidensi Indonesia harus mampu menyelaraskan agenda global dengan prioritas domestik sehingga dua tujuan sekaligus tercapai, yakni peranan kepemimpinan dalam agenda global dan optimalisasi manfaat dari presidensi bagi pembangunan dan reformasi domestik, termasuk dalam mendukung pemulihan ekonomi pascapandemi Covid-19. (LITBANG KOMPAS)

Artikel Terkait