Paparan Topik | Konferensi Tingkat Tinggi G-20

G20 Empower: Mendorong Produktivitas Perempuan Pascapandemi

Kesetaraan gender dan peran aktif perempuan memiliki peran penting dalam menumbuhkan kembali produktivitas usaha kaum perempuan pascapandemi. G20 Empower mendorong beragam upaya untuk menguatkan posisi perempuan sebagai pemilik usaha maupun pekerja.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Sejumlah buruh tani bersepeda menembus hujan untuk pulang ke rumah setelah bekerja menanam bibit padi di Desa Klumprit, Mojolaban, Sukoharjo, Jawa Tengah, Jumat (9/4/2021). Para buruh tanam padi saat ini didominasi kaum perempuan yang biasanya bekerja secara berkelompok dengan lokasi berpindah-pindah sesuai permintaan pemilik lahan yang akan menggunakan jasa mereka.

Fakta Singkat
G20 Empower 2022

  • G20 Empower 17–19 Mei 2022 di Yogyakarta bertema Rebuilding Women’s Productivity Post Pandemic
  • Kunci dari G20 Empower adalah perempuan sebagai motor penggerak, kepemimpinan perempuan, dan pemberdayaan perempuan dalam berbagai sektor, termasuk bergerak dalam UMKM.
  • Dari 93 ribu usaha kecil, 56 persen pemiliknya perempuan; dan 34 persen dari 44,7 ribu usaha menengah, pelaku usahanya adalah perempuan
  • Perempuan adalah sumber daya terbesar di dunia
  • Sudah ada 60 perusahaan untuk bergabung sebagai Advocates perwakilan Indonesia pada Aliansi G20 Empower.
  • Advocates dalam G20 Empower adalah para CEO atau senior leader yang bisa mengambil kebijakan di perusahaan mereka untuk mempromosikan kesetaraan gender di lingkungan kerja.

Sejak pandemi Covid-19 melanda dunia, perekonomian bergerak sangat lambat dan tidak dapat dimungkiri mempengaruhi kehidupan paling mendasar. Beban berat tersebut berdampak lebih besar pada partisipasi dan produktifitas perempuan dalam kegiatan ekonomi dan bisnis.

Melambatnya laju ekonomi mengakibatkan penurunan partisipasi kerja perempuan yang banyak terlibat pada bisnis yang lebih kecil ataupun wirausaha. Tidak hanya perekomian, pandemi juga membuat kerja-kerja perempuan yang tidak berbayar—terutama kerja pengasuhan dan perawatan—makin membebani perempuan.

Penting untuk dipertimbangkan kembali produktivitas perempuan di dunia kerja. Produktivitas perempuan bukan hanya dilihat dari posisi mereka dalam angkatan kerja formal, tetapi juga pada keterlibatan mereka dalam kewirausahaan.

Sesuai dengan target Sustainable Development Goals (SDGs) atau “Tujuan Pembangunan Berkelanjutan” dan deklarasi KTT G20 sebelumnya, G20 Empower sebagai kolaborasi antara swasta dan pemerintah bertujuan untuk membangun kesadaran yang lebih kuat tentang mengapa dan bagaimana produktivitas perempuan pascapandemi dapat ditingkatkan dan didukung sebagai pilar penting dalam pertumbuhan ekonomi.

Efek lain dari pandemi juga dampak yang tidak setara terhadap lapangan usaha yang dimiliki perempuan terutama usaha mikro dan perusahaan kecil di mana perusahaan-perusahaan ini terdiri dari bagian yang tinggi dari partisipasi tenaga kerja perempuan.

Pengusaha perempuan maupun pekerja perempuan dalam ruang lingkup tenaga kerja, lebih sering mengalami perlakuan yang berbeda dibandingkan dengan laki-laki. Hal ini membutuhkan pendekatan kelembagaan dan kontekstual yang lebih luas.

Berdasarkan beberapa studi, setidaknya ada beberapa kondisi yang mencerminkan tantangan bagi perempuan untuk berbenah. Pembenahan ditujukan pada, antara lain, produktivitas mereka dalam bisnis termasuk keterbatasan akses terhadap modal digital dan keuangan; lingkungan yang tidak mendukung; keterbatasan keterampilan dalam sistem jaringan; serta kurangnya kesempatan yang diperoleh.

Membantu usaha kalangan perempuan menjadi penting. Seperti hasil studi di Asia Tenggara yang menemukan bahwa pengusaha perempuan akan lebih banyak mempekerjakan perempuan daripada laki-laki. Seorang pengusaha perempuan yang sukses akan menjadi inspirasi bagi perempuan lain, bahkan menjadi self-starter. Karenanya, membantu seorang perempuan pelaku usaha akan memberikan manfaat untuk menolong perempuan lainnya.

KOMPAS/SONYA HELLEN SINOMBOR

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak I Gusti Ayu Bintang Darmawati membawakan sambutan pada Kick-Off Ceremonial G-20 Empower dan Women-20 (W-20) yang dilaksanakan secara vitual, Rabu (22/12/2021) petang.

Mendorong produktivitas pascapandemi

Dalam forum side event Konferensi G20 yang berlangsung pada 17 – 19 Mei 2022 di Yogyakarta, diskusi terbagi dalam dua sesi pembahasan. Pertama, produktivitas perempuan pascapandemi ,dan kedua, perspektif kalangan swasta terhadap entrepreneurship (wirausaha) kalangan perempuan.

Pembahasan G20 Empower soal perspektif pemerintah dalam melihat produktivitas perempuan pascapandemi menyoroti praktik produktivitas perempuan terutama di sektor ekonomi, bisnis, dan kewirausahaan dengan mengembangkan kebijakan adaptif untuk mendukung pengusaha perempuan pascapandemi. Delegasi G20 dan pendukung G20 Empower (nasional dan internasional) mengeksplorasi tindakan yang direkomendasikan untuk mengimplementasikan pendekatan yang konkrit melalui Pemberdayaan G20.

Dalam sesi kedua, forum membahas perspektif swasta tentang produkivitas perempuan dan entrepreneurship pascapandemi. Tujuan pembahasan ini adalah untuk mendapatkan praktik dan pembelajaran terbaik pada sektor swasta, yang dapat membantu dan mengembangkan produktivitas perempuan pada perusahaan serta mendukung bisnis milik perempuan pasca pandemi. Selain itu, diskusi ini juga menelaah aksi negara-negara anggota G20 yang mendukung implementasi kebijakan terkait relevansi prioritas masalah Pemberdayaan G20 yang akan dilaksanakan.

Dengan mengambil tema Rebuilding Women’s Productivity Post Pandemic, maka isu utamanya adalah menurunnya produktifitas perempuan pada masa pandemi. Focal point dalam aliansi bersama untuk memajukan perempuan dalam ajang G20 adalah Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA), XL Axiata, dan IWAPI (Ikatan Wanita Pengusaha Indonesia). Pertemuan kedua para advocates di Yogyakarta dilakukan untuk memperkokoh komitmen bersama antara pemerintah dan sektor swasta dalam mengakselerasi pemberdayaan perempuan.

Sebagai Presidensi G20 2022, maka forum G20 Empower Indonesia fokus pada tiga prioritas utama, yaitu:

  • Meningkatkan akuntabilitas perusahaan dalam pencapaian Key Performance Indicator untuk meningkatkan peran perempuan
  • Mendorong peran Perempuan dalam UKM sebagai penggerak ekonomi
  • Membangun dan meningkatkan ketahanan dan keterampilan digital perempuan untuk masa depan yang siap kerja

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA

Perempuan yang bekerja sebagai pembatik bersepeda menuju lokasi workshop di Desa Karas Jajar, Kecamatan Pancur, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, Jumat (20/5/2016).

UMKM dan kesetaraan gender

Beberapa penelitian terkait peran wanita dalam dunia bisnis dan dunia kerja membuktikan bahwa kesetaraan gender dan peran perempuan adalah elemen penting yang bertindak dalam mempromosikan bisnis yang lebih baik. Saat ini, wanita masih mengalami hambatan dalam pembangunan ekonomi, meskipun perempuan sudah terlibat dalam seluruh rantai bisnis.

Hambatan tersebut termasuk representasi yang cukup besar dalam sektor pekerjaan informal yang rentan dan berupah rendah. Persoalan lainnya yang dibahas, antara lain, upah pekerjaan yang tidak dibayar, akses ke keuangan, keberadaan upah berbasis gender, kesenjangan sekitar, kurangnya keterwakilan di tingkat kepemimpinan dan manajerial, kekerasan terhadap perempuan, serta kesenjangan peran dan kemampuan perempuan, juga sektor teknologi.

Forum Ekonomi Dunia memproyeksikan bahwa akan membutuhkan 135 tahun lagi untuk menutup kesenjangan gender jika negara-negara secara global tidak melakukan perubahan terhadap perkembangan perempuan.

Kendala yang dihadapi perempuan juga terlihat pada perempuan di Usaha Kecil dan Usaha Menengah (UKM). UKM milik perempuan secara statistik lebih mungkin untuk beroperasi di sektor-sektor yang paling terpengaruh oleh pandemi. Lebih dari 50 persen pengusaha perempuan bekerja di perdagangan grosir/eceran, misalnya, yang mengalami penurunan permintaan yang sangat besar karena penutupan usaha. Forbes telah melaporkan bahwa hanya 25 persen pengusaha wanita yang mencari pembiayaan untuk bisnis mereka, dibandingkan dengan 34 persen pria.

Ragam bisnis yang dijalankan oleh perempuan pengusaha sangat rentan selama masa krisis, karena mereka cenderung tidak memiliki cadangan modal untuk bergantung pada saat pendapatannya rendah. Hal ini akan memperumit kepemimpinan perempuan di tempat kerja dan bagi mereka untuk mencapai potensi penuh mereka.

Dengan tantangan yang dihadapi perempuan pada era pandemi ini, sektor swasta dan pemerintah perlu lebih jauh mengadopsi kebijakan dan praktik untuk mempercepat penghapusan tantangan yang dihadapi oleh perempuan di sektor UMKM dan perempuan tenaga kerja. Perempuan pada sektor UMKM dan perempuan pekerja berkontribusi pada peningkatan hasil ekonomi, seperti PDB yang lebih tinggi; peningkatan penciptaan lapangan kerja; serta hasil sosial yang lebih besar.

Mendukung perempuan tentunya akan sangat bermanfaat bagi masyarakat karena wanita banyak menginvestasikan kembali pendapatan mereka dalam kesehatan, pendidikan, serta kesejahteraan mereka, keluarga, dan masyarakat. Bahkan, perempuan dipercaya sebagai katalisator partisipasi ekonomi perempuan.

Sebuah studi dari beberapa negara di Asia Tenggara mengungkapkan bahwa pengusaha perempuan cenderung mempekerjakan lebih banyak perempuan daripada laki-laki. Wanita sukses di UMKM dan wanita di dunia kerja, khususnya dalam posisi kepemimpinan, juga cenderung menginspirasi dan memotivasi wanita lain untuk menjadi self-starter dan pemimpin. Dengan menguatkan perempuan, baik melalui kepemilikan UKM dan dalam memajukan posisinya di dunia kerja, tentunya akan membantu meningkatkan kemajuan ekonomi negara-negara G20.

KOMPAS/RADITYA HELABUMI

Para pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) fashion dan kriya mengikuti pameran di Mal Kota Kasablanka, Jakarta Selatan, Selasa (5/10/2021). Pameran secara langsung yang kembali dapat digelar setelah pembatasan kegiatan karena pandemi diharapkan akan menggairahkan para pelaku UMKM untuk berkreasi.

UMKM perempuan sebagai agen pertumbuhan ekonomi

BCG Publication mengeluarkan data bahwa laki-laki dan perempuan memiliki kontribusi yang sama dalam perekonomian dunia, walaupun masih terjadi gender gap di berbagai negara. Hal itu membuktikan bahwa keterlibatan perempuan dalam ekonomi mikro mampu berkontribusi bagi negara.

Namun demikian, masih terjadi gender gap di dunia ini. Sekitar 6 persen laki-laki lebih mudah memulai wirausaha dibanding perempuan. Sementara itu, dalam menjalankan bisnis, laki-laki mendapatkan bantuan dana jauh lebih besar daripada perempuan pebisnis, padahal keuntungan bisnis perempuan lebih besar dari laki-laki. Sayangnya, bisnis yang dijalankan perempuan rata-rata bertahan hanya 3,5 tahun sedangkan bisnis laki-laki dapat bertahan hingga 7 tahun (BCG Publication: “Want to Boost the Global Economy by $5 Trillion? Support Women as Entrepreneurs”, 2019).

Perempuan yang bergerak dalam UMKM biasanya adalah pemilik, pemimpin ataupun manajer dalam perusahaan tersebut, baik dalam skala mikro atau menengah. Sebanyak 51 persen di dunia bisnis wirausaha dimiliki perempuan dan biasanya selalu ada meskipun hanya satu pemimpin atau manajer di perusahaan atau wirausaha. Menurut data IFC Finance, perempuan pelaku UMKM di negara maju berkisar antara 4–39 persen, sedangkan di negara berkembang ada 6–55 persen pelaku UMKM perempuan.

Di Indonesia, 52 persen dari 63,9 juta pelaku usaha mikro yang ada adalah perempuan. Dalam usaha kecil, terdapat 56 persen dari 193 ribu usaha kecil yang pemiliknya perempuan. Sementara, untuk usaha menengah, 34 persen dari 44,7 ribu pelaku usahanya adalah perempuan. Hal ini membuktikan bahwa perempuan adalah pelaku yang sungguh sangat penting dan bahkan utama pada level kecil dan mikro.

Di sisi lain, UMKM memiliki kontribusi yang besar bagi perekonomian Indonesia, karena menyumbang 60 persen dari total ekonomi nasional dan 97 persen dari sisi penciptaan dan penyerapan kesempatan kerja. Untuk membantu pelaku UMKM, pemerintah Indonesia memiliki program pemberdayaan UMKM yang sudah dilakukan melalui berbagai aktivitas, seperti pembiayaan Ultra Mikro (UMi), kredit usaha rakyat (KUR), Program Mekar, hingga program digitalisasi dari kegiatan UMKM.

Namun demikian, permasalahan yang dihadapi perempuan pelaku wirausaha tampaknya sama di berbagai negara di dunia, yaitu minim literasi digital dan pendidikan, minim jaringan bisnis, minim akses digital finansial serta modal, dan rendahnya ketrampilan serta kemampuan sebagai enterpreneur. Selain itu, kendala terbesar yang harus dihadapi perempuan dari dalam lingkungan keluarga yang terkadang tidak mendukung serta pandangan dan sikap yang meremehkan upaya wirausaha perempuan.

Menurut data IFC, terjadi gender gap pelaku UMKM antara perempuan dengan laki-laki dalam beberapa aspek:

  • Kredit gap, sebanyak 30 persen perempuan lebih rendah dalam mendapatkan akses kredit dibandingkan laki-laki, kapital personal yang jauh lebih kecil termasuk meminjam modal yang kecil ke bank.
  • Ketrampilan atau skill perempuan ketika memulai bisnis lebih rendah 35 persen dibandingkan laki-laki, perempuan juga terbatas dalam menguasai alat digital seperti telepon dan internet. Skill yang terbatas akan menghalangi perempuan untuk membangun jaringan bisnis sendiri dan tentu saja pengembangan produk.
  • Wanita lebih rendah 34 persen dalam penguasai jaringan bisnis dibandingkan laki-laki, mereka, lemahnya peer group berbisnis, terbatas akses mentoring dan pelayanan dalam menjalankan bisnis. Keterbatasan mentoring membuat perempuan terbatas pula dalam pinjaman modal.
  • Dalam penguasaan internet wanita 26 lebih rendah dari laki-laki, termasuk lebih rendah dalam penggunaan telpon seluler. Hal ini menghalangi kemampuan untuk melakukan integrasi teknologi atau digitalisasi marketing.

Untuk itu, dibutuhkan dukungan bagi pertumbuhan UMKM perempuan, yaitu:

  • Membuat desain program berdasarkan data dan pengalaman di setiap negara
  • Dukungan dari pemerintah dalam bentuk kerja sama antara pemerintah dengan pihak swasta dan stake holder
  • Membuat definisi kerja sama tidak sebatas permodalan, tetapi monitoring dan pelaporan untuk melihat progres bisnis. Dalam hal ini, KPI (Key Performance Indicator) dapat berperan sebagai dukungan progam UMKM perempuan.

Sumber daya terbesar dunia dengan KPI

Keynote speech pertama dalam side event G20 Empower di Yogyakarta pada Mei 2022 lalu, yakni CEO Welspun India Ltd., Dipali Goenka, mengawali pidatonya dengan mengatakan bahwa wanita adalah sumber daya terbesar di dunia yang belum dimanfaatkan.

Hal ini merupakan tanggung jawab perusahaan untuk tidak hanya memanfaatkan sumber daya ini, tetapi juga untuk memberdayakan perempuan. Meskipun ada peningkatan dalam memasukkan perempuan di tempat kerja, perubahannya belum merata. Oleh karena itu, perusahaan hendaknya mengadopsi sistem berbasis gender inklusi, memperjuangkan pertumbuhan inklusif dan kesetaraan gender, untuk sepenuhnya mencapai potensi perempuan dalam dunia kerja.

Covid-19 mengakibatkan banyak perempuan diberhentikan dari pekerjaan dan tidak dapat mencari peluang baru. Salah satu yang paling terpengaruh industri termasuk tekstil, yang memberikan kontribusi signifikan terhadap ekspor India. Kemudian muncul terobosan dengan kebijakan Diversity and Inclusion yang ada di Welspun India, termasuk pemajuan kesetaraan gender, upah yang sama untuk pekerjaan yang sama, dan perekrutan perempuan di antara banyak lainnya.

Keynote Speech kedua disampaikan secara bersama-sama. Pertama, Ulrike Sauerwald, G20 Empower Perwakilan dari Italia, memulai presentasi progres pencapaian Key Performance Indicator (KPI) sejak kepresidenan Italia di G20 pada tahun 2021.

Sejak 2021, pengukuran dan pelaporan KPI telah dianggap sebagai elemen penting untuk kemajuan. Pelacakan KPI melayani lima tujuan:

  • memastikan kemajuan terjadi setiap tahun
  • melibatkan semua G20 anggota, perwakilan, dan advokat
  • bekerja dengan Mitra Pengetahuan
  • mengaktifkan sumber terpercaya untuk melengkapi kesenjangan data
  • menarik perhatian para pemimpin G20 dan bercita-cita untuk memasukkan dasbor pada komunike 2022.

Keynote speech lainnya, yaitu Yves Perardel, Ahli Statistik Senior ILO. Tn. Perardel menyoroti tiga dari lima KPI:

  • proporsi perempuan di posisi senior dan manajerial
  • kesenjangan upah gender
  • perempuan di industri kerja

ILO memulai dengan mendefinisikan masing-masing dari tiga KPI, di mana proporsi wanita di posisi manajerial dan posisi pekerja didasarkan pada Standar Internasional Klasifikasi Pekerjaan (ISCO). ILO mendorong semua negara untuk berkontribusi dengan menyediakan data, sementara ketersediaan data dapat ditingkatkan melalui berbagi mikrodata LFS dan memperluas jumlah variabel yang dibagikan.

Sementara itu Anna Brachtendorf, JPO di bidang Sosial, Ekonomi, dan Kebijakan Ketenagakerjaan di ILO, berbagi tentang target Brisbane untuk mengurangi kesenjangan gender dalam partisipasi angkatan kerja sebesar 50 persen dari tahun 2012 – 2025.

Maka dari itu, dibutuhkan kolaborasi publik-swasta untuk implementasi dan pencapaian KPI. Diperlukan dukungan pemerintah sebagai daya tarik bagi masyarakat. Ada empat faktor keberhasilan di balik program dukungan pemerintah:

  • komitmen untuk tindakan
  • pendidikan dan kampanye yang lazim
  • ketersediaan insentif
  • fasilitasi koordinasi antar pemangku kepentingan.

Dalam Note Issu G20 Empower di Yogyakarta ada tiga fokus yang dibahas berkaitan dengan KPI, yaitu :

  1. Akuntabilitas untuk implementasi KPI, membahas persentase perempuan dalam board of director dan peran teknis di perusahaan, diharapkan kebijakan yang di akukan akan berdampak pada perempuan.
  2. G20 Empower mendorong perusahaan mendukung perempuan yang menjalankan usaha kecil dan menengah (UKM) lewat berbagai kebijakan.
  3. G20 Empower juga membahas kesiapan ekonomi masa depan melalui peningkatan keterampilanperempuan dan kemampuan digital.

Dalam Plenary Meeting G20 Empower tersebut diharapkan akan memberikan nilai tambah, yaitu:

  1. Membuka wawasan berbagai kalangan, terutama pemerintah dan swasta tentang pentingnya peran dan kepemimpinan perempuan dalam usaha kecil dan menengah.
  2. Mengidentifikasi dukungan yang dibutuhkan dari pemerintah untuk merealisasikan komitmen dan rencana aksi dari sektor swasta.
  3. Perlunya melakukan ideasi dengan AdvocateG20 Empower terkait bentuk dan rencana aksi yang dapat dilakukan sektor swasta mengenai penumbuhan UMKM yang dipimpin oleh perempuan.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Buruh tani perempuan membuka hari mereka sebelum bekerja dengan sarapan bersama di pematang sawah di Desa Karangsari, Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Demak, Jawa Tengah, Jumat (6/3/2020). Kemajuan industrialisasi pertanian lambat laun mulai mengurangi peran mereka dengan penggunaan mekanisasi mesin.

Dalam Forum G20 pada 18 Mei 2022 di Yogyakarta ada sekitar 30 advocates baru signing pledge G20 Empower yang terdiri dari perusahaan swasta dan BUMN yang berkomitmen melibatkan pemimpin Perempuan Indonesia di perusahaannya masing-masing.

Perusahaan mengembangkan pelaporan responsive gender untuk mengidentifikasikan beberapa hal, yaitu:

  • Jumlah keterwakilan perempuan dalam posisi pimpinan
  • managerial perusahaan hingga proses perekrutan
  • menciptakan employment assistant program untuk memberikan dukungan psikologis kepada pegawai termasuk yang mengalami kekerasan dan pelecehan
  • menyediaakan fasilitas memadai bagi perempuan
  • memberikan program training dan mentoring serta pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan pegawai perempuan
  • serta menyusun regulasi dan kebijakan perusahaan terkait lainnya untuk mendorong keterwakilan dan peran perempuan dalam perusahaan

KOMPAS/DFRI WEDIONO

Sebanyak 20 bendera negara anggota G-20 terpasang di halaman Balai Kota Among Tani Kota Batu, Jawa Timur, sebelum perhelatan Side Event Women 20 Indonesia 2022 (W-20) pada 8-10 Maret 2022. Foto diambil Senin (7/3/2022).

Bagaimana kondisi perempuan Indonesia?

Terlihat adanya peningkatan kesempatan perempuan untuk menduduki posisi pengambil keputusan, salah satunya, yaitu Indeks Pemberdayaan Gender (IDG). Indeks ini salah satunya digunakan untuk mengukur kesetaraan gender di bidang politik melalui keterlibatan perempuan dalam parlemen, pengambilan keputusan dilihat dari kedudukan dan jabatan sebagai tenaga profesional dan ekonomi diukur melalui sumbangan pendapatan perempuan.

Pada tahun 2019, jumlah perempuan di parlemen meningkat menjadi 20,52 persen atau lebih tinggi dibandingkan tahun 2018 yang baru mencapai 17,32 persen. Nilai IDG yang dicapai pada tahun 2019 melesat secara signifikan dibandingkan tahun 2018 dengan peningkatan sebanyak 3,14 poin atau sebesar 4,35 persen. Tingginya pertumbuhan IDG ini disebabkan adanya peningkatan yang terlihat pada semua indikator pembentuk IDG, terutama pada keterlibatan perempuan di parlemen yang meningkat signifikan.

Namun, dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM), Indonesia hanya berada di peringkat keenam dibandingkan Negara ASEAN. Indonesia berada di peringkat tengah, di bawah Singapura, Brunei Darussalam, Malaysia, Thailand, dan Filipina; namun berada di atas Vietnam, Laos, Myanmar, dan Kamboja.

Indeks Ketidaksetaraan Gender di ASEAN 2019

Negara Indeks
Singapura 0,065
Malaysia 0,253
Brunei Darussalam 0,255
Vietnam 0,296
Thailand 0,359
Filipina 0,43
Laos 0,459
Kamboja 0,474
Myanmar 0,478
Indonesia 0,48

Sumber : BPS 2021

Di tingkat dunia, berdasarkan data dari Human Development Report, nilai IPM Indonesia untuk tahun 2019 adalah 0,718 yang menempatkan dalam kategori pembangunan manusia yang tinggi berada pada posisi 107 dari 189 negara dan wilayah. Sementara itu, Indonesia memiliki nilai Indeks Ketidaksetaraan Gender  sebesar 0,480 menempati peringkat 121 dari 162 negara.

Global Gender Gap Indeks 2021

Negara Indeks
Singapura 0,727
Malaysia 0,676
Brunei Darussalam 0,678
Vietnam 0,700 *
Thailand 0,710
Filipina 0,784
Laos 0,731 *
Kamboja 0,684
Myanmar 0,681
Indonesia 0,688

Sumber : Global Gender Gap Indeks 2021

Hasil survey Kemen PPA terhadap perempuan pelaku usaha mikro dan ultra mikro (industri rumahan) yang selama ini ikut menopang perekonomian keluarga. Berdasarkan hasil survei kepada 2.073 pelaku industri rumahan di masa pandemi Covid-19 ini, diperoleh data bahwa terdapat sekitar 1.180 pelaku Industri Rumahan (IR) mengalami penurunan penghasilan usaha. Melalui survei yang sama diperoleh juga data bahwa sebanyak 81 persen pelaku industri rumahan mengharapkan adanya bantuan bantuan kestabilan harga bahan baku.

Data UN Women berjudul Asia-Pacific Needs Assessment for More Gender-Inclusive Entrepreneurship – Highlighs on Impacts from Covid-19, disebutkan bahwa sebanyak 86 persen wirausaha perempuan terdampak negatif oleh Covid-19. Sebanyak 77 persen dari mereka mengatakan mereka menjual produk dan jasa lebih sedikit selama pandemi, bahkan 34 persen menyatakan akan segera menutup usahanya dalam waktu dekat. Di sisi lain, ada 75 persen wirausaha perempuan menyatakan bahwa tanggung jawab pengasuhan meningkat.

Perempuan berpartisipasi dalam pasar tenaga kerja secara signifikan lebih sedikit daripada laki-laki (55,9 persen perempuan dan 84 persen laki-laki). Hal tersebut terjadi karena adanya kesenjangan gender. Menurut Global Gender Gap Report (World Economic Forum 2021), Indonesia memiliki skor 68,8 persen untuk kesenjangan gender secara keseluruhan, dengan peringkat 101 secara global. Nilai ini menurun dari periode sebelumnya, karena disebabkan oleh kesenjangan Partisipasi Ekonomi dan Peluang yang lebih luas, yang saat ini sebesar 64,7 persen. Tidak dapat dielakkan pandemi telah memperburuk kesenjangan gender, khususnya pada perempuan yang bergerak di UMKM.

Berangkat dari kondisi demikian, maka keberadaan G20 menjadi momen penting untuk meningkatkan permberdayaan perempuan, mendorong wirausaha perempuan untuk terus berinovasi dan melindungi perempuan, baik dari stigmatisasi, stereotypes, berbagai konstruksi sosial yang merugikan perempuan dan juga kekerasan berbasis gender.

Dalam hal ini, dibutuhkan tindakan kolektif agar G20 mampu membawa hasil terbaik untuk perempuan Indonesia dan negara-negara anggota G20 serta warga dunia. Selain itu, G20 Empower dibentuk untuk menyuarakan dan mempromosikan pentingnya kepemimpinan perempuan dan partisipasi perempuan dalam mengakselerasi kesetaraan gender di dunia usaha dan sektor publik.

Kunci dari G20 Empower adalah perempuan sebagai motor penggerak, kepemimpinan perempuan dan memberdayakan perempuan dalam berbagai sektor, termasuk bergerak dalam UMKM. Dalam hal ini, pada advocate, diharapkan aktif dan akseleratif  sehingga mendorong percepatan pemberdayaan para perempuan pelaku UMKM.

G20 Empower akan menyesuaikan dengan tema Presidensi tersebut melalui tiga pilar, yaitu mempromosikan produktivitas melalui penguatan sumber daya manusia, inovasi untuk produksi dan ekonomi inklusif serta peningkatan kualitas pendidikan dan soft skill; meningkatkan ketahanan dan memastikan pertumbuhan; serta inklusif, berkelanjutan dan stabilitas.

Tentunya pemerintah tidak sendiri untuk membangun empowerment bagi perempuan. Salah satu upayanya, yaitu dengan melibatkan para pemimpin (top leaders) Perempuan Indonesia dari 60 perusahaan untuk bergabung sebagai Advocates perwakilan Indonesia pada Aliansi G20 Empower.

Pemerintah, melalui berbagai kerja sama dengan swasta dan pemangku kepentingan, mendukung dan meningkatkan peran dan posisi perempuan di tempat kerja dan perempuan pelaku ekonomi. Sektor privat juga melakukan program untuk membantu percepatan dalam pemberdayaan ekonomi perempuan melalui pelatihan, dan juga membuka ruang bagi perempuan pelaku ekonomi untuk terlibat dalam rantai pasok bisnis perusahaan.

Salah satu upaya percepatan peningkatan kapasitas perempuan pelaku UMKM adalah literasi digital dan literasi finansial yang menjangkau hingga ke desa-desa. Sedangkan, untuk perempuan pekerja di perkantoran dilakukan webinar untuk menginspirasi mereka. Salah satu advocates dari perusahaan swasta, Amartha, mendukung dan mendorong perempuan pengusaha Indonesia mendapatkan layanan keuangan digital dengan pelatihan dan pendampingan agar dapat hidup sejahtera.

Amartha merupakan perusahaan yang menghubungkan dan menyalurkan pendanaan dari pendana atau investor kepada perempuan pengusaha mikro di pedesaan melalui platform online. Tidak hanya menyalurkan pendanaan, pendampingan disertai edukasi keuangan dan digital secara rutin, namun juga memastikan agar satu juta perempuan pengusaha mikro di Indonesia mendapatkan akses layanan keuangan digital yang affordable dan flexible di tahun 2022. Serta, memastikan 5 juta orang perempuan berikutnya dapat dilayani hingga tahun 2025.

Melalui transformasi model bisnis keuangan mikro dan mendorong adopsi digital untuk mempercepat inklusi keuangan, diharapkan perempuan di pedesaan dapat membangun aset pribadi yang produktif, untuk meningkatkan kesejahteraan dan pemberdayaan diri serta keluarganya.

Berbagai upaya dilakukan pemerintah Indonesia dalam rangka meningkatkan pembangunan manusia khususnya bagi perempuan dan anak sebagai kelompok paling rentan dalam masyarakat. KemenPPPA telah memulainya dengan membangun 142 Model Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA). DRPPA bertujuan untuk memberdayakan perempuan di tingkat grass root. Dengan harapan mampu menurunkan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak. Dalam hal ini tentunya dibutuhkan komitmen bupati/wali-kota dan kepala desa perempuan untuk membentuk dan mengembangkan DRPPA yang berkolaborasi dengan pihak swasta di daerah. (LITBANG KOMPAS)