Paparan Topik | Tokoh

Dedi Mulyadi: Pengikat Tanah Sunda

Seperti tak mengenal kata lelah, politikus Partai Gerindra Dedi Mulyadi kerap mengadvokasi kasus yang melibatkan rakyat kecil dengan pendekatan humanis. Di sisi lain, pria yang biasa disapa Kang Dedi ini merupakan seorang muslim yang lekat dengan budaya Sunda.

KOMPAS/MADINA NUSRAT

Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra, Dedi Mulyadi, saat diwawancara di kediamannya di Subang Jawa Barat, Selasa (28/5/2024).

Fakta Singkat

Nama Lengkap
Dedi Mulyadi

Lahir
Subang, Jawa Barat, 11 April 1971

Almamater
Sekolah Tinggi Hukum Purnawarman, Purwakarta

Jabatan Terkini
Anggota DPR RI (2024-2029)
Calon Gubernur Jawa Barat 2024-2029

Dedi Mulyadi turut mengadvokasi kasus pembunuhan Vina pada September 2024 lalu. Dedi merasa perlu memberikan bantuan karena mereka yang terlibat kasus itu terhalang kondisi ekonomi. Mereka harus meninggalkan pekerjaannya dan kehilangan penghasilan karena bolak-balik berurusan dengan penyelidikan dan penyidikan. Kang Dedi mengedepankan sisi humanis dalam membantu persoalan terebut.

Kasus lainnya dengan pendekatan humanis dilakukan Kang Dedi pada kasus orang tua kandung yang digugat anaknya 3 miliar rupiah di Kota Bandung pada 2021 lalu.  Berkat usaha tanpa lelah kasus itu berakhir damai. Sarjana hukum lulusan Sekolah Tinggi Hukum (STH) Purnawarman itu pun mengatakan, perkara hukum yang melibatkan keluarga harusnya menggunakan pendekatan rasa dan moral, tidak hanya pendekatan hukum.

Tak hanya itu, ia juga mendamaikan ibu dan anak berseteru yang mengakibatkan sang Ibu mendekam dua malam di tahanan Mapolres Demak, Jawa Tengah pada 2021 silam. Dirinya tergugah dan berempati atas nasib ibu yang ditahan polisi karena laporan anak kandung yang merasa dianiaya.

Dengan gigih Dedi terus mengupayakan mediasi perdamaian ibu dan anak itu hingga akhirnya membuahkan hasil. Hanya dalam hitungan hari, pihak-pihak yang bersengketa pun bisa didamaikan melalui proses restorasi justice.

Jauh sebelum berhasil mendamaikan perkara perseteruan ibu dan anak di Demak, Kang Dedi juga berhasil menyelesaikan kasus perebutan warisan yang melibatkan Nenek Cicih, seorang ibu berusia 78 tahun yang digugat empat anak kandungnya sendiri senilai 1,6 miliar rupiah di Kelurahan Cipadung, Kecamatan Cibiru, Kota Bandung tahun 2018.

Dedi juga turut andil dalam penyelesaian perkara perdata utang piutang antara “Amih” Siti Rohaya (83), ibu di Muara Sanding, Garut yang digugat anak kandung dan menantunya sebesar 1,8 miliar rupiah pada 2017. Dengan pendekatan humanis dan dukungan moril, Dedi berhasil membantu proses persidangan hingga akhirnya pengadilan menolak gugatan tersebut.

Meski ada pihak yang mencibir dan memandang negatif ketika mendampingi kasus-kasus itu, Dedi tak mau ambil pusing. Bagi Dedi, kasus-kasus itu telah menggugah sisi kemanusiannya dan ia tak kuasa meneteskan air mata dan menahan haru. Setiap patah kata menyikapi kasus-kasus itu adalah cerminan hatinya yang peka terhadap permasalahan manusia.

Sifat humanis dan ringan tangan Dedi Mulyadi tak bisa lepas dari pengalaman dan perjalanan hidupnya selama ini.  Dibesarkan oleh orang tua Sunda yang berprofesi petani padi di Subang, Dedi kecil hidup dalam lingkungan Sunda yang dikenal luas dengan kepribadian yang welas asih, lembut, religius, dan spiritual.

Nilai-nilai falsafah silih asih, silih asah, dan silih asuh yang menjadi kearifan lokal di Tanah Sunda sejak dahulu tampaknya benar-benar merasuk dalam diri Dedi Mulyadi. Falsafah itu berarti masyarakat Sunda harus memiliki sikap saling mengasihi (silih asih), saling memperbaiki dan membenahi diri (silih asah), serta saling melindungi atau menjaga pula (silih asuh).

Tak hanya itu, masyarakat Sunda pun sopan santun, rendah hati antarsesama, hormat pada orang tua, dan saling menyayangi. Falsafah itu tampaknya menjadi landasan utama mengapa Dedi Mulyadi hingga kini begitu lekat dengan budaya Sunda.

Baca juga: Dedi Mulyadi, Calon Legislatif Peraih Suara Terbanyak Dapil Jawa Barat VII Pemilu Legislatif 2024

KOMPAS/MACHRADIN WAHYUDI RITONGA

Dedi Mulyadi memberikan orasi di area depan Lapangan Sidolig, Kota Bandung, Jabar, Selasa (27/8/2024). Dedi bersama Erwan Setiawan menjadi kontestan pertama dalam pemilihan gubernur Jabar 2024.

Masa kecil

Dedi Mulyadi lahir di Kampung Sukadaya, Desa Sukasari, Kabupaten Subang pada 11 April 1971. Ia merupakan anak bungsu dari sembilan bersaudara. Dedi lahir dari keluarga sederhana, ayahnya Sahlin Ahmad Suryana, pensiunan Tentara Prajurit Kader yang hanya berkarya di kemiliteran sampai usia 28 tahun karena sakit. Sementara sang Ibu, Karsiti tidak mengenyam bangku sekolah, tetapi sempat menjadi aktivis Palang Merah Indonesia (PMI). Ibunya mengambil alih tanggung jawab kehidupan keluarga dengan bekerja menjadi kuli tandur dan nyangkul di sawah.

Sejak kecil hingga remaja, Dedi sudah terbiasa membantu ibunya menggembala domba dan berladang. Ia juga menjual es mambo, layang-layang, kayu bakar yang dikumpulkan sepulang sekolah, dan menjadi kuli batu bata. Semua upah yang diperolehnya diserahkan kepada sang Ibu.

Dedi menempuh sekolah dasar di SD Subakti, Subang hingga lulus tahun 1984. Kemudian melanjutkan ke SMP Kalijati, Subang hingga lulus tahun 1987. Jenjang SMA diselesaikannya di SMA Negeri 1 Purwadadi, Subang tahun 1990. Selepas SMA, Dedi sempat mendaftar ke AKABRI dan Secapa. Namun, kedua upaya itu kandas. Berat badan Dedi yang hanya 48 kilogram tidak memenuhi syarat untuk kedua pendidikan militer yang mensyaratkan berat badan minimal 55 kilogram.

Baca juga: Survei Litbang Kompas: Dedi-Erwan Rebut Simpati Pemilih Partai 

Lulusan ilmu hukum

Berasal dari keluarga petani sederhana di Subang, hidup Dedi jauh dari sejahtera. Setelah gagal mendaftar pendidikan AKABRI dan Secapa, Dedi Mulyadi mencoba masuk Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung. Namanya termasuk dalam daftar calon mahasiswa yang lulus seleksi masuk kampus tersebut. Namun, karena ketiadaan dana membuatnya mengurungkan kesempatan kuliah di Unpad.

Dedi Mulyadi merantau ke Purwakarta untuk menempuh pendidikan yang lebih baik. Ia tinggal bersama kerabatnya dan tidur di lantai beralaskan kain sobek selama satu tahun. Di kota ini Dedi mendaftar di Sekolah Tinggi Ilmu Hukum (STIH) Purnawarman, Purwakarta dan mulai kuliah tahun 1995.

Di kampus Dedi aktif di organisasi ekstra kampus. Ia aktif di Senat Mahasiswa STH Purnawaman pada 1994, juga pernah menjadi Ketua HMI Cabang Purwakarta, Wakil Ketua DPR Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) tahun 1997, dan Sekretaris Konfederasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) tahun 1998.

Kala berkuliah, Dedi kerap menginap di sekretariat HMI tempat ia berorganisasi. Untuk mengganjal perut, ia suka membeli mi instan di tukang mi dekat sekretariat itu. Dedi bahkan tak jarang harus berutang ke sang penjual mi.

Hidup Dedi mulai sejahtera setelah ia menyelesaikan pendidikan ilmu hukumnya di Sekolah Tinggi Hukum (STH) Purnawarman, Kabupaten Purwakarta, dan meniti karier di kabupaten tersebut.

TIM MEDIA DEDI MULYADI-ERWAN SETIAWAN (DERMAWAN)

Calon gubernur Jabar nomor urut 4, Dedi Mulyadi mengikuti kampanye di Lapangan Kasokandel, Kabupaten Majalengka, Minggu (13/10/2024). Dedi diusung sejumlah partai politik dalam Koalisi Indonesia Maju, antara lain Gerindra dan Golkar.

Spirit Nyunda

Budaya Sunda memang sangat lekat dengan keseharian Dedi Mulyadi sejak kecil. Padi, bertani, dan ritualnya adalah salah satu bagian dari budaya Sunda. Tidak heran bila Dedi Mulyadi sejak kecil hingga kini begitu lekat dengan kebudayaan Sunda.

Salah satu ciri kebudayaan Sunda yang Dedi tampilkan adalah pakaian. Pria yang akrab disapa Kang Dedi itu tak pernah menanggalkan ikat kepala atau yang biasa disebut iket Sunda serta baju dan celana pangsi yang dipakai bekerja setiap hari. Menurut Dedi, pangsi adalah baju longgar sebagai cermin sifat yang terbuka serta gerakan yang luas. Sedangkan iket Sunda merupakan keterikatan pikiran oleh hati.

Selain itu, Kang Dedi punya alasan kuat mengapa memilih berbusana unik dan tak seperti orang pada umumnya. Menurut Dedi, ia ingin jiwa dan budaya tanah leluhurnya tak hilang dimakan zaman. Dengan pakaian seperti ini otomatis gaya hidupnya menjadi nyunda.

Saat menjabat Bupati Purwakarta, banyak kebijakan-kebijakan yang diterapkan berkaitan dengan pakaian adat Sunda, misalnya, pakaian adat Sunda wajib dipakai di sekolah dan perkantoran minimal dua kali dalam sepekan.

Bukan sebatas penampilan, Dedi Mulyadi juga sering bicara tentang kasundaan dengan sangat mendalam. Pendalamannya terhadap basis budaya masyarakat Jawa Barat sangat kuat dan menjadi landasan dalam membuat kebijakan. Dedi pun kerap menekankan pentingnya mempertahankan kearifan lokal di tengah perkembangan zaman modern.

Ia dikenal sebagai kepala daerah yang mengedepankan pembangunan berbasis kearifan lokal. Meski begitu, ia tetap mampu menyinergikan budaya, agama, dan teknologi dalam kebijakan yang dijalankan di Purwakarta.

Beberapa kebijakan yang diterapkan Dedi di Purwakarta terbilang unik. Misalnya, semua guru di Purwakarta dilarang memberikan pekerjaan rumah. Materi pelajaran akademis harus dituntaskan di sekolah. Dedi juga pernah memberikan batasan waktu apel ke rumah pacar, hanya sampai pukul 9 malam. Menurut dia, aturan adab bertamu merupakan upaya mengembalikan kearifan budaya Sunda.

Kebijakan lainnya yang nyunda antara lain membangun patung-patung wayang di ruang publik dan menyarungi pohon-pohon dengan kain motif kotak-kotak putih hitam. Menurut Dedi, karya seni patung wayang di ruang publik memiliki energi inspiratif, sehingga jika tidak diberikan ruang, secara otomatis akan mempersempit ruang inspirasi bagi masyarakat.

Ia membangun karya seni berbentuk tokoh pewayangan yang mengilhami penyebaran agama Islam di tanah Sunda dan nusantara pada umumnya. Cara ini ditempuh agar warga Purwakarta tidak berkiblat pada karakter pahlawan super hasil imajinasi impor.

Tak hanya itu, Dedi Mulyadi sering kali membela alam agar tidak rusak akibat pembangunan yang serampangan. Terkait  soal alam dan lingkungan, Kang Dedi berfokus pada dua hal yakni menjaga yang sudah ada seperti gunung, sungai dan hutan agar terus berkesinambungan, serta melakukan recovery (pemulihan) gunung, aliran sungai dan hutan yang rusak akibat ulah masyarakat.

Dukungan terhadap alam Kang Dedi ditunjukkan dengan simbol memakai baju pangsi dan iket kepala warna putih dalam kesehariannya. Menurut Dedi warna putih merupakan komitmennya terhadap air dimana air menjadi permasalahan karena banyak daerah di Jawa Barat mengalami krisis air bersih akibat penggundulan hutan, penambangan liar, dan sungai dangkal dan sempit karena diuruk.

Baca juga: Survei Litbang “Kompas”: Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan Mendominasi Popularitas di Media Sosial

KOMPAS/MACHRADIN WAHYUDI RITONGA

Dedi Mulyadi menggendong salah satu penampil dalam sambutan calon gubernur di kantor Komisi Pemilihan Umum Jawa Barat di Kota Bandung, Jabar, Selasa (27/8/2024).

Aksi nyata Dedi terkait alam juga terlihat dari langkahnya mendirikan sekolah peduli Citarum di Dayeuh Kolot Bandung dan Karawang. Sekolah gratis ini bisa diikuti semua anak dari berbagai golongan yang berada di sepanjang bantaran Sungai Citarum.  Sekolah ini mengajarkan bagaimana anak-anak mencintai Citarum.

Selain lantang bicara tentang Alam dan budaya Sunda, Dedi juga piawai melayangkan argumennya dalam tulisan. Sejumlah buku telah ia tulis, di antaranya berjudul “Orang Sunda Juga Bisa”. Dalam buku itu, Dedi Mulyadi membahas secara mendalam mengenai budaya dan peran orang Sunda dalam masyarakat. Menurutnya, salah satu kunci keberhasilan orang Sunda adalah memiliki rasa percaya diri yang kuat terhadap peradaban dan identitas diri mereka, sementara ketidakpercayaan diri menjadi penghambat utama bagi masyarakat Sunda.

Buku lainnya ‘Spirit Budaya Kang Dedi’ disebutkan membangun tidak hanya sebatas fisik materi saja, tapi juga pengayaan batin dan dicerahkan pemikirannya. Lewat buku itu Dedi Mulyadi menyebarkan spirit berbudaya karena kegairahan berbudaya itu tidak berseberangan dengan totalitas beragama. Dedi Mulyadi juga mengajak masyarakat untuk lebih peduli alam, karena alam mengajarkan kebenaran yang bisa dilihat, didengar, dan dirasakan.

Muslim yang taat

Meski Dedi Mulyadi sering menampilkan identitas kesundaannya, ia merupakan seorang pemimpin muslim yang taat terhadap ajarannya. Bahkan, shalat lima waktu tak pernah ditinggalkan. Ia pun ringan tangan dan turut aktif dalam menyebarkan dan mengamalkan ajaran Islam di masyarakat.

Tak jarang Dedi menghadiri acara yang berkaitan dengan Islam baik di masjid-masjid maupun pesantren. Saat menjadi Bupati Purwakarta misalnya, Dedi pernah menghadiri undangan sebuah acara yang dihadiri ratusan ulama dan kiai di Kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Garut, Jawa Barat, pada Mei 2017 silam. Acara tersebut membahas hubungan antara ajaran Islam yang sebagian besar dianut oleh masyarakat Sunda dengan kebiasaan masyarakat Sunda terdahulu.

Saat menjabat Bupati Purwakarta, ia membangun Masjid Raya Cilodong sekaligus pusat dakwah Islam di bekas area prostitusi kawasan Cilodong, Kecamatan Bungursari, Purwakarta, Jawa Barat.  Masjid yang berdiri di atas lahan seluas sembilan hektar tersebut memiliki tiga atap yang melambangkan tiga rukun yang harus dilaksanakan oleh umat Islam, yakni rukun Islam, rukun Iman dan Ihsan.

Baca juga: Sejarah Pemilihan Gubernur Jawa Barat Pascareformasi

DOKUMENTASI PEMERINTAH KABUPATEN PURWAKARTA

Pesona keindahan Masjid Tajug Gede di Purwakarta, Jawa Barat.

Masjid Tajug Gede yang bertempat di Kecamatan Bungursari ini bergaya arsitektur perpaduan antara tradisional dan modern, dan dicetus lalu didesain oleh mantan Bupati Purwakata, Kang Dedi Mulyadi.

Masjid Tajug Gede ini memiliki luas halaman seluas 9,2 Hektare dan luas bangunan 1 hektare, sedangkan sisanya untuk fasilitas umum penunjang yang mampu menampung lebih dari 2 ribu orang.

Tajug Gede Cilodong memiliki dua lantai dan mampu menampung 4.000 jemaah, lantai satu bisa menampung 2.000 jemaah, lantai dua juga bisa menampung 2.000 jemaah, sehingga Tajug Gede Cilodong merupakan masjid terbesar di Purwakarta. Terdapat 9 bedug yang siap menjadi penanda waktu masuk shalat di tajug tersebut. Selain itu, 9 muazin akan mengumandangkan azan jika waktu shalat sudah tiba.

Tak hanya membangun masjid, Dedi juga mengeluarkan kebijakan mengenai tambahan pelajaran agama bagi pelajar. Dalam kebijakan tersebut, para pelajar berbagai tingkatan dituntut untuk belajar mengenai pendalaman kitab kuning bagi mereka yang Muslim. Bupati Purwakarta dua periode itu memandang, pelajaran kitab kuning di sekolah formal sangat dibutuhkan untuk pendalaman khazanah keislaman para pelajar.

Selain itu, sejak remaja Dedi aktif dan menjadi pengurus organisasi yang bernafaskan Islam. Ia pernah menjabat sebagai Ketua HMI cabang Purwakarta (1994), kemudian setelah menjadi anggota DPRD ia menjabat Ketua PC Pemuda Muslimin Indonesia (2002) dan Sekretaris KAHMI Purwakarta (2002).  Di organisasi keagamaan terbesar di Indonesia, Nahdlatul Ulama (NU), Dedi pernah didaulat menjabat wakil ketua NU Purwakarta.

Taman Air Mancur Sri Baduga

Kabupaten Purwakarta, saat ini terlihat lebih artistik. Tak bisa dimungkiri, perubahan ini terjadi sejak pemerintahan di kabupaten kecil ini dipimpin Dedi Mulyadi sebagai bupatinya selama dua periode.

Kang Dedi bisa dibilang sang pelopor perubahan itu. Selama memimpin, dia cukup piawai melakukan sejumlah terobosan. Sebut saja salah satunya kepiawaiannya dalam hal penataan ruang terbuka hijau (RTH) menjadi sebuah fasilitas publik yang menarik.

Sejak kepemimpinannya, sosok pria ini tak hentinya‎ menghias sedemikian rupa RTH yang ada menjadi lokasi yang kental dengan nilai wisata dan edukasi. Dalam penataan RTH ini, Dedi memiliki segundang ide. Sebut saja salah satunya, penataan yang dilakukan di kawasan Taman Sribaduga Purwakarta (situ buleud).

Dalam penataan lokasi taman aktif di tengah kota yang menjadi ikon Purwakarta itu, Kang Dedi Mulyadi tak hanya memfokuskan pada fungsi konservasi semata. Melainkan, juga didorong terhadap nilai-nilai rekreasi dan edukasi.

Sejak dulu lokasi ini merupakan kawasan konservasi serta kawasan hijau terbesar di Purwakakarta dengan luas kurang lebih empat hektare. Sampai saat ini lokasi itu terdapat sejumlah pohon, terutama dari jenis atau varian langka.

Tapi, sejak Kang Dedi Mulyadi jadi bupati keindahannya bertambah, seiring dibangunnya sebuah air mancur yang bisa dibilang terbesar di Indonesia.

DOKUMENTASI PEMERINTAH KABUPATEN PURWAKARTA

Taman Air Sri Baduga tampak memukau di malam hari.

Mungkin, beberapa tahun lalu ‎lokasi ini terlihat sangat kumuh. Bahkan, terkesan tak terurus. ‎Menurut cerita dari warga sekitar, lokasi ini dulunya sering dijadikan lokasi kegiatan negatif oleh segelintir orang.

Namun, imej negatif itu pun berangsur sirna setelah pemerintah setempat menghabiskan miliaran rupiah untuk menata lokasi tersebut. Saat ini,‎ kegiatan negatif itupun hilang dan berganti taman indah yang menyuguhkan hiburan rakyat berupa pertunjukan air mancur menari.

Sekilas cerita menarik dari air mancur di Taman Sribaduga Purwakarta ini. Selain memiliki lingkaran sekitar 1 hektare, air mancur ini memiliki banyak variasi gerakan. Yakni, disesuaikan dengan hentakan irama musik. Jadi, jika hentakan cukup cepat, air mancur pun akan menari dengan cepat dan tinggi. Namun jika alunan musik lambat, air mancur ini hanya akan menari dengan gemulai.

Atraksi air mancur ini, diprogram dengan beragam jenis musik secara digital. Selain musik dan variasi tarian, air mancur ini pun dipadukan dengan unsur tata cahaya dan api di atasnya. Tak hanya itu, di sekeliling taman inipun terpasang kursi supaya para pengunjung merasa nyaman saat menonton air mancur menari itu.‎

Karya Buku

  • Buku: Orang Sunda Juga Bisa!

  • Buku: Mengayuh Negeri dengan Cinta

  • Buku: Spirit Budaya Kang Dedi

  • Buku: Kang Dedi Menyapa-Kumpulan Pemikiran

Politisi Lokal Menuju Jabar Satu

Dedi Mulyadi berhasil merintis karier sebagai politisi dan menjabat beberapa posisi mentereng di Kabupaten Purwakarta. Karier yang pernah dijalani mulai dari anggota DPRD, Wakil Bupati Purwakarta, Bupati Purwakarta, hingga Anggota DPR RI.

Tahun 1999-2004, Dedi lewat partai Golkar terpilih sebagai Anggota DPRD Purwakarta. Namun, masa kerja itu tak selesai dan ditarik untuk mendampingi Lily Hambali pada Pilkada 2003. Keduanya terpilih menjadi Bupati dan Wakil Bupati Purwakarta untuk periode 2003-2008. Dedi lalu diangkat sebagai Ketua DPD Golkar Purwakarta untuk masa kepemimpinan 2004-2007.

Pada Pilkada Purwakarta 2008, Dedi berpasangan dengan Dudung B Supardi mencalonkan diri menjadi bupati dan wakil bupati Purwakarta. Dalam pemilihan langsung itu, mereka menang dan terpilih menjadi bupati dan wakil bupati 2008-2013. Usai masa jabatan 2008-2013, Dedi kembali mencalonkan diri sebagai petahana bersama wakilnya, Koswara untuk Pilkada 2013. Dedi menang lagi dan kembali memimpin Purwakarta untuk periode 2013-2018.

Perjalanan karier politiknya semakin moncer ketika dia terpilih secara aklamasi menjadi Ketua DPD Golkar Jawa Barat pada 2016, menggantikan Yance atau Irianto Mahfud Sidik Syafiuddin yang tersandung dugaan korupsi lahan.

Dedi Mulyadi kemudian mencalonkan diri sebagai Wakil Gubernur Jabar pada 2018 berpasangan dengan Deddy Mizwar, namun pasangan ini kalah dari Ridwan Kamil – Uu Ruzhanul Ulum. Lantas Dedi mencalonkan diri sebagai calon DPR RI dari Golkar pada 2019 dan lolos ke Senayan dengan meraih dukungan lebih dari 200.000 suara. Dedi lantas menjabat Wakil Ketua Komisi IV DPR RI periode 2019-2024.

Pada 2023, Dedi Mulyadi keluar dari Partai Golkar untuk bergabung dengan Partai Gerindra. Dedi kembali lolos sebagai wakil rakyat untuk periode keduanya pada 2024-2029 dari Partai Gerindra mewakili daerah pemilihan Jabar VII, meliputi wilayah Kabupaten Purwakarta, Kabupaten Karawang dan Kota Bekasi.

Dedi Mulyadi berhasil meraih suara tertinggi dengan total 375.658 suara di Dapil Jabar VII. Di wilayah Purwakarta, mantan bupati ini sukses meraih 125.161 suara, di Karawang meraih 133.329 suara, dan di Bekasi meraih 117.168 suara. Ia menyandang predikat peraih suara terbanyak DPR RI dari Jawa Barat dan peringkat kedua terbanyak secara nasional.

Bermodal dukungan suara dari Pemilu 2024 dan dukungan 14 parpol, Dedi maju pada Pilkada Jabar 2024 sebagai calon gubernur berpasangan dengan Erwan Setiawan mantan Bupati Sumedang 2018-2023 sekaligus anak sulung Manajer Persib Bandung, Umuh Muchtar. Sebanyak 14 partai politik yang mendukung pasangan itu, yaitu Gerindra, Golkar, Demokrat, PAN, PSI, Hanura, Gelora, Garuda, PKN, Partai Buruh, Prima, Perindo, PBB, dan Partai Ummat.

Baca juga: Perjalanan Politik Dedi Mulyadi

Penghargaan

Beragam penghargaan dan prestasi telah diraih oleh Dedi Mulyadi selama menjabat Bupati Purwakarta maupun selama menjadi anggota legislatif. Berikut sejumlah penghargaan yang didapat Dedi Mulyadi selama berkarier sebagai poltisi.

Geser ke kanan untuk melihat slide berikutnya.

“Kebudayaan Sunda adalah filosofi kehidupan yang bisa kita terapkan dalam pembangunan di Jawa Barat dan bahkan di tingkat nasional. Saya yakin, jika kita meneliti dan mengembangkan falsafah ini dengan benar, Jawa Barat akan menjadi provinsi yang memiliki kekuatan budaya yang unik dan inovatif,” kata Dedi Mulyadi pada Rapat Kerja Paguyuban Pasundan di Kota Bandung (19 Oktober 2024)

Program unggulan

Dalam wawancara bersama Litbang Kompas (15/11/2024), Asep Salahudin, Akademisi Institut Agama Islam Latifah Mubarokiyah (IAILM) Suryalaya Kabupaten Tasikmalaya, menyatakan Dedi Mulyadi sangat cermat membaca tipologi wilayah masyarakat Jawa Barat. Empat karakter kebudayaan Sunda, yakni Sunda Lama, Sunda Priangan, Sunda Pantura, dan Sunda Betawi. Menurutnya, empat tipologi wilayah ini yang akan membentuk Jawa Barat menjadi istimewa. Masing-masing wilayah memerlukan pendekatan yang berbeda-beda sesuai dengan karakter masyarakat setempat.

Pengalaman panjang sebagai politisi lokal baik sebagai Bupati Purwakarta selama dua periode, telah mengantarkannya untuk bersiap memimpin cakupan wilayah yang lebih luas. Pendekatan kultural, berdialog, dan berkomunikasi dengan masyarakat kalangan bawah dimaksudkan agar konsep pemerintahan yang ditawarkan mudah dipahami masyarakat luas.

Bagi Dedi Mulyadi, modernitas yang berkembang di Jawa Barat merupakan modal kultural untuk menguatkan budaya Jawa Barat. Menurut Asep Salahudin, posisi Dedi Mulyadi sangat jelas bahwa modernitas bukan ancaman bagi budaya Jawa Barat. Modernitas tetap harus dijaga melalui kesadaran tradisi, sebab akan selalu ada tarik-menarik antara tradisi dan modernitas.

Iwan Satibi, Guru Besar Universitas Pasundan, dalam wawancara dengan Litbang Kompas (15/11/2024) menyatakan, Kang Dedi adalah tokoh atau pemimpin yang mampu memadukan antara basis nilai-nilai kearifan lokal dengan agama. Kang Dedi juga merupakan sosok yang taat beragama.

Bupati Purrwakarta dua periode itu juga memiliki visi agar nilai-nilai agama masuk dalam tata kelola kurikulum berbasis religius. Mengharmonikan nilai-nilai agama dengan kearifan lokal pada kurikulum akademik adalah salah satu upaya untuk membangun karakter mental dan kepribadian yang kuat bagi para pelajar.

Iwan Satibi menambahkan, dalam hal merancang tata kelola pembangunan Jawa Barat ke depan harus berbasis landasan filosofis yang kuat. Nilai-nilai kearifan lokal menginspirasi visi pembangunan yang akan dilakukan, sehingga muncul gagasan “Jabar Istimewa”, yang merupakan hasil kontempelasi yang memadukan antara nilai-nilai kearifan lokal dengan nilai pembangunan yang akan dilakukan.

Karakter Kang Dedi adalah sosok yang kukuh memegang prinsip, misalnya dalam hal konsep visi-misi dan sembilan langkah pemikiran. Konsep yang diusung Kang Dedi pun landasannya sangat jelas karena berbasis akademik dan riset komprehensif dalam menyusun visi dan misi pembangunan.

Menurut Iwan Satibi, nilai-nilai kesundaan dan agama, sangat koheren atau saling berhubungan bagi Kang Dedi. Visi, misi, dan program yang dirancang sesuai dengan harmoni kesundaan dan agama. Visi besar Kang Dedi adalah Jabar Istimewa. Keinginan Kang Dedi yakni istimewa dalam beragam kemajuan untuk kesejahteraan masyarakat, pelayanan publik, dan menyatukan seluruh elemen masyarakat Sunda.

Banyak program unggulan terkait alam dan kemanusiaan disiapkan Kang Dedi jika terpilih sebagai Gubernur Jabar 2024-2029. Program unggulan itu akan dibangun dengan berlandaskan pada filosofi dan kultur masyarakat Jawa Barat yang memiliki empat karakter kebudayaan, yakni Sunda lama, Sunda Priangan, Sunda Pantura, dan Sunda Betawi.

Untuk masyarakat Sunda lama, yang secara umum banyak bermukim di wilayah Bogor dan Sukabumi, pendekatan alam dan kemanusiaan yang digunakan akan sesuai dengan kehidupan di kampung adat. Di kampung-kampung adat, misalnya, mereka memiliki lumbung pangan dan kearifan lokal dalam menjaga alam tetap lestari.

Untuk Sunda Priangan meliputi Bandung Raya, Cianjur, Tasikmalaya, sebagian Banjar, Garut, Ciamis, dan Pangandaran, pendekatan berbeda bakal diterapkan. Beberapa hal yang menjadi perhatiannya ialah kerusakan lingkungan yang mencolok, seperti penggundulan hutan, alih fungsi hutan menjadi kawasan perkebunan sayur, dan pencemaran Sungai Citarum.

Dedi menyoroti kerusakan lingkungan di hulu Sungai Citarum yang sewaktu-waktu dapat menjadi bencana bagi kawasan Bandung Raya. Kawasan Bandung Raya yang berbentuk cekungan sewaktu-waktu dapat tertimbun longsor besar atau terendam banjir akibat kerusakan lingkungan yang tidak terkendali di kawasan hulu.

Untuk menjaga kawasan hulu Sungai Citarum, yakni di wilayah Gunung Wayang dan Gunung Windu, Dedi berencana bekerja sama dengan masyarakat sekitar. Dedi menargetkan perbaikan kawasan di hulu dengan menghijaukan hutan-hutan yang telah beralih fungsi menjadi perkebunan sayur.

Tidak hanya itu, ia juga berniat mengelola bekas lahan perkebunan negara yang telantar melalui kerja sama dengan Pemerintah Provinsi Jabar sehingga untuk dijadikan kawasan konservasi alam ataupun wisata berbasis lingkungan.

Golongan masyarakat berikutnya yakni masyarakat Pantura yang umumnya tinggal di kawasan Cirebon, Indramayu, Kuningan, Subang, dan Karawang. Di kelompok ini, pekerjaan utama masyarakat ialah petani dan nelayan.

Menurut Dedi, sekalipun memiliki sikap terbuka, kelompok masyarakat Pantura ini menghadapi persoalan kultural yang berdampak pada kemiskinan. Beberapa di antaranya ialah kultur hajatan dan pesta setelah panen yang membuat berapa pun pendapatan mereka akan habis. Begitu juga dengan tingginya angka pernikahan di usia anak yang mencerminkan juga rendahnya tingkat pendidikan masyarakat.

Kelompok masyarakat berikutnya adalah orang Betawi. Kelompok masyarakat ini umumnya tinggal di wilayah Depok dan Bekasi. Sebagai masyarakat yang kini bercorak perkotaan, pendekatan perdesaan dinilai tidak lagi sesuai. Dedi mengatakan, sisi penting yang tidak banyak dieksplorasi dari kelompok masyarakat Betawi adalah kecenderungan mereka terhadap seni budaya. Dedi ingin mendorong peradaban Betawi.

Dari sisi lingkungan, kawasan Kalimalang di Bekasi, misalnya, juga akan direhabilitasi menjadi kawasan yang bersih. Ke depan, Dedi berharap rumah warga di Jabar dapat menghadap sungai, tidak lagi membelakangi sungai. Sebab, pada dasarnya masyarakat Jabar berperadaban sungai.

Dedi Mulyadi juga berharap bahwa kebudayaan Sunda bisa diterjemahkan ke dalam berbagai sektor kehidupan, termasuk pertanian, arsitektur, pendidikan, hingga tata kelola lingkungan. Menurutnya, dengan memahami dan menerapkan nilai-nilai kebudayaan Sunda, Jawa Barat akan semakin kaya dengan kebudayaan yang tidak hanya mengakar pada sejarah, tapi juga mampu menjawab tantangan zaman.

Baca juga: Kabupaten Purwakarta dalam Angka

KOMPAS/MADINA NUSRAT

Wakil Ketua Dewan Pembina Gerindra, Dedi Mulyadi, saat diwawancara, di kediamannya di Subang Jawa Barat, Selasa (28/5/2024), terkait dengan rencananya di kontestasi Pemilihan Gubernur Jawa Barat pada Pemilihan Kepala Daerah 2024 yang akan digelar serentak pada 27 November 2024.

Sebagai langkah nyata, Dedi Mulyadi berencana mendorong pembentukan laboratorium penelitian kebudayaan Sunda yang dapat mengkaji lebih dalam mengenai ajaran-ajaran dan falsafah Sunda. Dengan adanya laboratorium ini, ia berharap berbagai manuskrip dan artefak kebudayaan Sunda yang selama ini belum banyak dipelajari, dapat dijadikan bahan kajian ilmiah yang hasilnya bisa diakui secara internasional.

Selain itu, Dedi Mulyadi ingin menjadikan Provinsi Jawa Barat sebagai ‘Provinsi Siliwangi’. Arti Provinsi Siliwangi itu adalah provinsi yang mengajarkan kasih sayang di antara masyarakatnya. Dedi menyebut nantinya masyarakat bakal menerapkan nilai-nilai falsafah Silih Asah, Silih Asih, dan Silih Asuh yang menjadi kearifan lokal di Tanah Sunda sejak dahulu.

Silih Asah, Silih Asih, dan Silih Asuh, itu akan diterapkan dalam bentuk kebijakan yang mengasah, yang mengasihi, dan yang mengasuh seluruh warganya. Salah satu realisasi falsafah itu, yakni program ‘Ibu Asuh’. Program yang sudah ia terapkan semasa menjabat sebagai Bupati Purwakarta, untuk diadopsi di Pemerintahan Provinsi Jawa Barat jika terpilih kelak.

Baca juga: Profil Provinsi Jawa Barat

Visi dan Misi

Visi

Berpijak pada latar belakang, gambaran umum Provinsi Jawa Barat, permasalahan-permasalahan dan isu strategis Provinsi Jawa Barat dapat disusun visi Provinsi Jawa Barat adalah Jawa Barat Istimewa

Misi

  1. Mengembangkan kualitas sumber daya manusia yang berkarakter, cerdas, berpengetahuan, bertakwa dan profesional pada bidang tugasnya masing-masing.
  2. Mengembangkan ekonomi kerakyatan berbasis sumber daya lokal, berdaulat, berkelanjutan, berdaya saing tinggi dengan memanfaatkan ragam teknologi masa kini
  3. Mengurangi disparitas pembangunan utara selatan dengan mendorong masuknya investasi dan pemerataan penyediaan sarana dan prasarana
  4. Pendidikan, kesehatan, perekonomian dan lingkungan hidup yang proporsional memperkuat transformasi birokrasi yang berorientasi terhadap mutu pelayanan publik yang bermartabat, efektif, efisien menjunjung tinggi prinsip- prinsip pemerintahan yang bersih (clean governance).

Dengan visi, misi, dan program unggulan tersebut, Dedi optimistis dapat memenangi Pilkada Jawa Barat.

Hasil survei Litbang Kompas pada 1-9 November 2024 di setiap kabupaten dan kota Jawa Barat menunjukkan, hampir dua pertiga bagian pemilih di Jabar (65 persen) mengaku memilih pasangan Dedi Mulyadi-Erwan Setiawan di pilkada mendatang.

Posisi selanjutnya, pasangan calon (paslon) Ahmad Syaikhu-Ilham Akbar Habibie dengan penguasaan 9 persen pemilih. Dua paslon lainnya, Jeje Wiradinata-Ronal Surapradja dan Acep Adang Ruhiat-Gitalis Dwi Natarina, ada di posisi selanjutnya dengan dukungan pemilih di bawah 5 persen.

Kondisi itu membuat tak mudah bagi tiga paslon lainnya untuk mengejar elektabilitas Dedi-Erwan. Terlebih, hanya tinggal 17,3 persen pemilih yang belum menyatakan pilihannya.

Di sisi lain, survei juga menunjukkan kekuatan Dedi-Erwan di setiap lini persaingan. Hampir tiga perempat bagian dari pemilih Dedi-Erwan menyatakan pilihannya sudah tetap dan tidak akan berganti. Proporsi demikian terbilang tinggi dan tak ada paslon lain yang mendekati kadar loyalitas dukungan sebesar itu. (LITBANG KOMPAS)

Biodata

Nama

Dedi Mulyadi S.H

Lahir

Subang, Jawa Barat, 11 April 1971

Jabatan

Anggota DPR RI (2024-2029)
Calon Gubernur Jawa Barat 2024-2029

Pendidikan

  • SD Sukabakti, Subang (1978-1984)
  • SMP Negeri 1 Kalijati, Subang (1984-1987)
  • SMA Negeri 1 Purwadadi, Subang (1987-1990)
  • Sarjana (S1) Fakultas Hukum, Sekolah Tinggi Hukum Purnawarman, Purwakarta (1995-1999)

Karier

Pekerjaan:

  • Anggota Komisi E DPRD Purwakarta dari Partai Golkar (1999-2003)
  • Wakil Bupati Purawakarta (2003-2008)
  • Bupati Purwakarta (2008-2013)
  • Bupati Purwakarta (2013-2018)
  • Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Golkar (2019-2023)
  • Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra (2004-2029)

Organisasi

  • Ketua HMI Cabang Purwakarta
  • Senat Mahasiswa STH Purnawarman, Purwakarta (1994)
  • Wakil Ketua DPC Federasi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSPSI) (1997)
  • Sekretaris Pimpinan Pusat Serikat Pekerja Tekstil, Sandang dan Kulit Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (PP SPTSK KSPSI) (1998)
  • Wakil Ketua GM FKPPI (2002)
  • Ketua PC Pemuda Muslimin Indonesia (2002)
  • Sekretaris KAHMI Purwakarta (2002)
  • Ketua DPC Partai Golkar Purwakarta (2004-2007)
  • Ketua Kwartir Cabang Gerakan Pramuka Indonesia (2005-2015)
  • Sekjen Partai Golkar Jawa barat (2010)
  • Ketua DPD Partai Golkar Jawa Barat (2016-2020)
  • Ketua Tim Kampanye Jokowi-Maruf Jawa Barat (2018)
  • Wakil Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra (2023)

Penghargaan

  • Anubhawa Sasana Desa/Kelurahan dari Kemenkumham RI pada 2014.
  • Pemrakarsa dan Penyeleggara Pawai Tumpeng dengan Peserta Terbanyakd ari MURI (2011).
  • Pemrakarsa dan Penyelenggara Pawai Egrang dengan Peserta Terbanyak dari MUI (2012).
  • Pemrakarsa dan Penyelengara Parade Bedug dengan Peserta Terbanyak dari MUEI (2012).
  • Pemrakarsa dan Penyelengara Pawai Lampion dengan Peserta Terbanyak dari MURI (2013). Pemrakarsa dan Penyelenggara Pawai Cetok dengan Peserta Terbanyak dari MURI (2014).
  • Kepala Daerah Inovatif Dalam Bidang Pendidikan dari MNC Group (2014).
  • Manusia Bintang Kategori Demokrasi Award dari Kantor Berita Politik Rakyat Merdeka (2014).
  • Pemrakarsa dan Penyelenggara Festival Sarung dan Iket Dengan Peserta Terbanyak dari MURI (2015).
  • Tokoh Inspiratif Jawa Barat dari Dewan Mahasiswa UIN Sunan Gunung Djati Bandung (2015).
  • Bapak Seni dan Pendidikan Purwakarta dari Ikatan Mahasiswa dan Pelajar Purwakarta (2015).
  • Apresiasi Inovasi Gempungan di Buruan Urang Lembur Sebagai Top 99 Inovasi Pelayanan Publik dari Kemenpan RB (2015).
  • Penghargaan Maecenas dari Federasi Teater Indonesia (2015).
  • Pemrakarsa dan Penyelenggara Festival Sampurasun dan Kohkol Dengan Peserta Terbanyak dari MURI (2016).
  • Maestro Seni Tradisi 2016 dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia (Kemendikbud) (23 September 2016).
  • Anugerah Kebudayaan dari Persatuan Wartawan Indonesia Pusat (2016).
  • Kepala Daerah yang Berdedikasi Dalam Perlindungan dan Pemenuhan Atas Hak Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan dari Komnas HAM (2016).
  • Pemimpin Teladan Demokrasi dari Dewan Pembina The Soekarno Center (2016).
  • Tokoh yang Berkontribusi Besar Dalam Gerakan Pramuka dari Presiden Joko Widodo (2016).
  • Konsistensi Dalam Mendukung Kegiatan TNI Manunggal Membangun Desa dan Mabes TNI AD (2016).
  • Tokoh Kebudayaan dan Maestro Seni Tradisi dari Kemendikbud RI (2016).
  • Penghargaan Dwidja Praja Nugraha dari Pengurus Besar Persatuan Guru Republik Indonesia (2016).
  • Tokoh yang Berhasil Mengangkat Ekonomi dan Pendidikan dari Majelis Amanah Rakyat Malaysia (2016).
  • Pemrakarsa dan Penyelenggara Festival Ngarak Beas Perelek Dengan Peserta Terbanyak dari MURI (2017).
  • Honorary Police dari Polda Jabar (18 Februari 2017).
  • Pemimpin yang Mampu Menciptakan Pelayanan Kesehatan Berbasis IT dari iNews (2017).
  • Tokoh Inspirasi Pembangunan Berbasis Kebudayaan dari Bupati Garut (2017).
  • Harmoni Award Pembangunan yang Mengusung Toleransi Antar Umat Beragama dari Kementerian Agama (2017).
  • Penghargaan dari Partai Golkar karena mampu meraup suara di atas 200.000 pada Pileg 2019 (15 September 2019)
  • Satyalancana Kebudayaan dari Presiden Joko Widodo (2021).

Referensi

Arsip Kompas
  • KOMPAS, 17 Januari 2003. Daerah Sekilas: Purwakarta – Sekda Purwakarta Lili Hambali Hasan dan Dedi Mulyadi terpilih sebagai Bupati dan Wakil Bupati.
  • KOMPAS, 14 Maret 2003. Daerah Sekilas: Purwakarta – Pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Purwakarta.
  • KOMPAS, 31 Oktober 2007. Partai Ambil Formulir * Pilkada Purwakarta Dimulai.
  • KOMPAS, 22 Januari 2008. Pesta Demokrasi: Pasangan Dedi-Dudung Menangi Pilkada Purwakarta.
  • KOMPAS, 9 Februari 2010. Akademia: Buku Karya Bupati Purwakarta.
  • KOMPAS, 10 April 2017. Pilkada Jabar: Ridwan Kamil dan Dedi Mulyadi Bersaing.
Wawancara
  • Wawancara Litbang Kompas bersama Asep Salahudin, Akademisi IAILM Suryalaya Tasikmalaya pada 15 November 2024.
  • Wawancara Litbang Kompas bersama Iwan Satibi, Guru Besar Unversitas Pasundan pada 15 November 2024.

Tim Penyusun:
Dwi Erianto
Susy Sartika
Fadhlan Abdul Wadud
Inggra Parandaru

Infografik:
Muhammad Surya

Editor:
Topan Yuniarto

Dokumen terkait

Artikel terkait