Daerah

Kota Sorong: “Kota Minyak” dan Pusat Ekonomi di Ujung Barat Papua

Sorong dikenal dengan sebutan “Kota Minyak” karena sejak 1935 sebuah perusahaan minyak Belanda memulai pengeboran minyak bumi di daerah ini. Dalam perkembangannya, kota ini kini tumbuh menjadi “etalase” dan pusat perekonomian di Provinsi Papua Barat.

KOMPAS/VIDELIS JEMALI

Tampak gedung terminal Bandara Domine Eduard Osok, Kota Sorong, Papau Barat, Kamis (3/2/2022). Bandara tersebut menjadi bandara tersibuk di Provinsi Papua Barat.

Fakta Singkat

Hari Jadi 
28 Februari 2000

Dasar Hukum
Undang-Undang No. 45/1999

Luas Wilayah
1.105 km2

Jumlah Penduduk
289.767 jiwa (2020)

Kepala Daerah
Wali Kota Lamberthus Jitmau
Wakil Wali Kota Pahimah Iskandar

Instansi terkait
Pemerintah Kota Sorong

Kota Sorong merupakan salah satu kota di Provinsi Papua Barat. Kota ini merupakan kota terbesar di Papua Barat serta kota terbesar kedua di tanah Papua setelah Jayapura. Sorong juga terhitung strategis karena menjadi pintu keluar masuk Provinsi Papua Barat serta kota persinggahan bagi para pelancong.

Sorong semula merupakan salah satu kecamatan yang dijadikan pusat pemerintahan Kabupaten Sorong. Namun dalam perkembangannya, Sorong telah mengalami perubahan sesuai PP 31/1996 tanggal 3 Juni 1996 menjadi Kota Administratif Sorong.

Berdasarkan UU 45/1999, Sorong ditingkatkan statusnya menjadi daerah otonom sebagai Kota Sorong. Selanjutnya secara resmi, Kota Sorong terpisah dari Kabupaten Sorong pada tanggal 28 Februari 2000 dengan ibu kota di Sorong.

Hari Jadi Kota Sorong ditetapkan pada tanggal 28 Februari 2000 berdasarkan Perda Kota Sorong Nomor 5 Tahun 2017. Penetapan itu didasarkan pada saat peresmian kelembagaan perangkat daerah dan disertai pelantikan penjabat perangkat daerah di lingkungan Pemerintah Kota Sorong, yaitu pada tanggal 28 Februari 2000.

Kota dengan penduduk sebanyak 289.767 jiwa (2020) ini secara administratif terbagi menjadi 10 distrik dan 41 kelurahan. Kepala daerah yang saat ini menjabat adalah Wali Kota Lamberthus Jitmau dan Wakil Wali Kota Pahimah Iskandar (2017–2022).

Kota Sorong dikenal dengan julukan “Kota Minyak” sejak masuknya para surveyor minyak bumi dari Belanda pada tahun 1908. Kota ini merupakan salah satu kota dengan atribut peninggalan sejarah Heritage Nederlands Neuw Guinea Maschcapeij atau kota yang penuh dengan sisa-sisa peninggalan sejarah bekas perusahaan minyak milik Belanda.

Selain kaya akan minyak bumi, Sorong juga merupakan kota industri, perdagangan, dan jasa karena kota ini dikelilingi oleh kabupaten lain yang punya sumber daya alam yang potensial.

Di bidang pendidikan, kota itu memiliki 11 perguruan tinggi, antara lain, Universitas Muhammadiyah Sorong, Universitas Terbuka, dan Politeknik Kesehatan.

Adapun visi Kota Sorong untuk periode 2018–2022 adalah “Terwujudnya Kota Sorong sebagai Kota Termaju di Tanah Papua”. Sedangkan misinya adalah Pemerintah Kota Sorong ingin mewujudkan pemerintahan yang bersih, berwibawa dan akuntabel; meningkatkan kualitas kesehatan, pendidikan dan pengembangan sosial; meningkatkan perekonomian dan jasa; serta meningkatkan infrastruktur dasar perkotaan.

Kemudian meningkatkan lingkungan hidup dan pembangunan yang berkelanjutan; meningkatkan pelayanan publik; meningkatkan persatuan dan kesatuan bangsa; dan meningkatkan pemberdayaan masyarakat, perempuan dan perlindungan anak.

Sejarah pembentukan

Dalam buku Asal-Usul Kota-Kota di Indonesia Tempo Doeloe yang ditulis oleh Zaenuddin HM dan buku Sorong Outlook 2018 Peluang Bisnis dan Investasi Terkini, disebutkan bahwa asal usul Sorong memiliki dua versi.

Yang pertama, menurut sejarah, nama Sorong diambil dari nama sebuah perusahaan Belanda yang pada saat itu diberikan otoritas untuk mengelola dan mengeksplorasi minyak di wilayah Sorong, yaitu Seismic Ondersub Oil Niew Guines atau disingkat Sorong.

Pada masa lalu, pemerintahan di daerah ini masih bersifat tradisional. Status Sorong masih berupa kabupaten yang dibentuk oleh Sultan Tidore. Guna perluasan wilayah kesultanan, diangkatlah empat orang Raja yang disebut Kalano Muraha atau Raja Ampat, yang kini menjadi kawasan wisata. Keempat raja itu diangkat sesuai dengan empat pulau besar yang tersebar dari gugusan pulau-pulau dengan wilayah kekuasaan.

Raja Fan Gering menjadi raja di Pulau Waigeo. Raja Fan Malaba menjadi raja di Pulau Salawati, Raja Mastarai menjadi raja di Pulau Waigama dan Raja Fan Malanso menjadi raja di Lilinta Pulau Misool.

Versi kedua menyebutkan, nama Sorong berasal dari kata Soren. Dalam bahasa Biak Numfor, Soren berarti “laut yang daIam dan bergelombang”. Kata Soren digunakan pertama kali oleh Suku Biak Numfor yang berlayar pada zaman dahulu dengan perahu-perahu layar dari satu pulau ke pulau lain hingga tiba dan menetap di Kepulauan Raja Ampat.

Suku Biak Numfor inilah yang memberi nama “Daratan Maladum” dengan sebutan Soren yang kemudian dilafalkan oleh para pedagang Tionghoa, misionaris dari Eropa, Maluku, dan Sangihe Talaut dengan sebutan “Sorong”.

Pada era kolonial Belanda, Kota Sorong dikenal sebagai Kota Minyak di Timur jauh. Julukan ini berawal ketika pada tahun 1908, sebuah tim surveyor petroleum Belanda menemukan sumber minyak di perut bumi Sorong.

Temuan ini kemudian dieksplorasi menjadi sebuah pertambangan minyak bumi raksasa ketika itu oleh Nederlands Nieuw Guinea Petroleum Maatschappij (NNGPM), sebuah perusahan pertambangan minyak Pemerintah Belanda. Dari situ Kota Sorong ditetapkan sebagai base camp ekplorasi dan eksploitasi minyak bumi oleh Betaafe Petroleum Maatschapij (BPM), Holding Company NNGPM  yang bermarkas di Nederland, Belanda.

Sejak itu pula, Kota Sorong menjadi mesin pencetak dollar untuk pundi-pundi Kolonial Belanda. Ribuan migran dari pelbagai penjuru Indonesia maupun negara lain, pun mengalir ke Kota Sorong sebagai pekerja tambang.

KOMPAS/KORNELIS KEWA AMA

Di Bintuni masih ditemukan sejumlah tambang minyak peninggalan kolonial Belanda yang dibangun pada tahun 1950-an. Minyak mentah dari daerah itu diangkut ke Sorong untuk diproses di kilang minyak milik Pertamina di daerah itu. Selain itu terdapat ladang gas alam yang luas.

Ketika tahun 1939–1945, Perang Dunia II menjangkau Indonesia, Kota Sorong kemudian direbut dan menjadi jajahan Jepang pada tahun 1942. Wilayah Kota Sorong kemudian dijadikan sebagai basis pertahanan dalam perang global itu dengan membangun benteng pertahanan bawah tanah (gua) di Pulau Doom, pulau kecil wilayah Kota Sorong.

Jepang tidak lama menjajah Kota Sorong. Konsentrasinya menghadapi perang yang berkecamuk membuat pemerintahan kolonial Negeri Matahari Terbit ini tidak intens mengeksplorasi tambang minyak Sorong. Menyusul kekalahannya terhadap tentara sekutu, Jepang akhirnya angkat kaki dari bumi Kota Sorong pada tahun 1944.

Kekalahan Jepang membuat Belanda kembali menguasai Kota Sorong di bawah pemerintahan sipil, Nederland Indies Civil Adminitration (NICA). Pada tahun 1947, NICA membentuk wilayah Sorong sebagai Onderafdeling atau wilayah karesidenan dengan menetapkan Pulau Doom, menjadi kota administrasi pemerintahan. Kebijakan ini, oleh pemerintah kolonial Belanda, tetap menjadikan Kota Sorong sebagai base camp pertambangan minyak.

Memasuki tahun 1952, pengkavelingan wilayah itu masih dipandang kurang efektif oleh Belanda, khususnya wilayah Onderafdeling Sorong. Karena itu, lahirlah kebijakan mengkaveling kembali Onderafdeling Sorong menjadi dua, yaitu Onderafdeling Sorong dan Onderafdeling Sorong Olie. Dari pola dan sistem pengkavelingan ini, maka pada tahun 1959 kota administrasi pemerintahan Onderafdeling Sorong dipindahkan dari Pulau Doom ke Remu, wilayah sentral Kota Sorong.

Pada masa Pemerintahan Indonesia, setelah Irian Barat diserahkan secara penuh oleh penguasa sementara Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) kepada pemerintah Republik Indonesia, maka tahun 1965 diangkat seorang Wakil Bupati Koordinator di Sorong.

Adapun tugas wakil bupati tersebut adalah mengkoordinir pelaksanaan tugas pemerintah oleh Kepala Pemerintahan Setempat (KPS) Sorong, Raja Ampat, Teminabuan, dan Ayamaru serta mempersiapkan pemecahan Kota Irian Barat bagian barat menjadi dua kota.

KOMPAS/M ZAID WAHYUDI

Sejumlah penabuh tambur dan peniup seruling turut memeriahkan HUT RI ke-60 di Kota Sorong, Kamis (18/8/2005). Peringatan diikuti oleh berbagai instansi pemerintah dan swasta serta dari kelompok-kelompok masyarakat asli dan pendatang yang menampilkan tari, musik, dan ciri khas masing-masing suku. Pengembalian otonomi khusus oleh Dewan Adat Papua Daerah Sorong pada 15 Agustus lalu yang sempat menimbulkan kekhawatiran, tidak mempengaruhi kemeriahan karnaval yang diikuti dan disaksikan ribuan orang.

Kemudian, tahun 1969, setelah Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) selesai dilakukan, status Sorong berubah dari kota administratif menjadi kota otonom. Namun, pergantian status ini tidak mengubah pembagian wilayah sampai akhir tahun 1972.

Tahun 1983, Bupati Sorong Letkol Laut Sutaji, Ketua Dewan Perwakiltan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Sorong Yulianus Sesa, dan rakyatnya berinisiatif mengusulkan kepada Pemerintah Pusat. Melalui Gubernur Irian Jaya Akub Zainal, ia mengusulkan agar Kecamatan Sorong sebagai ibu kota Kabupaten Sorong ditingkatkan statusnya menjadi kota administratif.

Akhirnya, tahun 1996, lahir PP 31/1996 tentang Pembentukan Kota Administratif Sorong. Kemudian, tanggal 3 Juni 1996 dilaksanakan peresmian Kota Administratif Sorong oleh Menteri Dalam Negeri RI Yogi S Memet.

Seiring dengan berhembusnya angin reformasi, maka melalui UU 22/1999, status Kota Administratif Sorong menjadi Kotamadya Sorong yang didukung oleh aspirasi politik DPRD Provinsi Irian Jaya.

Impian dan harapan Kota Sorong tersebut kemudian menjadi kenyataan, yakni dengan dikeluarkannya UU 45/1999 tentang pembentukan beberapa Provinsi dan Kabupaten/Kota di Propinsi Irian Jaya termasuk Kota Sorong sebagai daerah otonom.

Pada tanggal 21 Oktober tahun 1999 bertempat di Jakarta dilakukan pelantikan Penjabat Wali Kota Sorong, yaitu J. A. Jumame yang selanjutnya Kota Sorong terpisah dari kabupaten induk, yaitu Kabupaten Sorong.

Geografis

Kota Sorong berada pada koordinat 131°51′ Bujur Timur dan 0° 54′ Lintang Selatan dengan luas wilayah 1.105 km2 atau sekitar 1,13 persen dari total luas wilayah Papua Barat.

Kota ini berbatasan dengan Distrik Makbon Kabupaten Sorong dan Selat Sagawin Kabupaten Kabupaten Raja Ampat di belahan utara, dan Distrik Aimas serta Distrik Salawati Kabupaten Sorong di belahan selatan. Sedangkan di belahan timur berbatasan dengan Distrik Makbon Kabupaten Sorong, dan di belahan barat berbatasan dengan Selat Dampir Kabupaten Raja Ampat.

Kota ini menghampar di tepian laut pada ketinggian 3 meter dari permukaan laut. Suhu udaranya menghangat kisaran 23,1oC minimum dan kisaran 33,7oC maksimum. Curah hujan tercatat 2.911 mm, dengan tingkat curah merata sepanjang tahun, antara 9–27 hari setiap bulan dengan kadar kelembaban udara rata-rata 84 persen.

Topografi Kota Sorong sangat bervariasi. Sebagian besar wilayah Kota Sorong merupakan daerah pegunungan dan perbukitan, dan sisanya berupa daratan rendah. Di bagian timur Kota Sorong, dikelilingi oleh bentangan hutan yang cukup lebat dan menghijau berciri tropis yang merupakan hutan lindung dan hutan wisata.

Di samping itu, Sorong juga memiliki enam pulau kecil, yaitu Pulau Dofior, Pulau Raam, Pulau Doom, Pulau Soop, Pulau Karim, dan Pulau Naknak. Kecuali itu, terdapat delapan daerah aliran sungai skala sedang dan kecil yang meliuk-liuk ke laut di punggung kota ini. Kedelapan sungai itu adalah Sungai Rufei, Sungai Klabala, Sungai Duyung, Sungai Remu, Sungai Klagison, Sungai Klawiki, Sungai Klasaman dan Sungai Klablim.

Keadaan geologi Kota Sorong terdapat hamparan galian golongan C seperti batu gunung, batu kaIi, sirtu, pasir, tanah urug dan kerikil. Sedangkan jenis tanah yang terdapat di Kota Sorong adalah tanah latosal putih yang terdapat di pinggiran pantai Tanjung Kasuari dan tanah fudsolik merah kuning yang terdapat dihamparan seluruh kawasan Distrik Sorong Timur.

KOMPAS/DWI BAYU RADIUS

Deretan perahu ditambatkan sementara sejumlah anak bermain di Pulau Doom, Kota Sorong, Papua Barat, pertengahan Maret 2015. Pulau Doom yang kaya wisata sejarah dapat dilihat-lihat dengan menggunakan becak. Tukang becak akan menjelaskan informasi singkat tentang Pulau Doom saat wisatawan berkeliling. Pulau Doom bisa dikunjungi dengan menumpang perahu carter dari Kota Sorong.

Pemerintahan

Sorong menjadi kota administratif pada tahun 1996. Ketika itu, Penjabat Wali Kota pertama Kota Administrasi Sorong yang dilantik adalah Jonathan Annes Jumami, yang sebelumnya menjabat Kepala Inspektorat Wilayah Kabupaten Sorong. Jonathan menjabat sejak 3 Juni 1996 hingga 12 Oktober 1999 dan berlanjut lagi hingga tahun 2001.

Pada Februari 2001, diadakan pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota pertama Kota Sorong. Dalam pemilihan Kota Sorong tersebut, pasangan Jonathan Annes Jumame dan Hengky Rumbiak terpilih sebagai Wali Kota dan Wakil Wali Kota Sorong untuk periode 2001–2006. Pasangan Wali Kota dan Wakil Wali Kota tersebut dilantik oleh Gubernur Provinsi Papua saat itu, yakni Yaap Salossa atas nama Menteri Dalam Negeri.

Kepemimpinan di Sorong kemudian diteruskan oleh Rahimin Katjong sebagai Penjabat Wali Kota untuk periode 2006 hingga 11 Juni 2007. Selanjutnya Jonathan Annes Jumame terpilih kembali memimpin Kota Sorong untuk periode 11 Juni 2007 — 11 Juni 2012. Kali ini, Jonathan didampingi oleh Baesara Wael sebagai Wakil Wali Kota Sorong.

Kemudian, Kota Sorong dipimpin oleh Wali Kota Lamberthus Jitmau untuk periode 11 Juni 2012 — 11 Juni 2017. Selama periode itu, Jitmau didampingi oleh Wakil Wali Kota Pahimah Iskandar. Pasangan Lamberthus Jitmau dan Pahimah Iskandar kembali memimpin Kota Sorong untuk periode kedua 2017–2022.

Secara administratif, Kota Sorong terdiri dari 10 distrik, yaitu Sorong, Sorong Barat, Sorong Kepulauan, Sorong Timur, Sorong Utara, Sorong Manoi, Sorong Kota, Malaimsimsa, Klaurung, dan Maladom Mes. Kemudian dibagi lagi atas 41 kelurahan yang tersebar pada masing-masing distrik tersebut.

Adapun distrik paling luas di Kota Sorong adalah Distrik Sorong Kepulauan yang memiliki luas sebesar 200,11 km2, kemudian Distrik Sorong Manoi dengan luas 135,97 km2.

Pemerintahan Kota Sorong didukung oleh 3.520 pegawai negeri sipil (PNS), yang terdiri dari 63,12 persen PNS perempuan dan 36,88 persen PNS laki-laki.

ARSIP BAGIAN HUMAS PEMDA KOTA SORONG

Wali Kota Kota Sorong Lamberthus Jitmau

Politik

Peta perpolitikan di Kota Sorong dalam tiga pemilihan umum (pemilu) legislatif menunjukkan besarnya dukungan masyarakat Sorong terhadap partai Golkar. Hal itu tercermin dari perolehan kursi partai Golkar di DPRD Kota Sorong yang menempati urutan teratas.

Pada Pemilu Legislatif 2009, Golkar berhasil memperoleh kursi terbanyak dengan enam kursi. Di urutan berikutnya, Demokrat berhasil meraih lima kursi. Disusul PDI-P, PNBK, dan PKP masing-masing meraih dua kursi. Sedangkan Hanura, Gerindra, PBB, PNI, PDK, PPD, PPP, PKS, PKB, PBR, PPRN, PKDI, dan PDS

Di Pemilu Legislatif 2014, Golkar kembali berhasil memperoleh kursi terbanyak di DPRD Kota Sorong. Bahkan perolehan kursinya meningkat dari enam kursi menjadi delapan kursi. Di urutan berikutnya, Demokrat meraih lima kursi. Disusul PDI-P, PAN, dan Nasdem masing-masing mendapatkan tiga kursi. Kemudian Gerindra, Hanura, dan PBB sama-sama meraih dua kursi. Sedangkan PPP dan PKB memperoleh satu kursi.

Di Pemilu Legislatif 2019, dari 11 partai politik yang memperoleh kursi di DPRD Kota Sorong, Partai Golkar bertahan sebagai pemilik kursi terbanyak, yaitu delapan kursi. Kemudian disusul Gerindra, PDI-P, dan Demokrat meraih masing-masing tiga kursi. Partai Hanura, PAN, PKS, Perindo, PKB, dan Nasdem sama-sama meraih dua kursi, dan PPP hanya berhak atas satu kursi.

KOMPAS/ICHWAN SUSANTO

Petugas di Komisi Pemilihan Umum Kota Sorong, Irian Jaya Barat, mempersiapkan distribusi logistik untuk Pilkada Kota Sorong pada 22 Maret 2007.

Kependudukan

Kota Sorong pada tahun 2021 dihuni oleh 289.767 jiwa orang, yang terdiri dari 152.487 penduduk laki-laki dan 137.280 orang penduduk perempuan. Dengan jumlah itu, rasio jenis kelamin di Kota Sorong tercatat sebesar 111,08. Hal ini menunjukkan bahwa setiap 100 orang penduduk perempuan terdapat 111 orang penduduk laki-laki.

Hasil analisis BPS Kota Sorong seperti dikutip dari buku Sorong Outlook 2018 Peluang Bisnis dan Investasi Terkini, menyebut bahwa Kota Sorong mencatatkan tingkat pertambahan penduduk terbanyak di Papua Barat. Salah satu penyebabnya adalah Kota Sorong menjadi magnet bagi imigran dari pelbagai wilayah di Indonesia, untuk memenuhi kesejahteraan ekonomi, baik sebagai pekerja maupun enterpreneur.

Menurut data BPS Kota Sorong, jumlah warga Kota Sorong terdiri dari 70 persen merupakan warga pendatang, termasuk orang Papua dari luar Kota Sorong dan 30 persen adalah penduduk asli setempat.

Menurut sejarahnya, penduduk asli Kota Sorong dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu pertama suku Moi yang memiliki 10 sub suku dengan batasan masing-masing. Sub suku ini terbagi menjadi 100-an marga besar dan marga kecil disebut gelet.

Di antara sub Suku Moi ini, antara lain, Moi Kalasa, Moi Kalagedi, Moi Malamsimsa, Moi Amber, Moi Malayik, Moi Seget, Moi Kelim, Moi Walala, Moi Abun, Moi Malaibin. Umumnya suku Moi tinggal di wilayah kelurahan Malanu, Klasaman, dan Rufei.

Kedua, suku Maybrat yang umumnya tinggal di Distrik Ayamaru, Aitiyo, dan Aifat atau dikenal juga dengan sebutan A3.

Ketiga, suku Inawatan yang terdiri dari suku Inawatan, Mate Mani, dan Kokoda (IMEKO) yang sebagian besar tinggal di daerah Aspen kelurahan Klagete dan daerah sekitar Bandara DEO Sorong.

Penduduk asli umumnya bermukim di daerah-daerah yang relatif jauh serta umumnya mereka bekerja sebagai nelayan dan petani. Di sisi lain, percepatan pembangunan di Kota Sorong juga menjadi daya tarik bagi penduduk daerah lain untuk datang dan menetap.

Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri tahun 2021, mayoritas penduduk Kota Sorong beragama Kristen yang terdiri dari Kristen Protestan 47,15 persen dan Kristen Katolik 7,55 persen. Kemudian pemeluk agama Islam sebanyak 45,01 persen, Budha 0,19 persen, dan Hindu 0,09 persen.

KOMPAS//ICHWAN SUSANTO

Pentas Budaya II Irian Jaya Barat di Manokwari, Selasa (6/2/2007), Kabupaten Sorong mempertunjukkan tarian dari suku Imekko, yang menggambarkan keseharian mata pencarian mereka berburu dan berladang. Pentas seni ini pun mementaskan kebudayaan dan tradisi kabupaten/kota lainnya se-Irian Jaya Barat.

Indeks Pembangunan Manusia
78,49 (2021)

Angka Harapan Hidup 
70,93 tahun (2021)

Harapan Lama Sekolah 
14,39 tahun (2021)

Rata-rata Lama Sekolah 
11,19 tahun (2021)

Pengeluaran per Kapita 
Rp13,74 juta (2021)

Tingkat Pengangguran Terbuka
9,95 persen (2021)

Tingkat Kemiskinan
15,35 persen (2021)

Kesejahteraan

Pembangunan manusia Kota Sorong meningkat dari waktu ke waktu. Hal itu tecermin dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kota Sorong pada tahun 2021 sebesar 78,49, meningkat tipis 0,04 persen dibanding capaian pada tahun sebelumnya yakni 78,45 persen.

Pencapaian IPM itu masuk kategori “tinggi”. IPM Kota Sorong itu terhitung tertinggi, jika dibandingkan dengan kabupaten/kota lain di Provinsi Papua Barat.

Dari komponen pembentuknya, angka harapan hidup tercatat 70,93 tahun, harapan lama sekolah 14,39 tahun, rata-rata lama sekolah 11,19 tahun, dan pengeluaran per kapita Rp13,74 juta.

Tingkat pengangguran terbuka (TPT) Kota Sorong terhitung tertinggi di Provinsi Papua Barat. Pada tahun 2021, TPT Kota Sorong tercatat sebesar 9,95 persen. Sementara itu, tingkat kemiskinan di Sorong pada tahun 2021 tercatat sebesar 15,35 persen.

KOMPAS/FRANSISKUS PATI HERIN

Kegiatan jual beli di Pasar Remu, Kota Sorong, Papua Barat mulai ramai seperti terpantau pada Kamis (22/8/2019). Aktivitas ekonomi di Sorong kembali pulih pascagelombang aksi demonstrasi berujung anarkis selama beberapa hari terakhir.

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp121,83 miliar (2020)

Dana Perimbangan 
Rp685,97 miliar (2020)

Pendapatan Lain-lain 
Rp301,01 miliar  (2020)

Pertumbuhan Ekonomi
-1,44 persen (2021)

PDRB Harga Berlaku
Rp15,46 triliun (2021)

PDRB per kapita
Rp53,35 juta/tahun (2021)

Ekonomi

Produk domestik regional bruto (PDRB) Kota Sorong pada tahun 2021 senilai Rp15,46 triliun atau sekitar 19 persen dari PDRB Provinsi Papua Barat. Angka itu jauh dari daerah-daerah lain di Papua Barat. Hanya Kabupaten Teluk Bintuni yang melebihi angka tersebut karena sumbangan eksploitasi gas alam cair.

Perekonomian Kota Sorong ditopang oleh sektor perdagangan, konstruksi, serta administrasi pemerintahan, pertahanan, dan jaminan sosial wajib. Masing-masing sektor tersebut menyumbang sebesar 20,90 persen, 20,24 persen, dan 11,72 persen dari total PDRB Kota Sorong pada 2021.

Sektor lain yang cukup besar kontribusinya terhadap perekonomian Kota Sorong adalah pertanian, kehutanan, dan perikanan sebesar 9,04 persen, transportasi dan pergudangan sebesar 7,11 persen, informasi dan komunikasi sebesar 6,59 persen, industri pengolahan sebesar 5,31 persen, dan jasa pendidikan sebesar 5,21 persen.

Sejak tahun 2016, Kota Sorong ditetapkan sebagai Kawasan Ekonomi Khusus atau KEK melalui PP 31/2016. Penetapan KEK Sorong diharapkan dapat menjadi pusat pertumbuhan ekonomi baru di timur Indonesia. Berlokasi di Distrik Mayamuk, KEK Sorong dibangun di atas lahan seluas 523,7 hektare dan secara strategis berada pada jalur lintasan perdagangan internasional Asia Pasifik dan Australia.

KEK Sorong yang terletak di Selat Sele memberikan keunggulan geo-ekonomi, yaitu potensi di sektor perikanan dan perhubungan laut. Lokasi tersebut juga sangat strategis untuk pengembangan industri logistik, agro-industri serta pertambangan.

Berdasarkan potensi yang dimiliki, KEK Sorong dikembangkan dengan basis kegiatan industri galangan kapal, agro industri, industri pertambangan dan logistik. KEK Sorong diproyeksikan menarik investasi sebesar Rp32,2 triliun dan diproyeksikan dapat menyerap tenaga kerja sebanyak 15.024 tenaga kerja hingga tahun 2025.

Perkembangan perekonomian Sorong tak terlepas dari faktor penunjang kegiatan perekonomian. Di kota ini, terdapat Pelabuhan Sorong dan Bandar Udara Domine Eduard Osok sebagai jalur lalu lintas utama distribusi barang masuk-keluar dan wisatawan.

KOMPAS/FERGANATA INDRA RIATMOKO

Buruh angkut menanti kedatangan penumpang di dekat kapal Sabuk Nusantara di Pelabuhan Sorong, Kota Sorong, Papua Barat, Senin (7/6/2021). Kapal tersebut merupakan salah satu yang digunakan dalam program Tol Laut. Pelabuhan Sorong merupakan salah satu destinasi utama Tol Laut di wilayah Papua. Pengembangan jalur Tol Laut di Papua merupakan salah satu program prioritas Pemerintah untuk menekan disparitas harga di wilayah timur Indonesia sekaligus meningkatkan perekonomian masyarakat di kawasan itu.

Pertumbuhan ekonomi Kota Sorong pada periode 2011 hingga 2019, berada di atas pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat. Namun pada 2020 dan 2021, pertumbuhan ekonomi Kota Sorong anjlok, sama seperti daerah-daerah lainnya karena pandemi Covid-19. Pada tahun 2020, pertumbuhan ekonomi Kota Sorong tercatat minus 3,24 persen sedangkan pada tahun 2021 terkontraksi 1,44 persen. Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua Barat pada tahun 2020 terkontraksi 0,76 persen dan tahun 2021 terkontraksi 0,51 persen.

Di bidang keuangan daerah, pendapatan daerah Kota Sorong pada tahun 2020 masih banyak ditopang oleh dana perimbangan dari pemerintah pusat sebesar Rp685,97 miliar dan pendapatan lain-lain sebesar Rp301,01 miliar. Sedangkan pendapatan asli daerah (PAD) sebesar Rp121,83 miliar.

Di sektor pariwisata, Kota Sorong memiliki tujuh wisata alam dan satu spot wisata Pagoda Sapta Ratna. Ketujuh wisata alam itu adalah Tanjung Pantai Kasuari, Pulau Doom, Pulau Raam, Pulau Soop, Pulau Dofior, Pantai Tembok Berlin, dan Taman Wisata Arboretum.

Untuk mendukung beragam kegiatan kota, Sorong memiliki 30 hotel, beberapa di antaranya hotel bintang. Sementara itu, rumah makan yang terdapat di Sorong sebanyak 69 rumah makan, 28 di antaranya berada di Sorong Kota.

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Senja Perairan Sorong – Wisatawan mancanegara menikmati terbenamnya matahari di perairan Kota Sorong, Papua, Rabu (26/3/2014). Pentingnya pemerataan pembangunan fasilitas seperti infrastruktur, kesehatan dan pendidikan di wilayah timur Indonesia akan memberikan dampak kemajuan perekonomian di sejumlah kawasan terpencil yang tertinggal.

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Irian Jaya akan Milliki Tiga Wagub *Sorong Jadi Kota Administratif”, Kompas, 04 Juni 1996, hlm. 14
  • “Kota Sorong *Otonomi”, Kompas, 16 Juli 2003, hlm. 32
  • “Persoalan Kota Pendatang *Otonomi”, Kompas, 16 Juli 2003, hlm. 32
  • “Pariwisata: Keindahan Lain di Pulau Kepala Burung”, Kompas, 25 Januari 2011, hlm. 23
  • “Kota Sorong: Pusat Ekonomi di Ujung Barat… * Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015”, Kompas, 31 Juli 2015, hlm. 22
  • “Strategi Pemerintahan: Sorong Termaju di Papua * Indeks Kota Cerdas Indonesia 2015”, Kompas, 31 Juli 2015, hlm. 22
Buku dan Jurnal
Aturan Pendukung
  • UU 15/1956 tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Irian Barat
  • UU 12/1969 tentang Pembentukan Propinsi Otonom Irian Barat dan Kabupaten-Kabupaten Otonom di Propinsi Irian Barat
  • UU 45/1999 tentang Pembentukan Propinsi Irian Jaya Tengah, Propinsi Irian Jaya Barat, Kabupaten Paniai, Kabupaten Mimika, Kabupaten Puncak Jaya dan Kota Sorong
  • UU 22/1999 tentang Pemerintahan Daerah
  • UU 32/2004 tentang Pemerintah Daerah

Editor
Topan Yuniarto