Daerah

Provinsi Papua: Wilayah Kaya Sumber Daya Alam di Ujung Timur Indonesia

Terletak di ujung timur Indonesia, Provinsi Papua terkenal kaya akan sumber daya mineral logam seperti tembaga, emas, dan perak. Di sisi lain, provinsi berjuluk “Bumi Cenderawasih” ini masih bergulat dengan tantangan mengentaskan kemiskinan.

KOMPAS/FABIO M LOPES COSTA

Tampak Tarian Isosolo atau menari di atas perahu yang menjadi ikon dalam pembukaan Festival Danau Sentani ke-11 di Khalkote, Distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura, Papua, Selasa (19/6/2018).

Fakta Singkat

Ibukota
Jayapura

Hari Jadi
27 Desember 1949

Dasar Hukum
Undang-Undang No. 12/1969

Luas Wilayah
316.552,6 km2

Jumlah Penduduk
4.303.707 jiwa (September 2020)

Pasangan Kepala Daerah
Gubernur Lukas Enembe

Wakil Gubernur Klemen Tinal

Provinsi Papua merupakan daerah yang memiliki wilayah paling luas dibandingkan dengan provinsi lain di Indonesia. Secara geografis, posisi wilayah Papua sangat strategis, yaitu berada di jalur pelayaran Asia Tenggara dan Pasifik.

Pada masa pemerintahan kolonial Hindia Belanda, Papua dikenal sebagai Nugini Belanda (Nederlands Nieuw-Guinea atau Dutch New Guinea). Sejarah juga mencatat Irian Jaya merupakan satu-satunya wilayah Nusantara yang pernah berada di bawah penguasaan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) – United Nations Temporary Executive Authority (UNTEA). Keberadaannya di bawah lembaga dunia itu berlangsung dari tanggal 1 Oktober 1962 sampai 1 Mei 1963.

Provinsi Papua dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1969. Ketika itu, provinsi ini dikenal dengan nama Irian Barat. Kemudian pada tanggal 1 Maret 1973 sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 tahun 1973, nama Irian Barat resmi diganti menjadi Irian Jaya oleh Presiden Soeharto. Kemudian perubahan Irian Jaya kembali menggunakan nama Papua lagi ditetapkan oleh Presiden Abdurahman Wahid setelah lahir dan berlakunya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.

Perubahan nama Irian Jaya kembali menjadi Papua bermula dari aspirasi masyarakat yang menghendaki pengembalian nama Irian Jaya menjadi Papua seperti tertuang dalam Keputusan DPRD Provinsi Irian Jaya Nomor 7/DPRD/2000 tanggal 16 Agustus 2000 tentang Pengembalian Nama Irian Jaya Menjadi Papua.

Seiring perjalanan waktu, pada tahun 2004, Papua dibagi menjadi dua provinsi oleh pemerintah Indonesia. Bagian timur tetap memakai nama Papua sedangkan bagian baratnya menjadi Irian Jaya Barat yang sekarang menjadi Provinsi Papua Barat.

Hari jadi Provinsi Papua ditetapkan pada tanggal 27 Desember 1949 berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 6 tahun 2016.

Dengan luas 316.552,6 kilometer persegi, Provinsi Papua dihuni oleh  4,3 juta jiwa menurut sensus penduduk terbaru 2020. Secara administratif, provinsi ini terdiri dari 28 kabupaten dan 1 kota, yang terbagi menjadi 576 kecamatan, dan 5.549 desa/kelurahan. Saat ini, Provinsi Papua dipimpin oleh Gubernur Lukas Enembe dan Wakil Gubernur Klemen Tinal.

Sejarah Pembentukan

Wilayah Papua kaya akan situs sejarah perjalanan perkembangan peradaban bangsa Indonesia. Salah satu situs purbakala tertua yang ditemukan di Papua adalah peninggalan zaman prasejarah pada 30.000 hingga 40.000 tahun sebelum masehi.

Situs yang berlokasi di Kabupaten Biak ini berupa gua-gua yang pada dindingnya dijumpai lukisan-lukisan dan fosil-fosil moluska atau cangkang kerang. Keduanya menandakan adanya kehidupan manusia pada masa lampau.

Ditemukannya fosil moluska di daerah itu juga menjadi indikator penting adanya aktivitas manusia purbakala. Moluska adalah makanan yang mudah didapat dan diolah dibandingkan dengan harus berburu binatang darat yang butuh mengeluarkan banyak energi. Penemuan arkeologi di Biak ini merupakan jalan untuk merunut sejarah migrasi manusia ke Papua.

Selain di Biak, penemuan dari zaman megalitikum terdapat di situs Tutari, Kabupaten Jayapura. Di tempat ini ditemukan bongkahan batu berlukis berbentuk binatang-binatang melata.

Benda prasejarah di Papua ditemukan pula  di perkampungan seluas 1.000 x 500 meter di Bukit Srobu, Kelurahan Abe Pantai, Kota Jayapura, oleh Balai Arkeologi Wilayah Papua pada 14 Mei 2014 lalu seperti dikutip dari laman Kompas.com (21/5/2014). Di lokasi itu, ditemukan situs-situs dan kerajinan yang diduga peninggalan masa neolitikum (masa 10.000 tahun sebelum masehi) dan megalitikum (3.600 tahun sebelum masehi) berupa meja batu, turap yang merupakan dasar sebuah permukiman dan menhir.

Sementara itu, situs arkeologi dari zaman kolonial banyak ditemukan di beberapa daerah di Papua sebagai peninggalan penjajah Belanda antara tahun 1900-an hingga pecah Perang Pasifik di tahun 1940-an. Situs zaman kolonial ini misalnya Situs Ifar Gunung, Situs Asei Pulau dan Situs Hirekombe di Kabupaten Jayapura.

Situs lainnya adalah situs yang berkaitan dengan sejarah masuknya agama Islam ke Papua. Dibuktikan dengan ditemukannya antara lain Situs Makam Islam di Lapintal, Kabupaten Raja Ampat, Situs Islam di Pulau Nusmawan, Kabupaten Teluk Bintuni.

Pada era kerajaan-kerajaan di Nusantara, pada tahun 1364, Papua tercatat sebagai wilayah Kerajaan Majapahit di bawah pemerintahan Raja Hayam Wuruk dan Mahapatih Gadjah Mada. Sebelumnya, sekitar tahun 600, para pedagang Sriwijaya konon sampai ke wilayah ini dan menyatakan sebagai wilayah kerajaannya.

Pada tahun 1453, Ibnu Mansur, Sultan Ke-10 Tidore, bersama beberapa anggota kesultanan melakukan ekspedisi sampai ke beberapa pulau di bagian barat Papua. Pulau-pulau itu kemudian dijadikan wilayah taklukkannya dan diberi nama Papo ua yang artinya tidak bergandengan atau tidak menyatu. Pengaruh Kesultanan Tidore cukup besar dalam perkembangan Papua, khususnya dalam membuat perjanjian dengan para pelaut dari Eropa di kemudian hari.

Pelaut dari Portugis, Antonio d Abrau, merupakan orang Eropa pertama yang menginjakkan kakinya di Papua pada tahun 1511. Pulau itu diberi nama Os Papua atau Ilha de Papo ia. Kemudian menyusul pelaut lainnya dari Portugis yang melakukan pelayaran ke Papua, yaitu Fransisco Serano (1522) dan Don Jorge de Menese (1926).

William Jansen, pelaut asal Belanda, tercatat pernah mendarat di Pulau Kai, Pulau Aru, dan Pantai Barat Daya Papua pada tahun 1600. Sepuluh tahun kemudian menyusul pelaut lainnya dari Belanda, William Schouten dan Le Maire, yang melakukan pelayaran sampai ke Teluk Cenderawasih. Lalu, Jan Cartstenz tahun 1622 melakukan pelayaran di sebelah selatan Papua guna mencari perluasan daerah jajahan VOC.

Pada tanggal 9 November 1774, Belanda jatuh ke tangan Inggris. Otomatis kekuasaan jalur rempah-rempah Belanda di Papua menjadi miliknya. Setelah menjalin hubungan baik dengan Kesultanan Tidore, tahun 1793 Inggris menguasai dan menjadikan Papua koloni. Untuk menguasai wilayah Papua, Inggris juga mendirikan benteng Coronation di Teluk Doreri, Manokwari.

Atas nama Raja Belanda, AJ van Delden, seorang komisaris yang dikirim oleh Gubernur Belanda di Maluku, membangun benteng untuk didiami militer Belanda pada Agustus 1828. Ia juga memproklamasikan Nieuw Guinea (Papua Barat) sebagai milik Belanda. Tanggal 16 Mei 1895, tercapai kesepakatan antara Pemerintah Belanda dan Inggris. Belanda menguasai Papua sebelah barat dan Inggris menguasai Papua sebelah timur.

Dalam buku “Kepulauan Rempah-Rempah” disebutkan kekuasaan Belanda di Papua diawali dengan dibuatnya perjanjian antara Belanda dengan Kesultanan Tidore di Papua pada 22 Oktober 1894. Dalam perjanjian itu dinyatakan hak penuh Belanda atas Papua, termasuk hak administrasi dan pembentukan pemerintahan. Kemudian pada tahun 1898 Belanda langsung membagi Papua menjadi dua afdeeling (wilayah administratif) yakni afdeeling Papua Utara dan afdeeling Papua Selatan.

Pada masa kekuasaannya, Belanda menerapkan sistem kerja rodi di wilayah Ternate dan Tidore. Perjanjian kerja rodi tersebut disebut dengan istilah herendienst dan gemeentedienst yang mulai berlaku sejak 24 Maret 1896. Proyek besar kerja rodi tersebut antara lain pembukaan jalan Tobelo-Galela (27 kilometer), jalan Kao-Tobelo (80 kilometer), jalan Daruba-Daeo (30 kilometer), dan jalan Payahe Weda untuk kepentingan militer Belanda.

Pada tanggal 7 Maret 1910, keluar Deklarasi Batavia yang menyatakan Nederlandsch Nieuw Guinea (Papua Barat) tidak termasuk Hindia Belanda. Batas-batas wilayah Hindia Belanda mulai Aceh sampai Maluku, sedangkan Papua berada langsung di bawah Pemerintah Belanda di Belanda.

KOMPAS/ALOYSIUS BUDI KURNIAWAN

Monumen Patung Wakil Presiden Republik Indonesia I Mohammad Hatta berdiri kokoh di kompleks Situs penjara dan kamp pengasingan Boven Digoel di Tanah Merah, Distrik Mandobo, Kabupaten Boven Digoel, Senin (13/4/2015). Sebagian bekas penjara dan kamp pengungsian masih terawat hingga sekarang. Di tempat ini, Bung Hatta bersama tokoh-tokoh pergerakan nasional pernah diasingkan.

Perang Pasifik, sebagai bagian dari Perang Dunia II, mengubah jalannya sejarah penjajahan di Papua khususnya dan Indonesia umumnya. Posisi Belanda digantikan oleh Jepang sejak tanggal 19 April 1942. Di bawah pemerintah pendudukan Jepang, nasib penduduk Papua bukan membaik. Tenaga kerja pribumi dikerahkan untuk kerja paksa demi kepentingan mesin perangnya.

Akibatnya, rakyat Papua mengangkat senjata. Mulai tahun 1943, pertempuran meledak di berbagai daerah di Papua. Di antara  sejumlah pemimpin pemberontakan itu adalah Silas Pipare, Samuel Kawab, Marthin Indei, Raja Fatagar, Raja Kokas, dan Lodewijk Mandapan.

Kekejaman Jepang mendorong rakyat menyambut baik kedatangan pasukan Sekutu di bawah pimpinan Jenderal MacArthur pada tanggal 22 April 1944. Penjajahan Jepang atas Irian Barat berakhir pada tanggal 23 April 1944 ketika 140 ribu tentara Sekutu mendarat di Teluk Yos Sudarso yang ketika itu masih disebut Teluk Humbolt. Memulai penyerbuannya dari Jayapura, pasukan Sekutu terus mendesak tentara Jepang, menguasai Biak pada tanggal 27 Mei 1944 dan Sorong pada tanggal 30 Juli 1944.

Ketika Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945, Indonesia menginginkan semua bekas wilayah jajahan pemerintahan kolonialisme Belanda menjadi wilayahnya, termasuk Papua yang kala itu disebut sebagai Netherlands New Guinea.

Namun, Belanda tidak bersedia memberikan wilayah ini karena secara ras dan etnis orang Papua asli berbeda dengan kebanyakan pendudukan Indonesia. Sengketa ini berlangsung sejak Konferensi Meja Bundar (KMB) pada 27 Desember 1949 hingga belasan tahun kemudian.

M.C. Ricklefs dalam “Sejarah Indonesia Modern” (2008), mengatakan dengan difasilitasi Amerika Serikat tercapai kesepakatan antara Indonesia dan Belanda tentang Papua yang disebut dengan “Perjanjian New York” pada 15 Agustus 1962.

Inti kesepakatan adalah Belanda menyerahkan Papua di bawah kendali Otoritas Eksekutif Sementara PBB (UNTEA) pada 1 Oktober 1962. Selanjutnya, Belanda harus menyerahkan Papua bagian barat kepada Indonesia selambat-lambatnya pada 1 Mei 1963.

Sejak perjanjian ini diteken, sudah muncul suara-suara yang menentang, karena tidak ada orang asli Papua yang dilibatkan dalam perundingan. Pada 14 Juli hingga 2 Agustus 1969, akhirnya Penentuan Pendapat Rakyat (Pepera) atau Act of Free Choice digelar sebagai referendum menentukan apakah penduduk Papua menghendaki tetap bergabung dengan Indonesia atau tidak.

Referendum tersebut diikuti oleh 1.026 anggota Dewan Musyawarah Pepera (DMP) yang mewakili 815.904 penduduk Papua. Anggota DMP terdiri dari 400 orang kepala suku dan adat, 360 orang dari unsur daerah, 266 orang dari unsur organisasi masyarakat. DMP kemudian memilih agar Papua menjadi bagian dari Republik Indonesia.

Selanjutnya, pemerintah membentuk Provinsi Irian Barat berdasarkan Undang-Undang Nomor 12 tahun 1969 dengan pusat pemerintahan bertempat di Jayapura.

Pada tahun 1973, nama Irian Barat diganti menjadi Irian Jaya berdasarkan PP 5/1973. Pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid, nama Irian Jaya diganti kembali menjadi Papua.

Geografis

Provinsi Papua secara geografis terletak antara garis koordinat 01°00’ LU – 9°10’ Lintang Selatan dan 134°00’ BT – 141°05’ Bujur Timur. Di sebelah utara, Provinsi Papua berbatasan dengan Samudra Pasifik, di sebelah selatan berbatasan dengan Laut Arafuru, di sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Papua Barat, dan di sebelah timur berbatasan dengan Negara Papua Nugini.

Dengan luas wilayah mencapai 316.552,6 kilometer persegi, wilayah Papua setara dengan 16,58 persen dari total luas Indonesia. Kabupaten Sarmi merupakan kabupaten terluas di Papua sedangkan yang paling kecil adalah Kabupaten Supiori.

Bentang alam daratan Provinsi Papua sangat ekstrem dan menakjubkan. Dataran rendah rawa-rawa, hutan bakau dan aliran sungai terbentang di bagian selatan hingga pesisir pantai. Rangkaian pegunungan tinggi Pegunungan Sudirman dan Pegunungan Jayawijaya dengan lereng-lerengnya yang curam di beberapa bagian terbentang dari barat ke timur di bagian tengah. Di sebelah selatan searah dengan pegunungan tinggi terbentang rangkaian pegunungan yang lebih pendek dan dipotong oleh lembah Sungai Memberamo di bagian tengahnya. Lahan di antara daerah pegunungan ini berupa lembah-lembah yang dalam.

Secara topografi, wilayah Provinsi Papua terdiri dari wilayah dataran rendah, pesisir, dan pegunungan yang terdiri atas tiga deretan pegunungan yaitu Pegunungan Utara di lingkar luar, deretan Pegunungan Selatan di lingkar dalam, serta deretan Pegunungan Tengah yang merupakan tepi dari The Australian Continent. Daerah pegunungan berada pada ketinggian di antara 3000-4000 dan lebih dari 4000 meter dari permukaan laut (mdpl). Wilayah tertinggi terdapat di Kabupaten Puncak Jaya dengan ketinggian 2.980 mdpl sedangkan yang paling rendah adalah Kota Jayapura dengan ketinggian rata-rata 4 mdpl.

Sebagai wilayah yang dikelilingi laut dan berada di perairan bebas samudera pasifik, Provinsi Papua juga memiliki beberapa pulau yang berbatasan dengan negara lain. Terdapat dua daerah terluar di Papua yang wilayahnya berbatasan dengan perairan negara Palau dan Australia, yaitu di Kabupaten Supiori dan Merauke.

Papua memiliki hutan seluas 32,75 juta hektar. Sekitar 81,14 persen dari luas lahan di Papua berupa tutupan hutan yang mengandung kekayaan keanekaragaman hayati begitu tinggi. Diperkirakan dalam hutan Papua terdapat 602 jenis burung (52 persen jenis endemik), 223 jenis mamalia (58 persen jenis endemik), 223 jenis reptil (35 persen jenis endemik) dan 1.030 jenis tumbuhan (55 persen jenis endemik) hidup di belantara Papua.

Papua memiliki 64 Daerah Aliran Sungai (DAS). Beberapa sungai itu yaitu sungai Membaramo, sungai Digul, sungai Turitatu, sungai Turiku, sungai Baliem, sungai Sobger, sungai Lorentz, sungai Tami, sungai Kumbe, dan sungai Maro. Sungai terpanjang adalah sungai Membaramo dengan luas mencapai 1.102 kilometer.

Papua memiliki beberapa gunung antara lain Gunung Jaya, Gunung Osua Trikora, Gunung Mandala, Gunung Cartenz, Gunung Ngga Pilimsit, Gunung Osua Annin, Gunung Sumaranti, Gunung Bijih, Gunung Ulawun, Gunung Arfak, dan Gunung Umsiri. Gunung tertinggi di Papua adalah Puncak Jayawijaya (Cartenzs Pyramid) dengan tinggi mencapai 4.884 meter.

Papua juga mempunyai Taman Nasional, yaitu Taman Nasional Lorentz di Mimika, Jayawijaya, Puncak Jaya dan Asmat, Taman Nasional Wasur di Merauke, dan Taman Naional Teluk Cendrawasih di Nabire.

Provinsi ini rawan bencana alam seperti gempa bumi, longsor, dan banjir. Hal tersebut diakibatkan oleh aktivitas lempeng Indo-Australia di bagian selatan dan lempeng pasifik di bagian utara-timur laut menyebabkan Pulau Papua secara umum akan selalu rentan mengalami pergeseran-pergeseran secara tektonik.

KOMPAS/MOHAMAD FINAL DAENG

Pemandangan hutan yang terbentang di kawasan Taman Nasional Lorentz, Papua, dengan latar belakang Puncak Trikora di Kabupaten Jayawijaya, Kamis (11/10/2012). Kawasan konservasi itu merupakan salah satu situs alam warisan dunia yang memiliki ekosistem terlengkap di bumi.

Pemerintahan

Terhitung sejak Indonesia 1951, Provinsi Papua telah dipimpin oleh 19 kepala daerah. Gubernur pertama Papua adalah Zainal Abidin Syah yang menjabat selama lima tahun dari tahun 1956 hingga 1961. Kemudian dilanjut oleh R Pamoedji yang menjabat pada tahun 1961-1962.

Elias Jan Bonai menjabat selama dua periode yakni pada 1962-1 Mei 1963 dan 1 Mei 1963-20 November 1964, Frans Kaisiepo (20 November 1964-29 Juni 1973), Acub Zaenal (29 Juni 1973-31 Maret 1975), Sutran menjabat dua periode yakni pada 31 Maret 1975-12 Agustus 1975 dan 12 Agustus 1975-Januari 1981.

Selanjutnya Busiri Suryowinoto (1981-1982), Izaac Hindom (1982-1988), Barnabas Suebu           (1988-1993), Jacob Pattipi (1993-April 1998), Freddy Numberi (April 1998-15 April 2000), Penjabat Gubernur Musiran Darmosuwito (15 April 2000-23 November 2000), Jacobus Perviddya Solossa yang menjabat dua periode (23 November 2000-23 November 2005 dan 23 November 2005-19 Desember 2005).

Diteruskan oleh pelaksana harian Andi Baso Bassaleng (20 Desember 2005-9 Januari 2006), pelaksana tugas Sodjuangan Situmorang (9 Januari 2006-25 Juli 2006), Barnabas Suebu (25 Juli 2006-25 Juli 2011), Penjabat Gubernur Syamsul Arif Rivai (25 Juli 2011-1 November 2012), Penjabat Gubernur Constant Karma (5 November 2012-9 April 2013).

Dilanjutkan oleh Lukas Enembe (9 April 2013-9 April 2018), pelaksana tugas Soedarmo yang menjabat pada 15 Februari 2018-9 April 2018 dan 9 April 2018-5 September 2018, dan Lukas Enembe yang saat ini menjabat sebagai gubernur bersama wakilnya Klemen Tinal. Lukas Enembe memulai masa jabatannya pada tanggal 5 September 2018.

Secara administratif, Provinsi Papua terdiri dari 28 kabupaten dan 1 kota, 576 kecamatan, dan 5.549 desa/kelurahan. Adapun jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Provinsi Papua tahun 2019 sebanyak 87.988 orang. PNS laki-laki sebanyak 52,41 persen dan PNS perempuan sebanyak 47,59 persen.

Anggota DPRD Papua tahun 2019 hasil pemilihan umum legislatif yang dilaksanakan tahun 2019 berjumlah 55 orang, yang didominasi oleh Partai Nasdem dan Demokrat masing-masing sebanyak 8 orang, diikuti PDI-P sebanyak 7 orang dan Partai PAN serta Golkar yang masing-masing sebanyak 6 orang. Sisanya sebanyak 20 orang berasal dari 8 partai politik.

KOMPAS//WIRASMO

Menteri Dalam Negeri Amirmachmud (membelakangi lensa) ketika melantik Soetran sebagai Gubernur Kepala Daerah Tingkat I Irian Jaya, di depan Sidang Paripurna DPRD Irian Jaya di Jayapura, Selasa (12/08/1975)

Politik

Berbeda dengan kawasan lain di Indonesia, Papua baru mengikuti pemilu tahun 1977. Pada Pemilu 1955 pemerintah hanya menunjuk tiga utusan sebagai wakil di parlemen. Pemerintah kolonial Belanda kabarnya juga pernah menggelar pemilu pada tahun 1961, tetapi tidak ada data soal pemilu itu. Begitu juga pada tahun 1971, warga Papua ikut pemilu dengan lambang partai berbeda. Hasilnya juga tidak jelas. Yang pasti, di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) hasil pemilu itu ada sembilan orang yang dianggap wakil Papua, yang lalu bergabung dengan Golkar.

Pada Pemilu 1977, saat warga Papua secara resmi mengikuti pemilu untuk pertama kalinya, Golkar langsung menang dengan 86,6 persen suara. Jumlah itu meningkat menjadi 93 persen pada dua pemilu berikutnya dan kembali ke 87 persen dan 89 persen masing-masing pada Pemilu 1992 dan 1997. Sementara itu, PDI selalu menempati posisi kedua dengan perolehan rata- rata 6 persen, sedangkan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) di bawahnya dengan perolehan rata-rata 3 persen suara pada setiap pemilu.

Perubahan drastis terjadi setelah era reformasi ketika pada Pemilu 1999 PDI-P meraih suara hingga 32,58 persen, sementara Golkar meraih 35,6 persen suara. Popularitas Megawati rupanya menyentuh warga Papua sehingga membuat sebagian pendukung Golkar pindah ke PDI-P.

Selain kedua partai ini, praktis tidak banyak partai lain yang meraih suara signifikan, kecuali Partai Demokrasi Kasih Bangsa (PDKB) sebesar 5 persen, PDI 3,4 persen, Partai Amanat Nasional (PAN) 3,3 persen, dan Partai Katolik Demokrat (PKD) 3,2 persen.

Pada pemilu ini, Golkar masih menguasai tujuh dari sepuluh kabupaten di wilayah Provinsi Papua. Adapun PDI-P menang di tiga kabupaten. Dengan hasil seperti itu, pada Pemilu 1999, Golkar berhasil mendudukkan 7 orang wakil dan PDI-P 3 orang wakil dari 10 kursi yang diperebutkan di Provinsi Papua.

Keunggulan PDI-P dalam Pemilu 1999 didukung oleh situasi dan kondisi politik di Papua saat itu. PDI-P menang mutlak di daerah Pegunungan Tengah Papua dan sebagian kecil di wilayah pantai. Isu bahwa kemerdekaan Papua sebagai negara berdaulat hanya terealisasi di bawah bendera PDI-P menjadi salah satu pemicu kemenangan PDI-P waktu itu.

KOMPAS/FABIO M LOPES COSTA

Warga mengenakan pakaian adat Wamena, Kabupaten Jayawijaya, saat mengikuti pemilu presiden di Tempat Pemungutan Suara 21 Kelurahan Imbi, Kota Jayapura, Papua, Rabu (9/7/2014). Warga menyatakan selalu mengenakan pakaian adat dalam beberapa kali pelaksanaan pemilu.

Pada Pemilu 2004, jumlah wilayah administrasi Papua berkembang menjadi 19 kabupaten dan 1 kota. Lagi-lagi, suara Partai Golkar mulai mengerucut dan menyisakan 24,7 persen suara. Selebihnya suara tersebar secara merata dalam rentang 5-10 persen kepada PDI-P, PDS, Partai Nasional Indonesia Marhaenisme (PNIM), dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).

Lima tahun kemudian, pada Pemilu 2009, perolehan suara Golkar kembali merosot menjadi 19,6 persen. Perolehan suara ini sama dengan yang diraih oleh Partai Demokrat.

Tidak hanya Golkar yang turun. Fenomena serupa juga dialami oleh PDI-P yang juga tergolong partai nasional besar. Bahkan, penurunan perolehan suara partai ini lebih tragis. Jika pada Pemilu 2004 PDI-P meraup 8 persen, pada Pemilu 2009 hanya 3 persen saja. Jika sebelumnya partai ini menang di tiga kabupaten, kini hanya satu kabupaten. Adapun di peringkat ketiga adalah PAN dengan memperoleh 8,4 persen suara.

Hasil ini sekaligus menunjukkan bahwa pilihan politik masyarakat Papua, terutama ditujukan untuk suara DPR, semakin cair dan tidak ada lagi kekuatan politik yang dominan.

Pada Pemilu legislatif 2014, Demokrat menjadi parpol dengan perolehan suara terbanyak di Papua. Perolehan suaranya mencapai 700.150 suara atau sekitar 23,63 persen suara. Berdasarkan perolehan suara tersebut, Demokrat memperoleh 2 kursi di DPR RI pada periode 2014-2019.

Parpol yang memperoleh suara terbanyak kedua di Papua adalah PDI-P dengan memperoleh 491.591 suara atau 16,59 persen suara dan mendapatkan jatah 2 kursi di DPR. Di tempat ketiga ditempati oleh Gerindra dengan perolehan suara 303.396 atau sekitar 10,24 persen. Parpol ini mendapatkan jatah 1 kursi DPR RI.

Kondisi politik kembali berubah pada Pemilu 2019. Hasil pemilu legislatif menunjukkan Nasdem unggul dengan perolehan 787.753 suara atau 23,7 persen suara. Menyusul setelahnya, PAN dengan perolehan suara 443.393 (13,3 persen). Di urutan ketiga, PKB mendapat 399.011 suara (12 persen). Posisi keempat hingga terakhir secara berurutan yaitu, PDI-P, Demokrat, Golkar, Gerindra, Perindo, PKS, PSI, Hanura, Berkarya, PPP, Garuda, PKPI, dan PBB.

Kependudukan

Penduduk Provinsi Papua menurut hasil sensus penduduk (SP) 2020 sebanyak 4.303.707 jiwa. Dari jumlah itu, penduduk laki-laki sebanyak 2.294.813 orang atau 53,32 persen dari total penduduk Papua. Sedangkan penduduk perempuan sebanyak 2.008.894 orang atau 46,68 persen. Rasio jenis kelamin tercatat 114. Artinya terdapat 114 laki-laki untuk setiap 100 perempuan. Laju pertumbuhan per tahun periode 2010-2020 sebesar 4,13 persen.

Dengan luas wilayah 316.552,6 kilometer persegi, sebaran penduduk di Papua terlihat tidak merata. Daerah dengan tingkat kepadatan tinggi adalah Kota Jayapura sebesar 309,02 jiwa per kilometer persegi luas wilayah. Adapun yang paling rendah di Kabupaten Mamberamo Raya, hanya sebesar 0,80 jiwa per kilometer persegi.

Secara garis besar, penduduk Papua terdiri atas penduduk asli dan penduduk pendatang. Penduduk asli Papua terdiri dari beragam etnik dan yang sudah teridentifikasi sebanyak 257 kelompok etnik. Mereka hidup secara berkelompok dalam unit-unit kecil, saling terpisah, dan memiliki adat, budaya, dan bahasa sendiri.

Beberapa etnis asli Papua adalah Mey Brat di daerah Ayamaru, Waropen di daerah Mamberamo sampai Yapen Waropen, Dani di lembah Baliem, Nimboren dan Jagai di Merauke, Sentani di daerah sekitar danau Sentani, serta Asmat  di Kabupaten Merauke. Di samping suku asli, terdapat pula suku pendatang seperti Jawa, Sunda, Bali, Ambon dan Makassar.

Suku-suku di Papua termasuk ras Melanesia, yang memiliki ciri fisik rambut kriting, kulit hitam, dan hidung mancung. Kata Papua sendiri berasal dari bahasa melayu yang berarti rambut keriting, sebuah gambaran yang mengacu pada penampilan fisik

Menurut data Kemendikbud terdapat 326 bahasa daerah di Papua. Banyaknya bahasa daerah tersebut disebabkan oleh kondisi wilayah yang bergunung-gunung dan terisolasi oleh hutan-hutan belantara. Hal tersebut membuat banyak sekali bahasa daerah yang berkembang dan membuat Papua termasuk daerah yang memiliki “bahasa ibu” terbanyak di Indonesia.

Agama yang mendominasi Papua yakni Kristen, diikuti Katolik, Islam, Hindu, Buddha, dan Kong Hu Chu. Provinsi ini memiliki julukan “Tanah Mutiara Hitam” yang merupakan julukan bagi anak-anak Papua yang memiliki ciri fisik warna kulit hitam dengan bola mata berbinar dan bulu mata lentik.

Mata pencaharian utama masyarakat Papua yakni bertani dengan komoditi unggulan seperti kentang, kedelai, kacang hijau, kacang tanah, kubis, wortel, dan daun bawang. Mata pencarian lainnya yakni sebagai nelayan dengan jenis perikanan yang menonjol yakni ikan mas dan ikan nila.

KOMPAS/ERWIN EDHI PRASETYA

Sejumlah penari tradisional Asmat meramaikan pembukaan Lelang ukiran Asmat dalam rangkaian acara Pesta Budaya Asmat ke-27 tahun 2011 di Agats, Asmat, Papua, Selasa (25/10/2011).

Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
60,44 (2020)

Umur Harapan Hidup 
65,79 tahun (2020)

Harapan Lama Sekolah 
11,08 tahun (2020)

Rata-rata Lama Sekolah 
6,69 tahun (2020)

Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT)
4,28 persen (Agustus 2020)

Tingkat Kemiskinan
26,64 persen (Maret 2020)

Rasio Gini
0,392 (Maret 2020)

Kesejahteraan

Pembangunan Manusia di Papua secara umum mengalami peningkatan selama periode 2010-2019. Namun pada tahun 2020, IPM Papua turun dari 60,84 pada tahun 2019 menjadi 60,44 pada tahun 2020, atau turun sebesar -0,66 persen. IPM Papua masih masuk dalam kategori sedang.

Dari 29 kabupaten/kota di Papua, terdapat 17 kabupaten dengan IPM rendah, 7 kabupaten dengan IPM sedang, dan 5 kabupaten/kota dengan status IPM tinggi (70-80) yaitu Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Biak Numfor, Mimika, dan Merauke

Jika dilihat dari komponen IPM, umur harapan hidup (UHH) tahun 2020 selama 65,79 tahun, meningkat dibandingkan tahun 2019 selama 65,65 tahun. Jika dilihat menurut gender, UHH perempuan lebih tinggi dari UHH laki-laki.

Untuk dimensi pengetahuan, harapan lama sekolah (HLS) Papua sejak tahun 2010-2019 terus mengalami peningkatan. Tahun 2010, HLS provinsi ini tercatat 8,57 tahun dan meningkat pada tahun 2020 menjadi 11,08 persen. Begitu pula dengan rata-rata lama sekolah (RLS) yang terus meningkat. RLS Papua pada tahun 2010 tercatat 5,99 tahun, naik menjadi 6,69 tahun pada 2020.

Pengeluaran per kapita disesuaikan selama 2010-2019 terus meningkat dari Rp 6,251 juta pada tahun 2010 menjadi  Rp 7,336 juta per tahun pada 2019. Namun untuk tahun 2020, pengeluaran per kapita turun 5,21 persen menjadi Rp 6,954 juta.

Pada Agustus 2020, TPT Provinsi Papua sebesar 4,28 persen, meningkat jika dibandingkan TPT Maret 2020 sebesar 3,65 persen. Jumlah pengangguran pada Agustus 2020 mencapai 75.658 orang, naik jika dibandingkan Agustus 2019 yang berjumlah sekitar 65.143 orang.

Tingkat kemiskinan di Papua tahun 2019 sebesar 26,55 persen. Dengan kondisi kemiskinan tersebut telah menempatkan Provinsi Papua sebagai daerah termiskin di Indonesia. Faktor penyebab tingginya tingkat kemiskinan di Papua kemungkinan karena rendahnya tingkat pendidikan, minimnya infrastruktur, dan banyaknya daerah terpencil yang sulit dijangkau.

Pada tahun 2019, tingkat ketimpangan pengeluaran penduduk Papua yang diukur dengan Gini Ratio sebesar 0,391. Angka ini naik sebesar 0,022 jika dibandingkan dengan Gini Ratio September 2018.

KOMPAS/AGUS SUSANTO

Praka Sarifuddin, Satgas Pamtas RI-PNG dari Yonif Para Raider 432/Kostrad memberi pelajaran keterampilan di SDN Mosso, Distrik Muara Tami, Jayapura, Papua, Senin (17/7/2017).

Pendapatan Asli Daerah (PAD) 
Rp 938,05 miliar (2019)

Dana Perimbangan 
Rp 4,40 triliun (2019)

Pertumbuhan Ekonomi
minus 15,72 persen (2019)

PDRB per kapita
Rp 56,14 juta/tahun (2019)

Inflasi
1,64 persen (2019)

Nilai Ekspor
407,13 juta dolar AS (Desember 2020)

Nilai Impor
24,42 juta dolar AS (Desember 2020)

Ekonomi

Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Papua hampir menembus level Rp 190 triliun dengan capaian riil 2019 sebesar Rp 189,716 triliun, sedangkan PDRB per kapita sebesar Rp 56,14 juta.

Struktur perekonomian Papua masih bersifat ekstratif karena ditopang oleh sektor-sektor primer seperti pertambangan sebesar  23,62 persen dan pertanian 12,75 persen. Adapun peranan sektor industri manufaktur masih sangat kecil dalam komposisi PDRB, hanya 2,7 persen, lebih rendah dibandingkan sektor-sektor jasa tersier seperti perdagangan (10,9 persen), transportasi dan pergudangan (6,76 persen), informasi dan komunikasi (4,32 persen), dan administrasi pemerintahan (10,8 persen).

Wilayah Papua memang kaya akan potensi tambang yang meliputi minyak dan gas bumi, emas, tembaga, batubara, nikel, pasir besi dan sebagainya. Potensi minyak dan gas bumi selain terdapat di Teluk Bintuni Provinsi Papua Barat yang kini dikelola British Proteleum (BP), juga terdapat di Merauke yang menyimpan sekitar 14,4 kubik feet.

Sementara potensi emas dan tembaga terdapat di sebagian besar wilayah Papua. Potensi emas dan tembaga tersebut baru sebagian yang dieksploitasi oleh PT Freeport Indonesia di wilayah Grasberg Tembagapura, Mimika.

Adapun potensi batubara terdapat di Memberamo, Teluk Bintuni, selatan Mimika hingga Merauke dan sampai saat ini belum dieksploitasi.

Selain potensi pertambangan, Papua juga menyimpan kekayaan hutan berupa kayu merbau alias kayu besi dengan kualitas terbaik. Sesuai data Dinas Kehutanan Provinsi Papua, sekitar enam juta hektar hutan di Papua kaya dengan kayu merbau. Sementara potensi hutan sagu di Papua mencapai 2,2 juta hektar.

Laju pertumbuhan ekonomi Provinsi Papua dalam rentang 9 tahun terakhir cenderung fluktuatif dan sangat dipengaruhi oleh sektor pertambangan. Pada tahun 2019 lalu, pertumbuhan ekonomi Papua sempat mengalami kontraksi atau pertumbuhan negatif sebesar minus 15,27 persen. Padahal setahun sebelumnya, tahun 2018, ekonomi Papua masih tumbuh 7,37 persen.

Terkontraksinya ekonomi Papua tersebut tampaknya dipengaruhi oleh turunnya produksi PT Freeport Indonesia seperti disebut Kepala BPS Suhariyanto dalam laman Kompas.com (5/2/2020). Pada tahun 2019 itu, PT Freeport tengah melakukan pengalihan sistem tambang menjadi tambang bawah tanah setelah sebelumnya mengadopsi sistem tambang terbuka.

Nilai ekspor Papua pada Desember 2020 tercatat senilai 407,13 juta dolar AS atau meningkat sebesar 7,23 persen dibanding bulan sebelumnya senilai 379,69 juta dolar AS. Ekspor nonmigas terbesar berupa bijih tembaga dan konsentrat, serta kayu dan barang dari kayu.

Niai impor Papua pada Desember 2020 tercatat senilai 24,42 juta dolar AS,  atau meningkat 44,28 persen bila dibandingkan dengan impor pada November 2020 senilai 16,93 juta dolar AS.

KOMPAS/FABIO M LOPES COSTA

500 pelajar dari Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Wamena membawakan atraksi tarian kolosal dengan membawa noken setinggi 30 meter dalam Festival Budaya Lembah Baliem, Distrik Walesi, Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, Rabu (7/8/2019). Festival ini terselenggara hingga tanggal 10 Agustus 2019.

Di sektor pariwisata, potensi pariwisata yang dimiliki provinsi Provinsi Papua hampir terlengkap di Indonesia. Alam yang dimilikinya masih asli, budaya yang khas dan unik, minat khusus bahari yang tak kalah menarik dengan daerah lain di Indonesia.

Papua menawarkan potensi wisata unik yang berbeda dari wilayah Indonesia lainnya. Mulai dari Danau Sentani, Taman Nasional Wasur di Merauke dengan berbagai spesies mamalia, Taman Nasional Lorents yang dikenal sebagai situs alam warisan dunia yang memiliki kurang lebih 43 jenis ekosistem, Taman Nasional Teluk cenderawasih,  Puncak Cartenz yang merupakan kawasan daerah ropis yang memiliki gletser dan danau Habema yang menakjudkan, dihiasi padang rumput alpin dan rawa-rawa.

Tak ketinggalan pula, Papua memiliki potensi budaya yang biasanya ditampilkan pada Festival Lembah Baliem dan Asmat serta kegiatan pariwisata lainnya berupa Trekking, Hiking, Hunting, dan Adventuring.

Referensi

Arsip Berita Kompas
  • “Dewan Perwakilan Daerah: Provinsi Irian Jaya Barat dan Provinsi Papua *Pemilihan Umum 2004”, Kompas, 1 April 2004, hal. 36
  • “Ketika Rakyat Irja Gugat Kesejahteraan”, Kompas, 26 Februari 2001, hal. 36
  • “Hari-hari Panjang dan Meletihkan di Papua”, Kompas, 7 September 2003, hal. 36
  • “Peta Politik Pemilihan Umum: Provinsi Papua *Pemilihan Umum 2004”, Kompas, 5 Maret 2004, hal. 32
  • “Peta Politik: Papua – Pemekaran Melantakkan Partai-partai Besar”, Kompas, 3 Maret 2009, hal. 08
  • “Torang Su Pu Pilihan”, Kompas, 3 Maret 2009, hal. 08
  • “Hasil Pemilu: Papua * Luluhnya Dominasi Parpol Lama”, Kompas, 17 Juni 2009, hal. 08
  • “Konsolidasi Demokrasi Papua (1): Tersendatnya Demokrasi di Tanah Papua”, Kompas, 27 April 2011, hal. 05
Buku dan Jurnal
Internet
Aturan Pendukung

Penulis
Antonius Purwanto

Editor
Ignatius Kristanto