Lembaga

Dewan Perwakilan Daerah

Sebagai lembaga tinggi negara, DPD RI menjalankan fungsi legislasi, pengawasan dan penganggaran. Anggota DPD merupakan perwakilan dari setiap provinsi yang dipilih melalui Pemilihan Umum. Sebelumnya, fungsi perwakilan daerah dijalankan oleh Fraksi Utusan Daerah.

Fakta Singkat

Dibentuk
1 Oktober Tahun 2004

Ketua DPD RI pertama
Ginandjar Kartasasmita (1 Oktober 2004-30 September 2009)

Ketua DPD RI
La Nyalla Mattalitti (2 Oktober 2019-saat ini)

Dasar Hukum Lembaga
UU 13/2019 tentang Perubahan Ketiga UU 17/2014 tentang MPR,DPR,DPD, dan DPRD

Anggaran
Rp 1,048 triliun (APBN 2021)

Representasi Suara Daerah

DPD merupakan representasi atau mewakili suara dari daerah menjadi penyeimbang dalam penguatan sistem parlemen di Indonesia. DPD menjadi forum mediasi aspirasi masyarakat dan daerah beserta kepentingan lainnya. Dilihat dari ketatanegaraan, DPD hadir untuk menguatkan sistem parlemen dalam proses legislasi.

DPR dan DPD bersama-sama menjalankan fungsi-fungsi legislasi, anggaran, dan pengawasan. Diharapkan kedua lembaga perwakilan rakyat ini dapat memberikan masukan yang berarti bagi pemerintah sehingga tercipta sinergi antara kepentingan nasional, kepentingan politik rakyat Indonesia dan kepentingan daerah dalam perumusan kebijakan nasional.

Hakikat keberadaan DPD disebutkan dalam Pasal 22C Undang-undang Dasar 1945 (Perubahan Ketiga). Pasal ini masih tetap pada perubahan keempat UUD 1945. Peran DPD juga terkait dengan dengan Pemerintah Daerah, yakni Pasal 18 ayat (1) Perubahan Ketiga Undang-undang Dasar 1945, bahwa: “Negara Kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota mempunyai pemerintah daerah.“

Dari 34 provinsi di Indonesia terdapat perbedaan sumber daya alam dan sumber daya manusia, dan sumber dana yang cukup signifikan bagi terselenggaranya otonomi daerah yang relatif sama. Dalam kondisi demikan, setiap anggota DPD harus mampu menyalurkan aspirasi, merepresentasikan atau mewakili kepentingan masing-masing provinsi.

DPD juga menjalankan fungsi integrasi bangsa dengan mencoba merekatkan dan meningkatkan derajat kebersatuan dari keragaman yang ada di nusantara ini. Persoalan-persoalan lokal yang relevan dengan wilayah tugas DPD disinkroniasikan dengan persoalan nasional. Dengan keberadaan anggota DPD di parlemen pusat maka masyarakat daerah merasa diperhatikan dan melalui para wakilnya di DPD membahasnya sebagai agenda nasional berbasis kepentingan daerah.

Sejarah

KOMPAS/TOTOK WIJAYANTO

Ketua Dewan Perwakilan Daerah Ginandjar Kartasasmita (kanan) berbincang dengan wakilnya, Laode Ida, sebelum dimulainya rapat paripurna luar biasa yang akan membahas perkembangan terakhir untuk perubahan UUD 1945 di Gedung MPR/DPR, Senin (6/8/2007).

Pemikiran gagasan mengenai lembaga DPD RI sudah ada sebelum kemerdekaan Indonesia. Gagasan tersebut dikemukakan oleh Moh. Yamin saat rapat perumusan UUD 1945 oleh BPUPKI. Yaitu anggota DPD perwakilan dari setiap provinsi sebanyak empat orang dengan masa jabatan lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat anggota DPD baru mengucapkan sumpah atau janji keanggotaan.

Lembaga DPD ini sebenarnya sudah ada pada era Republik Indonesia Serikat (RIS) yaitu bernama lembaga Senat RIS yang mewakili 16 negara bagian RIS. Saat itu Senat RIS merupakan majelis tertinggi yang dibentuk pada 15 Februari Tahun 1950. Berdasarkan Pasl 81 Konstitusi RIS, tiap calon-calon anggota senat dari setiap negara bagian diajukan oleh parlemen dari negara bagian yang bersangkutan. Kemudian Senat RIS melakukan sidang perdana pada 17 Februari Tahun 1950 yang saat itu membahas mengenai posisi ketua dan wakil ketua Senat RIS.

Senat RIS memiliki lima bada khusus yang berfungsi sebagai alat bantu Senat dalam melaksanakan tugas-tugasnya yakni, Panitian Periksa Surat-Surat Kepercayaan, panitia Permusyawaratan, Panitia Rumah Tangga, Panitia Permohonan, dan Majelis Persiapan. RIS yang berjalan hanya beberapa bulan dibubarkan termasuk didalamnya Senat RIS.

Setelah pembubaran Senat RIS tersebut, tidak ada lagi lembaga yang mewakili kepentingan daerah didalam parlemen Indonesia saat itu, hanya terdapat satu yaitu fraksi Kesatuan yang mewakili Papua. Kemudian pada 5 Juli 1959 MPRS dibentuk melalui Dekrit Presiden yang didalam susunannya terdiri dari anggota DPR Gotong Royong, Utusan Daerah, serta golongan karya yang ditetapkan dalam Peraturan Presiden No 12 Tahun 1959. Hal ini menjadikan kegiatan kepentingan daerah kembali terakomodir lewat Fraksi Utusan Daerah (F-UD).

Keanggotaan F-UD tiap provinsi diambil berdasarkan jumlah penduduk di tiap provinsi tersebut. Jika provinsi tersebut berjumlah tiga juta penduduk maka perwakilan F-UD sebanyak lima orang. Namun apabila jumlah penduduk provinsi hanya berjumlah satu juta maka perwakilan F-UD sebanyak empat orang, hal ini sesuai dengan Pasal 2 Perpres No 12 Tahun 1959. Kemudian calon wakil F-UD tersebut dicalonkan oleh DPRD Provinsi yang bersangkutan dan kemudian Presiden RI yang akan memilih wakil untuk F-UD dari tiap provinsi. MPRS saat itu berjumlah 551 anggota dengan  F-UD memiliki 94 anggota perwakilan, Golongan Karya memiliki 200 anggota, serta DPR-GR yang memiliki 257 anggota.

Pada era Orde Baru dikeluarkan UU No 16 Tahun 1969 sebagai pengganti Perpres No 12 Tahun 1959. Kemudian jumlah anggota F-UD bertambah menjadi 110 orang dan didalamnya terdapat gubernur, Panglima Kodam, dan Komandan Korem sebagai anggota ex official dari F-UD. Akibatnya jumlah utusan daerah meningkat lagi menjadi 130 orang saat MPR periode 1972 hingga 1977.

Pada pelaksanaannya F-UD tidak banyak melakukan peranan penting dalam penyaluran aspirasi daerah karena pemilihanya tidak secara pemilu dan hanya pilih oleh DPRD yang bersangkutan sehingga hanya mendominasi para pejabat setempat. Kemudian anggota F-UD diharus berasal dari daerah yang diwakilinya sehingga hal ini menjadi kelemahan saat itu.

Pada era reformasi fraksi yang berada didalam MPR hanya terdiri dari parpol, TNI/Polri, dan utusan golongan. Saat itu F-UD bubarkan dan para anggota dimasukan kedalam fraksi parpol. Sehingga F-UD hanya sebagai wakil parpol dalam parlemen dan bukan sebagai perwakilan daerah. Kemudian para anggota F-UD yang tidak setuju melakukan forum utusan daerah. Kemudian F-UD disahkan lagi sebagai bagian dari MPR pada Sidang Tahunan MPR pada 1-9 November 2001.

Dalam perjalanannya pada 1999 – 2002 amandemen konstitusi UUD 1945 sudah terjadi empat kali dalam rangka penyempurnaan dan melahirkan sistem perwakilan dalam dua lembaga, yakni lembaga yang mewakili rakyat dan lembaga yang mewakili wilayah.

Bangunan kelembagaan yang berdaulat yang mewakili rakyat melalui partai-partai politik adalah lembaga Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Sementara, kelembagaan yang mewakili rakyat melalui entitas daerah atau wilayah daerah adalah lembaga Dewan Perwakilan Daerah yang anggotanya dipilih pada pemilihan umum.

Pembentukan DPD dibahas pada Sidang Tahunan MPR 2001 dan dalam Rapat Paripurna ke lima. Kemudian pembentukan DPD disahkan pada 9 November 2001 dan menjadi bagian dari amandemen ketiga UUD 1945 lalu kemudian  DPD RI lahir pada 1 Oktober 2004.

KOMPAS.COM/DHONI SETIAWAN

Ketua DPRD DI Yogyakarta Youke Indra Samawi (kiri) menyerahkan hasil Rapat Paripurna DPRD DIY terkait Rancangan Undang-Undang Keistimewaan DIY kepada Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman (kedua dari kanan) dalam Sidang Paripurna DPD di Gedung DPD Jakarta, Jumat (17/12). Tampak Wakil Ketua DPD GKR Hemas (kanan).

Visi dan Misi

Visi

Menjadi parlemen yang kuat dan aspiratif untuk memperjuangkan kepentingan daerah dalam wadah NKRI

Misi

  • Memperkuat kewenangan DPD RI sesuai dengan UUD 1945 dan UU yang berlaku.
  • Memperkuat DPD RI sebagai parlemen Indonesia untuk memperjuangkan kepentingan daerah ditingkat nasional
  • Mengoptimalkan hubungan kelembagaan DPD RI dengan Lembaga Negara, Pemerintah dan pemangku kepentingan lainnnya
  • Meningkatkan hubungan kelembagaan DPD RI dengan parlemen dalam negeri dan luar negeri.

Fungsi, Tugas dan Wewenang

Fungsi

Berdasarkan ketentuan Pasal 22D UUD 1945 serta Tata Tertib DPD RI bahwa sebagai lembaga legislatif DPD RI mempunyai fungsi legislasi, pengawasan dan penganggaran yang dijalankan dalam kerangka fungsi representasi.

Tugas dan Wewenang

Pengajuan Usul Rancangan Undang-Undang
DPD mengajukan kepada DPR rancangan undangan-undangan yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Pembahasan Rancangan Undang-Undang
DPD ikut serta membahas RUU yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya serta perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Pertimbangan atas Rancangan Undang-Undang dan pemilihan anggota BPK
DPD terlibat dalam pertimbangan atas RUU anggaran pendapatan dan belanja negara serta rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan dan agama. DPD juga memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota BPK.
Pengawasan atas pelaksanaan undang-undang
DPD melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah, pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan anggaran pendapatan dan belanja negara, pajak, pendidikan dan agama serta menyampaikan hasil pengawasannya itu kepada DPR sebagai bahan pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
Penyusunan Prolegnas
DPD terlibat dalam menyusun Program Legislasi Nasional (Prolegnas) yang berkaitan dengan otonomi daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran serta penggabungan daerah, pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya, serta yang berkaitan dengan perimbangan keuangan pusat dan daerah.
Pemantauan dan Evaluasi Ranangan Perda
DPD melakukan pemantauan dan evaluasi atas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) dan Peraturan Daerah (Perda).

KOMPAS/P RADITYA MAHENDRA YASA

Anggota DPD Jawa Tengah menyediakan  rumah aspirasi di Jalan Imam Bonjol, Kota Semarang, Jawa Tengah, (3/9/2010). Seorang anggota DPD juga membuka kantor di tingkat kecamatan.

Ketua DPD RI dari masa ke masa

Ketua DPD Periode Provinsi yang Diwakili
Ginandjar Kartasasmita 1 Oktober 2004 – 30  September 2009 Jawa Barat
Irman Gusman 2 Oktober 2009 – 30  September 2014 Sumatera Barat
Mohammad Saleh 11 Oktober 2016 – 4  April 2017 Bengkulu
Oesman Sapta Odang 4 April 2017 – 30  September 2019 Kalimantan Barat
La Nyalla Mattalitti 2 Oktober 2019 – saat ini Jawa Timur

Keanggotaan DPD RI (2019-2024)

Total 136 anggota dari 34 provinsi

  • Sumatera (40 orang) : Provinsi Aceh, Provinsi Sumatra Utara, Provinsi Sumatra Barat, Provinsi Riau, Provinsi Jambi, Provinsi Sumatra Selatan, Provinsi Bengkulu, Provinsi Lampung, Provinsi Kep. Bangka Belitung, Provinsi Kep. Riau.
  • Kalimantan (20 orang) : Provinsi Kalimantan Barat, Provinsi Kalimantan Tengah, Provinsi Kalimantan Selatan, Provinsi Kalimantan Timur, Provinsi Kalimantan Utara
  • Jawa (24 orang) : Provinsi Banten, Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi DI Yogyakarta, Provinsi Jawa Timur.
  • Kepulauan Sunda Kecil (12 orang) : Provinsi Bali, Provinsi Nusa Tenggara Barat, Provinsi Nusa Tenggara Timur
  • Sulawesi (24 orang): provinsi Sulawesi Utara, Provinsi Gorontalo, Provinsi Sulawesi Tengah, Provinsi Sulawesi Barat, Provinsi Sulawesi Selatan, Provinsi Sulawesi Tenggara
  • Maluku-Papua (16 orang): Provinsi Maluku, Provinsi Maluku Utara, Provinsi Papua, Provinsi Papua Barat

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman (tiga dari kiri) didampingi Wakil Ketua DPD La Ode Ida (dua dari kiri) dan GKR Hemas (kiri) memotret wartawan saat pembukaan pameran foto memperingati sewindu DPD di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (1/10/2012). Pada usia sewindu, DPD menegaskan tentang komitmen sebagai lembaga perwakilan daerah untuk memperjuangkan kepentingan daerah demi kemakmuran bangsa Indonesia secara keseluruhan.

Alat kelengkapan DPD RI

Komite I

Merupakan alat kelengkapan DPR RI yang bersifat tetap, yang mempunyai lingkup tugas pada otonomi daerah; hubungan pusat dan daerah; serta pembentuk, pemekaran, dan penggabungan daerah.

Ruang lingkup kerja:

  • Pemerintah daerah
  • Hubungan pusat dan daerah serta antar daerah
  • Pembentukan, pemekaran dan penggabungan daerah
  • Pemukiman dan kependudukan
  • Pertanahan dan tata ruang
  • Politik, hukum, HAM dan ketertiban umum
  • Permasalahan daerah di wilayah perbatasan negara

Komite II

Merupakan alat kelengkapan DPD RI yang bersifat tetap, dan mempunyai lingkup tugas pada pengelolaan sumber daya alam dan pengelolaan sumber daya ekonomi lainnya.

Ruang lingkup kerja:

  • Pertanian dan Perkebunan
  • Perhubungan
  • Kelautan dan Perikanan
  • Energi dan Sumber daya mineral
  • Kehutanan dan Lingkungan hidup
  • Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan dan Daerah Tertinggal
  • Perindustrian dan Perdagangan
  • Penanaman Modal
  • Pekerjaan Umum

Komite III

Merupakan alat kelengkapan DPD RI yang bersifat tetap, yang mempunyai lingkup tugas pada pendidikan dan agama.

Ruang lingkup kerja :

  • Pendidikan
  • Agama
  • Kebudayaan
  • Kesehatan
  • Pariwisata
  • Pemuda dan Olahraga
  • Kesejahteraan sosial
  • Pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak
  • Tenaga Kerja dan Transmigrasi
  • Ekonomi Kreatif
  • Pengendalian Kependudukan/Keluarga Berencana
  • Perpustakaan

Komite IV

Merupakan alat kelengkapan DPD RI yang bersifat tetap, yang mempunyai lingkup tugas pada rancangan undang-undang yang berkaitan dengan APBN, perimbangan keuangan pusat dan daerah, memberikan pertimbangan hasil pemeriksaan keuangan negara dan pemilihan Anggota BPK, pajak, dan usaha mikro, kecil dan menengah.

Ruang lingkup kerja :

  • Anggaran pendapat dan belanja negara
  • Pajak dan pungutan lain
  • Perimbangan keuangan pusat dan daerah
  • Pertimbangan hasil pemeriksaan keuangan negara dan pemilihan anggota BPK
  • Lembaga keuangan
  • Koperasi, usaha mikro, kecil, dan menengah

KOMPAS/WAWAN H PRABOWO

Pergantian Antar Waktu (PAW) DPD RI- Ketua DPD RI Oesman Sapta (tengah) didampingi Wakil Ketua DPD RI Nono Sampono (tiga dari kiri) dan Wakil Ketua DPD RI Darmayanti Lubis (tiga dari kanan) berfoto bersama anggota DPD RI Pergantian Antar Waktu (PAW) yang baru saja dilantik Napa J Awat (kiri), Andi Muh Ihasan (kiri kedua), Yasin Welson Lahaja (kanan ke dua), dan Azis Adyas dalam sidang paripurna DPD RI ke XI masa sidang IV Tahun 2017-2018 di , Gedung Nusantara V, Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (11/4/2018). Selain pelantikan PAW, sidang paripurna juga mengagendakan laporan uji kepatutan dan kelayakkan 18 calon anggota Badan Pemerika Keuangan (BPK) RI dan sosialisasi Materi Draft Peraturan DPD RI tentang Tata Tertib.

Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU)

Alat kelengkapan DPD yang bersifat tetap yang memiliki tugas:

  • Merencanakan dan menyusun program serta urutan prioritas pembahasan usul rancangan undang-undang untuk satu masa keanggotaan DPD dan setiap tahun anggaran
  • Membahas usul rancangan undang-undang berdasarkan program prioritas yang telah ditetapkan
  • Melakukan kegiatan pembahasan, harmonisasi, pembulatan, dan pemantapan konsepsi usul rancangan undang-undang yang disiapkan oleh DPD
  • Melakukan pembahasan, pengubahan, dan/atau penyempurnaan rancangan undang-undang yang secara khusus ditugaskan oleh Panitia Musyawarah dan/atau Sidang Paripurna
  • Melakukan pembahasan terhadap rancangan undang-undang dari DPR atau Presiden yang secara khusus ditugaskan oleh Panitia Musyawarah atau Sidang Paripurna
  • Melakukan koordinasi, konsultasi, dan evaluasi dalam rangka mengikuti perkembangan materi usul rancangan undang-undang yang sedang dibahas oleh komite
  • Melakukan evaluasi terhadap program penyusunan usul rancangan undang-undang
  • Melakukan tugas atas keputusan Sidang Paripurna dan/atau Panitia Musyawarah
  • Mengusulkan kepada Panitia Musyawarah hal yang dipandang perlu untuk dimasukkan dalam acara DPD
  • Mengadakan persiapan, pembahasan dan penyusunan RUU yang tidak menjadi lingkup tugas komite
  • Mengoordinasikan proses penyusunan RUU yang pembahasannya melibatkan lebih dari satu komite
  • Membuat inventarisasi masalah hukum dan perundang-undangan pada akhir tahun sidang dan akhir masa keanggotaan untuk dapat dipergunakan sebagai bahan Panitia Perancang Undang-Undang pada masa keanggotaan berikutnya.
  • Memberikan pendapat dan pertimbangan atas permintaan daerah tentang berbagai kebijakan hukum dan tentang masalah hukum yang berkaitan dengan kepentingan daerah dan kepentingan umum
  • Memberikan masukan yang objektif kepada pimpinan, pemerintah daerah, dan masyarakat mengenai pelaksanaan pembangunan hukum dan saran-saran lain yang berkaitan dengan penyusunan rancangan undang-undang di DPD
  • Mengoordinasikan secara substansi dan fungsional Pusat Perancangan Kebijakan dan Informasi Hukum Pusat-Daerah (Law Center) DPD.

Panitia Urusan Rumah Tangga (PURT)

Alat kelengkapan DPD RI yang bersifat tetap yang bertugas:

  • Membantu pimpinan dalam menentukan kebijakan kerumah tanggaan DPD RI, termasuk kesejahteraan anggota dan pegawai Sekretariat Jenderal
  • Membantu pimpinan dalam melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas dan kewajiban yang dilakukan oleh Sekretarian Jenderal, termasuk pengelolaan kantor DPD RI di daerah
  • Membantu pimpinan dalam merencanakan dan menyusun kebijakan anggaran DPD
  • Mengawasi pengelolaan anggaran yang dilaksanakan oleh Sekretariat Jenderal
  • Mewakili pimpinan melakukan koordinasi dalam rangka pengelolaan sarana dan prasarana kawasan gedung perkantoran MPR, DPR, dan DPD
  • Melaksanakan tugas lain yang berhubungan dengan masalah kerumahtanggan DPD yang ditugaskan oleh pimpinan berdasarkan hasil Sidang Panitia Musyawarah
  • Menyampaikan laporan kinerja dalam Sidang Paripurna yang khusus diadakan untuk itu.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Suasana sidang paripurna untuk menentukan perwakilan unsur DPD yang akan duduk di kursi pimpinan MPR di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/10/2019). DPD akan menunjuk satu nama yang akan dibawa pada rapat paripurna MPR. Sidang tersebut dipimpin Ketua DPD La Nyalla Mattalitti.

Badan Kehormatan (BK)

Alat kelengkapan DPD yang bersifat tetap yang bertugas:

  • Melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap anggota DPD akibat:
  1. Tidak melaksanakan kewajiban
  2. Tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai anggota selama tiga bulan berturut-turut tanpa keterangan apapun
  3. Tidak menghadiri Sidang Paripurna dan/atau rapat alat kelengkapan DPD yang menjadi tugas dan kewajibannya sebanyak enam kali berturut-turut tanpa alasan yang sah
  4. Tidak memenuhi syarat sebagai calon anggota sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai pemilihan umum
  5. Melanggar ketentuan larangan anggota
  • Menetapkan keputusan atas hasil penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap anggota
  • Menyampaikan keputusan sebagaimana atas penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap anggota pada Sidang Paripurna untuk ditetapkan
  • Melakukan evaluasi serta penyempurnaan peraturan DPD tentang Tata Tertib dan Kode Etik DPD.

Badan Kerja Sama Parlemen (BKSP)

Alat kelengkapan DPD yang bersifat tetap yang bertugas:

  • Membina, mengembangkan dan meningkatkan hubungan persahabatan dan kerja sama antara DPD dan lembaga sejenis, lembaga pemerintah ataupun lembaga nonpemerintah, baik secara regional maupun internasional, atas penugasan Sidang Paripurna ataupun atas dasar koordinasi dengan Panitia Musyawarah beserta Komite.
  • Mengoordinasikan kegiatan kunjungan kerja yang dilakukan oleh alat kelengkapan baik regional maupun internasional
  • Mempersiapan hal-hal yang berhubungan dengan kunjungan delegasi lembaga negara sejenis yang menjadi tamu DPD
  • Memberikan saran atau usul kepada pimpinan tentang kerjasama antara DPD dan lembaga negara sejenis, baik secara regional maupun internasional
  • Mengadakan sidang gabungan dengan pimpinan, Panitia Musyawarah, Panitia Urusan Rumah Tangga, Panitia Perancang Undang-Undang, dan Komite dalam rangka pembentukan delegasi DPD
  • Ketentuan lebih lanjut mengenai hubungan antar lembaga diatur lebih lanjut dengan keputusan Badan Kerjasama Parlemen.

Badan Akuntabilitas Publik (BAP)

Alat kelengkapan DPD yang bersifat tetap yang bertugas:

  • Melakukan penelaahan dan menindaklanjuti temuan BPK yang berindikasi kerugian negara secara melawan hukum
  • Menampung dan menindaklanjuti pengaduan masyarakat terkait dugaan korupsi dan malaadministrasi dalam pelayanan publik

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Pelantikan anggota DPR, MPR, dan DPD periode 2019-2024 dalam sidang paripurna di Gedung Kura-kura, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (1/10/2019). Pengucapan sumpah janji jabatan dipandu Ketua Mahkamah Agung M Hatta Ali. Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla hadir dalam pelantikan ini.

Panitia Musyawarah

Alat kelengkapan DPD yang bersifat tetap yang bertugas:

  • Merancang dan menetapkan jadwal acara serta kegiatan DPD, termasuk sidang dan rapat, untuk satu tahun sidang, satu tahun masa persidangan, sebagian dari suatu masa sidang
  • Merancang rencana kerja lima tahunan sebagai program dan arah kebijakan DPD selama satu masa keanggotaan
  • Rencana kerja lima tahunan sebagai program dan arah kebijakan DPD selama satu masa keanggotaan dapat direvisi setiap tahun
  • Menyusun rencana kerja tahunan sebagai penjabaran dari rencana kerja lima tahunan
  • Merancang dan menetapkan perkiraan waktu penyelesaian suatu masalah
  • Merancang dan menetapkan jangka waktu penyelesaian rancangan undang-undang, dengan tidak mengurangi hak sidang Paripurna untuk mengubahnya
  • Memberikan pendapat kepada pimpinan dalam penangan masalah menyangkut pelaksanaan tugas dan wewenang DPD
  • Meminta dan/atau memberikan kesempatan kepada alat kelengkapan DPD yang lain untuk memberikan keterangan/penjelasan mengenai hal yang menyangkut pelaksanaan tugas setiap alat kelengkapan tersebut
  • Menentukan penanganan terhadap pelaksanaan tugas DPD oleh alat kelengkapan DPD
  • Membahas dan menentukan mekanisme kerja antar alat kelengkapan yang tidak diatur dalam Tata Tertib
  • Merumuskan agenda kegiatan di daerah

Kelompok DPD RI di MPR RI

  • Kelompok anggota DPD di MPR dibentuk untuk meningkatkan optimalisasi kinerja anggota DPD sebagaimana anggota MPR
  • Dalam rangka peningkatan optimalisasi kinerja, kelompok anggota DPD menyusun pedoman kerja

Badan Urusan Legislasi Daerah

DPD RI mendapat wewenang tambahan setalah terbitnya UU No 2 Tahun 2018 tentang Perubahan Kedua UU No 17 tahun 2014 tentang MPR, DPR, DPD dan DPRD (UU MD3) yang terdapat didapal Pasal 249 ayat (1) huruf j yang menjelaskan “melakukan pemantauan dan evaluasi atas rancangan peraturan daerah dan peraturan daerah”.

Kewenangan DPD ini bersifat rekomendasi, bukan membatalkan peraturan daerah. Peran DPD ini berupa mengawasi raperda dan perda bersifat rekomendasi, agar pemerintah daerah dapat meninjau kembali perda maupun raperda melalui instrumen perubahan atau pencabutan perda, apabila bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berada diatasnya.

DPD dalam Sidang Paripurna membentuk Panitia Urusan Legislasi Daerah (PULD) dari menindaklanjuti uraian UU No 2 Tahun 2018. PULD merupakan alat kelengkapan DPD yang bersifat tetap. PULD berada dibawah pimpinan Wakil Ketua DPD Bidang III. PULD diharapkan dapat meminimalisir raperda serta perda yang bertentangan dengan konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi diatasnya. Kemudian diharapkan sebagai kontrol serta pengawasan terhadap kebijakan daerah, serta memastikan bahwa raperda dan perda yang dibentuk sesuai dengan kebutuhan daerah karena sebagai peningkatan kesejahteraan masyarakat di daerah.

KOMPAS/HERU SRI KUMORO

Ketua Dewan Perwakilan Daerah La Nyalla Mattalitti (tiga dari kiri) didampingi Wakil Ketua DPD Sultan Bachtiar, Nono Sampono, dan Mahyudin (kiri ke kanan) memimpin sidang paripurna untuk menentukan perwakilan unsur DPD yang akan duduk di kursi pimpinan MPR di Gedung Nusantara V, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (2/10/2019). DPD akan menunjuk satu nama yang akan dibawa pada rapat paripurna MPR.

Referensi