Paparan Topik | Kebudayaan

Keris: Sejarah, Fungsi, dan Falsafah Hidup yang Mendunia

Keris dibuat bukan sekedar untuk memenuhi bentuk visualnya. Dalam sebilah keris terdapat ajaran moral dan nilai-nilai falsafah atau filosofi tinggi. Sebagai warisan budaya milik Indonesia yang diakui UNESCO, pamor keris semakin mendunia.

DOKUMENTASI: LALU KUSNAWAN

Menteri BUMN Erick Thohir menyerahkan keris kepada pebalap dari tim Ducati Lenovo, Francesco Bagnaia, sebagai juara pertama MotoGP seri Indonesia di Sirkuit Internasional Pertamina Mandalika, Lombok Tengah, NTB, Minggu (15/10/2023). Keris ini bernama “Ki Baru Sawo Sidakala”, memiliki Hak Cipta dari Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Keris ini merupakan hasil karya perajin keris asal Kecamatan Sakra, Lombok Timur, Provinsi Nusa Tenggara Barat.

Fakta Singkat

Keris MotoGP Mandalika

  • Keris Ki Baru Sawo Sidakala: Francesco Bagnaia (podium 1)
  • Keris Ki Baru Lomboq Gumi Paer: Maverick Vinales (podium 2)
  • Keris Ki Baru Siwaq Sempurne: Fabio Quartararo (podium 3)

Sejarah Keris

  • Bukti arkeologis tertua yang menginformasikan keris terdapat pada prasasti batu yang ditemukan di desa Dakuwu, Grabag, Magelang, Jawa Tengah, yang diperkirakan dibuat sekitar abad ke-5 Masehi.
  • Istilah keris dijumpai pertama kali pada prasasti kuno yang ditemukan di Karang Tengah, Magelang, Jawa Tengah, berangka tahun 748 Saka (824 Masehi), yang menyebut-nyebut beberapa peralatan seperti: lukai, punukan, wadung, dan patuk kres.
  • Budaya keris mencapai puncaknya pada zaman Kerajaan Majapahit (1293-1527 M).
  • Keris adalah senjata tikam golongan belati.
  • Keris umumnya terdiri dari tiga bagian utama, yaitu wilah (bilah keris), ganja (penopang), dan hulu keris (pegangan keris). Komponen lainnya yang penting adalah wrangka (sarung keris).
  • Keris yang baik biasanya dibuat dan ditempa dari tiga macam logam, yakni besi, baja, dan pamor.
  • Keris dapat ditemukan di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Bali, Lombok, Sumbawa. Juga Malaysia, Brunei, Filipina, Kamboja, dan Thailand.

Ada hal istimewa pada ajang balap Pertamina Grand Prix of Indonesia 2023. Tiga buah keris dihadiahkan kepada tiga pebalap yang merajai Sirkuit Mandalika setelah menyelesaikan 27 putaran pada balapan utama hari Minggu (15/10/2023). Tiga pebalap yang menerima keris tersebut adalah Francesco Bagnaia di podium pertama, disusul Maverick Vinales posisi kedua, dan Fabio Quartararo di posisi ketiga.

Pemberian keris sebagai hadiah ini menarik perhatian sebab untuk pertama kalinya di dunia, dan hanya di Indonesia para juara MotoGP dihadiahi sebuah pusaka bernilai seni tinggi. Pemberian keris ini merupakan bagian dari strategi Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) untuk memperkenalkan keris Lombok sebagai warisan budaya Nusantara di mata dunia internasional.

Pemilihan keris sebagai cenderamata bagi para pemenang ini menunjukkan bahwa saat ini keris telah menjadi alat diplomasi budaya, sama halnya seperti batik. Keris juga tak lagi menjadi senjata untuk bertarung, melainkan karya seni yang bernilai tinggi secara historis, juga secara fisik.

Ketiga keris yang diberikan kepada para pebalap tersebut merupakan hasil perajin keris di Lombok dan memiliki ciri khas berbeda. Semua keris pun sudah memiliki hak cipta yang dibuktikan dengan surat pencatatan ciptaan oleh Kementerian Hukum dan HAM.

Keris bernama Ki Baru Sawo Sidakala diberikan kepada pemenang pertama Pertamina Grand Prix of Indonesia 2023, yakni Francesco Bagnaia. Keris ini merupakan hasil karya perajin keris asal Kecamatan Sakra, Lombok Timur, Lalu Ramdan Sakraji bersama Rahmad Azhari Sumandar dan kawan-kawan. Keris ini terbuat dari besi, baja, dan pasir besi malela, yang ditempa dengan metode tempa lipat. Memiliki panjang 42,5 sentimeter dengan bentuk bilah luk 9 dan pamor tangkis, sure, dan ngulit semangka pada bilahnya. Pemegang Hak Cipta keris ini adalah Lalu Kusnawan seorang budayawan sekaligus Ketua Indonesian Hotel General Manager Association (IHGMA) Nusa Tenggara Barat.

Untuk keris yang diberikan kepada pemenang kedua Maverick Viñales bernama Ki Baru Lomboq Gumi Paer. Keris ini dibuat oleh perajin keris asal Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, Muhlis, Muhasim dan kawan-kawan. Keris ini berukuran panjang 40 sentimeter, bilah berbentuk lurus dengan pamor sure. Menggunakan material besi, baja, pasir besi malela, dan meteorit, keris dibuat dengan cara ditempa lipat. Berdasarkan Surat Pencatatan Ciptaan yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan HAM, Pemegang Hak Cipta keris ini adalah Lalu Yopi Diansastra Wirakusuma dari Dinas Pemuda dan Olahraga Kota Mataram.

Keris ketiga yang diberikan kepada pemenang ketiga MotoGP Mandalika yakni pebalap Yamaha Fabio Quartararo bernama Ki Baru Siwaq Sempurne merupakan karya perajin bernama Muhlis, M. Hartono, dan kawan-kawan. Keris ini memiliki panjang 47 sentimeter dengan bilah luk 9 dan pamor pola ngulit semangka. Dibuat menggunakan cara ditempa lipat dengan material besi, baja, dan bahan meteorit. Pemegang Hak Cipta keris ini adalah Syafari Habibi selaku Koordinator Wilayah Sekretariat Nasional Perkerisan Indonesia NTB.

DOKUMENTASI: LALU KUSNAWAN

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno menyerahkan keris kepada Maverik Vinales (Aprilia Racing) sebagai pemenang kedua MotoGP di Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (15/10/2023). Keris ini bernama Ki Baru Lomboq Gumi Paer dibuat oleh perajin keris asal Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, NTB.

Apa itu Keris?

Keris adalah senjata tikam golongan belati. Keris merupakan warisan budaya asli Nusantara. United Nation Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sejak 2005 menetapkan keris sebagai Masterpiece of the Oral and Intangible Heritage of Humanity milik bangsa Indonesia. Kemudian terinskripsi dalam Daftar Representatif Warisan Budaya Takbenda (Representative List of Intangible Cultural Heritage) UNESCO pada tahun 2008.

Senjata tradisional ini mempunyai bentuk khas. Dilihat dari bentuknya, keris dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yaitu keris lurus (lajer) dan keris yang bilahnya berkelok-kelok (luk). Adapun jumlah luk biasanya selalu ganjil, mulai dari 3 hingga seterusnya.

Keris umumnya terdiri dari tiga bagian utama, yaitu wilah (bilah keris), ganja (penopang), dan hulu keris (pegangan keris). Komponen lainnya yang penting adalah wrangka (sarung keris).

Keris terdapat di hampir seluruh wilayah Indonesia, terbentang dari Pulau Sumatera di barat, Pulau Kalimantan di Utara, gugusan kepulauan Maluku di Timur dan Kepulauan Nusa Tenggara di Selatan. Juga di negara-negara serumpun di Asia Tenggara, seperti Malaysia, Thailand, dan Filipina.

Di setiap daerah, keris memiliki karakter masing-masing, mulai dari bentuk, pola pamor, panjang bilah, hingga pegangannya. Panjang bilah misalnya, keris yang dibuat di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, NTB, Semenanjung Malaya, dan Thailand selatan sekitar 35-42 sentimeter. Sementara panjang keris di Bali sekitar 45 sentimeter, dan di Filipina serta Riau lebih dari 50 sentimeter.

Pegangan keris (gaman) juga memiliki bermacam-macam motif. Keris Bali, misalnya, ada yang berbentuk patung penari, pertapa, hutan, dan ada yang diukir dengan emas dan batu mulia. Sementara pegangan keris Sulawesi umumnya menggambarkan burung laut. Hal itu sebagai perlambang sebagian masyarakat Sulawesi yang berprofesi sebagai pelaut, dan burung adalah lambang dunia atas keselamatan. Selain itu, materi yang dipergunakan pun berasal dari aneka bahan, seperti gading, tulang, logam, dan yang paling banyak kayu. Adapun pegangan keris Jawa secara garis besar terdiri dari batuk (kepala bagian depan), bun-bunan, sirah wingking (kepala bagian belakang), wetengan, dan bungkul.

Di masing-masing daerah atau suku bangsa di Indonesia memiliki istilah tersendiri dalam menyebut senjata keris. Di Jawa, keris disebut juga dhuwung atau curiga. Di Minangkabau dikenal dengan sebutan kerieh; di Lampung disebut terapang atau punduk; Sulawesi sale atau kreh;  Bali kadutan; dan Nusa Tenggara Barat: keris (Lombok) dan sampari (Bima).

DOKUMENTASI: LALU KUSNAWAN

Penjabat Gubernur NTB Lalu Gita Ariadi menyerahkan keris kepada Fabio Quartararo (Monster Energy Yamaha MotoGP) sebagai pemenang ketiga MotoGP seri Indonesia di Sirkuit Mandalika, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (15/10/2023). Keris ini bernama Ki Baru Siwaq Sempurne merupakan karya perajin asal Lingsar, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.

Sejarah Keris

Keris merupakan pusaka yang sangat populer di Indonesia. Mengacu pada buku Ensiklopedi Keris dan Keris Dalam Perspektif Keilmuan, secara historis keris memiliki aspek kesejarahan yang sangat panjang yang bisa ditelusuri kembali hingga ratusan tahun yang lalu. Namun, titik awal keberadaannya masih diperdebatkan hingga kini oleh banyak pakar yang mendalami masalah keris.

G.B. Gardner mengemukakan bahwa keris adalah perkembangan dari senjata tikam zaman prasejarah. Sedangkan Griffith Wilkens mengatakan bahwa budaya keris baru muncul pada abad-14 dan ke-15. Asumsi tersebut didasarkan pada bentuk keris yang merupakan perkembangan dari bentuk tombak yang banyak digunakan oleh bangsa-bangsa yang mendiami benua Asia dan Australia. Ahli yang lain, A.J. Barnet Kempers, mengungkapkan bahwa bentuk keris merupakan perkembangan dari senjata penusuk pada zaman perunggu

Sementara berdasarkan penelitian arkeologi, menunjukkan bahwa keris telah dikenal sejak sekitar abad ke-5 sampai 6 Masehi di Jawa. Merujuk pada bukti arkeologis paling tua yang ditemukan yang menginformasikan mengenai keberadaan senjata keris terlihat pada prasasti batu yang ditemukan di desa Dakuwu, Grabag, Magelang, Jawa Tengah, yang diperkirakan dibuat sekitar abad ke-5 Masehi.

Di dalam prasasti tersebut termuat pahatan-pahatan berbagai benda dan senjata yang dianggap sebagai bagian dari peralatan upacara keagamaan. Salah satunya adalah sebuah belati yang bentuknya mirip dengan keris buatan Nyi Sombro, seorang empu wanita pada zaman Pajajaran.

Bukti arkeologis lainnya ditemukan dalam relief Candi Borobudur (abad ke-8) di Jawa Tengah. Pada salah satu sudut sisi tenggara candi, ditemukan relief yang menggambarkan prajurit membawa senjata pendek yang serupa dengan keris.

Sementara istilah keris, dijumpai pertama kali pada prasasti kuno yang terbuat dari lempengan perunggu yang ditemukan di Karang Tengah, Magelang, Jawa Tengah, berangka tahun 748 Saka (824 Masehi), yang menyebut-nyebut beberapa peralatan seperti: lukai, punukan, wadung, dan patuk kres. Dalam prasasti tersebut dijelaskan mengenai kres yang diartikan sebagai keris.

Kata kres juga ditemukan dalam Prasasti Poh berangka tahun 829 Saka (907 Masehi). Prasasti ini menyebutkan beberapa jenis sesaji untuk menetapkan Poh sebagai daerah bebas pajak. Sesaji itu antara lain berupa: kres, wangkiul , tewek punukan , wesi penghantap.

Keris kemudian menjadi banyak dikenal melalui naskah Pararaton yang terkenal dengan riwayat Kerajaan Singasari (abad ke-13). Dalam kitab tersebut, keris digambarkan merupakan sebuah senjata tikam yang memiliki tuah atau kekuatan magis. Keris dibuat oleh seorang empu (sebutan untuk pembuat/ahli keris), yang terkenal pada era itu adalah Empu Gandring.

Berdasarkan sejumlah laporan asing, budaya keris mencapai puncaknya pada zaman kerajaan Majapahit (1293-1527 M). Salah satu laporan tersebut didapat dari Ma Huan, musafir Cina dan penerjemah resmi Cheng Ho, yang menulis pengalaman kunjungannya ke Majapahit pada abad ke-15 dalam bukunya berjudul Yingyai Sheng-Ian. Dalam catatannya, Ma Huan melaporkan bahwa ketika datang bersama rombongan Cheng Ho, ia menyaksikan hampir semua laki-laki di Majapahit mengenakan pu-lak, yaitu semacam belati lurus atau berkelok-kelok. Yang besar kemungkinan yang dimaksud adalah keris.

Ma Huan juga menyebutkan dalam laporannya, pada zaman itu telah dikenal teknik pembuatan senjata tikam dengan baja berkualitas dan hiasan pamor garis-garis tipis serta bunga ketipisan. Gagang atau hulu keris juga sudah dibuat menggunakan bahan emas, cula badak, atau gading.

Sejumlah literatur lain juga berpendapat bahwa pada era Majapahit keris memperoleh kepopulerannya. Dibuktikan dengan keris-keris terkenal yang melegenda yang diperkirakan berasal dari era itu, misalnya Kanjeng Kyai Ageng Sengkelat dan Nagasasra Sabuk Inten. Pada kekuasaan Majapahit, keris juga menyebar ke wilayah kekuasaannya, antara lain: Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Bali, Lombok, Sumbawa, termasuk juga Malaysia, Brunei, Filipina, Kamboja, dan Thailand.

Selain melalui ekspedisi dan penaklukan kekuasaan, penyebaran lainnya adalah melalui jalur perdagangan dan pelayaran. Hal ini menyebabkan budaya keris kemudian dapat ditemui di hampir seluruh daerah Nusantara.

Dinamika Fungsi Keris

Pada mulanya keris digunakan untuk bertarung sekaligus juga untuk melindungi diri. Cara menggunakannya ialah dengan menikam untuk membunuh lawan atau musuh.

Hal itu diketahui dari naskah-naskah berbahasa Jawa Kuna, khususnya dalam kakawin Arjunawiwoha yang ditulis di masa pemerintahan raja Erlangga, pendiri Kerajaan Kahuripan (abad ke-11 Masehi), telah dapat dijumpai kutipan yang menyatakan bahwa bahwa keris adalah senjata untuk perang. Demikian juga dalam kakawin Sumanasontaka yang ditulis di masa Kadiri (abad ke-12 Masehi), disebutkan keris sebagai senjata potong.

Namun, Bambang Harsrisukmo dalam buku Ensiklopedi Keris, berpendapat bahwa keris bukan semata-mata untuk membunuh atau sebagai senjata utama dalam berperang. Jika dilihat dari bentuknya yang pendek, keris tidak efektif untuk dipakai dalam kondisi perang, kecuali dalam kondisi terdesak dan dalam kondisi pertarungan jarak dekat.

Menurut Bambang, pada masa selanjutnya fungsi keris lebih dominan sebagai senjata dalam pengertian simbolik atau spiritual. Hal tersebut tidak terlepas dari berkembangnya kepercayaan yang menganggap keris sebagai benda bertuah yang memiliki kekuatan gaib. Dengan membawa atau memiliki keris, keberanian dan rasa percaya diri seorang menjadi meningkat.

Ihwal kepercayaan adanya kekuatan magis pada keris setidaknya dapat ditelusuri sejak masa Kerajaan Singasari. Ditandai dengan keberadaan keris Empu Gandring yang digunakan Ken Arok untuk merebut Ken Dedes dari Tunggul Ametung.

Dalam naskah Pararaton diceritakan, Ken Arok memesan keris kepada Empu Gandring, yang menjanjikan keris ampuh untuk membunuh Tunggul Ametung dalam waktu satu tahun. Akan tetapi, belum sampai satu tahun, Ken Arok tidak sabar. Ia merebut keris yang belum sempurna dan kemudian menusukkannya ke dada Empu Gandring hingga tewas. 

Sebelum mati, dalam kondisi sekarat, Empu Gandring mengutuk keris tersebut nantinya akan membunuh tujuh turunan raja Singasari. Keris ini akhirnya benar-benar menewaskan tujuh raja Singasari, termasuk Ken Arok sendiri. Dari situ, keris kemudian dipercaya sebagai senjata pusaka yang memiliki daya magis dan kemudian memasuki ranah sosial yang kompleks.

Dalam perkembangan selanjutnya, aspek mistik ini menjadi salah satu hal terpenting pada keris, yang membuat keris mempunyai tempat demikian penting di dalam tradisi, secara khusus di Jawa. Seorang empu juga mempunyai kedudukan tersendiri di dalam masyarakat, sebab dianggap orang linuwih (sakti). Berdasarkan keyakinan seperti itu pula keris pusaka sering diberi nama bahkan gelar, seperti ‘kyai’ dan ‘nyai’.

Raja-raja Jawa menggunakan keris sebagai basis legitimasi kekuasaannya secara esoteris. Bahkan, seorang raja baru dipandang sah oleh rakyatnya ketika raja mengenakan salah satu keris pusaka kerajaan pada saat penobatannya. Keraton Jawa mempunyai tradisi atas sebuah keris pusaka, yang akan diberikan oleh raja pendahulunya kepada raja baru yang akan naik tahta.

Sir Thomas Stamford Raffles, dalam bukunya The History of Java, mengatakan senjata keris mendapat kedudukan istimewa bagi prajurit Jawa. Mereka umumnya menyandang tiga buah keris sekaligus. Raffles juga mengatakan tentang kebiasan Raja Yogyakarta yang menghadiahi seseorang abdi dalem-nya saat naik pangkat dengan sebilah.

Unggul Sudrajat dan Dony Satryo Wibowo dalam buku Keris, menyebutkan, seiring waktu tradisi keris dalam kehidupan Jawa bahkan masuk hingga ke dalam sebuah ikatan perkawinan. Jika seseorang menikahi seorang perempuan Jawa, maka ayah pengantin wanita akan memberikan sebuah keris sebagai pengikat tali keluarga, yang biasa disebut dengan keris kancing gelung atau cundhuk ukel. Keris itu menjadi simbol penyerahan tanggung jawab dari sang ayah mertua kepada menantu yang untuk selanjutnya berkewajiban menjaga puterinya tersebut. Bahkan, keris dapat menggantikan sosok pengantin pria dalam upacara perkawinan.

Adanya pemaknaan keris sebagai benda pusaka yang memiliki daya kekuatan supranatural membuatnya juga dimanfaatkan untuk media penyembuhan penyakit, membantu proses kelahiran bayi, mengusir setan, menjaga keselamatan rumah tangga dan mendatangkan hujan.

Seturut berjalannya waktu dan dinamika masyarakat yang terus berubah, fungsi keris terus mengalami perkembangan. Dewasa ini, keris lebih dominan sebagai kelengkapan sarana upacara, atribut busana adat, dan cenderamata (souvenir).

Lebih dari itu, sebagai benda pusaka, saat ini keris juga mewujud sebagai barang koleksi para kolektor. Peminatnya pun tidak sedikit di Indonesia. Hal ini diketahui dari adanya berbagai komunitas pecinta keris di berbagai daerah. Juga dari sering diadakannya acara pameran keris, seperti Pameran Tosan Aji di Gedung Monodhuis, Kota Lama, Kota Semarang, Jawa Tengah, Rabu (23/8/2023).

Keris yang semakin langka, berusia tua, dan memiliki sejarah akan menjadi buruan kolektor. Keris seperti itu memiliki nilai ekonomi relatif tinggi, bisa mencapai ratusan juta bahkan miliaran rupiah. Sehingga ada pula yang menjadikannya sebagai barang investasi.

Menariknya, ada perlakuan atau etika khusus pecinta keris terhadap keris saat membeli dan menjualnya. Pemindahan kepemilikan keris biasa disebut dengan perjodohan keris, sebab istilah jual-beli dihindari.

Bila orang ingin membeli keris dari orang lain, ia akan menyatakan hasratnya untuk membeli dengan mengatakan ingin melamar keris tersebut. Adapun harganya, umumnya disebut mas kawin.

Hal itu berasal dari keyakinan bahwa keris bukan sekedar bilah senjata profan yang dapat diperlakukan seenaknya. Penggunaan istilah perjodohan juga merupakan bentuk kepercayaan bahwa tidak sembarang keris dapat cocok dengan seseorang.

DOKUMENTASI: LALU KUSNAWAN

Keris “Ki Baru Sawo Sidakala” diberikan kepada pemenang pertama Pertamina Grand Prix of Indonesia 2023, Francesco Bagnaia.

Proses Pembuatan Keris

Untuk menghasilkan sebilah keris yang baik dan sesuai, terdapat pakem-pakem dan sejumlah tahapan yang harus dilakukan. Walaupun terdapat perbedaan di antara daerah-daerah, namun tidak meninggalkan seluruhnya pakem yang telah ditetapkan dalam pembuatan keris.

Keris yang baik biasanya dibuat dan ditempa dari tiga macam logam, yakni besi, baja, dan pamor. Yang disebut terakhir ini bisa berupa nikel, batu meteor, atau besi pamor.

Merujuk kembali buku Ensiklopedi Keris, pada tahap awal, seorang empu umumnya akan menanyakan beberapa hal dari sang pemesan keris, seperti maksud, tujuan, dan keris seperti apa yang diinginkan pemesan. Pada tahap ini, empu juga akan memberikan beberapa pilihan dan saran terkait jenis keris, seperti bentuk dhapur dan pola pamor.

Setelah menerima pesanan keris, sebelum proses pengerjaan, empu akan melakukan persiapan teknis, spiritual, hingga persiapan seremonial. Persiapan teknis adalah persiapan segala macam kebutuhan, mulai dari tempat, alat-alat, bahan-bahan, hingga mencari orang-orang yang terlibat di dalamnya proses pembuatan keris.

Sedangkan persiapan spiritual dan seremonial dilakukan dengan harapan agar pembuatan keris itu berjalan lancar dan dapat mencapai hasil sesuai dengan yang diharapkan. Dilakukan dengan tapa (bersemadi), pembacaan doa, menyediakan sajen, dan melakukan kenduri atau slametan sebelum pekerjaan dimulai. Konon, di zaman dulu, untuk menghasilkan keris yang diharapkan menjadi pusaka khusus, seorang empu bahkan bersemadi ke dalam hutan hingga berbulan-bulan untuk mendapatkan petunjuk dan bimbingan dalam membuat keris.

Setelah melakukan segala persiapan tersebut, barulah kemudian dilakukan proses pengerjaan.  Dalam proses pengerjaan ini, hari atau waktu pengerjaan juga sangat diperhatikan, di mana akan menyesuaikan dengan hari-hari yang dianggap baik menurut perhitungan primbon (sistem petungan). 

DOKUMENTASI: LALU KUSNAWAN

Keris “Ki Baru Lomboq Gumi Paer” diberikan kepada pemenang kedua Pertamina Grand Prix of Indonesia 2023, Maverick Vinales.

Proses awal pembuatan keris adalah dengan mbesut (membakar) dan menempa besi bahan keris. Tujuan pekerjaan ini adalah menghasilkan besi bahan murni yang disebut wesi wasuhan. Wesi wasuhan adalah besi yang sudah dimurnikan dari unsur karat, kotoran, ataupun mineral lainnya dengan proses bakar, tempa, ulur, lipat, rekat, bakar dan seterusnya berulang kali.

Setelah itu, besi akan disatukan dengan bahan pamor yang berasal dari bahan meteorit dengan cara menjepit kepingan pamor di antara besi. Kemudian, besi dan pamor dibakar dan ditempa berulang kali. Keris berkualitas sederhana, setidaknya membutuhkan sebanyak 128 lapisan. Sedangkan untuk menciptakan keris berkualitas baik dibutuhkan hingga ribuan lapisan. Baru setelah itu, untuk mendapat ketajamanan yang baik, disisipkan lapisan baja di tengahnya

Selama tahap penempaan ini, seorang empu umumnya dibantu oleh dua atau tiga orang pembantunya, yang disebut sebagai panjak. Sang panjak inilah yang bertugas memanaskan dan membantu menempa keris dibawah arahan sang empu.

Setelah penempaan, tahap berikutnya adalah membentuk bilah apakah berlekuk atau lurus. Apabila menghendaki bilah keris yang memakai luk, maka proses pembuatan luk dilakukan dengan proses pemijaran dan ditempa memakai palu panimbal.

Proses terakhir dari pembuatan keris adalah penyepuhan atau pendinginan. Penyepuhan dilakukan dengan memasukkan bilah ke dalam campuran belerang, garam dan perasan jeruk nipis (disebut kamalan) atau bisa juga dicelupkan ke dalam cairan air, air garam, atau minyak kelapa. Tujuannya untuk mendapatkan besi yang kuat dan keras.

Tindakan penyepuhan harus dilakukan dengan hati-hati karena bila salah dapat membuat bilah keris retak. Ini salah satu proses yang dikerjakan sendiri oleh sang empu. Kegagalan dalam proses penyempuhan berarti harus mengulang dari awal lagi.

Setelah itu, untuk mempercantik dilakukan proses marangi atau memunculkan pola pamor. Caranya adalah dengan memoleskan warangan, cairan arsenikum yang sudah dicampur dengan air jeruk nipis. Hal ini membuat keris menjadi nampak estetis, lebih menarik dan bernilai.

DOKUMENTASI: LALU KUSNAWAN

Keris “Ki Baru Siwaq Sempurne” diberikan kepada pemenang ketiga Pertamina Grand Prix of Indonesia 2023, Fabio Quartararo.

Falsafah Keris

Sebilah keris tidak cukup hanya ditinjau dari aspek kebendaan atau wujudnya saja. Keris dibuat bukan sekedar untuk memenuhi bentuk visualnya, melainkan juga dibuat dengan kedalaman makna yang religius, magis, dan mistis. Dalam sebilah keris terdapat ajaran moral dan nilai-nilai falsafah/filosofi tinggi, khususnya di Jawa. Meski keris bukan monopololi budaya Jawa.  Dalam budaya Jawa lah, signifikansi keberadaan keris tampak melebihi etnis lainnya.

Menurut Nurhadi Siswanto dalam artikel “Ajaran Moral Keris Jawa”, kuatnya nuansa religius keris telah tercermin dalam awal pembuatannya. Proses pembuatan keris diawali dengan sikap dan pemahaman dari sang empu maupun sang pemesan keris bahwa kekuatan yang dimiliki manusia sangatlah terbatas, sehingga dalam upaya mewujudkan keinginan dan harapannya manusia harusnya memohon petunjuk dan keberkahan dari yang maha kuasa. Hal ini juga menunjukan bahwa manusia dalam kehidupannya tidaklah akan mampu mengatasi persoalannya yang dihadapinya tanpa kemurahan dari Tuhannya

Keris dipercaya merupakan pe-ngejawantahan-an dari filosofi Ke-Tuhan-an orang Jawa dengan adanya istilah “curigo manjing warangka” (bilah bersatu dengan sarung keris) dan “warangka manjing curiga” (sarung keris menyatu dengan bilahnya), sebuah seni bangun yang indah dan mengandung makna “kemanungnggalan Kawulo-Gusti” (bersatunya hamba dengan Tuhannya)

Dalam nama ‘keris’ sendiri juga sudah terkandung ajaran moral. Keris dalam bahasa Jawa kuno adalah ‘kekeran aris’. Kekeran berarti pagar, penghalang, peringatan dan pengendalian. Aris berarti tenang, hati-hati, dan halus. Keris dalam artian ini bisa dimaknai seseorang dalam berhubungan dengan sesama manusia dapat saling ngeker atau memagari, memperingatkan dan mengendalikan diri secara aris, jangan sampai memamerkan dirinya.

Pada aspek bentuk, keris yang lurus atau berliku bukan semata untuk keindahan saja, namun ada arti di dalamnya. Wujud keris yang berluk (berlekuk) adalah simbol kebijaksanaan, sedangkan keris lurus adalah simbol keteguhan prinsip. Kebijaksanaan dan tekad itu harus seimbang dan akhirnya bermuara ke atas, yakni Tuhan, tergambar dari ujung keris selaju lancip.

Selain itu, keris yang berluk selalu ganjil juga melambangkan kedinamisan hidup. Sebab, genap dalam falsafah Jawa berarti sudah selesai atau berakhir. Sementara ganjil berarti sesuatu itu belum genap, dan harus digenapkan atau dilanjutkan. Dengan demikian, gasal atau ganjil pada luk keris bisa diartikan sebagai sesuatu yang berkelanjutan, dinamis, dan lambang keinginan untuk terus maju dan memperbaiki.

Ajaran-ajaran moral yang terselip dalam simbol-simbol pada keris ini tentunya merupakan local wisdom dan local genius yang luar biasa yang dapat dijadikan sebagai pengkayakan wacana tentang pendidikan karakter bagi para generasi penerus bangsa. Apalagi banyak mengarah pada ajaran keselarasan hidup sesama manusia dan Tuhan. (LITBANG KOMPAS)

Referensi

Buku dan Jurnal
  • Bambang Harsrinuksmo. 2004. Ensiklopedi Keris. Jakarta: Gramedia Pustaka UtamaBagian-bagian keris
  • Nurhadi Siswanto. 2013. “Ajaran Moral Keris Jawa”. Corak: Jurnal Seni Kriya2(1).Fungsi keris dulu dan sekarang
  • Unggul Sudrajat dan Dony Satryo Wibowo. 2014. Materi Muatan Lokal Bidang Kebudayaan: Keris Keris. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
  • Waluyo Wijayatno dan Unggul Sudrajat. 2011. Keris Dalam Perspektif Keilmuan. Jakarta: Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata.Pekem pembuatan keris
Arsip Kompas
  • Drama Kehidupan dalam Keris”, Kompas, 26 Mei 2008.
  • “Keris, Karya Adiluhung Bangsa Indonesia”, Kompas, 16 Agustus 2008.
  • “Keris : Artefak yang Masih Terjaga, Mahakarya Sarat Makna”, Kompas, 14 Juli 2012.
Internet
  • “Keris Jati Diri Budaya Jawa”, diakses dari indonesia.go.id
  • “Keris”, diakses dari warisanbudaya.kemdikbud.go.id
Dokumen
  • Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Surat Pencatatan Ciptaan “KI BARU SAWO SIDAKALA”, tanggal 8 Oktober 2023; Karya Seni Rupa (Keris) Tercipta Untuk Diberikan Kepada Pemenang Lomba MotoGP Mandalika 2023 (15 Oktober 2023) Di Sirkuit Mandalika, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Indonesia.
  • Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Surat Pencatatan Ciptaan “KI BARU LOMBOQ GUMI PAER”, tanggal 9 Oktober 2023; Karya Seni Rupa (Keris) Tercipta Untuk Diberikan Kepada Pemenang Lomba MotoGP Mandalika 2023 (15 Oktober 2023) Di Sirkuit Mandalika, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Indonesia.
  • Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Surat Pencatatan Ciptaan “KI BARU SIWAQ SEMPURNE”, tanggal 10 Oktober 2023, Karya Seni Rupa (Keris) Tercipta Untuk Diberikan Kepada Pemenang Lomba MotoGP Mandalika 2023 (15 Oktober 2023) Di Sirkuit Mandalika, Kabupaten Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, Indonesia.

Artikel terkait