Foto

Senjata-Senjata Tradisional Indonesia

Beragam jenis senjata tradisional yang dimiliki setiap daerah di tanah air selalu dijaga dan dilestarikan sebagai salah satu warisan kekayaan budaya Indonesia.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Keris Kiai Kanjeng Nogo Siluman, yang digunakan Pangeran Diponegoro saat memimpin Perang Jawa, dipamerkan dalam pameran “Pamor Sang Pangeran” di Museum Nasional, Jakarta, Sabtu (7/11/2020).

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang diapit oleh dua samudera dan dua benua. Hal tersebut menjadikan Indonesia sangat kaya akan budaya-budaya dan kultur dari berbagai daerah. Salah satu produk budaya yang dihasilkan dari suatu daerah adalah senjata tradisional. Hampir setiap daerah di Indonesia memiliki senjata tradisional dengan ciri khas dan keunikan masing-masing. Lembaga kebudayaan dunia, yakni UNESCO pun turut mengakui keris yang merupakan salah satu senjata tradisional dari Pulau Jawa sebagai warisan budaya dunia nonbendawi.

Senjata tradisional di masing-masing daerah pada umumnya dibuat sebagai alat bantu dalam aktivitas kehidupan sehari-hari serta untuk pertahanan dan perlindungan diri dari bahaya lingkungan sekitar. Namun, ada kalanya senjata tradisional juga berkaitan erat dengan kisah-kisah legendaris ataupun hal yang berbau mistis yang memiliki kekuatan magis dan dipercaya oleh penduduk setempat.

Pada masa sekarang, seorang pecinta barang seni akan menjadikan senjata tradisional sebagai salah satu pilihan barang koleksi. Seorang kolektor akan selalu berburu berbagai rupa dan jenis senjata tradisional suatu daerah. Dengan kekayaaan dan adanya latar belakang sejarah dari senjata-senjata tradisional tersebut, sudah selayaknya senjata-senjata tersebut perlu dijaga dan terus dilestarikan sebagai warisan budaya Indonesia maupun dibuat menjadi barang kerajinan sebagai cendera mata ikon suatu daerah.

  • Keris (Jawa Tengah dan Yogyakarta)

Keris termasuk salah satu senjata tikam tradisional Indonesia. Budaya keris diperkirakan berawal dari Pulau Jawa abad ke-6, kemudian menyebar ke seluruh wilayah Nusantara. Ketika Kerajaan Majapahit berkuasa abad ke-14, keris menyebar pula ke wilayah jajahannya seperti Malaysia, Filipina selatan, Kamboja, dan Thailand selatan. Istilah keris sendiri ditemukan pada prasasti lempengan perunggu Karangtengah bertuliskan angka tahun 748 Saka, atau 824 Masehi. Keris tertua ditemukan di Desa Dawuku, Kecamatan Grabag, Magelang, Jateng, dibuat sekitar tahun  500 Masehi. Selain berfungsi sebagai senjata, keris diyakini juga memiliki kekuatan gaib sehingga dijadikan pusaka. Keris telah diakui sebagai warisan budaya dunia oleh UNESCO.

KOMPAS/JULIAN SIHOMBING

Keris-keris berpamor. Paling kiri, keris berpamor adeg-adeg sapu; tengah pamor lar gangsir; dan paling kanan pamor lintang kemukus.

  • Rencong (Aceh)

Rencong merupakan senjata tradisional kebanggan masyarakat Aceh sebagai  simbol keberanian dan kepahlawanan masyarakat Aceh. Bahan baku utama rencong adalah besi putih sebagai mata pisau dan tanduk kerbau untuk gagangnya. Pada masa perjuangan, hampir setiap pejuang Aceh, terutama laki-laki, membekali dirinya dengan rencong sebagai alat pertahanan diri. Saat ini, rencong semakin langka ditemukan mengingat perajin dan pandai besi yang membuat senjata tersebut semakin sedikit. Rencong juga tidak boleh sembarang dibawa kecuali untuk kepentingan tertentu dan lebih banyak difungsikan untuk upacara adat seperti pernikahan atau pawai kesenian dan sebagai barang kerajinan untuk cendera mata.

KOMPAS/PRASETYO EKO PRIHANANTO

Rencong hasil kerajinan warga Bait Masjid, Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Aceh Besar. Kerajinan ini tetap bertahan meski didera konflik RI GAM dan bencana tsunami.

  • Guma (Sulawesi Tengah)

Guma merupakan sejenis parang yang dipakai sebagai senjata perang Suku Kaili yang mendiami Lembah Palu dan sekitarnya di Sulawesi Tengah. Ada mata atau bilah guma sepanjang 60 cm dan ada yang 30 cm. Sebagian mata guma lebarnya sampai 5 cm, sebagian lagi tipis hanya 2 cm. Corak mata pedang beragam; sebagian berwarna abu-abu keperakan, tak sedikit yang berwarna kuning keemasan. Di bagian gagang dan sarung beberapa guma terukir berbagai motif. Ada ukiran berupa lubang-lubang yang dirajut mengelilingi gagang atau sarung. Terlihat juga ukiran menyerupai dedaunan yang panjang. Guma dianggap sebagai senjata yang memiliki kekuatan mistik dan biasa digunakan untuk upacara adat adat masyarakat sekitar. Oleh karena itu, tidak sembarang orang yang dapat menggunakan guma sehingga senjata ini dianggap sakral.

KOMPAS/VIDELIS JEMALI

Tampak guma, sejenis parang yang dipakai sebagai senjata perang, dipamerkan dalam ekshibisi di Markas Komando Resor Militer 132/Tadulako, Kota Palu, Sulteng, Minggu (5/9/2021). Guma dipakai para panglima perang dan prajurit serta rakyat pada era kerajaan sebagai senjata utama berperang, termasuk melawan penjajah.

  • Sumpit (Kalimantan)

Senjata sumpit merupakan senjata kebanggaan dan menjadi senjata utama bagi masyarakat Dayak. Sumpit berupa buluh dari batang kayu bulat sepanjang 1,9 meter hingga 2,1 meter. Sumpit harus terbuat dari kayu keras seperti kayu ulin, tampang, lanan, berangbungkan, rasak, atau kayu plepek. Diameter sumpit dua hingga tiga sentimeter yang berlubang di bagian tengahnya, dengan diameter lubang sekitar satu sentimeter. Lubang ini untuk memasukkan anak sumpit atau damek. Kegunaannya sumpit secara tradisional untuk berburu terutama binatang yang ada di atas pohon dan untuk berperang. Selain itu, Sumpit juga untuk upacara adat atau sebagai mas kawin dalam pernikahan adat Dayak.

KOMPAS/CYPRIANUS ANTO SAPTOWALYONO

Atraksi manyipet atau menyumpit dilombakan dalam Festival Budaya Isen Mulang di Palangkaraya, Senin (21/5/2007). Sumpit yang terbuat dari kayu ulin dan anak sumpit menggunakan bambu merupakan senjata tradisional suku Dayak yang digunakan untuk berburu.

  • Kujang (Jawa Barat)

Senjata Kujang merupakan senjata tradisional nenek moyang masyarakat Sunda. Senjata berujung lancip dan kedua sisinya tajam ini melambangkan sifat keperwiraan dan keberanian untuk melindungi kebenaran. Kujang juga merefleksikan ketajaman pikiran dan daya kritis dalam kehidupan. Selain sebagai alat pertanian, senjata ini juga sebagai pusaka yang dapat dipergunakan untuk mempertahankan diri. Kujang mulai dibuat para empu sejak zaman Kerajaan Pajajaran, sekitar abad ke-13 sampai ke-14. Bahan terbaik untuk membuat kujang adalah meteor.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Pengunjung memerhatikan berbagi jenis kujang dalam pameran kujang di Museum Sri Baduga, Kota Bandung, Senin (9/6/2008). Kujang yang merupakan senjata tradisional khas Jawa Barat ini pada awalnya merupakan alat bantu berladang bagi masyarakat Sunda. Seiring perkembangannya, kujang menjadi senjata tradisional dengan berbagai bentuk yang disesuaikan dengan fungsinya.

  • Keris Bugis-Makassar (Sulawesi Selatan)

Keris dalam bahasa Bugis disebut kawali. Kawali awalnya terbuat dari batu meteor yang mengeras. Karena itulah kawali tidak terdeteksi oleh detektor metal. Setiap kawali punya aura yang biasa juga disebut pamor. Aura atau pamor itulah yang menentukan keampuhan dan atau kekuatan daya magis sebuah kawali. Ada beberapa jenis kawali, di antaranya jenis sambang (tolak bala), toasi (rezeki, kesejahteraan, dan ketentraman hidup), dan gecong (pemimpin). Pembuatan kawali berlangsung dalam suatu suasana ritual. Pembuatan sebilah kawali umumnya selesai dalam tujuh hari. Namun, karena pembuatannya hanya dilakukan pada hari Jumat, satu kawali dengan pamor yang diharapkan akan selesai dalam tujuh hari Jumat berarti membutuhkan waktu 49 hari.

KOMPAS/ASWIN RIZAL HARAHAP

Suryanto (37) membersihkan koleksi keris dan badik dengan jeruk nipis di Desa Timusu, Kecamatan Liliriaja, Kabupaten Soppeng, Sulawesi Selatan, Rabu (23/11/2011). Senjata tradisional Bugis itu masih dibuat oleh para pandai besi yang tersebar di sejumlah kabupaten di Sulawesi Selatan, seperti Pangkep, Barru, Soppeng, Sidrap, Bone, dan Luwu.

  • Mandau (Kalimantan)

Mandau merupakan senjata Suku Dayak mirip parang, tetapi pasti berukir atau ditatah di salah satu sisinya. Mandau yang asli terbuat dari batu gunung yang dilebur khusus oleh ahlinya dan hiasannya diberi sentuhan emas, perak, atau tembaga. Pegangan mandau biasanya dibuat dari tanduk rusa atau kayu kualitas nomor satu yang diukir. Di ujungnya ditempatkan pula beberapa helai rambut manusia. Sarung mandau juga diukir khas Dayak yang sangat indah serta dianyam rotan Kalimantan. Sebagai hiasan, biasanya ditempatkan bulu burung baliang, burung tanyaku, serta manik-manik yang indah dan tak lupa diselipkan jimat. Di sarungnya biasanya ditempatkan pisau kecil berukuran sekitar 10 sentimeter yang sangat tajam dan diberi nama langgai kuai.

KOMPAS/LUCKY PRANSISKA
Pengunjung melihat senjata tradisional mandau dan sumpit khas Dayak, Kalimantan Barat, yang dipamerkan di Bentara Budaya Jakarta, Jumat (11/6/2010). Selain senjata tradisional, beragam aksesori, pakaian, dan kuliner Dayak juga dipamerkan dalam pameran tersebut.

  • Busur dan Panah (Papua)

Busur dan panah merupakan senjata tradisional yang dimiliki suku-suku di Papua. Busur dan panah ini menjadi senjata multifungsi karena bisa digunakan untuk berburu binatang, menjadi alat perang, sebagai alat untuk melindungi diri dari musuh maupun binatang, dan bisa juga dipakai sebagai alat musik. Penamaan busur dan panah juga berbeda-beda di setiap suku. Di suku Muyu misalnya, senjata ini dinamakan sebagai tinim (busur) dan ando (panah).

KOMPAS/EDDY HASBY

Warga Rawa Biru, Merauke, Papua, Minggu (10/4/2011), menarik busur panah saat berburu di sebuah kawasan hutan yang terletak tidak jauh dari garis perbatasan negara RI-Papua Niugini.

Foto lainnya dapat diakses melalui http://www.kompasdata.id/
Klik foto untuk melihat sumber.

Referensi

Arsip Kompas

“Dunia Mengakui Keris sebagai Warisan Budaya * Jangan Hanya Dipandang Senjata Tradisional”. Kompas, 11 Maret 2006 halaman 1

“Rencong, Simbol Kepahlawanan yang Makin Padam”. Kompas, 3 September 2003 halaman 8

“Menimba Semangat Perjuangan dari Senjata Tradisional Sulteng”. Kompas, 8 September 2021 halaman F

“Sumpit, Kebanggaan Suku Dayak * Tanah Air”. Kompas, 24 Desember 2004 halaman 31

“Tatar Sunda: Mengapa Kujang Menjadi Lambang Daerah? * Akademia”. Kompas, 25 April 2007 halaman 11

“Keris Pusaka Bugis-Makassar * Pembuatan Kawali Berlangsung dalam Suasana Ritual”. Kompas, 12 Juni 2006 halaman 46

“Bagi Suku Dayak, Senjata merupakan Kehormatan Diri * Tanah Air”. Kompas, 24 Desember 2004 halaman 31

Kontributor
R Luthfi Prabaswara

Riset Foto

Luthfi; AAN

Editor
Dwi Rustiono