Lembaga

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia

Sebagai salah satu kementerian tertua di Indonesia, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum HAM) telah melalui proses historis yang panjang. Departemen Kehakiman merupakan cikal bakal kementerian ini pada masa awal kemerdekaan.

Fakta Singkat

  • Kemenkumham pertama kali berdiri pada 19 Agustus 1945 dengan nama Departemen Kehakiman.
  • Kemenkumham turut menjadi satu dari 17 departemen kementerian pertama yang dimiliki Indonesia pasca-kemerdekaan.
  • Dalam sejarahnya, Kemenkumham mengalami empat kali pergantian nama menyesuaikan tanggung jawabnya.
  • Nama Kementerian Hukum dan HAM sendiri baru dimiliki Kemenkumham pada tahun 2009.
  • Laman Kementerian Hukum dan HAM: https://www.kemenkumham.go.id/
  • Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia: Yasonna Laoly
  • Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia: Edward O.S. Hiariej

KOMPAS/WISNU WIDIANTORO

Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly beserta pejabat Kementerian Hukum dan HAM mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (6/4/2015). Rapat membahas berbagai permasalahan hukum di Tanah Air, seperti pro-kontra soal remisi, konflik Partai Golkar, dan kapasitas lembaga pemasyarakatan.

Masa awal kemerdekaan menjadi titik krusial dalam penanaman awal fondasi keberlangsungan pemerintahan Indonesia. Salah satu poin pembangunan dimulai dari pembentukan kabinet pertama dalam sejarah otonom pemerintahan Indonesia bernama Kabinet Presidensial. Dalam kabinet tersebut, sebagaimana mengacu pada laman resmi Sekretariat Kabinet Indonesia (setkab.go.id), Soekarno sebagai presiden pertama membentuk 17 kementerian perdana dengan 19 pejabat kementerian.

Salah satu dari 17 kementerian tersebut adalah Departemen Kehakiman, yang kelak menjadi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (disingkat Kemenkumham) dewasa ini. Menteri perdananya adalah Soepomo, ahli hukum Indonesia yang juga dikenal sebagai salah satu arsitek Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. Departemen Kehakiman dibentuk bersamaan kelahiran Kabinet Presidensial pada 19 Agustus 1945. Dengan catatan historis tersebut, Kemenkumham tercatat sebagai salah satu kementerian pertama dan tertua dalam pemerintahan Indonesia.

Saat ini, kehadirannya sendiri secara konkret ditujukkan bagi urusan hukum dan hak asasi manusia. Dalam status hierarkis kelembagaannya, Kemenkumham berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. Kini, Kemenkumham dipimpin oleh Menteri Yasonna Laoly yang telah menjabat sejak 27 Oktober 2014. Dalam posisinya sebagai menteri, Yasonna juga turut dibantu pejabat Wakil Menteri yang diisi oleh Eddy O.S. Hiariej.

KOMPAS/IWAN SETIYAWAN

Wakil Menteri Hukum dan HAM, Edward Omar Sharif Hiariej (tengah) didampingi Wakil Pemimpin Umum Harian Kompas, Budiman Tanuredjo (kiri), dalam diskusi terbatas di Redaksi Kompas, Palmerah, Jakarta, Selasa (14/6/2022).

Sejarah

Bertolak dari laman resmi Kemenkumham Republik Indonesia (kemenkumham.go.id), kementerian ini telah beberapa kali mengalami pergantian nama dalam perjalanannya. Selama usianya yang telah mencapai 77 tahun, tercatat setidaknya terdapat empat kali pergantian nama. Perubahan-perubahan yang terjadi tersebut dilakukan atas dasar penyesuaian fungsi kementeriannya.

Pada tahun 1945 hingga 1999, Kemenkumham memiliki nama sebagai Departemen Kehakiman. Periode ini dimulai dari pendiriannya pada 19 Agustus 1945 atau dua hari setelah kemerdekaan Indonesia. Kehadiran Departemen Kehakiman sendiri berangkat dari sidang PPKI tahun 1945. Melalui sidang tersebut, ditetapkan kehadiran Departemen Kehakiman dalam struktur negara dengan didasarkan pada UUD.

Fungsionalitas Departemen Kehakiman pada masa ini ditujukkan secara spesifik pada urusan-urusan terkait pengadilan, penjara, kejaksaan dan sebagainya. Dalam sidang PPKI tersebut dibuat pula penetapan tentang tugas pokok masalah ruang lingkup tugas Departemen Kehakiman. Meski begitu, baik nama maupun tigasnya secara singkat masih mengacu kepada peraturan Herdeland Yudie Staatblad No.576 yang mengatur mengenai bentuk Kemenkumham selama masa pemerintahan Belanda. Dalam masa itu sendiri, Kemenkumham disebut sebagai Departemen Van Justitie.

Dalam masa awal kehadiran Departemen Kehakiman, hadir sosok Soepomo sebagai menteri perdana. Soepomo sendiri merupakan sosok politik-hukum yang berpengaruh dalam sejarah Indonesia. Ia turut menyampaikan pidato dalam sidang BPUPKI pada 31 Mei 1945 mengenai kenegaraan Indonesia merdeka.

Mengacu pada buku Prof. Mr. Dr. R. Supomo oleh Soegito, dituliskan bahwa dalam pengaruh studi di Eropa dan kunjungan ke Jepang, Menteri Kemenkumham pertama ini menelurkan gagasan kenegaraan integralistik untuk diakomodasi di Indonesia. Konsep tersebut merujuk pada negara yang bersatu dengan seluruh rakyatnya, meniadakan perbedaan golongan, dan berupaya untuk menjamin kepentingan masyarakat menyeluruh dalam persatuan. Soepomo pun menjabat hingga 14 November 1945.

Pada tanggal 1 Oktober 1945 kewenangan Departemen Kehakiman diperluas dengan turut merangkul urusan Kejaksaan. Perubahan ini didasarkan pada Maklumat 1 Oktober 1945 yang dikeluarkan oleh Gatot Taroenamihardja, Jaksa Agung Republik Indonesia pertama. Dalam mengumumkan maklumat tersebut, Gatot didampingi pula oleh Menteri Dalam Negeri, Aria Wiranatakusuma dan Menteri Kehakiman.

Mengacu pada laman resmi Kejaksaan Indonesia (kejaksaan.go.id), Maklumat 1 Oktober 1945 sendiri mengandung dua poin. Yang pertama adalah mengemukakan kedudukan struktural Kejaksaan yang kedepannya akan masuk dalam dalam lingkup Departemen Kehakiman. Yang kedua, Jaksa Agung juga akan menempati posisi sebagai pemegang pimpinan Kepolisian Kehakiman.

Selain Kejaksaan, Jawatan Topografi juga turut dimasukkan sebagai entitas institusi baru dalam lingkup Departemen Kehakiman. Hal ini dilakukan melalui Penetapan Pemerintah tahun 1945 Nomor 1/S.D. Namun tak lama, pada tahun 1946 melalui Penetapan Pemerintah nomor 8/S.D., Jawatan Topografi kembali dikeluarkan dari Departemen Kehakiman dengan dimasukkan ke dalam Departemen Pertahanan.

Perubahan juga turut terjadi pada 3 Januari 1946. Mahkamah Islam Tinggi yang tadinya menjadi bagian dari Departemen Kehakiman dikeluarkan. Perubahan ini terjadi seiring kehadiran kehakiman baru dalam tubuh kabinet, yaitu Departemen Agama. Melalui Penetapan Pemerintah Tahun 1946 Nomor 5/S.D., Mahkamah Islam Tinggi pun masuk ke dalam Departemen Agama.

Pada 22 Juli 1960, melalui rapat kabinet diputuskan agar institusi Kejaksaan menjadi departemen sendiri. Keputusan tersebut dituangkan melalui Keputusan Presiden RI Nomor 204/1960 tertanggal 1 Agustus 1960 dan berlaku mulai dari 22 Juli 1960. Bersamaan dengan penerbitan Keppres tersebut, Kejaksaan dipisahkan dari Departemen Kehakiman. Pemisahan ini sendiri berangkat dari rencana Kejaksaan dalam mengusut kasus yang melibatkan Menteri Kehakiman pada saat itu.

Dalam rentang waktu yang sama, sosok Menteri Sahardjo juga merumuskan logo Kemenkumham yang berlaku saat ini. Termuat gambar pohon beringin dalam logo tersebut, yang memiliki arti sebagai tempat berlindung dari segala kondisi cuaca. Secara falsafah, hal ini diartikan agar Kemenkumham menghadirkan pengayoman kepada rakyat jugadengan perlindungan hukum yang adil dan beradab.

Sebelum dipilihnya logo pohon beringin, sempat muncul wacana terkait penggunaan gambar Dewi Keadilan dari Yunani, Dewi Themis atau juga kerap dikenal sebagai Justitia. Namun, hal ini ditentang oleh Sahardjo karena dianggap tidak sesuai dengan kepribadian otentik bangsa Indonesia.

Pada tahun 1999, untuk pertama kalinya Kemenkumham mengalami pergantian nama dengan berganti nama menjadi Departemen Hukum dan Perundang-Undangan. Pergantian ini dilatarbelakangi oleh pengalihan tanggung jawab peradilan dari tubuh Departemen Kehakiman itu sendiri. Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara kini dimasukkan dalam lingkungan institusi Mahkamah Agung.

Keputusan ini sendiri mengacu pada Undang-Undang No. 35 Tahun 1999 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kekuasaan Kehakiman. Lebih lanjut, produk hukum tersebut kembali dijabarkan melalui Undang-Undang No. 4 Tahun 2004 tentang Kekuasaan Kehakiman dan Undang-Undang No. 5 Tahun 2004 tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung.

Pada tahun 2001 hingga 2004, nama Kemenkumham kembali memperoleh unsur “Kehakiman”, dengan berubah menjadi Departemen Kehakiman dan Hak Asasi Manusia”. Nama ini bertahan hingga tahun 2004 dalam masa jabatan Presiden Megawati. Nama Kemenkumham pun berubah menjadi Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia.

Dalam masa pemerintahannya, Presiden Megawati mengeluarkan Keputusan Presiden RI No. 21 pada 23 Maret 2004. Keputusan tersebut berisikan pengalihan urusan organisasi, administrasi, dan lingkungan institusi Peradilan Umum dan Tata Usaha Negara dan Pengadilan Agama ke Mahkamah Agung. Hal ini lantas diikuti dengan serah terima pengalihan di lingkungan Peradilan Umum dan Peradilan Tata Usaha Negara ke Mahkamah Agung pada 31 Maret 2004.

Pada tahun 2009, Kemenkumham kembali mengalami perubahan nama dan menjadi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia hingga saat ini. Perubahan ini mengacu pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Pada Pasal 1 dituliskan mengenai pembentukan kementerian negara, dengan termasuk penyebuatan Kementerian Hukum dan HAM di dalamnya.

Memperkuat penerbitan Perpres tersebut, maka pada April 2011 diterbitkanlah Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.Hh-02.Ot.01.01 yang berisikan soal penyesuaian penggunaan nama Kementerian Hukum dan HAM. Dengan mengacu pada Pasal 1 dan Pasal 2, maka segala penyebutan dan penggunaan nama berbeda selain Kemenkumham tidak lagi berlaku.

KOMPAS/RONY ARIYANTO NUGROHO

Pengunjung masuk ke gerbang Lapas Sukamiskin, Bndung, Jawa barat, untuk membezuk narapidana, Senin (6/2/2017). Kepala Kantor Wilayah Hukum dan HAM Jawa Barat Susy Susilawati mengatakan Inspektorat Jenderal Kementrian Hukum dan HAM akan menyelidiki mengenai kebenaran kasus terkait pemberitaan mengenai narapidana korupsi yang bebas keluar masuk lapas koruptor ini dan diduga sudah berlangsung setahun terakhir.

Visi, Misi, dan Tata Nilai

Visi     : Masyarakat memperoleh kepastian hukum

Misi     :

  1. Mewujudkan peraturan Perundang-Undangan yang berkualitas.
  2. Mewujudkan pelayanan hukum yang berkualitas.
  3. Mewujudkan penegakan hukum yang berkualitas.
  4. Mewujudkan penghormatan, pemenuhan, dan perlindungan HAM.
  5. Mewujudkan layanan manajemen administrasi Kemenkumham.
  6. Mewujudkan aparatur Kemenkumham yang profesional dan berintegritas.

Tata Nilai Kemenkumham

Dalam menjalankan operasional pelayanannya, Kemenkumham bertolak pada akronim “BerAKHLAK” sebagai pokok tata nilai. Uraian dari akronim tersebut terdiri atas unsur-unsur nilai sebagai berikut:

  1. Berorientasi Pelayanan
    1. Memahami dan memenuhi kebutuhan masyarakat
    2. Ramah, cekatan, solutif, dan dapat diandalkan
    3. Melakukan perbaikan tiada henti
  2. Akuntabel
    1. Melaksanakan tugas dengan jujur, bertanggung jawab, cermat, disiplin, dan berintegritas tinggi
    2. Menggunakan kekayaan dan barang milik negara secara bertanggung jawab, efektif, dan efisien
    3. Tidak menyalahgunakan kewenangan jabatan
  3. Kompeten
    1. Meningkatkan kompetensi diri untuk menjawab tantangan yang selalu berubah
    2. Membantu orang lain belajar
    3. Melaksanakan tugas dengan kualitas terbaik
  4. Harmonis
    1. Menghargai setiap orang apapun latar belakangnya
    2. Suka menolong orang lain
    3. Membangun lingkungan kerja yang kondusif
  5. Loyal
    1. Memegang teguh ideologi Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, NKRI serta pemerintahan yang sah
    2. Menjaga nama baik sesama ASN, Pimpinan, Instansi, dan Negara
    3. Menjaga rahasia jabatan dan negara
  6. Adaptif
    1. Cepat menyesuaikan diri menghadapi perubahan
    2. Terus berinovasi dan mengembangkan kreativitas
    3. Bertindak proaktif
  7. Kolaboratif
    1. Memberi kesempatan kepada berbagai pihak untuk berkontribusi
    2. Terbuka dalam bekerja sama untuk menghasilkan nilai tambah
    3. Menggerakkan pemanfaatan sebagai sumber daya untuk tujuan bersama

Dalam tata nilainya, Kemenkumham turut menjunjung tata nilai “P-A-S-T-I”, yang dijabarkan sebagai berikut:

  1. Profesional: Aparatur Kementerian Hukum dan HAM adalah aparat yang bekerja keras untuk mencapai tujuan organisasi melalui penguasaan bidang tugasnya, menjunjung tinggi etika dan integirtas profesi;
  2. Akuntabel: Setiap kegiatan dalam rangka penyelenggaraan pemerintah dapat dipertanggungjawabkan kepada masyarakat sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang berlaku;
  3. Sinergi: Komitmen untuk membangun dan memastikan hubungan kerjasama yang produktif serta kemitraan yang harmonis dengan para pemangku kepentingan untuk menemukan dan melaksanakan solusi terbaik, bermanfaat, dan berkualitas;
  4. Transparan: Kementerian Hukum dan HAM menjamin akses atau kebebasan bagi setiap orang untuk memperoleh informasi tentang penyelenggaraan pemerintahan, yakni informasi tentang kebijakan, proses pembuatan dan pelaksanaannya, serta hasil-hasil yang dicapai;
  5. Inovatif: Kementerian Hukum dan HAM mendukung kreatifitas dan mengembangkan inisiatif untuk selalu melakukan pembaharuan dalam penyelenggaraan tugas dan fungsinya.

Tugas dan Fungsi Kemenkumham

  1. Tugas

Kemenkumham mempunyai tugas menyelenggarakan urusan di bidang hukum dan hak asasi manusia dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara.”

  1. Fungsi

Untuk melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Kemenkumham menyelenggarakan fungsi:

  1. Perumusan, penetapan dan pelaksanaan kebijakan di bidang hukum dan hak asasi manusia;
  2. Pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kemenkumham;
  3. Pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kemenkumham;
  4. Pelaksanaan bimbingan teknis dan supervisi atas pelaksanaan urusan Kemenkumham Manusia di daerah;
  5. Pelaksanaan kegiatan teknis yang berskala nasional; dan
  6. Pelaksanaan kegiatan teknis dari pusat sampai ke daerah.

KOMPAS/HENDRA A SETYAWAN

Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej (kiri) berbincang dengan Wakil Ketua Komisi III DPR Adies Kadir (tengah depan) dan Pangeran Khairul Saleh usai menyerahkan naskah RUU KUHP dan RUU tentang Permasyarakatan yang telah disempurnakan saat rapat kerja bersama Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (6/7/2022). Komisi III dan pemerintah bersepakat untuk menyelesaikan Rancangan Undangan-Undangan (RUU) tentang Kitab Undang Hukum Pidana (KUHP) khususnya terkait 14 isu krusial RUU KUHP sebelum diserahkan ke pembicaraan tingkat selanjutnya sesuai dengan mekanisme kententuan perundang-undangan.

Upaya Pelayanan dan Kepercayaan Publik

Dalam operasionalnya, sebagaimana telah dipaparkan pada bagian “Tugas dan Fungsi”, Kemenkumham bersentuhan dengan berbagai dimensi hukum dan hak asasi manusia. Baik itu dalam ranah teknis, konseptualisasi, dan pembimbingan. Oleh karenanya, Kemenkumham akan terus mengalami persentuhan langsung dengan masyarakat dalam segala persoalan dan laporan dalam koridor terkait. Kehadiran Kemenkumham pun difungsikan bagi pelayanan pada koridor-koridor tersebut.

Bertolak dari tanggung jawab demikian, Kemenkumham menerbitkan Maklumat Pelayanan pada Maret 2022 lalu. Isi daripada maklumat tersebut adalah pernyataan kesanggupan dari seluruh pegawai dan pejabat Kemenkumham untuk memberikan pelayanan kesekretariatan yang diperlukan dan sesuai dengan standar. Sekiranya janji tersebut tidak terwujud, maka para pegawai dan pejabat terkait akan bersedia merima sanksi yang berlaku. Penerbitan maklumat ini sendiri menjadi wujud komitmen Kemenkumham dalam pelayanan terhadap masyarakat Indonesia.

Untuk menjangkau pelayanan di level-level yang lebih mikro, Kemenkumham turut mendirikan Kantor Wilayah atau Kanwil. Kehadirannya didefinisikan sebagai instansi vertikal dalam naungan Kemenkumham dengan posisi kedudukan di setiap provinsi di Indonesia. Dalam hubungan vertikalnya dengan Kemenkumham, maka kanwil bertanggung jawab langsung kepada Menteri Kemenkumham yang sedang menjabat.

Kehadiran Kanwil sendiri terdiri atas beberapa divisi dan sejumlah Unit Pelaksana Teknis (UPT). Di dalamnya ada Kantor Imigrasi, Lembaga Pemasyarakatan (Lapas), Lapas Terbuka, Lapas Narkotika, Rumah Tahanan Negara (Rutan), Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan), Balai Pemasyarakatan (Bapas), Balai Harta Peninggalan (BHP), dan Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim).

Untuk menaungi segala urusan dan pelayanan kepada publik, struktur Kemenkumham juga diisi oleh berbagai Direktorat Jenderal atau Ditjen. Kehadiran Ditjen menjadi entitas pelaksana pada Kemenkumham dalam tugas perumusan dan pelaksanaan teknis pada bidang-bidang tanggung jawabnya.

Terdapat enam Ditjen dalam unit Kemenkumham, terdiri atas: 1) Ditjen Keimigrasian; 2) Ditjen Administrasi Hukum Umum; 3) Ditjen Pemasyarakatan; 4) Ditjen Layanan Kekayaan Intelektual; 5) Ditjen Perundang-undangan; dan 6) Ditjen Badan Pembinaan Hukum Nasional. Masing-masing Ditjen ini memberikan layanan kepada masyarakat sesuai dengan bidang kerja mereka.

Untuk kian mendorong pelayanan dan kepercayaan publik, Kemenkumham juga berkomitmen dalam mewujudkan kinerja yang berkualitas dan berintegritas. Harapan utamanya adalah dengan menjadikan diri sebagai satuan kerja yang bebas korupsi dan birokrasi yang melayani. Dalam usaha tersebut, mengacu pada laporan Pedoman: Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi & Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani Kementerian Hukum dan HAM RI, Kemenkumhan telah secara konkret terlibat dalam pembangunan Zona Integritas di dalam tubuhnya. Hal ini dimulai dari penandatanganan Piagam Pencanangan Pembangunan Zona Integritas oleh Menteri Yasonna Laoly pada 8 Januari 2018 dengan turut disaksikan oleh Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi.

Masih mengacu pada sumber yang sama, Zona Integritas sendiri dimaknai Kemenkumham sebagai predikat yang diberikan dengan komitmen dan perwujudan pelayanan yang bersih, melayani, dan tidak korup melalui reformasi birokrasi. Mengacu Zona Integritas dihadirkan melalui penerapan indikator yang telah dipatokkan oleh Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 52 tahun 2014.

Sebagai salah satu bentuk tindak lanjut dari pembangunan Zona Integrasi ini, Kemenkumham mengadakan kegiatan Pencanangan Zona Integritas pada Februari 2020 lalu. Bekerja sama dengan lembaga Ombudsman, dilakukan dengan edukasi dan dorongan kepada para pegawai dan pejabat Kemenkumham untuk mewujudkan pelayanan yang berintegritas (Kompas.id, 12/02/2020, “Pencanangan Zona Integritas Kemenkumham”).

Dalam upaya konkret dan berkesinambungan untuk mewujudkan pelayanan kepada publik ini, akhirnya Kemenkumham memperoleh sejumlah prestasi yang diganjar lewat pemberian penghargaan. Salah satunya adalah pada tahun 2021 dimana Kemenkumham meraih Penghargaan Predikat Kepatuhan Tinggi Standar Pelayanan Publik dari lembaga Ombudsman. Dalam pemberian penghargaan tersebut, Ombudsman menetapkan tiga kategori penilaian kepatuhan yaitu: Zona Hijau, Kuning dan Merah, dengan didasarkan pada 10 variabel penilaian. Berdasarkan hasil penilaian, Kemenkumham masuk ke dalam kategori terbaik atau Zona Hijau.

Melalui penerimaan penghargaan ini, pelayanan oleh Kemenkumham dimaknai telah sesuai mengacu pada Undang-undang No. 25 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, serta mewujudkan pelayanan yang minim maladministrasi. Piagam penghargaan diserahkan langsung oleh Wakil Ketua Ombudsman, Bobby Hamzar Rafinus pada Kamis (02/06/2021) di gedung Ombudsman, Jakarta.

Pada tahun yang sama pula pada bulan April, Kemenkumham memperoleh penghargaan Kinerja Anggaran Tahun Anggaran 2021 dengan predikat sangat baik dari Kementerian Keuangan. Kemenkumham menempati peringkat kedua dengan nilai 96,57. Disampaikan oleh Wakil Menteri Edward O.S. Hiariej, penghargaan ini diperoleh dari komitmen Kemenkumham dalam menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) secara efisien. Alokasi APBN yang diperoleh Kemenkumham digunakan sepenuhnya untuk kepentingan masyarakat dan kualitas pelayanan yang diberikan – baik itu untuk pelayanan hukum dan HAM maupun pengentasan pandemi Covid-19. (LITBANG KOMPAS)

KOMPAS/RIZA FATHONI

Petugas menyemprotkan disinfektan pada berkas yang hendak diserahkan Ketua Umum Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) kepada Dirjen Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM RI, Jakarta, Senin (08/03/2021). Berkas sebanyak dua kontainer plastik tersebut diklaim merupakan bukti-bukti legalitas kepengurusan yang sah sesuai AD/ART yang sudah di sahkan oleh pemerintah melalui Kemenkumham pada 2020 yang lalu. Selain itu juga termasuk surat keputusan SK tentang status 34 ketua DPD dan 514 ketua DPC se-Indonesia yang sah. Penyerahan berkas kepada Kemenkumham ini untuk membuktikan Kongres Luar Biasa (KLB) yang mengukuhkan Moeldoko sebagai ketua umum adalah tidak sah.

Referensi

Buku
  • (1980). Prof. Mr. Dr. R. Supomo . Jakarta: Proyek · lnventarisasi dan Pusat Penelitian Sejarah dan Budaya, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
Jurnal
  • Kementerian Hukum dan HAM. (2018). Pedoman: Pembangunan Zona Integritas Menuju Wilayah Bebas dari Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani Kementerian Hukum dan HAM RI. Jakarta: Kementerian Hukum dan HAM.
Arsip Kompas
  • Kompas.id. (2020, Februari 12). Pencanangan Zona Integritas Kemenkumham. Diambil kembali dari Kompas.id: https://www.kompas.id/baca/lain-lain/2020/02/12/pencanangan-zona-integritas-kemenkumham
Internet
  • Kejaksaan Republik Indonesia. (t.thn.). Diambil kembali dari kejaksaan.go.id: https://www.kejaksaan.go.id/
  • Kementerian Hukum dan HAM. (t.thn.). Diambil kembali dari kemenkumham.go.id: https://www.kemenkumham.go.id/
Dokumen
  • Pemerintah Pusat. (2009, November 3). Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 47 Tahun 2009 tentang Pembentukan dan Organisasi Kementerian Negara . Jakarta: Badan Pemeriksa Keuangan RI.
  • Kementerian Hukum dan HAM. (2011, April 8). Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.Hh-02.Ot.01.01 Tentang Penyesuaian Penggunaan Nama Kementerian Hukum Dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia . Jakarta: Kementerian Hukum dan HAM.